Beranda / Romansa / Cinta Terpendam Sang CEO / 7. Fakta Mengejutkan

Share

7. Fakta Mengejutkan

Penulis: Rea Sheren
last update Terakhir Diperbarui: 2022-04-17 14:48:56

"Ayah." Aldebaran menyambut ayahnya yang datang membawa koper yang ia yakin berisi beberapa perlengkapan medis. Ayahnya adalah seorang dokter. Dokter yang jenius dan berbakat.

Ayahnya tidak menjawab, justru bersikap seolah tak melihatnya sama sekali.

"Ayah, tunggu!" Alde mengikuti ayahnya yang langsung menerobos masuk ke dalam. "Kania ada di ... Dia—"

Aidan Blackstone berhenti di depan pintu kamar Kania, ia menoleh sebentar ke arah sang putra, kemudian langsung mendorong pintu itu hingga terbuka.

"Ayah." Aldebaran menahan lengan sang ayah. Ia tidak ingin ayahnya melihat Kania yang sedang tidak berbusana, tetapi ayahnya itu mengibaskan tangannya dengan mudah dan langsung mendekati tempat tidur di mana Kania masih mengigau dengan mata terpejam. Ia pun akhirnya hanya bisa pasrah ketika ayahnya sudah mulai memeriksa Kania, menyingkap sedikit selimut di yang menutupi bagian atas tubuh gadis itu.

"Aku tidak melakukan apa-apa, hanya membawanya berendam dengan air hangat untuk meredakan demamnya." Aldebaran menjelaskan ketika ayahnya menoleh dengan tatapan tajam ke arahnya. Meski tidak mengatakan apa pun, Alde cukup tahu arti tatapan itu.

Ayah Alde mengukur suhu tubuh Kania dengan thermogun, kemudian memeriksa kondisi fisik gadis itu. "Cukup tinggi," ucapnya pelan.

"Padahal aku sudah—"

"Diam!" Ayah Alde memotong ucapan anaknya. "Bantu aku memasukkan obat ini lewat duburnya."

"Lewat ... Apa?" Alde membelalak, terkejut oleh ucapan ayahnya. Dan bukannya mendapat jawaban memuaskan, dirinya justru mendapat pukulan keras di kepala.

"Jangan bersikap sok beradab. Dia membutuhkan itu segera!"

"Ayah, tapi ...." Alde tak dapat melanjutkan ucapannya. Hal yang diminta ayahnya sangat ... Yah, Alde tidak menganggapnya jorok sama sekali, tapi itu termasuk bagian tubuh Kania yang paling privasi. Dirinya tidak ingin melanggar privasi itu. Setidaknya, selama mereka belum berada dalam suatu ikatan resmi pernikahan.

"Kalau begitu biar aku lakukan sendiri!" bentak ayah Alde. "Dia demam tinggi dan kau masih berusaha bersikap sok bijaksana? Kau pikir tindakanmu menculiknya di hari pernikahannya itu bijaksana?"

"Tidak! Jangan!" Aldebaran mendelik, tapi kemudian kepalanya mengangguk cepat dengan gugup. "Baiklah, aku saja. Mana obat itu."

Aldebaran menerima obat berbentuk kapsul yang cukup besar itu dengan tangan gemetar. Telinganya sedikit berdenging ketika menerima instruksi dari ayahnya tentang bagaimana cara memasukkan obat itu ke dalam ....

"Cepat!"

"Y-ya!" Aldebaran dengan gugup mendekati bagian bawah tubuh Kania. Tangannya gemetar hingga rasanya tak sanggup bahkan sekedar untuk membuka selimut yang menutupi Kania. Akan tetapi, dirinya pun tidak rela bila hal itu dilakukan oleh ayahnya. Dirinya saja belum pernah melihat bagian itu, jadi, bagaimana bisa dirinya membiarkan ayahnya melihatnya lebih dulu?

Aldebaran menarik turun celana piyama yang masih menempel di tubuh Kania.

"Apa celana itu basah?" Ayahnya bertanya dengan nada tajam.

"Ya, aku belum sempat melepasnya karena Ayah sudah menggedor pintu seperti tadi."

"Bodoh!" Sekali lagi Aldebaran mendapat pukulan di kepalanya. "Cepat lepas celana basah itu atau pindahkan saja dia ke kamar yang lebih kering karena cukup merepotkan kalau harus mengganti seprainya sekarang, sementara dia membutuhkan tempat yang kering dan hangat."

"Ke kamarku saja." Aldebaran langsung menjawab.

"Terserah. Cepat lepas celana itu, masukkan obatnya, dan pindah dia ke kamar lain! Ayah tunggu di luar."

Aldebaran mengikuti instruksi ayahnya dengan cepat, meski dengan perasaan campur aduk. Dirinya akhirnya bisa melihat seluruh bagian tubuh Kania tanpa terkecuali. Gadis itu ternyata memiliki tanda lahir di paha bagian dalam yang membentuk seperti pulau kecil.

"Di-ngin." Alde mendengar Kania merintih dalam tidurnya.

"Iya, Sayang. Tahan sebentar. Aku akan segera memindahkanmu ke kamar sebelah." Aldebaran mendorong masuk obat penurun panas untuk Kania, kemudian membungkus tubuh gadis itu dengan selimut dan membopongnya keluar, menuju kamarnya.

Ayahnya sudah menunggu di dalam kamarnya dan membiarkan pintu kamarnya terbuka hingga ia bisa dengan mudah membawa Kania masuk.

"Pakaikan itu." Ayah Alde menunjuk sebuah baju di samping bantal.

Alde hanya mengangguk dan langsung mengambil blouse yang ditunjuk ayahnya. Bahan blouse itu tipis, dingin dan pastinya longgar. Ia tidak terlalu kesulitan memakaikan blouse itu karena semua kancingnya terletak di depan. Dan sementara ia melakukan itu ayahnya berpura-pura sibuk dengan ponselnya. Itu cukup membuatnya lega. Ayahnya memang sosok yang jahil dan terkadang tukang ikut campur urusan semua anggota keluarganya, tapi Alde menaruh hormat luar biasa pada sosok itu karena meski suka ikut campur, ayahnya tahu kapan harus memberi ruang untuk anak-anaknya dan orang lain.

Tiba-tiba saja dada Alde dipenuhi oleh rasa haru dan sayang yang tercurah untuk ayahnya itu. Jika dia adalah ayah orang lain, mungkin saat ini dirinya sudah dihajar atau bahkan dicoret dari nama keluarga karena telah menciptakan masalah kepada keluarganya. Masalah yang bisa berdampak banyak pada bisnis dan nama baik keluarganya. Akan tetapi, ayahnya tidak melakukan itu. Dia datang untuk memeriksa Kania. Mungkin, kakak dan adik-adiknya sudah menceritakan apa yang telah terjadi. Ohh, dirinya tidak bisa menyalahkan saudara-saudaranya yang sudah membocorkan semua kepada ayahnya karena cepat atau lambat ayahnya itu pasti tahu.

Setelah memakaikan baju untuk Kania, Alde duduk diam di tepi tempat tidur, menyaksikan wajah Kania yang terlihat mulai tenang. Sepertinya obat yang diberikan ayahnya telah bereaksi.

"Minggir!" Ayah Alde tiba-tiba saja sudah berdiri di samping tempat tidur. Ia mendorong tubuh sang putra untuk menyingkir agar dirinya bisa memeriksa kondisi Kania dengan lebih baik. Setelah itu, ia pun membuka kopernya dan mengeluarkan beberapa peralatan medis. "Paru-parunya kemasukan air laut. Tidak terlalu fatal, tapi tetap saja itu bisa berbahaya bila dibiarkan. Ia juga mengalami radang."

Alde mendengarkan ucapan ayahnya tanpa sepenuhnya paham apa saja yang ayahnya jelaskan. Yang ada di pikirannya hanya agar Kania-nya seperti sedia kala. Apa pun akan ia lakukan untuk itu. Karena sejak awal, itulah yang selalu ia perankan untuk Kania, 'Dewa Penyelamat'.

****

Aldebaran menatap ayahnya dengan ekspresi tak percaya. Ayahnya baru saja berkata bahwa dia mendukung tindakan Aldebaran menculik Kania. Ohh, demi Tuhan! Apa yang sudah merasuki Aidan Blackstone sampai bisa mengatakan hal berbahaya itu.

"Aldev dan Alden sudah menyelidiki semuanya dan ada beberapa fakta mengejutkan yang mereka dapat."

Alde tak mengatakan apa pun, tapi tatapannya mengisyaratkan agar ayahnya melanjutkan apa saja yang hendak dikatakan.

"Kau tahu, kan, sekretaris Sulthan begitu tergila-gila pada Aldev?" Ayah Alde tersenyum geli ketika mengatakan itu. "Nah, Aldev berhasil memikatnya untuk pergi berdua dan satu fakta dia dapatkan. Sulthan penyuka sesama jenis."

"Apa!?" Alde tidak hanya terkejut mengetahui fakta itu. Ia syok. Apalagi ketika mengingat interaksinya selama ini bersama Sulthan. Mereka berjabat tangan dan berpelukan setiap kali berhasil memenangkan proyek yang akan mereka tangani, bahkan, berenang bersama ketika mereka berdua pergi ke Bali untuk mengunjungi proyek pembangunan resort yang mereka tangani.

"Kau pernah melakukan sesuatu dengannya?" Ayah Alde terkekeh geli melihat ekspresi terpukul di wajah sang putra. "Sulthan memiliki kekasih dan mereka berencana menikah di Vegas."

"Aku tak percaya itu. Jika, memang benar begitu, lalu kenapa dia menikahi Kania. Bahkan, sangat terobsesi kepada Kania?"

"Itu pertanyaan menarik." Ayah Alde mencondongkan tubuhnya ke depan, kemudian dengan pelan ia menjelaskan satu hal yang jauh lebih mengejutkan daripada fakta bahwa Sulthan adalah penyuka sesama jenis.

"Ayah pasti bercanda!" Kali ini Aldebaran benar-benar dibuat merinding sekaligus jijik. "Itu tidak mungkin."

"Adik-adikmu melanjutkan pencarian informasi. Mereka berhasil menyogok sopir pribadi ayah Sulthan. Dan dia yang menjelaskan semuanya hingga rencana ayah Sulthan terhadap Kania."

"Rencananya pada Kania?" Aldebaran limbung, tidak bisa membayangkan rencana jahat apa yang akan mereka timpakan kepada Kania.

"Ya." Ayah Alde memasang wajah serius. "Aku tahu kau mungkin tak mau mendengarnya dan bagian ini yang membuatku menyetujui tindakanmu menculik gadis itu, membebaskan dia dari bencana yang akan dia dapatkan jika pernikahan kemarin berlangsung lancar.

Ayah Sulthan adalah sosok yang terlalu serakah dan gila harta. Sulthan adalah putra satu-satunya dan kenyataan bahwa Sulthan ternyata tidak akan pernah menghasilkan pewaris membuatnya marah dan putus asa. Selain nama baiknya bisa hancur, dia pun tidak bisa merelakan harta dan kekuasaannya jatuh kepada pihak yang bukan keturunannya langsung. Untuk itulah dia memaksa Sulthan menikah. Dengan begitu, nama baik mereka akan tetap terjaga karena tidak akan ada yang curiga atau percaya bahwa Sulthan penyuka sesama jenis dan untuk Kania," ayah Alde diam sebentar, menimbang kata-kata yang tepat untuk diucapkan.

"Yah, kau sudah tahu bahwa ayah Sulthan adalah mata keranjang yang menyukai gadis-gadis muda. Jadi, dia dengan senang hati akan mendapatkan pewaris yang berasal dari keturunannya langsung melalui Kania. Sementara itu, Sulthan akan bepergian dengan kekasihnya ke Vegas untuk meresmikan hubungan mereka ke dalam sebuah ikatan pernikahan."

"A-ap ...." Alde benar-benar kehilangan kata-kata. Perutnya terasa mual membayangkan lelaki tua Bangka itu mencumbu dan menyentuh Kania-nya. Kedua telapak tangannya mengepal tanpa sadar. Ia marah pada rencana busuk Sulthan dan keluarganya. "Bagaimana bisa mereka melakukan itu?"

"Yah, intinya kita tidak usah mempermasalahkan kelainan mereka karena sekarang Kania sudah selamat dari malapetaka itu. Akan tetapi, masalah menjadi lebih rumit karena beberapa waktu lalu sempat membantu bisnis ayah Kania yang hampir kolaps. Jumlah yang Sulthan keluarga tidak bisa dibilang sedikit. Sepertinya dia dan ayahnya sengaja membantu ayah Kania dengan tujuan menjebak Kania ke dalam sebuah pernikahan dengan cara yang mulus.

Kania dan keluarganya pasti merasa berutang budi. Pada saat seperti itu Sulthan pun masuk dan menawarkan sebuah pernikahan dengan mahar piutangnya pada ayah Kania."

"Jadi, ketika pernikahan itu batal, makan itu berarti keluarga Kania harus membayar semua utang-utang itu?"

"Praktisnya begitu, tapi kita belum tahu dibalik itu semua apakah ayah Kania sengaja terlibat untuk menjerumuskan Kania atau memang benar-benar tidak tahu apa-apa. Kita harus menyelidiki itu lebih dalam lagi. Jadi, selama hal itu belum bisa dipastikan, jangan dulu muncul di depan publik atau menghubungi ayah Kania."

Aldebaran mengangguk. "Aku memang tidak berencana untuk kembali sampai Kania bersedia membatalkan pernikahannya dengan Sulthan dan menikah denganku."

"Hah!" Ayah Alde mendengus keras. "Bodoh! Masak mengatasi satu gadis saja tak bisa? Pengecut! Untuk apa menyia-nyiakan tujuh tahun tanpa melakukan aksi yang pasti selain mengirim bunga, menguntit, dan mengawasinya dari jauh."

Alde diam mendengar cemoohan ayahnya. Dirinya sudah terbiasa dengan itu. Ayahnya memang suka sekali mengolok anak-anaknya, tapi semua itu hanya diniatkan sebagai cambuk agar anak-anaknya bisa bergerak lebih cepat seperti kuda yang dicambuk penunggangnya. "Ayah tahu?"

Ayah Alde tertawa dengan keras, kemudian kembali mengolok Aldebaran. "Kenapa harus tidak tahu bahwa kau sering mengambil video gadis itu diam-diam dan menonton video itu setiap malam ketika kau pikir seluruh anggota keluargamu sudah tidur."

"Ayah menggeledah kamarku?!"

"Aku tak punya waktu untuk melakukan itu, Bodoh!"

Begitulah, Alde dan ayahnya terus berdebat tentang bagaimana ayahnya bisa tahu bahwa selama.tujuh tahun ini dirinya telah menguntit dan memata-matai seorang gadis. Sementara itu, gadis yang dibicarakan sedang menguping pembicaraan mereka dengan hati hancur.

Kania menutup mulut dengan kedua tangan untuk meredam tangisnya. Ia tadi bangun karena merasa sangat kehausan dan beranjak keluar kamar untuk mengambil air di dapur. Karena belum terlalu hapal dengan lorong-lorong yang ada di rumah itu, ia malah menuju ke ruang tengah di mana Alde dan ayahnya sedang berbincang. Ia mendengar semua yang mereka bicarakan, termasuk rencana ayah Sulthan yang berniat mengelabui dirinya demi mendapatkan seorang pewaris.

Hatinya teriris perih mengingat niat tulusnya untuk membalas budi baik Sukthan juga demi ayahnya ternyata justru dimanfaatkan untuk hal yang sungguh keji. Ia tidak tahu ayahnya terlibat pada persekongkolan itu atau tidak, tapi jauh di dalam lubuk hati Kania, ia berharap bahwa ayahnya tidak melakukan itu. Hatinya akan benar-benar hancur jika ternyata ayahnya mengumpankan dirinya kepada Sulthan dan ayahnya.

Kania kembali ke kamar—batal mengambil minum—dan menangis di sana, mengingat perjuangannya untuk kembali kepada Sulthan tadi sampai membahayakan nyawanya sendiri.

Tubuhnya bergetar hebat membayangkan apa yang akan menimpanya saat ini jika pernikahannya kemarin telah dilaksanakan. Mungkin saat ini dirinya dan ayah Sulthan ....

***

Bab terkait

  • Cinta Terpendam Sang CEO   8. Penyakit Lama

    Aldebaran berniat menengok Kania di kamarnya, kalau dia sudah bangun. Namun, ia terkejut ketika mendapati gadis itu justru sedang duduk memeluk lututnya sendiri sambil menangis. "Ada apa?" Aldebaran melintasi ruang kamar dalam langkah panjang agar bisa lekas menghampiri Kania. Ia duduk di tepi tempat tidur menghadap Kania. "Apa ada yang sakit?" Kania tidak menjawab. Ia hanya terus terisak, membuat Aldebaran kebingungan. "Mungkin sebaiknya kau berbaring dulu. Aku panggilkan Ayah supaya memeriksa kondisimu lebih teliti lagi."Kania menggeleng. "Aku mendengar percakapanmu dan ayahmu,"ujarnya dengan suara serak."Kau ... Bagaimana bisa?" "Aku haus dan berniat mengambil air ke dapur, tapi aku salah jalan." Kania menjelaskan di sela-sela isak tangsinya."Ahh." Aldebaran mengangguk mengerti. "Aku seharusnya mengantisipasi hal itu," ujarnya dengan penuh penyesalan. "Maafkan aku."Kania tidak merespon lagi. Gadis itu

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-18
  • Cinta Terpendam Sang CEO   9. Setuju

    Alde berjalan dengan langkah kaki seperti robot, kembali ke dapur. Di pintu dapur langkahnya terhenti. Ia mengatur napas sambil berusaha menguasai diri agar bisa berbicara dengan lancar di hadapan Kania. Tebersit rasa bersalah menghantui tatkala melihat Kania duduk di depan meja dengan tangan ia tumpukan di atas meja, sementara makanan di atas meja masih utuh dan piring-piring pun masih bersih belum terisi makanan.Alde membuang napas dengan keras, kemudian melangkah ke dapur dengan suara langkah kaki se-berisik mungkin untuk menarik perhatian Kania. "Kau belum makan?" Ia bertanya cepat. Dalam hatinya mendesah lega karena kalimat itu keluar dengan lancar. "Aku menunggumu kembali dari toilet." Kania mengangkat kepala, menatap Alde dengan senyum manis tersungging di wajahnya. Hal itu membuat Alde terdiam seketika, terpana oleh senyum yang selalu melumpuhkan seluruh sel syaraf di tubuhnya. "Ayok, makan, Kak. Aku sudah lapar sekali." Kania menatap Alde denga

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-21
  • Cinta Terpendam Sang CEO   10. Bencana

    Hujan yang turun deras tak membuat Aldebaran memperlambat laju mobilnya. Dirinya sudah tak sabar ingin segera bertemu dengan Prasodjo, ayah Kania, untuk melamar Kania secara resmi. Sebelumnya, Aldebaran telah berkomunikasi via video call dengan ayah Kania untuk meminta maaf karena dirinya telah menculik gadis itu. Ia juga menjelaskan mengenai motif Sulthan menikahi Kania dan berjanji untuk secepat mungkin bertemu dengan Sulthan dengan membahas masalah mereka secepat mungkin, setidaknya setelah hubungannya dengan Kania telah diresmikan dalam ikatan suci pernikahan. Untuk itu, dirinya berharap ayah Kania bersedia memberikan restu. "Apa kau memang mau menikah dengannya atau karena hal lain?" tanya ayah Kania pada putrinya siang tadi melalui video call."Ya, Ayah." Jawaban Kania sukses membuat Aldebaran bersorak kegirangan dalam hati. Dan di sinilah ia sekarang, mengemudi dengan tak sabar karena ingin segera menemui melamar Kania secara langsung kepada ayahn

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-21
  • Cinta Terpendam Sang CEO   11. Ujian Cinta

    Alde duduk termenung di ruang kerja kakaknya di rumah sakit. Perasaannya sedang kalut. Apalagi setelah mendengar penjelasan dari ayahnya mengenai kondisi Kania yang telah diperkosa beramai-ramai oleh anak buah Sulthan dengan cara yang sungguh tak manusiawi. Meski ayahnya sudah memberikan prostinol untuk mencegah kehamilan yang mungkin saja terjadi, tapi  proses pemulihan ke depannya tidak akan mudah sama sekali. Akan ada trauma hebat yang dialami Kania hingga dia akan membutuhkan terapi psikologis sebagai upaya penyembuhan. Alde menghirup napas panjang, berharap sesak yang terus menghimpit dadanya bisa sedikit membaik. Namun, pergolakan yang terjadi di dalam dirinya, membuatnya semakin susah bernapas. Sang kakak yang sejak beberapa menit yang lalu masih berkutat dengan laporan-laporan di meja kerjanya pun akhirnya berdiri dan menghampiri dirinya.  Dia duduk di samping Alde seraya menyandarkan tubuh dan mengendorkan dasi yang terasa mencekik leher.

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-22
  • Cinta Terpendam Sang CEO   12. Pilihan Terbaik

    Alde duduk dengan posisi kaku seraya terus menatap tubuh Kania yang berbaring di atas tempat tidur. Mata gadis itu terus terpejam sejak beberapa jam yang lalu dan sudah selama itu pula dirinya tetap berada di samping Kania. Lebam dan memar yang sudah membiru pun masih menghiasai beberapa bagian tubuhnya. "Maaf, Ayah harus memberikan banyak penenang karena dia terus histeris dan berteriak ketika sadar, sementara fisiknya sendiri masih membutuhkan pemulihan."Alde menoleh ke arah sang Ayah yang entah sejak kapan sudah berada di sisihnya. Sepertinya ia tak mendengar suara pintu dibuka atau memang mungkin pikirannya sendiri yang kacau sehingga tak mendengar ketika ayahnya masuk. Saat tatapannya beradu dengan pandangan teduh sang ayah, ia hanya mengangguk singkat sebagai jawaban dari ucapan ayahnya. "Kau belum bisa memutuskan?"Kali ini Alde menghirup napas panjang seraya memejamkan mata. Ia bingung harus menjawab apa. Beberapa waktu lalu, ayahnya me

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-22
  • Cinta Terpendam Sang CEO   13. Bukan Malam Impian

    Waktu sudah menunjukkan pukul 10 malam ketika Kania mulai menunjukkan tanda-tanda bahwa manfaat obat penenang yang diberikan oleh ayah Alde mulai memudar. Pesta masih berlangsung. Tamu undangan juga masih menikmati hidangan serta hiburan yang disajikan. Namun, Kania sama sekali tidak terlihat bahagia menyaksikan kemeriahan pestanya seperti beberapa waktu yang lalu. Gadis itu duduk gelisah sambil sesekali menghela napas berat. Ada sesuatu dalam dirinya yang ingin meledak keluar. Kania sendiri tak tahu apa yang terjadi pada tubuhnya. Tiba-tiba saja baju pengantin yang sejak tadi ia kagumi keindahannya terasa begitu menyebalkan karena membuatnya gerah dan susah bernapas.  "Kak Al." Kania berpegangan pada lengan Aldebaran yang sepertinya belum menyadari perubahan ekspresi dan sikap Kania. "Ya, Sayangku. Kau mau kuambilkan minum?" Alde menoleh dengan senyum merekah di wajahnya. Akan tetapi, senyum itu seketika memudar, berganti dengan wajah cemas tatkala mel

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-22
  • Cinta Terpendam Sang CEO   14. Egoisme

    Aldebaran duduk bersila di samping ranjang pengantinnya. Di atas ranjang itu terbaring Kania yang tadi sempat pingsan setelah histeris. Saat ini gadis itu sudah lelap seolah tanpa beban. Napasnya teratur dan wajahnya terlihat damai, membuat Alde langsung emosi ketika mengingat hal yang membuat kedamaian itu berubah. Pikiran Alde tertuju kepada Sulthan. Pria itu masih hidup dan berada dalam pengawasan ayahnya, tetapi ayahnya tidak mau memberi tahu di mana pria itu berada. Mungkin, ayahnya khawatir dia akan memburu Sulthan dan mencincangnya hidup-hidup. Dan memang benar, itu yang akan ia lakukan seandainya ada kesempatan lagi bertemu dengan Sulthan. Ohh, ayahnya sudah mencoba meyakinkan dirinya bahwa Sulthan pasti akan mendapat balasan setimpal, tapi ia tidak akan pernah merasa tenang sebelum melihat pria itu menderita dan tersiksa dengan mata kepalanya sendiri.Ia pun mulai memikirkan cara-cara terkejam untuk membunuh Sulthan secara perlahan. Setidaknya, dengan beg

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-23
  • Cinta Terpendam Sang CEO   15. Pemecah Gelembung

    Beban berat yang menimpa dada membuatnya terbangun. Ia membuka mata, lalu berkedip beberapa kali untuk menyesuaikan dengan pencahayaan sekitar.Ketika matanya sudah bisa beradaptasi dengan baik, ia mulai meneliti keadaan di sekitarnya. Benda berat yang menimpa dadanya tadi, ternyata sebuah lengan kekar milik seorang laki-laki. Ia pun menyingkirkan lengan itu perlahan, kemudian duduk. Tatapannya jatuh pada sebuah kepala seorang lelaki yang bersandar dengan posisi tidak nyaman di tepi tempat tidur. Tangannya terulur, membelai kepala itu dengan sangat pelan karena takut membangunkan lelaki itu. Hatinya seakan dipilin dengan kuat melihat sosok pria itu masih mengenakan stelan jas. Sesuatu pemikiran menghantam kesadarannya dan ia pun langsung melihat ke arahnya sendiri. Ia pun masih mengenakan gaun putih berbahan sutra dengan beberapa hiasan bunga-bunga kecil di bagian lengan dan pundak. Itu adalah gaun pengantinnya dan sosok yang bersila di lantai dengan kep

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-23

Bab terbaru

  • Cinta Terpendam Sang CEO   65. Tetap Terpendam Selamanya

    Aldebaran harus menghadiri rapat direksi yang diadakan rutin setiap bulan di perusahaan. Ia hadir bersama Kania tentu saja. Tak peduli berapa banyak yang menggunjing atau menilai dirinya terlalu memanjakan Kania, ia tetap akan membawa istrinya itu ke mana pun ia pergi. Apalagi dalam kondisi istrinya yang sedang hamil saat ini. Setidaknya apa pun pendapat buruk mengenai dirinya dan Kania tidak sampai ke telinganya langsung.Meri sudah menyiapkan sebuah meja dan kursi tambahan untuk Kania. Letaknya persis di tempat Aldebaran duduk nanti. Pekerjaan Meri juga sudah jauh lebih bagus dibanding sebelumnya. Dia bahkan sudah menguasai beberapa ilmu dasar untuk pertahanan diri seperti: menembak, bermain pisau, menyamar, dan karate.Sepertinya para asisten Aldebaran yang lain benar-benar mendidik Meri dengan keras hingga saat ini postur dan cara jalan Meri lun sudah berubah, jauh lebih tegak dan gagah dibanding sebelumnya. Selain itu, Meri pun sudah lebih memahami ritme bekerja dengan keluarga B

  • Cinta Terpendam Sang CEO   64. Pemenang Sejati

    Setelah kurang lebih satu bulan lamanya Alde melakukan pembicaraan dari hati ke hati bersama Kania mengenai bayi, akhirnya ia berhasil membujuk istrinya itu untuk melakukan USG. Ia sengaja tidak melakukan tes urine karena sudah merasa yakin bahwa istrinya itu hamil. Selain fakta bahwa Kania tidak pernah lagi mendapatkan menstruasi, juga beberapa tanda lain yang Kania alami seperti morning sick dan ngidam. Pemeriksaan itu tidak dilakukan di rumah sakit, tetapi, ayah Alde yang datang ke pulau membawa USG portabel untuk memeriksa Kania. Ternyata usia kehamilan Kania sudah 13 Minggu. "Sudah bisa dilakukan tes NIPT ini," ujar ayah Alde sambil memeriksa layar yang menampilkan calon cucunya itu. "Tes apa itu, Ayah?""Itu pemeriksaan materi genetik untuk melihat kalau-kalau ada kelainan bawaan janin yang bersifat genetik. Dari sana juga sudah bisa diketahui jenis kelamin calon cucu Ayah ini.""Benarkah? Canggih sekali." Aldebaran berkata takjub sambil menatap layar hitam putih di samping

  • Cinta Terpendam Sang CEO   63. Bayi

    Aldebaran kembali ke kamar setelah menyiapkan air hangat untuk berendam dirinya dan Kania. Ia menghampiri buntalan selimut di atas tempat tidur, lalu menyingkap selimut itu dan melemparnya ke lantai. Kedua sudut mulutnya terangkat, membentuk seringai geli."Kenapa sembunyi di dalam selimut begini?" Ia naik ke atas tempat tidur, lalu membungkuk di atas Kania yang menutup wajah dengan kedua telapak tangannya. "Jangan ditutup, dong, cantiknya jadi nggak kelihatan."Kania menolak ketika Aldebaran berusaha membuka telapak tangan yang menutupi wajahnya. Ia sangat malu hingga rasanya tak sanggup untuk sekedar bertatapan dengan Aldebaran. Apalagi dengan kondisi tak berbusana seperti saat itu. "Kenapa harus malu? Aku sudah terbiasa melihatmu begini, kan? Hampir setiap hari pun aku yang memandikan kamu."Kania terhenyak. Hampir setiap hari? Benarkah? Ia pun mencoba mengingat lagi memorinya bersama Aldebaran selama beberapa waktu belakangan ini. Dan ada sekilas bayangan saat dirinya dimandika

  • Cinta Terpendam Sang CEO   62. Menghapus Jejak

    Rasa tidak nyaman yang seolah mengaduk isi perutnya membuat Kania terbangun. Ia langsung duduk di tepi tempat tidur dengan tangan menutup mulut. Saat, hendak berlari ke kamar mandi barulah ia sadar bahwa dirinya berada di tempat yang asing.Seketika ia terdiam. Ia meneliti lagi setiap sudut kamar itu dan ia memang tidak mengenali ruangan bernuansa coklat dengan semua furniture yang terbuat dari kayu yang di-coating dengan waena bening hingga tekstur asli kayu masih tetap terlihat jelas. Lalu, tatapannya Kania jatuh ke atas tempat tidur. Ia merasa lega karena debaran ada di sana. Setidaknya, meski dirinya berada di tempat asing, tetap ada Aldebaran di sana. Semua rasa tidak nyaman pada perutnya perlahan menghilang berganti dengan rasa was-was. Ia tak tahu mengapa dirinya dan Aldebaran sampai bisa berada di sana. Apakah mereka diculik atau .... Ahh, entah, kepala Kania terlalu berkunang-kunang hingga ia tak mampu berpikir. Ia pun langsung kembali naik tempat tidur dan meringkuk di sam

  • Cinta Terpendam Sang CEO   61. Ngidam

    Aldebaran membongkar kulkas di rumah kakak sulungnya, mencari bahan-bahan untuk membuat rujak manis. Ia hanya menemukan anggur, jeruk, dan pisang. Lalu, sambil membuang napas dengan keras ia membawa semua buah itu ke kamar."Hanya ada ini. Kau mau yang mana?"Kania melipat lengan di depan dada dengan raut dongkol. Ia sendiri tak tahu mengapa minat Alde tidak serius mencarikan rujak buah untuknya bisa membuat hatinya luar biasa sakit. Air matanya yang sudah mengering pun kembali menetes ke pipi. Kali ini diikuti oleh isak pilu, membuat siapa saja yang mendengar pasti merasa iba.Aldebaran meletakkan keranjang buah di tangannya ke atas meja, lalu berjongkok di hadapan Kania. "Aku harus cari ke mana rujak itu malam-malam begini?""Tidak tahu!""Aku janji besok pasti aku belikan itu untukmu."Kania melengos, tak mau menatap wajah Aldebaran yang terlihat makin menyebalkan saat itu. Pura-pura memelas untuk menarik simpatinya. Jangan harap! batinnya keji. "Sayang—""Pelit." Kania memotong u

  • Cinta Terpendam Sang CEO   60. Kembali Normal

    "Berapa orang yang mati?"Aldebaran menjawab pertanyaan kakak sulungnya hanya dengan mengangkat kedua bahunya. Ia datang untuk menjemput istrinya. "Apa kau tidak berhasil membunuh satu pun?""Ohh, diamlah, Kak." Aldebaran langsung menghempaskan tubuhnya di sofa panjang sambil merentangkan tangan. "Aku lelah sekali." Namun, sebelum ia bisa mengatur napas agar lebih rileks, kakak sulungnya itu sudah berdiri di hadapannya sambil mencekik lehernya. "Aku bertanya baik-baik! Jadi, jawablah dengan baik juga!"Aldebaran menarik lepas tangan kakaknya itu dari lehernya. "Apaan, sih, main cekik aja.!?" "Jawab dulu atau kupatahkan lehermu!" Aldebaran mendesah. Kakak sulungnya yang super dingin itu masih belum berubah juga meski sudah mempunyai istri. Meski tubuhnya ramping dan tidak lebih tinggi dari dirinya, tapi soal kekuatan, ia masih kalah jauh bila dibanding Aleron Blackstone. "Oke, aku jelasin detail, tapi nggak ada segelas air minum dulu, nih?" Aldebaran mengusap lehernya yang baru sa

  • Cinta Terpendam Sang CEO   59. Kemenangan Yang Elegan

    Mobil sewaan Raden telah tiba di pelabuhan. Ia tersenyum puas melihat Katerine sudah siap berangkat. Rencananya berjalan dengan mulus. Ia akan segera pergi meninggalkan negara dengan segala permasalahan yang ada. Setelah Aldebaran menyabotase semua peluang bisnisnya, ia mengalami kebangkrutan dengan banyak utang yang melilit. Belum lagi kematian putranya dengan cara mengenaskan, tapi tidak ada satu pun pihak berwajib yang mampu mengusut tuntas masalah itu. Padahal, ia pun langsung tahu siapa pelakunya. Akan tetapi, tanpa bayaran yang cukup besar dan koneksi kuat, ia tak bisa melanjutkan penyelidikan terhadap kasus itu. Berbagai upaya balas dendam yang ia lakukan untuk menghancurkan Aldebaran pun tidak membuahkan hasil yang memuaskan. Pembunuh bayaran yang ia sewa untuk menembak dengan racun Aldebaran berhasil ditangkap dengan mudah oleh para pengawal pribadi Blackstone. Dan berbagai upaya lain yang juga tak membuahkan hasil.Setelah semua kegagalan itu, Raden pun terus mencari tahu d

  • Cinta Terpendam Sang CEO   58. Ardian

    "Siapa namamu?" Aldebaran bertanya sebelum pergi."Ardian.""Oke. Laksanakan tugasmu sekarang!"Setelah mengatakan itu, Aldebaran mencari tempat yang tepat untuk bersembunyi sambil mengamati situasi. Ia tidak mau terlalu jauh dari Ardian, paling tidak sampai dirinya bisa mendengar semua percakapan Ardian dengan temannya. "Dari mana saja kau?" Teman Ardian bertanya."Ke kamar kecil sambil menyeret wanita itu ke tempat yang lebih aman."Teman Ardian menoleh ke tempat Aldebaran tadi digeletakkan, lalu menatap Ardian heran. "Untuk apa repot-repot begitu?""Angin berembus kencang, kalau dia mati kedinginan, gajiku tidak akan cair.""Ahh, kau benar juga." Teman Ardian menyetujui. "Aku bahkan tidak berpikir sampai sana. Tuan Raden pasti marah kalau tahu targetnya mati sebelum laku mahal.""Itulah, kita harus menjaganya dengan baik sampai semua beres." Ardian mengedarkan pandangan ke segala arah berpura-pura sedang meneliti kondisi di sana, padahal ia sedang mencari tahu di mana kapal yang d

  • Cinta Terpendam Sang CEO   57. Dalam Penyamaran

    Suasana pelabuhan malam itu terasa mencekam. Semua berada di posisi masing-masing menunggu aba-aba dan perintah untuk bergerak. Aldebaran pun menunggu sampai instruksi dari ayahnya untuk bergerak. Dan selama itu, dirinya hanya bisa diam tak bergerak terbungkus selimut dengan wajah menekuk ke bawah. Ia sengaja melakukan itu agar tidak ada yang curiga bahwa dirinya bukanlah Kania.Setelah memperkirakan rencana Raden, ia langsung menghubungi saudara kembarnya dan memintanya datang ke pulau. Karena korban yang sedang Raden incar bukanlah dirinya, melainkan Kania. Raden tahu titik kelemahan Aldebaran ada pada Kania. Jadi, untuk menghancurkan dirinya, Raden tidak perlu langsung berurusan dengannya, cukup ambil Kania darinya dan ia akan hancur. Raden membuat jadwal keberangkatan palsu malam kemarin untuk menarik perhatian Aldebaran dan semua pengawalnya. Dan ketika semua perhatian pengawal Blackstone tertuju ke pelabuhan untuk misi penangkapan, Raden justru melakukan hal yang berbeda. Dia m

DMCA.com Protection Status