Udara pagi berembus pelan masuk ke kamar Ona melalui celah jendela yang sengaja tidak dia tutup rapat. Perempuan itu berdiri di depan cermin kamarnya sambil mematut dirinya sendiri. Wajah yang biasanya polos tanpa make up sedikit dia kenakan bedak dan lipstik, tentu saja atas bantuan Mela. Rambutnya dia tata serapi mungkin karena nanti dia akan mengenakan helm ke rumah Rey.
Entah mengapa sejak tadi malam perasaan Ona tidak tenang, segala kemungkinan memenuhi kepalanya. Ona ingin semua ini segera berakhir, dia tidak ingin lagi berhubungan dengan Rey lagi karena hal itu tidak baik untuk kesehatan jantungnya. Ona harus segera menjauh sebelum jatuh terlalu dalam, baginya semua lelaki itu sama saja. Pada akhirnya para lelaki itu akan meninggalkannya jika sudah mendapat apa yang dia cari. Seperti ayahnya yang meninggalkan keluarganya setelah mendapatkan apa yang diinginkan dari Ibu. Hal tersebut membuat Ona berpikir setiap lelaki selalu memiliki tujuan tersendiri ketika me
Sejak pulang dari kondangan dua jam yang lalu, Ona belum keluar kamar. Hal tersebut membuat Ibu dan Mela khawatir, apa terjadi sesuatu selama datang ke kondangan sampai Ona mengurung diri seperti itu?Setiap kali Ibu dan Mela bertanya, Ona akan menjawab capek dan ingin tidur lebih awal. Akhirnya Ibu dan Mela hanya bisa diam membiarkan Ona sendiri.Perempuan yang masih mengenakan kebaya itu masih duduk di depan cermin dengan tatapan kosong. Rambut yang semul rapi sudah acak-acakan sama kacaunya dengan wajahnya. Berkali-kali jari lentiknya menyentuh bibir yang pucat.Ingatan Ona kembali pada kejadian beberapa jam yang lalu. Setelah selesai menghadiri pernikahan Selin yang berjalan lancar, Ona mampir lagi ke rumah Rey. Kebetulan Ibu dan Ayah Rey sedang tidak ada di rumah, pasangan suami istri itu pergi ke rumah nenek Rey yang berada tidak jauh dari rumah Rey, hanya berjarak beberapa rumah saja.Awalnya tidak ada yang aneh antara interaksi Ona dan Rey, lelaki
Keluarga adalah harta paling berharga.Keluarga? Kenapa kata itu terdengar asing di telinga perempuan 25 tahun itu. Baginya keluarga tidak ada harganya, keluarga adalah kata benda tanpa arti dan kehangatan keluarga adalah bualan yang sialnya sampai sekarang masih sering dia dengar. Baginya tidak ada yang lebih berharga selain waktu dan uang. Seperti pepatah yang sering dia dengar “waktu adalah uang.”Perempuan itu masih memandang foto keluarga Nafa di meja rias, dalam foto berukuran sedang itu ada Nafa lengkap dengan kedua orang tuanya dan kedua adiknya yang tersenyum bahagia ke arah kamera. Hati kecil perempuan itu menjerit iri, jika ada yang bertanya apa dia menginginkan keluarga yang hangat dan harmonis maka dia akan dengan tegas menjawab iya. Tetapi harapan itu sudah hancur bertahun-tahun lalu. Kehangatan yang seharusnya dia dapat musnah, membuatnya berpikir bahwa keluarga hanya kata benda yang tidak memiliki arti. Keluarganya sangat berbeda dengan kelu
“Gaes, hari ini ada karyawan baru penggantinya Pak Ratno!” ujar Habib ketika memasuki laboratorium pengujian obat. “Udah tau,” sahut Nafa sambil merapikan alat pengujian di laci kerjanya. Ona hanya diam mendengarkan percakapan kedua temannya. Mereka bertiga sudah berteman sejak menjadi karyawan baru di PT. Konimex, atau lebih tepatnya sejak 7 tahun lalu. Kebetulan mereka berada di satu bagian, yaitu bagian quality control atau biasa disebut QC. Bedanya, Ona asisten analis dari Bu Dama, sedangkan Nafa dan Habib asisten analis dari Pak Ratno yang resign 1 bulan lalu dan baru hari ini ada penggatinya. “Sejak kapan lo lebih update daripada gue?” protes Habib merasa tersaingi, Habib adalah sumber gosip bagi Ona dan Nafa. Lelaki itu sangat lihai mencari bahan gosip. “Lo pasti gak tahu ‘kan kalau dia satu indekos sama kita,” ujar Nafa sombong sambil mengibaskan rambut panjangnya. “Seriusan dia satu indekos sama kalian! Demi apa?” t
Langkah kecil Ona menuruni tangga dengan tergesa, kedua tangannya sibuk merapikan rambut yang masih basah. Mulut mungilnya tidak berhenti menggerutu kesal menyalahkan Nafa, karena kemarin Nafa memaksanya nonton drama korea sampai jam 3 pagi. Alhasil dia jadi bangun kesiangan dan yang membuat Ona semakin dongkol adalah Nafa sengaja tidak membangunkannya dan berangkat ke kantor duluan. Jam di pergelangan tangan Ona sudah menunjukkan pukul 7.55 yang artinya 5 menit lagi akan memasuki jam kerja. Ona tidak akan terlambat kalau dia segera menyalakan sepeda motornya dan melaju ke kantor yang hanya berjarak beberapa meter saja dari indekos. Namun, nasip baik tidak berpihak padanya. Ketika Ona siap menyalakan sepeda motor ponsel di tas kecilnya berbunyi nyaring, Ona mendengus dan mengambil ponsel yang berkedip dengan nama Ibu itu. Ona sudah sering menolak panggilan dari Ibu, dan kalau hari ini dia abaikan panggilan dari Ibu lagi maka nanti ketika dia pulang ke rumah Ibu akan
Perempuan dengan kaus dan celana pendek itu meregangkan ototnya, pinggangnya terasa seperti akan patah setelah mencuci baju. Setelah dirasa cukup reda, dia mengangkat ember berisi pakaian bersih ke lantai 1 untuk dijemur. Hari libur adalah hari bermalas-malasan, tetapi sialnya dia lupa mencuci baju sejak 4 hari lalu. “Udah selesai belum, Na?” teriak Nafa dari depan kamarnya. Ona mendongak menatap Nafa kesal, temannya itu sengaja bertanya untuk mengejek Ona. “Kalau udah cepetan naik, ya, ada yang mau gue ceritain.” Setelah itu Nafa kembali masuk ke kamarnya. Ona menghela napas memandang banyaknya baju yang dia cuci dan sinar matahari yang mulai panas. Ona ingin segera rebahan di kasur dan tidur. Lima belas menit kemudian, Ona sudah selesai menjemur baju. Langkah kakinya berjalan cepat ke kamar. Namun, ketika membuka pintu kamar Ona melihat banyak tisu berserakan di lantai. Sedangkan Nafa duduk di tempat tidur dan menatap Ona nelangsa, mata Nafa yang biasanya b
Gadis kecil berusia 8 tahun itu meringkuk di pojok kamar bersama dengan adiknya yang baru berusia 2 tahun. Sebagai kakak, gadis itu menutup rapat telinga adiknya supaya tidak mendengar teriakan Ayah dan Ibu yang sedang bertengkar. Sejak pulang sekolah tadi suasana rumahnya sudah berbeda. Ibu hanya berkata singkat menyuruhnya ke kamar dan menutup pintunya rapat-rapat. Dan ketika Ayah pulang kerja Ibu langsung berkata dengan nada marah dan keras. “Aku kurang apa, Mas? Cepet bilang aku kurang apa sampai kamu tega menghamili perempuan lain,” rintih Ibu. Gadis kecil yang dikenal dengan nama Ona itu memejamkan matanya, air mengalir di kedua pipinya mendengar pertengkaran Ibu dan Ayah. “Sejak dulu aku gak cinta sama kamu, akau menuruti perjodohan orang tua kita karena Ibu sakit keras,” jelas Ayah pelan. Ona paham betul kedua orang tuanya bersatu atas dasar perjodohnya, tetapi selama ini yang Ona lihat Ibu dan Ayah saling mencintai. Setiap hari Ibu dan Ayah tampil ro
“Sore ini kamu udah gak ada sampel ‘kan?” tanya Bu Dama setelah Ona menyerahkan sampel hasil preparasinya untuk pengujian yang akan dilakukan Bu Dama. Ona mengangguk, perasaannya tiba-tiba tidak enak.“Ibu minta tolong anterin Pak Rey ke arsip, ya, ada obat lupa saya uji bulan lalu. Nanti kamu sekalian pulang gak papa.”Ona melirik meja Rey yang berada di depan Bu Dama, Rey tersenyum manis ketika mata mereka bertemu. Ona mengela napas, dia ingin menolak tetapi untuk apa dia di lab kalau tidak ada kerjaan. Akhirnya Ona mengangguk pasrah.Setelah itu Ona keluar menuju mejanya yang hanya terpisah dinding kaca dengan meja Bu Dama. Ona merapikan meja kerjanya dan menaruh alat yang kotor ke tempat pencucinya yang nantinya akan dicuci oleh Dena.Melihat Ona yang sudah membersihkan meja kerjanya membuat Nafa dan Habib iri, pasalnya mereka berdua harus kejar target dan lembur. Pandangan iri kedua temannya terus mengikuti Ona sampai ma
Matahari sudah berada di ufuk barat bersiap untuk kembali ke peraduannya, tetapi lelaki yang sejak pagi berada di rumah Ona belum juga berniat pulang. Lelaki itu masih asyik bercerita tentang kesehariannya dan dengan bangga memamerkan semua pencapaiannya yang sama sekali tidak menarik perhatian Ona.Mela berusaha membantu kakaknya dengan memberi kode pada si lelaki untuk segera pulang. Sudah berkali-kali Mela meminta bantuan Ona untuk mengerjakan tugas supaya lelaki itu cepat pulang. Tetapi entah tidak paham atau pura-pura tidak paham dengan kode Mela, lelaki itu malah tambah semangat cerita dan mengabaikan rengekan Mela.Untuk kesekian kalinya Ona memutar bola matanya menanggapi cerita Reno, anak teman Ibu. Ona menerima tawaran Ibu untuk kenalan dengan anak temannya semata-mata hanya untuk menenangkan Ibu dan tidak menanggap Ona aneh karena tidak mau kenalan dengan seorang lelaki. Tetapi lelaki yang Ibu kenalkan padanya benar-benar jauh dari dugaan Ona. Lelaki itu dat