Gadis kecil berusia 8 tahun itu meringkuk di pojok kamar bersama dengan adiknya yang baru berusia 2 tahun. Sebagai kakak, gadis itu menutup rapat telinga adiknya supaya tidak mendengar teriakan Ayah dan Ibu yang sedang bertengkar. Sejak pulang sekolah tadi suasana rumahnya sudah berbeda. Ibu hanya berkata singkat menyuruhnya ke kamar dan menutup pintunya rapat-rapat. Dan ketika Ayah pulang kerja Ibu langsung berkata dengan nada marah dan keras.
“Aku kurang apa, Mas? Cepet bilang aku kurang apa sampai kamu tega menghamili perempuan lain,” rintih Ibu.
Gadis kecil yang dikenal dengan nama Ona itu memejamkan matanya, air mengalir di kedua pipinya mendengar pertengkaran Ibu dan Ayah.
“Sejak dulu aku gak cinta sama kamu, akau menuruti perjodohan orang tua kita karena Ibu sakit keras,” jelas Ayah pelan. Ona paham betul kedua orang tuanya bersatu atas dasar perjodohnya, tetapi selama ini yang Ona lihat Ibu dan Ayah saling mencintai. Setiap hari Ibu dan Ayah tampil romantis, bersama-sama memberi banyak cinta untuk Ona dan Mela. Tetapi apa yang terjadi hari ini, Ona benar-benar tidak tahu, apa selama ini keromantisan kedua orang tuanya palsu?
“Kenapa kamu gak bilang kalau sudah punya anak, Mas? Kenapa! Kenapa kamu jadikan akau pelampisan? Gimana dengan anak kita? Kamu lupa?” cecar Ibu keras.
“Aku akan ceraikan kamu, hak asuh kedua anak kita aku serahkan padamu,” ucap Ayah kemudian terdengar pintu dibanting keras. Ibu menjerit sambil mengeluarkan sumpah serapah pada Ayah.
Ona semakin erat menutup telinga adik kecilnya sambil menangis. Dia tidak tahu betul apa yang terjadi dengan kedua orang tuanya, yang dia tahu mereka akan segera berpisah. Ona akan kehilangan Ayah yang selama ini dia banggakan.
Setelah dirasa cukup tenang, Ona melepas kedua tangannya dari telinga Mela yang ternyata sudah tidur. Pelan-pelan Ona mengangkat tubuh mungil adiknya dan memindahkan ke tempat tidur. Setelah memastikan Mela masih tidur. Ona menuju pintu dan memutar kuncinya pelan-pelan.
Mata gadis kecil itu mengintip ke ruang tamu yang sudah gelap dan kacau, kursi yang biasanya tertata rapi kini berantakan, kaca besar di salah satu dinding juga pecah berserakan. Ona melihat Ibu menangis di ujung ruangan dan terlihat sangat kacau. Pelan-pelan Ona berjalan mendekati Ibu yang masih memangis keras.
Tetapi Ibu tidak menyadari kedatangan Ona dan malah meraih salah satu serpihan kaca di dekatnya duduk. Ibu mengenggam erat pecahan kaca tersebut dan berniat mengiris pergelangan tangannya. Ona segera berlari ke arah Ibu dan mengambil kaca tersebut sebelum mengenai pergelangan tangan Ibu. Gadis kecil itu merebut paksa pecahan kaca sampai membuat tangannya terluka dan darah segar mengalir dari tangan mungil itu.
Mata sendu Ibu menatap Ona kaget, sedangkan Ona menatap tangannya yang mengalir banyak darah. Tiba-tiba kepala gadis kecil itu pusing, dunia di matanya tampak berputar-putar, dan sebelum kesadarannya hilang dia mendengar teriakan Ibu yang memanggil namanya. Setelah itu yang ada hanya gelap. Ona tidak bisa membuka matanya tetapi telinganya masih berfungsi dengan baik, dia mendengar suara tangisan Ibu dan juga orang-orang yang berdatangan.
Kemudian Ona tidak ingin membuka matanya, karena dunia yang dia lihat benar-benar kacau.
Ona bangkit dengan peluh mengalir dan nafas terenggah-enggah. Matanya beredar mengamati sekitar dan Nafa yang tidur pulas di sampingnya. Jam diding masih menunjukkan pukul 2 dini hari. Ona menghela napas, mimpi buruk lagi. Ona hampir setiap hari memimpikan hal sama, tentang kejadian 17 tahun lalu, tentang Ayah, tentang gelap dan misteri malam yang selalu menghampirinya.
Perempuan itu kemudian bangkit dan membawa gelas ke dapur umum untuk mengambil minum. Kebetulan air minum di kamarnya habis tadi malam dan karena terlalu malas untuk mengganti gallon, akhirnya Ona dan Nafa memutuskan untuk besok saja.
Sesampainya di dapur, Ona duduk di salah satu kursi sambil memandang air di gelasnya yang masih setengah. Di air tersebut Ona seperti kembali melihat kilasan masa lalu yang selalu hadir di mimpinya. Ditambah dengan pertanyaan Mela kemarin tentang Ayah. Sejak kejadian 17 tahun lalu, Ona tidak pernah melihat Ayah lagi selain surat terakhir yang berkata bahwa Ayah sangat menyayanginya dan minta maaf atas kejadian tersebut.
Ona kecil waktu itu tidak paham apa yang sebenarnya terjadi dan fokus pada kesembuhan Ibu yang tiba-tiba sakit. Ona masih menyimpan surat itu hingga pada akhirnya membakarnya dan menutup rapat-rapat ingatan tentang Ayah.
Ketika Ona berumur 13 tahun, sepulang sekolah Ona melihat Ibu menangis lagi setelah pertengkarannya dengan Ayah beberapa tahun lalu. Kemudian Ibu berkata bahwa dia baru saja bertemu dengan Ayah bersama dengan istri barunya. Ibu bercerita bahwa Ayah sudah memiliki anak dari perempuan lain sebelum mereka menikah, atas sebab itu lah Ibu bertengkar hebat dengan Ayah yang kemudian berakhir dengan perceraian. Sejak saat itu Ibu terus bercerita tentang keburukan Ayah yang semakin lama membuat Ona semakin muak dan membenci Ayah.
Sejak saat itu Ona juga menutup hati untuk setiap lelaki yang mendekatinya, Ona yang semula terkenal dengan gadis ramah dan murah senyum kini berubah menjadi gadis dingin tak tersentuh. Aisyah menyadari perubahan sikap adik keponakannya dan terus berusaha membuat Ona kembali seperti sebelumnya. Namun, usahanya selalu gagal.
Ona menghela napas, masa lalunya begitu kelam dan juga menyedihkan. Mata bulatnya menatap talapak tangan yang dulu terkena pecahan kaca. Ini semua karena Ayah! ujar Ona dalam hati.
Kemudian tanpa sadar air mata mulai mengalir di pipinya, pertahanan yang sudah dia bangun bertahun-tahun pada akhirnya akan tetap rapuh dan runtuh. Kecewa, marah, sedih, semua menyatu jadi satu menimbulkan semuah emosi yang tidak Ona pahami. Tanpa bisa dicegah ingatan tentang kebersamaannya dengan Ayah berputar di benaknya. Ayah yang dengan sabar mengajarinya bermain sepeda, Ayah yang selalu mencium keningnya ketika akan berangkat kerja, Ayah yang selalu membelikan mainan baru ketika habis gajian, senyum hangat Ayah, dan tatapan teduh lelaki yang selalu dia banggakan memenuhi kepalanya.
Ona mengerang pelan berusaha membuang jauh-jauh ingatan itu. Ona berusaha mati-matian mengubur kenangan itu, tetapi di sela-sela kesibukannya kenangan itu selalu hadir, menganggunya, menggoyahkan hatinya, kemudian menimbulkan rasa rindu yang begitu dalam. Ona tidak bisa menolak takdir bahwa biar bagaimana pun Ayah, dia akan tetap menjadi ayahnya. Darah Ayah mengalir di tubuhnya.
Dada Ona semakin sesak, sakit yang selama ini dia pendam tidak bisa dia lampiaskan selain dengan air mata. Tiba-tiba Ona merasa ada yang memeluknya dari samping. Dengan beruraian air mata Ona melihat Nafa yang memeluknya dengan erat. Temannya itu pasti menyadari bahwa Ona sudah tidak berada di sampingnya, dan dengan mudah juga Nafa akan menemukannya di dapur. Bertahun-tahun satu kamar dengan Ona cukup membuat Nafa paham bahwa temannya itu sering mimpi buruk dan nangis sendirian di dapur atau balkon kamar.
“Sore ini kamu udah gak ada sampel ‘kan?” tanya Bu Dama setelah Ona menyerahkan sampel hasil preparasinya untuk pengujian yang akan dilakukan Bu Dama. Ona mengangguk, perasaannya tiba-tiba tidak enak.“Ibu minta tolong anterin Pak Rey ke arsip, ya, ada obat lupa saya uji bulan lalu. Nanti kamu sekalian pulang gak papa.”Ona melirik meja Rey yang berada di depan Bu Dama, Rey tersenyum manis ketika mata mereka bertemu. Ona mengela napas, dia ingin menolak tetapi untuk apa dia di lab kalau tidak ada kerjaan. Akhirnya Ona mengangguk pasrah.Setelah itu Ona keluar menuju mejanya yang hanya terpisah dinding kaca dengan meja Bu Dama. Ona merapikan meja kerjanya dan menaruh alat yang kotor ke tempat pencucinya yang nantinya akan dicuci oleh Dena.Melihat Ona yang sudah membersihkan meja kerjanya membuat Nafa dan Habib iri, pasalnya mereka berdua harus kejar target dan lembur. Pandangan iri kedua temannya terus mengikuti Ona sampai ma
Matahari sudah berada di ufuk barat bersiap untuk kembali ke peraduannya, tetapi lelaki yang sejak pagi berada di rumah Ona belum juga berniat pulang. Lelaki itu masih asyik bercerita tentang kesehariannya dan dengan bangga memamerkan semua pencapaiannya yang sama sekali tidak menarik perhatian Ona.Mela berusaha membantu kakaknya dengan memberi kode pada si lelaki untuk segera pulang. Sudah berkali-kali Mela meminta bantuan Ona untuk mengerjakan tugas supaya lelaki itu cepat pulang. Tetapi entah tidak paham atau pura-pura tidak paham dengan kode Mela, lelaki itu malah tambah semangat cerita dan mengabaikan rengekan Mela.Untuk kesekian kalinya Ona memutar bola matanya menanggapi cerita Reno, anak teman Ibu. Ona menerima tawaran Ibu untuk kenalan dengan anak temannya semata-mata hanya untuk menenangkan Ibu dan tidak menanggap Ona aneh karena tidak mau kenalan dengan seorang lelaki. Tetapi lelaki yang Ibu kenalkan padanya benar-benar jauh dari dugaan Ona. Lelaki itu dat
Udara malam masuk melalui celah jendela kamar indekos kedua perempuan yang duduk berhadapan di tempat tidur itu. Gerimis mulai turun yang lama-lama berubah deras dan meredam suara percakapan dari lantai 1. Mendung mengantung di langin malam membuat orang-orang malas dan memilih untuk segera tidur.Tetapi yang dilakukan kedua perempuan itu malah bercerita melalui tatapan mata. Hanya ada satu dua kata yang keluar dari mulut itu, selebihnya hanya suara musik dari ponsel dan helaan napas yang beradu dengan derasnya hujan.“Gue gak paham maksud cerita lo,” keluh Nafa putus asa. Pasalnya sedari tadi Ona hanya berkata satu dua kata dan Nafa sama sekali tidak menangkap maksud Ona selain air muka panik perempuan itu. Ona terus menghela napas lelah dan matanya bergerak tak tentu arah bertanda kalau dia sedang bingung dan panik.Ona menghela napas dan bangkit untuk mengambil minum. “Nyokap gue nanya terus kapan gue nikah.”“Itu ‘k
Perempuan dengan jaket tebal itu menatap lelaki di depannya kesal, pasalnya dia baru saja turun ke lantai 1 berniat untuk mencari makan malam sendirian karena Nafa sudah tidur tetapi Rey malah mengikutinya sampai di penjual nasi goreng dan ikut makan bersamanya. Apalagi Habib yang sengaja membiarkan dia pergi berdua dengan Rey, lelaki yang mengaku temannya itu beralasan mengantuk padahal dia dapat melihat jelas mata Habib yang masih segar.“Kamu udah kenyang, Na?” tanya Rey memandang nasi goreng Ona yang masih setengah.Ona hanya bergumam pelan dan melanjutkan makan. Ingatan Ona kembali pada percakapannya dengan Nafa kemarin sore. Ona bertanya pada Nafa tentang tawaran Rey yang mau menjadi pacar pura-puranya.“Gini, Na, tapi lo jangan marah ya,” jawab Nafa pelan ketika Ona tanya mengenai tawaran Rey. Ona terus menatap Nafa dan menunggu perempuan itu melanjutkan ucapannya. “Tadi malam ‘kan gue ke dapur buat mi instan, di sana g
“Kamu udah ada pasangan buat datang ke pernikahan aku belum, Na?” tanya Aisyah.“Udah ada dong, Mbak,” sahut Nafa semangat sambil membuka undangan pernikahan yang baru saja Aisyah berikan. Hari Minggu ini Aisyah sengaja menyempatkan diri untuk mengunjungi indekos Ona, selain untuk mengantarkan makanan instan dari Ibu, juga untuk membagikan undangan pada Nafa dan Habib secara langsung.“Seriusan udah ada?” Aisyah menatap Nafa dan Ona dengan binar mata bahagia. Ona membalas tatapan Aisyah dengan malas, apa nantinya reaksi Ibu dan kerabatnya akan sama dengan Aisyah ketika mendengar Ona akan mengenalkan seorang lelaki?“Iya, Mbak, ganteng banget, lebih ganteng daripada mantan aku,” tambah Nafa hiperbolis.“Mantan kamu yang mana, Fa?”“Mbak Aisyah tahu aja kalau mantanku banyak,” jawab Nafa sambil tersenyum malu. Sedangkan Aisyah tertawa pelan.“Bulik Rani udah tahu kal
“Yah,” panggil Rey melalui sambungan telepon dengan ayahnya. Saat ini jam sudah menunjukkan pukul 21.00 malam, tetapi percakapan ayah dan anak melalui sambungan telepon sejak satu jam lalu itu belum ada tanda-tanda akan berakhir. Rey sangat senang berbincang dengan ayahnya.“Apa?” sahut Ayah dari seberang telepon, tadi Rey sengaja menelepon Ayah duluan untuk sekedar menanyakan kabar tetapi percakapan itu malah melebar ke mana-mana seperti tidak ada ujungnya. Rey tidak akan segan bersikap manja dengan ayahnya meskipun usianya sudah hampir kepala tiga. Jika dengan Ayah, Rey seperti anak berusia 5 tahun yang menggemaskan.“Rey ketemu cewek,” ujar Rey setelah menimbang-nimbang apakah sebaiknya dia cerita dengan Ayah atau tidak. Rey tidak memiliki rahasia apa pun dengan ayahnya sejak kecil. Hal sekecil apa pun akan dia ceritakan dengan Ayah, bahkan waktu Rey mulai dekat dengan Seli sampai putus saja ayahnya tahu.“Cantikan ma
“Gimana persiapan pernikahan Mbak Aisyah?”Ona memutar bola matanya mendengar pertanyaan itu keluar dari mulut Rey, sejak kapan dia merasa begitu dekat dengannya sampai menanyakan perihal pernikahan Mbak Aisyah? Dan sejak kapan Rey dengan percaya dirinya memanggil Aisyah dengan sebutan Mbak, padahal jelas tua Rey daripada Aisyah.Merasa Ona tidak akan menjawab pertanyaannya, Rey menghela napas dan kembali fokus mengendarai sepeda motor menuju gedung II untuk melakukan safety meeting bagian quality control. Safety meeting dilakukan sebulan sekali yang membahas perihal perkembangan bagian serta ramah taman antar karyawan. Di safety meeting juga akan ada perkenalan anak magang dan PKL yang akan meringankan beban para karyawan tetap yang gila lembur.Nafa dan Habib sudah berangkat lebih dulu, dan hal itu lah yang membuat Ona kesal karena harus barengan lagi dengan Rey. Mata Ona menatap punggung tegap Rey yang berbalut
Tatapan dingin perempuan itu mengamati sekitar, teman-teman dan karyawan lainnya sedang sibuk mengerjakan sampelnya. Tidak jauh beda dengan para analis yang berjuang mengejar target bulan ini, akhir bulan memang selalu menjadi hari-hari sibuk laboratorium. Perempuan itu menghela napas dan mulai memasukkan daftar sampelnya ke komputer di depannya menggantikan Dena yang sedang mencuci alat-alat gelas.Anak PKL titipan Bu Dama sedang dia suruh untuk mengeringkan alat-alat karena akan digunakan lagi, di satu baris meja yang berisi Ona, Habib, dan Nafa ada 2 anak PKL SMK. Satu laki-laki yang sekarang sedang membantu Habib menimbang sampel dan satu cewek yang kini sedang Ona suruh menggeringkan alat. Adanya anak PKL memang sangat membantu, tetapi sayangnya anak PKL tidak boleh lembur, padahal di akhir bulan begini banyak sekali lembur.Perempuan itu menghela napas memandang banyaknya sampel yang akan datang besok. Hari ini adalah hari pertama Bu Dama cuti melahirkan dan sial