Keesokan harinya seperti biasa aku dan Alif berangkat kuliah dengan jalan kaki. Sebelumnya aku dan Alif mampir di Warung Buk Asih untuk sarapan pagi.
Setelah berjalan beberapa menit, sampailah aku dan Alif di lingkungan kampus. Mungkin karena masih terlalu pagi, jadi hanya beberapa orang aja yang datang.
"Lif, ke kantin yuk?" ajakku.
"Ngapain? Kita kan udah sarapan tadi di Warung Buk Asih," sahutnya.
"Ya ... kita minum teh aja yuk sambil nunggu temen yang lain datang," jawabku."Aku mau ke perpus aja," balasnya.
"Ngapain?" tanyaku penasaran.
"Aku mau cari Novel buat aku baca di kosan nanti. Bosen main game terus," jawabnya.
"Oh perlu aku temenin?" tanyaku lagi.
"Enggak usah. Kamu ke kantin aja dulu, nanti setelah aku menemukan novel kesukaanku, aku akan nyamperin kamu," ucapnya.
"Oke, aku ke kantin dulu kalau gitu," ujarku. Alif pun menganggukkan kepala.
Lalu aku dan Alif berpencar, aku ke kiri sedangkan Alif ke kanan.
Sesampai di kantin, aku langsung memesan Teh hangat sama Ibu Ida, pemilik kantin.
"Bu, teh hangatnya ya satu," ucapku.
"Iya. Ibu buatkan dulu ya," tuturnya ramah.
"Iya, Bu. Saya tunggu di Meja nomer enam ya," kataku sopan.
"Iya, nanti Ibu antar kesana." Aku menganggukkan kepala lalu berjalan menuju meja nomer enam.
Di Meja nomer enam, aku duduk santai menikmati hidup. Di kantin itu hanya ada beberapa saja, jika di hitung tak sampai 50 orang padahal jika rame banget bisa menyentuh angka 300 orang.
Dan yang jual pun ada 7 gerai yang berjajar. Ada yang jual Nasi Goreng atau Nasi Rames Campur, Nasi Lalapan, Nasi uduk atau Nasi Kuning, Mie Instan, Gorengan, Batagor dan Somay, Bakso, Aneka jus dan Ice blender, Seblak, Sosis bakar, Mie Ayam, Salad, Soto Lamongan, Rujak Buah dan lain sebagainya. Termasuk teh dan kopi pun juga tersedia disana.
Sambil nunggu teh yang juga belum datang, aku mengambil Hpku dari saku celana dan membuka sosial mediaku. Namun tiba-tiba seseorang menyebut namaku.
"Ham, boleh aku duduk di sini?" tanyanya. Tanpa aku lihat wajahnya, tentu aku tau siapa pemilik suara merdu ini. Siapa lagi kalau bukan wanita yang telah mencuri hatiku.
"Boleh, duduk aja. Lagian juga kosong kog," jawabku sambil menoleh sebentar dan pura-pura sibuk kembali dengan Hpku. Padahal sekarang fokusku bukan lagi ke Hp tapi ke Nesha.
"Alif mana?" tanyanya.
"Di perpus lagi cari novel," jawabku. Gila, bener-bener gila, parfum Nesha benar-benar membuatku rasanya seperti melayang. Entah parfum apa yang ia pakai, tapi selalu saja membuatku merasa nyaman.
"Tumben nyari novel?" tanyanya lagi.
"Katanya dia bosen main game terus, jadi mau beralih ke novel," balasku.
Tak lama kemudian Ibu Ida datang, tapi ia tidak hanya membawa teh hangat tapi juga Jus Melon. Tentu aku tau milik siapa juz itu, pasti milik Nesha karena setauku, dia paling suka Jus Melon.
Entah kapan Nesha memesan Jus melon tersebut, tau-tau sudah di antar oleh Ibu Ida. Aku pun malas bertanya, aku hanya bisa menerka-nerka, mungkin ia memesan sebelum ia menghampiriku.
"Makasih ya, Bu," ucapku begitupun dengan Nesha, tak lupa ia juga mengucapkan terimakasih karena sudah di antarkan pesanannya. Padahal sebenarnya memang ini adalah hal biasa, pesan, lalu memberi tau nomer tempat duduknya atau nomer mejanya, nanti Ibu Ida yang mengantarkan pesanannya. Bukan hanya Ibu Ida tapi memang semua pemilik gerai melakukan hal yang sama karena menurut mereka, pembeli adalah raja.
Tapi tetap saja, kalau menurutku aku harus mengucapkan terimakasih agar merekapun merasa di hargai.
"Ham," panggilnya lagi setelah ia selesai meminum Jus Melon kesukaannya. Aku pun yang belum menyentuh Teh hangatku dan pura-pura fokus ke Hp langsung menoleh ke arahnya.
"Ada apa?" tanyaku sambil melihat ke arahnya.
"Kamu tampan," pujinya membuat pipiku pasti merona. Astaga, kenapa ia memuji aku terang-terangan seperti ini. Aku emang sering mendengar teman-teman perempuanku yang ada di kelas memuji ketampanan dan penampilanku. Bukan aku gr, tapi aku mendengar langsung saat mereka ngomong, hanya saja aku pura-pura tak dengar.
Tapi ini, wanita yang aku suka, dia memujiku langsung di hadapanku. Lalu aku harus merespon gimana?
"Ya aku tampan, aku akui itu karena aku ini kan cowok. Kalau kamu bilang aku cantik, baru itu aneh hehe," jawabku mencoba untuk tak menampakkan rasa kegugupanku.
"Ya tapi sebagai cowok, kamu sangat tampan. Bahkan sekelas, kamu yang paling tampan. Kalau aku suka kamu, gimana?" tanyanya.
Jujur aku kaget, semudah itukah dia bilang rasa sukanya terhadapku. Ya Tuhan, aku harus jawab apa. Aku bahkan bukan hanya suka padanya tapi cinta. Tapi, aku tak mungkin jujur akan perasaanku. Aku tak mau siapapun tau tentang perasaanku kecuali Allah yang memang maha tau segalanya.
"Hei, kog diam?" tanyanya.
"Emmm aku gak tau harus jawab apa," jawabku.
"Baiklah, aku ubah pertanyaanku. Kamu suka gak sama aku?" tanyanya lagi. Menurutku, pertanyaan yang ini malah paling sulit untuk aku jawab.
Ya Tuhan, ada apa dengan Nesha. Kenapa dia tiba-tiba menanyakan hal aneh seperti ini.
"Kamu kenapa sih, kayak kaget gitu. Santai aja kali, jika memang kamu gak bisa jawab. Aku gak maksa kog," jawabnya santai sambil meminum kembali Jus melonnya. Seakan-akan pertanyaan dia adalah hal biasa.
"Hahahaha," tiba-tiba dia tertawa membuatku kaget.
"Ada apa?" tanyaku, siapa tau dia lagi kesurupan atau apa.
"Kamu tuh jangan tegang gitu kali, aku kan cuma bercanda. Cuma prank," ujarnya sampai terus tertawa sampai menjadi pusat perhatian orang-orang yang mulai berdatangan ke kantin.
"Gak lucu, lain kali jangan prank masalah seperti itu," kataku kesal.
"Hehe iya, Maaf. Habisnya aku di cuekin sih sama kamu. Kamu terlalu sibuk sama hp kamu, emang kamu lagi nonton apa sih sampai aku di anggurin," ujarnya penasaran.
"Enggak ada. Hanya lihat-lihat aja," jawabky sambil mematikan Hpku dan menaruhnya di saku celana.
Lalu aku minum teh hangat yang sudah mulai dingin. Jujur pertanyaan Nesha tadi terus membekas di benakku. Andai itu kenyataan, sejujurnya aku senang karena Nesha menyukaiku karena itu artinya cintaku tak bertepuk sebelah tangan. Tapi aku selalu sedih, setiap kali ingat, kalau aku dan dia itu berbeda.
Saat aku dan Nesha ngobrol, Alif pun datang sambil membawa beberapa buku novel di tangan kanannya.
Lalu Alif duduk di samping aku, dan tak lama kemudian Shafa pun juga datang. Entah bagaimana mereka bis datang hampir bersamaan seperti in atau mereka itu sehati.
Shafa duduk di samping Nesha yang berhadapan langsung dengan Alif.
Lalu kami pun ngobrol berempat. Tapi entah kenapa aku merasa, kalau Nesha dan Shasha itu kadang sering memperhatikanku. Apakah ini hanya perasaanku aja karena aku merasa kurang nyaman, aku pun mengajak Alif keluar dari kantin dengan alasan kalau aku mau ngajak Alif untuk pergi ke koperasi untuk membeli peralatan kuliah. Padahal mah aku cuma berbohong, tapi biar gak dosa, aku pun tetap beli pulpen disana. Walaupun pulpenku yang beli bulan lalu masih ada dan tersimpan rapi di dalam tas.
Pov Alif Perkenalkan namaku Alif, aku mempunyai sahabat bernama Ilham, dia laki-laki yang sangat baik, tampan, gagah, sholeh, ulet dan cinta akan kebersihan. Dia juga pekerja keras dan punya semangat belajar yang tinggi. Andai aku jadi perempuan, aku pasti mencintainya. Sayangnya aku laki-laki, jadi aku hanya sekedar mengaguminya saja. Beberapa bulan mengenalnya membuat aku mulai mengenal sifat dia, termasuk gerakan tubuhnya yang membuat aku mengerti. Seperti saat ia yang ternyata diam-diam menyukai salah satu teman kami yang tak lain bernama Nesha, sayangnya dia wanita yang berbeda keyakinan dengannya. Walaupun ia tak cerita, namun aku tau ia selalu berperang batin dengan apa yang ia rasakan. Di satu sisi, ia mulai mengenal cinta, bahkan mungkin Nesha merupakan cinta pertama untuknya tapi di sisi lain, ia sadar bahwa mereka tak mungkin bersatu, terlebih ia tak mau mengecewakan kedua orangtuanya yang sudah mengizinkan dirinya untuk kuliah di kota, jauh dari A
Namaku Ilham Alfarizi. Aku lahir di desa terpencil lebih tepatnya di desa Sukamakmur, kecamatan Ajung. Sejak lulus SD, Abi sama Umi memintaku tinggal di pesantren untuk memperdalam ilmu agama karena aku tak mau membuat mereka kecewa. Aku pun menuruti keinginan mereka, di sana aku tidak hanya menuntut ilmu agama, tapi juga ilmu umum.Enam tahun aku hidup di pesantren hingga aku tamat SMA. Dan sejak itu, aku memutuskan untuk berhenti mondok karena aku ingin pergi ke kota, melanjutkan pendidikanku di sana sekalian ingin mencari kerja. Aku ingin hidup mandiri dan tidak melulu bergantung pada orang tua."Abi, Umi, izinkan aku pergi ke kota ya," pintaku memohon."Kenapa harus ke kota, Nak? Di sini banyak kampus-kampus yang mumpuni," ucap Umiku, beliau adalah seorang ibu yang rela mempertaruhkan nyawanya demi melahirkanku ke dunia."Aku ingin mencari pengalaman, Umi. Aku mohon, izinkan anakmu ini mencari ilmu di Kota Surabaya." Aku terus memohon karena kul
Sesampai di kota, aku mencari kos-kosan di dekat kampusku dan syukurlah gak jauh dari kampus, ternyata memang sudah tersedia banyak kos-kosan untuk mahasiswa/i sehingga aku tinggal memilih kos-kosan mana yang akan aku tempati selama berada di kota ini. Dan aku memilih kos-kosan yang gak terlalu sempit tapi juga gak terlalu luas. Harganya juga murah hanya 750 ribu perbulan, tapi lengkap dengan kasur, bantal dua, sama bantal guling satu. Kipas angin, dan lemari baju serta gantungan baju di belakang pintu. Di kamar mandi juga di sediakan gayung untuk mandi sama bak mandi yang cukup besar. Di sebelah kamar tidur, ada meja belajar dan juga kursi belajar serta pel-pelan dan juga sapu untuk menyapu lantai. Setelah aku merasa sangat cocok, aku langsung membayar untuk dua bulan ke depan sebesar satu juta lima ratus rupiah. Ibu kos langsung memberikan kunci kos-kosan padaku. Tak mau membuang waktu, aku langsung menata baju di lemari, lalu menata beb
Keesokan harinya, sehabis salat Shubuh. Aku menyempatkan waktu sebentar untuk lari pagi, lumayan buat merenggangkan ototku agar tak terasa kaku. Setelah merasa cukup lelah, aku memilih berhenti di taman yang tak jauh dari kosanku. Melihat ada toko yang buka, aku pun membeli air putih untuk menghilangkan rasa hausku.Aku sangat menikmati waktuku di taman sambil melihat daerah sekitar, orang-orang yang mau berdagang juga mulai berdatangan untuk mencari rezeki. Kulihat juga ada beberapa orang yang berlari mengitari taman, ada yang push up, sit up, pull up, squat, lunge dan lain sebagainya. Mereka terlihat semangat.Dan itu membuatku juga ingin melakukan hal yang sama, akhirnya aku pilih push up tiga puluh kali, sit up dua puluh kali, Lunge dan terakhir Pull up.Puas berada di taman, aku pun pulang dengan baju kaos yang sudah basah karena keringat. Walaupun terasa sangat capek, tetapi tubuhku terasa lebih segar dan inilah yang aku suka. Memang kalau suda
Setelah mengucapkan terima kasih kepada Shafa. Aku dan Alif langsung turun dari mobilnya. Lalu aku dan Alif berjalanmenuju toko yang menjual berbagai macam gerobak."Mau beli apa, Mas?" tanya karyawan toko ramah."Gerobak Mas," jawabku. Jujur, aku terkekeh dalam hati, gimana gak mau terkekeh coba, lah dia tanya mau beli apa, ya pasti beli gerobak. Tak mungkin beli baju, iya kan? Karena di toko ini hanya jual khusus gerobak aja, tak ada yang lain atau dia tanya seperti itu hanya untuk berbasa-basi ya, biasanya kan emang gitu."Silahkan di pilih, Mas. Di sini ada 32 gerobak dengan model dan tentu dengan harga yang berbeda juga, tergantung kualitas dan kerumitannya saat membuat," ucap karyawan toko mempersilahkan."Kayu yang di pakai buat gerobak ini kayu apa, Mas?" tanya Ilham, ia sedikit tau perihal masalah kayu."Ada yang pakai kayu jati, kayu mahoni, kayu trembesi, kayu jati Belanda, kayu sungkai dan kayu mindi," jawabnya lancar, dia s
Jam tiga sore gerobak telah di kirim ke kosan. Lalu aku dan Alif mulai menata semua peralatan dan perlengkapan di atas gerobak serapi mungkin, agar terlihat enak di pandang mata. Alif juga membuat tulisan mengenai harga roti itu dari yang harga 10 ribu sampai 20 ribu tergantung banyaknya keju, susu dan selai yang mereka minta.Setelah selesai semua, sehabis sholat maghrib, aku dan Alif pun langsung berangkat, aku dan Alif bergantian mendorong gerobak tersebut hingga sampai taman. Aku mencari tempat yang cukup strategis, setelah menemukannya barulah aku dan Alif menetapkan akan jualan di sana. Alif yang teriak-teriak, memanggil orang-orang untuk membeli roti bakar sedangkan aku yang sibuk melayani mereka."Ayo guys, beli, harga murah meriah, rasanya pun jangan di tanya karena yang pasti akan membuat ketagihan. Roti Bakar AI murmer, di coba dulu guys, kalau suka, bisa nambah lagi belinya. Roti bakar ini berbeda dari yang lain, karena selain yang membuatnya seorang laki-l
Satu Minggu telah berlalu. Selama seminggu berturut-turut, setiap malamnya aku dan Alif tak pernah absen jualan roti bakar di taman. Keuntungannya pun lumayan. Setiap uang yang di peroleh di bagi tiga, untuk modal, untukku dan untuk Alif. Aku juga tak hanya jualan ofline tapi juga online untuk menambah penghasilan. Bagi mereka yang malas keluar, bisa memesan lewat online dan nanti ada ojol yang akan menjemputnya dan mengantarkan ke mereka yang memesan. Tentu ongkos kirimnya di tanggung oleh pihak pemesan atau pembeli.Dan kini di Hari Senin, aku dan Ilham pun mulai kuliah. Aku menggunakan celana hitam dan baju kemewa warna putih dan juga sepatu hitam sesuai instruksi yang di terima lewat pesan grup. Ini adalah hari pertama OSPEK, yang merupakan singkatan dari Orientasi Studi dan Pengenalan Kampus yang tujuannya untuk mengenalkan mahasiswa baru tentang dunia perkulihaan. Mahasiswa baru biasanya akan di kenalkan pada istilah-istilah dasar dan sistem diperguruan tinggi.&nb
Hari-hari menjalani ospek di lewati dengan suka cita, tak ada kekerasan fisik, tak ada hukuman berat, tak ada bentakan atau teriakan yang membuat anak maba merasa takut. Bahkan Alif yang tadinya merasa takut menjalani ospek malah sangat menikmatinya. Memang seperti inilah ospek yang sebenarnya bukan membunuh mental para anak maba. Tidak seperti universitas di luaran sana, setiap kali ospek selalu di kasih hukuman yang tak masuk akal, bahkan ada yang sampai mendapatkan kekerasan fisik, di bentak dan lain sebagainya. Entah itu ospek atau ingin mengerjai anak maba, mungkin karena di kasih kepercayaan jadi bisa semena-mena menyiksa anak orang. Memang tak semua kampus kayak gitu, tapi setiap tahun pasti ada yang berjatuhan korban hingga miris liatnya. Entah mereka punya hati nurani apa gak saat menyiksa anak maba. Kita hanya bisa berdoa semoga di jauhkan dari hati yang keras hingga tak punya belas kasih pada orang lain.Setelah satu Minggu menjalani ospek, hari ini adalah ha
Pov Alif Perkenalkan namaku Alif, aku mempunyai sahabat bernama Ilham, dia laki-laki yang sangat baik, tampan, gagah, sholeh, ulet dan cinta akan kebersihan. Dia juga pekerja keras dan punya semangat belajar yang tinggi. Andai aku jadi perempuan, aku pasti mencintainya. Sayangnya aku laki-laki, jadi aku hanya sekedar mengaguminya saja. Beberapa bulan mengenalnya membuat aku mulai mengenal sifat dia, termasuk gerakan tubuhnya yang membuat aku mengerti. Seperti saat ia yang ternyata diam-diam menyukai salah satu teman kami yang tak lain bernama Nesha, sayangnya dia wanita yang berbeda keyakinan dengannya. Walaupun ia tak cerita, namun aku tau ia selalu berperang batin dengan apa yang ia rasakan. Di satu sisi, ia mulai mengenal cinta, bahkan mungkin Nesha merupakan cinta pertama untuknya tapi di sisi lain, ia sadar bahwa mereka tak mungkin bersatu, terlebih ia tak mau mengecewakan kedua orangtuanya yang sudah mengizinkan dirinya untuk kuliah di kota, jauh dari A
Keesokan harinya seperti biasa aku dan Alif berangkat kuliah dengan jalan kaki. Sebelumnya aku dan Alif mampir di Warung Buk Asih untuk sarapan pagi.Setelah berjalan beberapa menit, sampailah aku dan Alif di lingkungan kampus. Mungkin karena masih terlalu pagi, jadi hanya beberapa orang aja yang datang."Lif, ke kantin yuk?" ajakku."Ngapain? Kita kan udah sarapan tadi di Warung Buk Asih," sahutnya."Ya ... kita minum teh aja yuk sambil nunggu temen yang lain datang," jawabku."Aku mau ke perpus aja," balasnya."Ngapain?" tanyaku penasaran."Aku mau cari Novel buat aku baca di kosan nanti. Bosen main game terus," jawabnya."Oh perlu aku temenin?" tanyaku lagi."Enggak usah. Kamu ke kantin aja dulu, nanti setelah aku menemukan novel kesukaanku, aku akan nyamperin kamu," ucapnya."Oke, aku ke kantin dulu kalau gitu," ujarku. Alif pun menganggukkan kepala.Lalu aku dan Alif berpencar, aku ke kiri sedangka
Suka SholawatanJam 8 malam, Nesha datang dengan membawa mobilnya yang biasa ia pakai ke kampus. Kebetulan Alif juga lagi gak ada, ia pergi ke kosan untuk mengambil roti yang kurang dua dus lagi."Hei, gimana laris?" tanyanya sambil duduk di kursi plastik yang aku sediakan. Emang aku menyediakan 5 kursi plastik. Dua di antaranya di pakai untuk aku dan Alif, sedangkan yang tiga untuk pelanggan yang menunggu, biar gak capek berdiri terus, jadi bisa duduk biar lebih nyaman nunggunya."Alhamdulillah, laris," jawabku sambil sibuk membolak-balikkan roti yang ada di atas panggangan, setelah itu aku lanjut memakai mentega di roti yang mau aku bakar. Dan lanjut menaruh selai di tengah-tengah roti yang sudah aku belah jadi dua bagian.Roti yang sudah matang aku angkat lalu aku taruh di kertas minyak yang sudah aku siapkan. Gara-gara tak ada Alif, aku jadi kerepotan sendiri."Gimana pesananku, sudah selesai?" tanyanya lagi."Belum, kurang lima belas bu
Keesokan harinya aku dan Alif pergi jalan-jalan karena besok sudah harus masuk kuliah lagi jadi tak mungkin bisa jalan-jalan kecuali nunggu hari Jumat.Pertama-tama aku dan Alif pergi ke Taman Bungkul naik ojek, sampai ke jalan besar, aku memilih berhenti dan naik Bus Surabaya, aku dan Alif memilih keliling dulu sebelum akhirnya berhenti di dekat Taman Bungkul.Untuk menggunakan Bus Surabaya tak perlu pakai uang, cukup bayar dengan botol bekas. Jadi lumayanlah hemat uang. Untung aku dan Alif setiap beli minuman botol, botolnya gak pernah di buang dan selalu di simpan sehingga bisa di manfaatkan di saat seperti ini.Di Taman Bungkul, kami hanya sebentar, sekitar dua jam saja, lalu lanjut pergi ke Tugu Pahlawan. Di sana, aku bisa menikmati pemandangan yang bagus dan juga bisa melihat-lihat sejarah pahlawan, bahkan jika masuk ke museum, kita bisa melihat berbagai macam peralatan pahlawan yang di simpan baik sampai sekarang.Setelah puas melihat-lihat Tugu Pa
Setelah puas bermain Basket, aku dan Alif pun pamit pulang lebih dulu sedangkan yang lain masih terus bermain entah sampai jam berapa. Sesampai di kos, aku dan Alif masuk ke kamar masing-masing untuk mandi dan salat Ashar karena jam sudah menunjukkan pukul setengah lima sore. Selesai salat, aku masih menyempatkan waktu mengaji walaupun hanya beberapa lembar saja sambil nunggu adzan Maghrib. Setelah adzan Maghrib, aku dan Alif pun bersiap-siap menata dagangan di gerobak, baru setelah itu aku langsung berangkat bareng Alif.Sesampai di taman, aku langsung melayani pelanggan yang ternyata ada dua orang yang sudah menunggu di taman, menunggu roti bakar buatanku karena kata mereka, rasanya sangat enak dan pas di lidah.Sedangkan Alif ia juga ikut membantuku, ia tak perlu lagi teriak-teriak seperti di awal. Karena kini usaha ini juga sudah mulai terkenal di daerah ini."Oh ya, Ham. Ini ada yang order lima orang, katanya mau di ambil setengah jam lagi, ia masih d
Hari berganti hari, Minggu berganti Minggu. Aku dan Nesya semakin hari semakin akrab dan rasa kagumku semakin hari juga semakin membuncah, entah kenapa setiap kali ada di dekatnya aku merasa sangat nyaman sekali.Sedangkan Shafa, ia juga selalu mencari perhatianku, padahal sedikitpun aku tak tertarik dengannya. Aku bahkan sampai merasa gak enak sendiri sama Alif, karena Alif mengatakan padaku, ia menyukainya."Ham, kamu suka kan sama Nesya?" tanyanya waktu itu."Enggak," jawabku berbohong."Kamu mungkin bisa membohongiku, Ham. Tapi kamu tak bisa membohongi diri kamu sendiri. Aku bisa melihat kalau kamu mulai nyaman dengan Nesya begitupun dengan aku. Hanya saja sayangnya cintaku bertepuk sebelah tangan, karena wanita yang aku cintai, ternyata mencintai kamu," balas Alif."Aku gak mau mengurus percintaan dulu, aku ingin fokus kuliah agar bisa membahagiakan orang tuaku, aku juga ingin fokus sama usaha kita, biar bisa maju dan berkembang. Lagian
Hari-hari menjalani ospek di lewati dengan suka cita, tak ada kekerasan fisik, tak ada hukuman berat, tak ada bentakan atau teriakan yang membuat anak maba merasa takut. Bahkan Alif yang tadinya merasa takut menjalani ospek malah sangat menikmatinya. Memang seperti inilah ospek yang sebenarnya bukan membunuh mental para anak maba. Tidak seperti universitas di luaran sana, setiap kali ospek selalu di kasih hukuman yang tak masuk akal, bahkan ada yang sampai mendapatkan kekerasan fisik, di bentak dan lain sebagainya. Entah itu ospek atau ingin mengerjai anak maba, mungkin karena di kasih kepercayaan jadi bisa semena-mena menyiksa anak orang. Memang tak semua kampus kayak gitu, tapi setiap tahun pasti ada yang berjatuhan korban hingga miris liatnya. Entah mereka punya hati nurani apa gak saat menyiksa anak maba. Kita hanya bisa berdoa semoga di jauhkan dari hati yang keras hingga tak punya belas kasih pada orang lain.Setelah satu Minggu menjalani ospek, hari ini adalah ha
Satu Minggu telah berlalu. Selama seminggu berturut-turut, setiap malamnya aku dan Alif tak pernah absen jualan roti bakar di taman. Keuntungannya pun lumayan. Setiap uang yang di peroleh di bagi tiga, untuk modal, untukku dan untuk Alif. Aku juga tak hanya jualan ofline tapi juga online untuk menambah penghasilan. Bagi mereka yang malas keluar, bisa memesan lewat online dan nanti ada ojol yang akan menjemputnya dan mengantarkan ke mereka yang memesan. Tentu ongkos kirimnya di tanggung oleh pihak pemesan atau pembeli.Dan kini di Hari Senin, aku dan Ilham pun mulai kuliah. Aku menggunakan celana hitam dan baju kemewa warna putih dan juga sepatu hitam sesuai instruksi yang di terima lewat pesan grup. Ini adalah hari pertama OSPEK, yang merupakan singkatan dari Orientasi Studi dan Pengenalan Kampus yang tujuannya untuk mengenalkan mahasiswa baru tentang dunia perkulihaan. Mahasiswa baru biasanya akan di kenalkan pada istilah-istilah dasar dan sistem diperguruan tinggi.&nb
Jam tiga sore gerobak telah di kirim ke kosan. Lalu aku dan Alif mulai menata semua peralatan dan perlengkapan di atas gerobak serapi mungkin, agar terlihat enak di pandang mata. Alif juga membuat tulisan mengenai harga roti itu dari yang harga 10 ribu sampai 20 ribu tergantung banyaknya keju, susu dan selai yang mereka minta.Setelah selesai semua, sehabis sholat maghrib, aku dan Alif pun langsung berangkat, aku dan Alif bergantian mendorong gerobak tersebut hingga sampai taman. Aku mencari tempat yang cukup strategis, setelah menemukannya barulah aku dan Alif menetapkan akan jualan di sana. Alif yang teriak-teriak, memanggil orang-orang untuk membeli roti bakar sedangkan aku yang sibuk melayani mereka."Ayo guys, beli, harga murah meriah, rasanya pun jangan di tanya karena yang pasti akan membuat ketagihan. Roti Bakar AI murmer, di coba dulu guys, kalau suka, bisa nambah lagi belinya. Roti bakar ini berbeda dari yang lain, karena selain yang membuatnya seorang laki-l