Sejak pulang dari kondangan dua jam yang lalu, Ona belum keluar kamar. Hal tersebut membuat Ibu dan Mela khawatir, apa terjadi sesuatu selama datang ke kondangan sampai Ona mengurung diri seperti itu?
Setiap kali Ibu dan Mela bertanya, Ona akan menjawab capek dan ingin tidur lebih awal. Akhirnya Ibu dan Mela hanya bisa diam membiarkan Ona sendiri.
Perempuan yang masih mengenakan kebaya itu masih duduk di depan cermin dengan tatapan kosong. Rambut yang semul rapi sudah acak-acakan sama kacaunya dengan wajahnya. Berkali-kali jari lentiknya menyentuh bibir yang pucat.
Ingatan Ona kembali pada kejadian beberapa jam yang lalu. Setelah selesai menghadiri pernikahan Selin yang berjalan lancar, Ona mampir lagi ke rumah Rey. Kebetulan Ibu dan Ayah Rey sedang tidak ada di rumah, pasangan suami istri itu pergi ke rumah nenek Rey yang berada tidak jauh dari rumah Rey, hanya berjarak beberapa rumah saja.
Awalnya tidak ada yang aneh antara interaksi Ona dan Rey, lelaki
Keluarga adalah harta paling berharga.Keluarga? Kenapa kata itu terdengar asing di telinga perempuan 25 tahun itu. Baginya keluarga tidak ada harganya, keluarga adalah kata benda tanpa arti dan kehangatan keluarga adalah bualan yang sialnya sampai sekarang masih sering dia dengar. Baginya tidak ada yang lebih berharga selain waktu dan uang. Seperti pepatah yang sering dia dengar “waktu adalah uang.”Perempuan itu masih memandang foto keluarga Nafa di meja rias, dalam foto berukuran sedang itu ada Nafa lengkap dengan kedua orang tuanya dan kedua adiknya yang tersenyum bahagia ke arah kamera. Hati kecil perempuan itu menjerit iri, jika ada yang bertanya apa dia menginginkan keluarga yang hangat dan harmonis maka dia akan dengan tegas menjawab iya. Tetapi harapan itu sudah hancur bertahun-tahun lalu. Kehangatan yang seharusnya dia dapat musnah, membuatnya berpikir bahwa keluarga hanya kata benda yang tidak memiliki arti. Keluarganya sangat berbeda dengan kelu
“Gaes, hari ini ada karyawan baru penggantinya Pak Ratno!” ujar Habib ketika memasuki laboratorium pengujian obat. “Udah tau,” sahut Nafa sambil merapikan alat pengujian di laci kerjanya. Ona hanya diam mendengarkan percakapan kedua temannya. Mereka bertiga sudah berteman sejak menjadi karyawan baru di PT. Konimex, atau lebih tepatnya sejak 7 tahun lalu. Kebetulan mereka berada di satu bagian, yaitu bagian quality control atau biasa disebut QC. Bedanya, Ona asisten analis dari Bu Dama, sedangkan Nafa dan Habib asisten analis dari Pak Ratno yang resign 1 bulan lalu dan baru hari ini ada penggatinya. “Sejak kapan lo lebih update daripada gue?” protes Habib merasa tersaingi, Habib adalah sumber gosip bagi Ona dan Nafa. Lelaki itu sangat lihai mencari bahan gosip. “Lo pasti gak tahu ‘kan kalau dia satu indekos sama kita,” ujar Nafa sombong sambil mengibaskan rambut panjangnya. “Seriusan dia satu indekos sama kalian! Demi apa?” t
Langkah kecil Ona menuruni tangga dengan tergesa, kedua tangannya sibuk merapikan rambut yang masih basah. Mulut mungilnya tidak berhenti menggerutu kesal menyalahkan Nafa, karena kemarin Nafa memaksanya nonton drama korea sampai jam 3 pagi. Alhasil dia jadi bangun kesiangan dan yang membuat Ona semakin dongkol adalah Nafa sengaja tidak membangunkannya dan berangkat ke kantor duluan. Jam di pergelangan tangan Ona sudah menunjukkan pukul 7.55 yang artinya 5 menit lagi akan memasuki jam kerja. Ona tidak akan terlambat kalau dia segera menyalakan sepeda motornya dan melaju ke kantor yang hanya berjarak beberapa meter saja dari indekos. Namun, nasip baik tidak berpihak padanya. Ketika Ona siap menyalakan sepeda motor ponsel di tas kecilnya berbunyi nyaring, Ona mendengus dan mengambil ponsel yang berkedip dengan nama Ibu itu. Ona sudah sering menolak panggilan dari Ibu, dan kalau hari ini dia abaikan panggilan dari Ibu lagi maka nanti ketika dia pulang ke rumah Ibu akan
Perempuan dengan kaus dan celana pendek itu meregangkan ototnya, pinggangnya terasa seperti akan patah setelah mencuci baju. Setelah dirasa cukup reda, dia mengangkat ember berisi pakaian bersih ke lantai 1 untuk dijemur. Hari libur adalah hari bermalas-malasan, tetapi sialnya dia lupa mencuci baju sejak 4 hari lalu. “Udah selesai belum, Na?” teriak Nafa dari depan kamarnya. Ona mendongak menatap Nafa kesal, temannya itu sengaja bertanya untuk mengejek Ona. “Kalau udah cepetan naik, ya, ada yang mau gue ceritain.” Setelah itu Nafa kembali masuk ke kamarnya. Ona menghela napas memandang banyaknya baju yang dia cuci dan sinar matahari yang mulai panas. Ona ingin segera rebahan di kasur dan tidur. Lima belas menit kemudian, Ona sudah selesai menjemur baju. Langkah kakinya berjalan cepat ke kamar. Namun, ketika membuka pintu kamar Ona melihat banyak tisu berserakan di lantai. Sedangkan Nafa duduk di tempat tidur dan menatap Ona nelangsa, mata Nafa yang biasanya b
Gadis kecil berusia 8 tahun itu meringkuk di pojok kamar bersama dengan adiknya yang baru berusia 2 tahun. Sebagai kakak, gadis itu menutup rapat telinga adiknya supaya tidak mendengar teriakan Ayah dan Ibu yang sedang bertengkar. Sejak pulang sekolah tadi suasana rumahnya sudah berbeda. Ibu hanya berkata singkat menyuruhnya ke kamar dan menutup pintunya rapat-rapat. Dan ketika Ayah pulang kerja Ibu langsung berkata dengan nada marah dan keras. “Aku kurang apa, Mas? Cepet bilang aku kurang apa sampai kamu tega menghamili perempuan lain,” rintih Ibu. Gadis kecil yang dikenal dengan nama Ona itu memejamkan matanya, air mengalir di kedua pipinya mendengar pertengkaran Ibu dan Ayah. “Sejak dulu aku gak cinta sama kamu, akau menuruti perjodohan orang tua kita karena Ibu sakit keras,” jelas Ayah pelan. Ona paham betul kedua orang tuanya bersatu atas dasar perjodohnya, tetapi selama ini yang Ona lihat Ibu dan Ayah saling mencintai. Setiap hari Ibu dan Ayah tampil ro
“Sore ini kamu udah gak ada sampel ‘kan?” tanya Bu Dama setelah Ona menyerahkan sampel hasil preparasinya untuk pengujian yang akan dilakukan Bu Dama. Ona mengangguk, perasaannya tiba-tiba tidak enak.“Ibu minta tolong anterin Pak Rey ke arsip, ya, ada obat lupa saya uji bulan lalu. Nanti kamu sekalian pulang gak papa.”Ona melirik meja Rey yang berada di depan Bu Dama, Rey tersenyum manis ketika mata mereka bertemu. Ona mengela napas, dia ingin menolak tetapi untuk apa dia di lab kalau tidak ada kerjaan. Akhirnya Ona mengangguk pasrah.Setelah itu Ona keluar menuju mejanya yang hanya terpisah dinding kaca dengan meja Bu Dama. Ona merapikan meja kerjanya dan menaruh alat yang kotor ke tempat pencucinya yang nantinya akan dicuci oleh Dena.Melihat Ona yang sudah membersihkan meja kerjanya membuat Nafa dan Habib iri, pasalnya mereka berdua harus kejar target dan lembur. Pandangan iri kedua temannya terus mengikuti Ona sampai ma
Matahari sudah berada di ufuk barat bersiap untuk kembali ke peraduannya, tetapi lelaki yang sejak pagi berada di rumah Ona belum juga berniat pulang. Lelaki itu masih asyik bercerita tentang kesehariannya dan dengan bangga memamerkan semua pencapaiannya yang sama sekali tidak menarik perhatian Ona.Mela berusaha membantu kakaknya dengan memberi kode pada si lelaki untuk segera pulang. Sudah berkali-kali Mela meminta bantuan Ona untuk mengerjakan tugas supaya lelaki itu cepat pulang. Tetapi entah tidak paham atau pura-pura tidak paham dengan kode Mela, lelaki itu malah tambah semangat cerita dan mengabaikan rengekan Mela.Untuk kesekian kalinya Ona memutar bola matanya menanggapi cerita Reno, anak teman Ibu. Ona menerima tawaran Ibu untuk kenalan dengan anak temannya semata-mata hanya untuk menenangkan Ibu dan tidak menanggap Ona aneh karena tidak mau kenalan dengan seorang lelaki. Tetapi lelaki yang Ibu kenalkan padanya benar-benar jauh dari dugaan Ona. Lelaki itu dat
Udara malam masuk melalui celah jendela kamar indekos kedua perempuan yang duduk berhadapan di tempat tidur itu. Gerimis mulai turun yang lama-lama berubah deras dan meredam suara percakapan dari lantai 1. Mendung mengantung di langin malam membuat orang-orang malas dan memilih untuk segera tidur.Tetapi yang dilakukan kedua perempuan itu malah bercerita melalui tatapan mata. Hanya ada satu dua kata yang keluar dari mulut itu, selebihnya hanya suara musik dari ponsel dan helaan napas yang beradu dengan derasnya hujan.“Gue gak paham maksud cerita lo,” keluh Nafa putus asa. Pasalnya sedari tadi Ona hanya berkata satu dua kata dan Nafa sama sekali tidak menangkap maksud Ona selain air muka panik perempuan itu. Ona terus menghela napas lelah dan matanya bergerak tak tentu arah bertanda kalau dia sedang bingung dan panik.Ona menghela napas dan bangkit untuk mengambil minum. “Nyokap gue nanya terus kapan gue nikah.”“Itu ‘k
Sejak pulang dari kondangan dua jam yang lalu, Ona belum keluar kamar. Hal tersebut membuat Ibu dan Mela khawatir, apa terjadi sesuatu selama datang ke kondangan sampai Ona mengurung diri seperti itu?Setiap kali Ibu dan Mela bertanya, Ona akan menjawab capek dan ingin tidur lebih awal. Akhirnya Ibu dan Mela hanya bisa diam membiarkan Ona sendiri.Perempuan yang masih mengenakan kebaya itu masih duduk di depan cermin dengan tatapan kosong. Rambut yang semul rapi sudah acak-acakan sama kacaunya dengan wajahnya. Berkali-kali jari lentiknya menyentuh bibir yang pucat.Ingatan Ona kembali pada kejadian beberapa jam yang lalu. Setelah selesai menghadiri pernikahan Selin yang berjalan lancar, Ona mampir lagi ke rumah Rey. Kebetulan Ibu dan Ayah Rey sedang tidak ada di rumah, pasangan suami istri itu pergi ke rumah nenek Rey yang berada tidak jauh dari rumah Rey, hanya berjarak beberapa rumah saja.Awalnya tidak ada yang aneh antara interaksi Ona dan Rey, lelaki
Udara pagi berembus pelan masuk ke kamar Ona melalui celah jendela yang sengaja tidak dia tutup rapat. Perempuan itu berdiri di depan cermin kamarnya sambil mematut dirinya sendiri. Wajah yang biasanya polos tanpa make up sedikit dia kenakan bedak dan lipstik, tentu saja atas bantuan Mela. Rambutnya dia tata serapi mungkin karena nanti dia akan mengenakan helm ke rumah Rey.Entah mengapa sejak tadi malam perasaan Ona tidak tenang, segala kemungkinan memenuhi kepalanya. Ona ingin semua ini segera berakhir, dia tidak ingin lagi berhubungan dengan Rey lagi karena hal itu tidak baik untuk kesehatan jantungnya. Ona harus segera menjauh sebelum jatuh terlalu dalam, baginya semua lelaki itu sama saja. Pada akhirnya para lelaki itu akan meninggalkannya jika sudah mendapat apa yang dia cari. Seperti ayahnya yang meninggalkan keluarganya setelah mendapatkan apa yang diinginkan dari Ibu. Hal tersebut membuat Ona berpikir setiap lelaki selalu memiliki tujuan tersendiri ketika me
Memasuki jam 09.00 pagi adalah jam sibuk di laboratorium pengujian bagian quality control. Jam 9 adalah waktu sampel datang dan para asisten analis seperti Ona segera melakukan preparasi karena jam 11 sudah ada sampel lagi kloter 2. Kalau tidak mau lembur maka harus bekerja dengan cepat. Adanya anak PKL sangat membantu Ona, anak PKL itu sudah bekerja dengan Ona selama 1 bulan dan Rara sudah kebal dengan sikap dingin Ona. Rara akan menghabiskan waktu 3 bulan untuk PKL di Konimex.Akhir bulan ini juga cukup menguras tenaga, sampel yang datang selalu 10 batch dan minta selesai dalam waktu 2 jam. Tidak hanya asisten analis, analis juga tidak kalah kalang kabut mengejar target. Tidak ada waktu untuk sekedar gosip atau basa-basi, semua sibuk dengan job desk-nya masing-masing.Kedua tangan Ona bergerak cepat melakukan pengenceran dibantu oleh Rara. Rara memang tidak pernah santai jika bekerja dengan Ona, dan Ona menikmati hal tersebut. Karena dengan
Mati lampu! Tangan Ona bergetar hebat ketika lampu di indekosnya tiba-tiba mati tanpa ada pemberitahuan sebelumnya, biasanya jika akan ada pemadaman listrik Ona akan mempersiapkan diri, entah tidur lebih awal atau tetap di kamar bersama Nafa. Saking paniknya Ona tidak sengaja menjatuhkan gelas yang ada di meja, kompornya masih menyala dan itu satu-satunya sumber cahaya yang ada.Keringat mulai membasahi tubuh ramping Ona, ingatan masa lalu kembali berputar di benaknya, sekarang apa yang harus dia lakukan? Tidak ada yang bisa menolongnya selain dirinya sendiri, tetapi Ona tidak berdaya, tubuhnya benar-benar lemas.“Kamu gak papa?”Ona berbalik cepat ketika suara seorang lelaki masuk ke indra pendengarannya. Lelaki itu berdiri di belakangnya, Ona menyipitkan matanya berusaha menebak siapa lelaki yang kini berdiri di depannya.“Airnya udah mendidih, kalau kamu gak matiin kompornya airnya bisa habis,” ujar lelaki itu sambil mematikan k
Setelah melalui serangkaian acara pernikahan adat jawa, akhirnya memasuki sesi foto bersama. Para tamu undangan yang ingin foto bersama bisa antre ke pelaminan sekalian dengan salaman. Sebenarnya Ona malas melakukan hal tersebut, namun atas paksaan Nafa dan Habib akhirnya Ona hanya bisa mengangguk. Sedangkan Rey menjadi tim netral, sejak kedatangannya tadi Rey terus senyum pada Ona, tidak jarang juga Ona menangkap basah Rey yang menatapnya.Banyak tetangga Ona yang menyapa Rey dengan tatapan kagum, dan Ona benar-benar berharap semoga dengan ini bisa membungkam mulut mereka meskipun kemungkinannya kecil. Para remaja di desanya juga menatap Rey kagum membuat Ona yang selalu berada di samping Rey risih karena dia tidak terbiasa menjadi pusat perhatian.Setelah menunggu antrean cukup panjang akhirnya tiba saatnya Ona dan teman-temannya untuk foto bareng dengan sepa
Musik gamelan khas hajatan pernikahan daerah Jawa Tengah memenuhi indra pendengaran perempuan yang sudah rapi dengan kebaya dusty pink dan berdiri malas di depan rumahnya. Dia baru saja mendapat kabar bahwa Nafa, Habib, dan Rey sedang dalam perjalanan ke rumahnya. Ibu dan Mela juga menemaninya menunggu dengan wajah penasaran dan sumringah yang membuatnya memutar bola mata.Sejak kepulangan Ona kemarin, dia langsung berkata pada Ibu akan mengenalkan seorang lelaki. Ona berkata mereka hanya sekedar teman dan memperingatkan Ibu supaya tidak terlalu berharap dengan hubungan Ona dan Rey seperti hubungan Ona dan Habib beberapa tahun lalu. Tetapi tetap saja Ibu mengabaikan perkataan Ona karena terlalu senang, setelah ini semoga Ibu tidak akan mendengar nyiyiran dari tetangga lagi.Reaksi Mela tidak jauh beda dengan Ibu, ketika mendengar Ona akan mengenalkan Rey dan menunjukkan foto Rey pada Mela. Mata adik perempuannya itu langsung berbinar senang, apalagi wajah tamp
“Lo kenapa?” tanya Ona sambil mendekat ke Rey tanpa ragu.Rey menatap Ona lemah sambil menahan sakit di perutnya. Ona meraih lengan Rey dan membantu lelaki itu melepaskan jas lab dan sepatu khusus untuk masuk laboratorium. Rey mengikuti gerakan Ona dengan pelan, perutnya benar-benar sakit dan Rey baru ingat dia tadi tidak sempat makan siang karena banyaknya sampel. Ditambah sekarang lembur sampai jam setengah 11 malam.Setelah selesai, Ona segera mencari loker bernama Rey dan mengeluarkan ponsel yang ditinggalnya. Rey tidak membawa apa pun selain ponsel dan dompet yang berada di sakunya. Benar-benar simpel. Ona menatap wajah pucat Rey panik, dalam hati Rey tersenyum, baru kali ini dia melihat wajah Ona yang panik, biasanya perempuan itu selalu menunjukkan wajah dingin dan tidak bersahabat.“Kamu be
Tatapan dingin perempuan itu mengamati sekitar, teman-teman dan karyawan lainnya sedang sibuk mengerjakan sampelnya. Tidak jauh beda dengan para analis yang berjuang mengejar target bulan ini, akhir bulan memang selalu menjadi hari-hari sibuk laboratorium. Perempuan itu menghela napas dan mulai memasukkan daftar sampelnya ke komputer di depannya menggantikan Dena yang sedang mencuci alat-alat gelas.Anak PKL titipan Bu Dama sedang dia suruh untuk mengeringkan alat-alat karena akan digunakan lagi, di satu baris meja yang berisi Ona, Habib, dan Nafa ada 2 anak PKL SMK. Satu laki-laki yang sekarang sedang membantu Habib menimbang sampel dan satu cewek yang kini sedang Ona suruh menggeringkan alat. Adanya anak PKL memang sangat membantu, tetapi sayangnya anak PKL tidak boleh lembur, padahal di akhir bulan begini banyak sekali lembur.Perempuan itu menghela napas memandang banyaknya sampel yang akan datang besok. Hari ini adalah hari pertama Bu Dama cuti melahirkan dan sial
“Gimana persiapan pernikahan Mbak Aisyah?”Ona memutar bola matanya mendengar pertanyaan itu keluar dari mulut Rey, sejak kapan dia merasa begitu dekat dengannya sampai menanyakan perihal pernikahan Mbak Aisyah? Dan sejak kapan Rey dengan percaya dirinya memanggil Aisyah dengan sebutan Mbak, padahal jelas tua Rey daripada Aisyah.Merasa Ona tidak akan menjawab pertanyaannya, Rey menghela napas dan kembali fokus mengendarai sepeda motor menuju gedung II untuk melakukan safety meeting bagian quality control. Safety meeting dilakukan sebulan sekali yang membahas perihal perkembangan bagian serta ramah taman antar karyawan. Di safety meeting juga akan ada perkenalan anak magang dan PKL yang akan meringankan beban para karyawan tetap yang gila lembur.Nafa dan Habib sudah berangkat lebih dulu, dan hal itu lah yang membuat Ona kesal karena harus barengan lagi dengan Rey. Mata Ona menatap punggung tegap Rey yang berbalut