“Gaes, hari ini ada karyawan baru penggantinya Pak Ratno!” ujar Habib ketika memasuki laboratorium pengujian obat.
“Udah tau,” sahut Nafa sambil merapikan alat pengujian di laci kerjanya. Ona hanya diam mendengarkan percakapan kedua temannya. Mereka bertiga sudah berteman sejak menjadi karyawan baru di PT. Konimex, atau lebih tepatnya sejak 7 tahun lalu. Kebetulan mereka berada di satu bagian, yaitu bagian quality control atau biasa disebut QC. Bedanya, Ona asisten analis dari Bu Dama, sedangkan Nafa dan Habib asisten analis dari Pak Ratno yang resign 1 bulan lalu dan baru hari ini ada penggatinya.
“Sejak kapan lo lebih update daripada gue?” protes Habib merasa tersaingi, Habib adalah sumber gosip bagi Ona dan Nafa. Lelaki itu sangat lihai mencari bahan gosip.
“Lo pasti gak tahu ‘kan kalau dia satu indekos sama kita,” ujar Nafa sombong sambil mengibaskan rambut panjangnya.
“Seriusan dia satu indekos sama kalian! Demi apa?” teriak Habib lebay. Ona memutar bola matanya malas melihat tingkah Habib yang lebih feminim dari pada dirinya.
“Iya, dong—”
Ucapan Nafa terputus begitu Bu Dama masuk laboratorium diikuti oleh seorang lelaki. Nafa segera mengikat rambut panjangnya dan memakai topi pelindung sebagaimana standar operasional prosedur K3 (keselamatan dan kesehatan kerja). Semua karyawan berdiri dan memusatkan perhatian pada Bu Dama dan lelaki itu.
Bu Dama tersenyum dan berhenti di tengah labratorium. Lelaki bertubuh jangkung itu berdiri di sebelah Bu Dama dan tersenyum menatap semua karyawan yang berdiri di meja kerja masing-masing.
“Perkenalkan diri kamu,” ujar Bu Dama pada lelaki di sampingnya.
Lelaki itu mengangguk. “Perkenalkan saya Rey Nugroho pengganti Pak Ratno.”
Ona terpaku ketika mata Rey menatapnya, senyum lelaki itu dapat membius kaum hawa tidak terkecuali Ona. Semua mata tertuju pada Rey, tidak dapat dipungkiri bahwa pesona Rey begitu memabukkan.
Menyadari tatapan tidak biasa Ona pada Rey membuat Nafa tersenyum lebar. Nafa menyenggol bahu Ona pelan. Ona tersentak dan memandang Nafa tajam, bukannya takut Nafa malah menahan tawa dan balas menatap Ona jahil.
Bu Dama mengantar Rey ke meja kerjanya, meninggalkan bisik-bisik penasaran dari karyawan lainnya. Dalam hitungan jam kabar analis baru pengganti Pak Ratno pasti sudah tersebar ke seluruh kantor. Apalagi paras ganteng lelaki itu yang membuat kaum hawa klepek-klepek. Lihat saja nanti pas jam makan siang, pasti kantin akan heboh dengan kedatangan Rey. Sudah seperti most wanted di novel remaja saja.
“Gila, ganteng banget Pak Rey,” ujar Habib heboh.
“Makasih, calon suami gue emang ganteng,” sahut Airin yang meja kerjanya terletak di depan Habib.
“Dasar Ratu Halu!” cibir Habib kesal.
“Gimana taruhan kita, Na?” tagih Nafa mengabaikan Habib yang masih adu mulut dengan Airin.
“Taruhan yang mana?”
“Gak usah pura-pura lupa, deh, kemarin ‘kan kita taruhan kalau lo gak bakal terpesona sama Pak Rey gue bakal beliin lo novel.”
“Ya udah nanti habis kerja kita ke toko buku.”
“Bukan gitu!” ujar Nafa kesal. “Lo ‘kan kalah taruhan, jadi lo harus nemenin gue maraton nonton drama korea seminggu ke depan.”
“Mana ada gue kalah taruhan, gue tadi gak terpesona sama Rey,” sanggah Ona.
“Gak terpesona mata lo juling! Gue yang jelas-jelas liat mata lo sampai gak kedip kayak gitu.”
Ona mengeryit bingung, dia memang mengakui kegantengan Rey tetapi dia tidak merasa terpesona dengan Rey. Dan maraton drama korea? Ona paling anti dengan sesuatu yang berbau korea, bukan gimana-gimana dia hanya tidak suka saja. Apalagi genre yang sering Nafa tonton genre romance, salah satu genre yang sangat Ona benci. Ona lebih suka menonton film bergenre action atau thiller. Nafa pasti sengaja menyiapkan taruhan ini.
“Lo terpesona, Na. Airin yang syirik sama lo aja tau kalau lo terpesona, apalagi gue yang udah temenan sama lo sejak 7 tahun lalu!” ujar Nafa kesal. Perempuan itu kemudian pergi menuju almari bahan kimia sambil menghentakkan kaki.
Ona menghela napas, lebih baik dia mengalah dan mengakui kekalahannya daripada menghadapi sikap childish temannya. Padahal Ona jelas-jelas tidak terpesona dengan Rey. Malam nanti dia harus menyiapkan hati untuk menonton drama korea dengan Nafa.
***
“Lo harus nemenin gue nonton drakor sampai pagi, Na,” ujar Nafa keluar dari kamar mandi sambil mengeringkan rambutnya menggunakan handuk.
Ona memutar bola matanya malas, mereka baru pulang kerja dua jam lalu dan selama dua jam itu Nafa terus berkata akan maraton nonton drama korea sampai pagi. Telinga Ona sampai panas mendengar hal itu. Kali ini untuk pertama kalinya Ona kalah taruhan, dan Nafa sangat menikmati kemenangannya untuk menyiksa Ona melalui nonton drama korea bergenre romance.
Setelah azan Maghrib berkumandang, Nafa sudah duduk manis di tempat tidur dan laptop sudah menyala di depannya. Ona menghela napas kemudian menyusul Nafa. Drama korea berjudul Doom at Your Service episode pertama mulai diputar.
Tiga episode berlalu, Nafa masih bertahan dengan mata berbinar dan sesekali tersenyum. Sedangkan Ona sudah tidak tahan lagi, dari tiga episode tersebut dia sudah bisa menebak alur selanjutnya sampai ending. Dan Ona tahu betul Nafa sangat menikmati wajah bosannya.
Tidak bisa lagi menahan kantuknya, Ona bangkit dan mengambil dua mi instan di laci. “Gue bikin mi di bawah ya, Naf,” pamit Ona. Nafa mengangguk tanpa mengalihkan pandangan dari laptop.
Indekos ini memiliki 2 lantai, lantai 1 khusus untuk kamar lelaki lengkap dengan dapur bersama dan lantai 2 khusus untuk kamar perempuan. Setiap kamar ada kamar mandi dalamnya dan 1 kamar maksimal diisi 2 orang, makanya Ona mengajak Nafa 1 kamar supaya lebih hemat biaya sewanya.
Sesampainya di dapur Ona segera memanaskan air, tetapi dewi keberuntungan tidak berpihak padanya. Ketika Ona menuang air ke panci, air tersebut malah tumpah mengenai bajunya dan membuat lantai yang dia pijak licin. Sial! Ona mengumpat dalam hati.
Perempuan itu meletakkan gayung dan dia pakai untuk menuang air kemudian berjalan pelan ke ujung dapur untuk mengambil serbet dan kain pel. Tetapi lagi-lagi nasip sial menghampirinya, lantai yang Ona pijak benar-benar licin dan membuatnya terpeleset, Ona memejamkan matanya menunggu tubuhnya menghantam ke lantai. Setelah sekian detik memejamkan mata, kenapa dia tidak merasakan sakit? Dan kenapa dia merasa seperti mencium sesuatu?
Pelan-pelan Ona membuka mata dan melihat sepasang mata di depannya, hidung mancungnya menempel dengan hidung lelaki itu. Dan yang membuat Ona terkejut adalah bibirnya menempel di bibir tipis lelaki itu. Ona membulatkan matanya ketika menyadarai lelaki itu adalah Rey. Ona jatuh tepat di atas Rey dan entah bagaimana karyawan baru di kantornya itu bisa tiba-tiba berada di dapur bertepatan dengan jatuhnya Ona.
Reaksi Rey tidak jauh beda dengan Ona, lelaki itu membulatkan matanya, dan ketika menyadari kedua tangannya berada di pinggang Ona, Rey langsung menariknya. Tetapi Rey merasa enggan untuk melepaskan kecupan bibir Ona di bibirnya. Meski hanya kecupan tetapi sudah cukup memabukkan. Setelah sekian detik berpikir dan Ona tidak juga bangkit, Rey berinisiatif untuk melumat bibir tipis perempuan ini. Namun, nasip baik tidak berpihak pada Rey ketika tiba-tiba sebuah suara masuk ke indra pendengaran mereka berdua.
“K-kalian lagi ngapain?” tanya Nafa bingung dengan tatapan ambigu.
Langkah kecil Ona menuruni tangga dengan tergesa, kedua tangannya sibuk merapikan rambut yang masih basah. Mulut mungilnya tidak berhenti menggerutu kesal menyalahkan Nafa, karena kemarin Nafa memaksanya nonton drama korea sampai jam 3 pagi. Alhasil dia jadi bangun kesiangan dan yang membuat Ona semakin dongkol adalah Nafa sengaja tidak membangunkannya dan berangkat ke kantor duluan. Jam di pergelangan tangan Ona sudah menunjukkan pukul 7.55 yang artinya 5 menit lagi akan memasuki jam kerja. Ona tidak akan terlambat kalau dia segera menyalakan sepeda motornya dan melaju ke kantor yang hanya berjarak beberapa meter saja dari indekos. Namun, nasip baik tidak berpihak padanya. Ketika Ona siap menyalakan sepeda motor ponsel di tas kecilnya berbunyi nyaring, Ona mendengus dan mengambil ponsel yang berkedip dengan nama Ibu itu. Ona sudah sering menolak panggilan dari Ibu, dan kalau hari ini dia abaikan panggilan dari Ibu lagi maka nanti ketika dia pulang ke rumah Ibu akan
Perempuan dengan kaus dan celana pendek itu meregangkan ototnya, pinggangnya terasa seperti akan patah setelah mencuci baju. Setelah dirasa cukup reda, dia mengangkat ember berisi pakaian bersih ke lantai 1 untuk dijemur. Hari libur adalah hari bermalas-malasan, tetapi sialnya dia lupa mencuci baju sejak 4 hari lalu. “Udah selesai belum, Na?” teriak Nafa dari depan kamarnya. Ona mendongak menatap Nafa kesal, temannya itu sengaja bertanya untuk mengejek Ona. “Kalau udah cepetan naik, ya, ada yang mau gue ceritain.” Setelah itu Nafa kembali masuk ke kamarnya. Ona menghela napas memandang banyaknya baju yang dia cuci dan sinar matahari yang mulai panas. Ona ingin segera rebahan di kasur dan tidur. Lima belas menit kemudian, Ona sudah selesai menjemur baju. Langkah kakinya berjalan cepat ke kamar. Namun, ketika membuka pintu kamar Ona melihat banyak tisu berserakan di lantai. Sedangkan Nafa duduk di tempat tidur dan menatap Ona nelangsa, mata Nafa yang biasanya b
Gadis kecil berusia 8 tahun itu meringkuk di pojok kamar bersama dengan adiknya yang baru berusia 2 tahun. Sebagai kakak, gadis itu menutup rapat telinga adiknya supaya tidak mendengar teriakan Ayah dan Ibu yang sedang bertengkar. Sejak pulang sekolah tadi suasana rumahnya sudah berbeda. Ibu hanya berkata singkat menyuruhnya ke kamar dan menutup pintunya rapat-rapat. Dan ketika Ayah pulang kerja Ibu langsung berkata dengan nada marah dan keras. “Aku kurang apa, Mas? Cepet bilang aku kurang apa sampai kamu tega menghamili perempuan lain,” rintih Ibu. Gadis kecil yang dikenal dengan nama Ona itu memejamkan matanya, air mengalir di kedua pipinya mendengar pertengkaran Ibu dan Ayah. “Sejak dulu aku gak cinta sama kamu, akau menuruti perjodohan orang tua kita karena Ibu sakit keras,” jelas Ayah pelan. Ona paham betul kedua orang tuanya bersatu atas dasar perjodohnya, tetapi selama ini yang Ona lihat Ibu dan Ayah saling mencintai. Setiap hari Ibu dan Ayah tampil ro
“Sore ini kamu udah gak ada sampel ‘kan?” tanya Bu Dama setelah Ona menyerahkan sampel hasil preparasinya untuk pengujian yang akan dilakukan Bu Dama. Ona mengangguk, perasaannya tiba-tiba tidak enak.“Ibu minta tolong anterin Pak Rey ke arsip, ya, ada obat lupa saya uji bulan lalu. Nanti kamu sekalian pulang gak papa.”Ona melirik meja Rey yang berada di depan Bu Dama, Rey tersenyum manis ketika mata mereka bertemu. Ona mengela napas, dia ingin menolak tetapi untuk apa dia di lab kalau tidak ada kerjaan. Akhirnya Ona mengangguk pasrah.Setelah itu Ona keluar menuju mejanya yang hanya terpisah dinding kaca dengan meja Bu Dama. Ona merapikan meja kerjanya dan menaruh alat yang kotor ke tempat pencucinya yang nantinya akan dicuci oleh Dena.Melihat Ona yang sudah membersihkan meja kerjanya membuat Nafa dan Habib iri, pasalnya mereka berdua harus kejar target dan lembur. Pandangan iri kedua temannya terus mengikuti Ona sampai ma
Matahari sudah berada di ufuk barat bersiap untuk kembali ke peraduannya, tetapi lelaki yang sejak pagi berada di rumah Ona belum juga berniat pulang. Lelaki itu masih asyik bercerita tentang kesehariannya dan dengan bangga memamerkan semua pencapaiannya yang sama sekali tidak menarik perhatian Ona.Mela berusaha membantu kakaknya dengan memberi kode pada si lelaki untuk segera pulang. Sudah berkali-kali Mela meminta bantuan Ona untuk mengerjakan tugas supaya lelaki itu cepat pulang. Tetapi entah tidak paham atau pura-pura tidak paham dengan kode Mela, lelaki itu malah tambah semangat cerita dan mengabaikan rengekan Mela.Untuk kesekian kalinya Ona memutar bola matanya menanggapi cerita Reno, anak teman Ibu. Ona menerima tawaran Ibu untuk kenalan dengan anak temannya semata-mata hanya untuk menenangkan Ibu dan tidak menanggap Ona aneh karena tidak mau kenalan dengan seorang lelaki. Tetapi lelaki yang Ibu kenalkan padanya benar-benar jauh dari dugaan Ona. Lelaki itu dat
Udara malam masuk melalui celah jendela kamar indekos kedua perempuan yang duduk berhadapan di tempat tidur itu. Gerimis mulai turun yang lama-lama berubah deras dan meredam suara percakapan dari lantai 1. Mendung mengantung di langin malam membuat orang-orang malas dan memilih untuk segera tidur.Tetapi yang dilakukan kedua perempuan itu malah bercerita melalui tatapan mata. Hanya ada satu dua kata yang keluar dari mulut itu, selebihnya hanya suara musik dari ponsel dan helaan napas yang beradu dengan derasnya hujan.“Gue gak paham maksud cerita lo,” keluh Nafa putus asa. Pasalnya sedari tadi Ona hanya berkata satu dua kata dan Nafa sama sekali tidak menangkap maksud Ona selain air muka panik perempuan itu. Ona terus menghela napas lelah dan matanya bergerak tak tentu arah bertanda kalau dia sedang bingung dan panik.Ona menghela napas dan bangkit untuk mengambil minum. “Nyokap gue nanya terus kapan gue nikah.”“Itu ‘k
Perempuan dengan jaket tebal itu menatap lelaki di depannya kesal, pasalnya dia baru saja turun ke lantai 1 berniat untuk mencari makan malam sendirian karena Nafa sudah tidur tetapi Rey malah mengikutinya sampai di penjual nasi goreng dan ikut makan bersamanya. Apalagi Habib yang sengaja membiarkan dia pergi berdua dengan Rey, lelaki yang mengaku temannya itu beralasan mengantuk padahal dia dapat melihat jelas mata Habib yang masih segar.“Kamu udah kenyang, Na?” tanya Rey memandang nasi goreng Ona yang masih setengah.Ona hanya bergumam pelan dan melanjutkan makan. Ingatan Ona kembali pada percakapannya dengan Nafa kemarin sore. Ona bertanya pada Nafa tentang tawaran Rey yang mau menjadi pacar pura-puranya.“Gini, Na, tapi lo jangan marah ya,” jawab Nafa pelan ketika Ona tanya mengenai tawaran Rey. Ona terus menatap Nafa dan menunggu perempuan itu melanjutkan ucapannya. “Tadi malam ‘kan gue ke dapur buat mi instan, di sana g
“Kamu udah ada pasangan buat datang ke pernikahan aku belum, Na?” tanya Aisyah.“Udah ada dong, Mbak,” sahut Nafa semangat sambil membuka undangan pernikahan yang baru saja Aisyah berikan. Hari Minggu ini Aisyah sengaja menyempatkan diri untuk mengunjungi indekos Ona, selain untuk mengantarkan makanan instan dari Ibu, juga untuk membagikan undangan pada Nafa dan Habib secara langsung.“Seriusan udah ada?” Aisyah menatap Nafa dan Ona dengan binar mata bahagia. Ona membalas tatapan Aisyah dengan malas, apa nantinya reaksi Ibu dan kerabatnya akan sama dengan Aisyah ketika mendengar Ona akan mengenalkan seorang lelaki?“Iya, Mbak, ganteng banget, lebih ganteng daripada mantan aku,” tambah Nafa hiperbolis.“Mantan kamu yang mana, Fa?”“Mbak Aisyah tahu aja kalau mantanku banyak,” jawab Nafa sambil tersenyum malu. Sedangkan Aisyah tertawa pelan.“Bulik Rani udah tahu kal