Sesampai di kota, aku mencari kos-kosan di dekat kampusku dan syukurlah gak jauh dari kampus, ternyata memang sudah tersedia banyak kos-kosan untuk mahasiswa/i sehingga aku tinggal memilih kos-kosan mana yang akan aku tempati selama berada di kota ini.
Dan aku memilih kos-kosan yang gak terlalu sempit tapi juga gak terlalu luas. Harganya juga murah hanya 750 ribu perbulan, tapi lengkap dengan kasur, bantal dua, sama bantal guling satu. Kipas angin, dan lemari baju serta gantungan baju di belakang pintu. Di kamar mandi juga di sediakan gayung untuk mandi sama bak mandi yang cukup besar.
Di sebelah kamar tidur, ada meja belajar dan juga kursi belajar serta pel-pelan dan juga sapu untuk menyapu lantai.
Setelah aku merasa sangat cocok, aku langsung membayar untuk dua bulan ke depan sebesar satu juta lima ratus rupiah.
Ibu kos langsung memberikan kunci kos-kosan padaku. Tak mau membuang waktu, aku langsung menata baju di lemari, lalu menata beberapa buku yang aku bawa dari rumah, sedangkan laptop dan Hp aku taruh di atas meja.
Setelah baju, buku dan yang lainnya sudah aku susun dan aku rapikan, kini aku mulai menyapu lantai.
Terakhir, aku memilih rebahan sejenak untuk melepas rasa lelah. Namun tiba-tiba saja, aku teringat dengan Umi yang pasti menunggu kabar dariku. Aku pun mengambil Hp dan menelfon Umi.
"Assalamualaikum," sapa Umi lebih dulu.
"Waalaikumsalam, Umi." Jawabku lembut.
"Sudah sampai, Nak?" tanyanya seperti sedang mengkhawatirkanku.
"Sudah, Umi. Setengah jam yang lalu," balasku sambil melihat langit-langit rumah.
"Gimana? Kos-kosannya juga sudah nemu?" tanyanya, Umi emang selalu perhatikan padaku. Ia selalu menanyakan sekecil apapun itu.
"Sudah, Umi. Ini sekarang aku lagi nyantai di kos-kosan," jawabku menjawab pertanyaan Umi.
"Syukur Alhamdulillah. Kalau Umi boleh tau, berapa kos-kosan di sana?"
"750 ribu Umi perbulan tapi peralatannya cukup lengkap,"
"Iya sudah yang penting kamu betah disana. Umi dari tadi gak tenang, nunggu telfon dari kamu,"
"Maaf ya Umi, aku baru nelfon. Soalnya setelah turun dari bis aku langsung cari kos-kosan deket kampus. Ternyata di sini banyak kos-kosan, ada yang 300 ribu sampai 1.500.000 perbulan. Aku pilih yang 750 ribu perbulan, kamarnya gak terlalu sempit, tapi gak terlalu luas juga. Tapi isinya cukup lengkap, jadi aku gak perlu beli peralatan lagi,"
"Berapapun harganya yang penting kamu nyaman dengan kos-kosan mu itu,"
"Iya, Umi. Kayaknya aku bakal betah tinggal di sini, rapi dan pas sesuai yang aku inginkan. Aku juga tadi sudah menaruh baju bajuku yang di tas, aku pindahkan ke rak baju semua,"
"Tapi kamu harus belajar hemat ya, Nak. Mungkin Abi dan Umi akan ngirim satu bulan lagi,"
"Enggak usah, Umi. Soalnya di sini aku akan kerja sambil kuliah. Umi dan Abi gak usah ngirim uang buat aku. Aku pengen belajar mandiri, besok sehabis daftar kuliah, aku juga mau cari kerja paruh waktu. Jadi paginya aku bisa kuliah, malamnya aku bisa kerja," jawabku, yang tak mau terus menerus merepotkan Abi dan Umi. Sekarang aku sudah cukup dewasa. InsyaAllah, aku juga bisa mencari uang buat kebutuhanku sendiri, tidak melulu mengandalkan jerih payah orang tua.
"Tapi kamu pasti lelah kalau habis sekolah, masih harus kerja,"
"Gak papa, Umi. Anggap aja aku lagi belajar tanggung jawab untuk diriku sendiri biar nanti juga gak kaget kalau sudah berkeluarga,"
"Iya sudah jika emang itu mau kamu. Ingat ya di kota orang harus rajin sholat, rajib baca quran, jangan sampai kesibukan kamu melalaikan sholat kamu. Dan jangan buat Umi kecewa, jangan bikin ulah, jangan sampai kamu membuat Umi dan Abi menyesal sudah mengizinkan kamu kuliah disana,"
"Iya, Umi."
"Iya sudah Umi matikan dulu ya,"
"Iya, Umi. Assalamualaikum,"
"Waalaikumsalam."
Setelah mematikan Hpku, aku pun menaruh kembali Hp tersebut di atas meja. Lalu aku merebahkan tubuhku lagi di kasur yang empuk, namun baru saja aku mau terlelap. Seseorang mengetuk pintu kamarku. Mau gak mau, aku pun bangun dan membukakan pintu dan aku melihat ada seorang laki laki seusiaku yang berdiri di depan kamarku.
"Maaf ganggu, ini ada kue buat kamu," ucap laki laki tersebut.
"Makasih ya," jawabku tulus sambil menerima kue darinya.
"Iya sama sama, kenalin aku Alif, kamarku tepat berada di samping kamar kamu,"
"Aku Ilham,"
"Salam kenal ya,"
"Iya, kamu gak masuk dulu. Ayo masuk biar bisa saling kenal," ujarku mempersilahkan teman baruku itu untuk masuk ke kamarku. Tak lupa aku juga membukakan pintu kamarku lebar-lebar.
Aku dan Alif duduk di lantai karena memang di ruanganku ini hanya ada kasur. Aku juga belum sempat membeli tikar untuk tempat duduk, karena ini hari pertamaku di sini dan baru beberapa jam. InsyaAllah kalau ada waktu, aku akan beli tikar di pasar karena biasanya kalau di pasar itu harganya lebih murah.
"Kamu sudah lama ngekos, Lif?" tanyaku berusaha sok akrab.
"Baru tiga hari yang lalu," jawab Alif tersenyum.
"Aku fikir udah lama," balasku ikut tersenyum juga.
"Enggak. Kamu kuliah di kampus sini?"
"Iya. Kamu juga?"
"Heem. Aku baru daftar kemarin."
"Tinggal, aku yang belum," jawabku terkekeh.
"Besok biar aku temani," ujarnya.
"Gak ngrepotin kamu nih?" tanyaku, karena aku tak mau ngerepotin teman baruku ini, tak enak rasanya.
"Enggaklah. Lagian aku juga bingung mau ngapain. Soalnya di sini kebanyakan senior, baru kamu yang aku tau mahasiswa baru juga yang kuliah di kampus sini. Lagian juga aku gak terlalu kenal sama mereka. Jadi besok aku nemenin kamu aja deh, dari pada bingung seharian di kosan,"
"Oh ya udah. Tapi besok habis daftar kuliah, aku mau cari kerjaan,"
"Kamu mau kerja?"
"Iya. Aku pengen belajar mandiri, gak harus nunggu kiriman orang tua. Aku pengen kuliah dan membiayai hidupku sendiri selama aku di sini,"
"Wah, aku salut sama kamu. Tapi kenapa gak coba buka usaha sendiri aja, nanti aku bantu kamu,"
"Usaha sendiri ya? Masalahnya aku bingung mau usaha apa."
"Makanan, di sini kan banyak kos-kosan tuh, terus deket kampus, pasti mereka lebih banyak menghabiskan uang buat beli makanan,"
"Makanan apa?" tanyaku. Kalau yang mudah-mudah mungkin aku masih bisa, kalau yang sulit, aku harus belajar lagi kayaknya.
"Kamu bisa masak, enggak?" tanyanya.
"Bisa tapi gak mahir juga sih. Tapi menurutku, kalau jual makanan kayak nasi gitu kurang antep deh karena kan aku jual di malam hari doang, paginya kan aku kuliah. Apa jual roti bakar aja kali ya, itu kan lebih simple. Cuma roti, mentega, selai, coklat, keju, susu, meses. Alatnya juga gak banyak, cuma teflon atau alat pemanggang roti, sama kompor dan pegangan buat bolak balik rotinya nanti kalau udah agak kecoklatan,"
"Nah itu, aku setuju. Nanti aku jadi karyawan kamu ya,"
"Kenapa harus jadi karyawan, kita bisa kerja sama kalau kamu mau,"
"Baiklah kita kerjasama, jangan lupa beli gerobak biar enak bisa bawa kesana-kemari,"
"Harga gerobaknya yang mahal, paling murah setauku sih 1.500.000,"
"Ya gak papa kita bisa patungan, buat beli berobat, alat-alat dan yang lainnya,"
"Baiklah aku setuju."
"Jadi mulai kapan kita jualan?"
"Gimana kalau mulai besok malam. Lebih cepat lebih baik, besok habis daftar kuliah, langsung pergi ke toko buat semuanya, malamnya bisa langsung jualan,"
"Baiklah, semoga usaha yang akan kita jalani berkah ya dan bisa membantu memenuhi kebutuhan kita di sini. Syukur-syukur kalau bisa nabung dan ngirim uang ke orang tua,"
"Aamiin. Yang penting jangan lupa doa dan sedekah, karena usaha aja, kurang mantap,"
"Hehe iya kamu benar."
Aku dan Alif terus saja membahas usaha yang akan kami lakukan bersama. Walau aku baru kenal dengannya, tapi sudah membuatku dan Alif sangat akrab, mungkin karena dia seumuran denganku dan sama sama mahasiswa baru.
"Oh ya bay the way kamu ambil jurusan apa?" tanya Alif.
"Manajemen bisnis. Kamu sendiri?"
"Sama aku juga manajemen bisnis, tadinya sih mau ambil akuntansi tapi gak jadi. Berarti nanti kita sekelas ya,"
"Iya," Jawabku senang, karena ada teman satu jurusan dan kamarnya pun bersebelahan.
"Syukurlah kalau nanti ada tugas kan kita bisa belajar bersama, kita bisa saling menjelaskan satu sama lain jika ada di antara kita yang tidak ngerti,"
"Yup, kamu bener banget."
Aku dan Alif pun tertawa bersama, mengobrol apa saja dari usaha, kuliah dan yang lainnya hingga tak terasa sudah dua jam lebih.
Setelah itu, Alif pun pamit ke kamarnya yang ada di samping kamarku. Mungkin Alif tau kalau aku juga butuh istirahat dan ia gak mau menggangguku terlalu lama. Walaupun sebenarnya, sedikitpun aku merasa tidak terganggu sama sekali, malah aku senang mendapatkan teman, satu jurusan dan mau berjuang bersama untuk membuka usaha Tapi tetep aja, mungkin Alif merasa tak enak hati.
Keesokan harinya, sehabis salat Shubuh. Aku menyempatkan waktu sebentar untuk lari pagi, lumayan buat merenggangkan ototku agar tak terasa kaku. Setelah merasa cukup lelah, aku memilih berhenti di taman yang tak jauh dari kosanku. Melihat ada toko yang buka, aku pun membeli air putih untuk menghilangkan rasa hausku.Aku sangat menikmati waktuku di taman sambil melihat daerah sekitar, orang-orang yang mau berdagang juga mulai berdatangan untuk mencari rezeki. Kulihat juga ada beberapa orang yang berlari mengitari taman, ada yang push up, sit up, pull up, squat, lunge dan lain sebagainya. Mereka terlihat semangat.Dan itu membuatku juga ingin melakukan hal yang sama, akhirnya aku pilih push up tiga puluh kali, sit up dua puluh kali, Lunge dan terakhir Pull up.Puas berada di taman, aku pun pulang dengan baju kaos yang sudah basah karena keringat. Walaupun terasa sangat capek, tetapi tubuhku terasa lebih segar dan inilah yang aku suka. Memang kalau suda
Setelah mengucapkan terima kasih kepada Shafa. Aku dan Alif langsung turun dari mobilnya. Lalu aku dan Alif berjalanmenuju toko yang menjual berbagai macam gerobak."Mau beli apa, Mas?" tanya karyawan toko ramah."Gerobak Mas," jawabku. Jujur, aku terkekeh dalam hati, gimana gak mau terkekeh coba, lah dia tanya mau beli apa, ya pasti beli gerobak. Tak mungkin beli baju, iya kan? Karena di toko ini hanya jual khusus gerobak aja, tak ada yang lain atau dia tanya seperti itu hanya untuk berbasa-basi ya, biasanya kan emang gitu."Silahkan di pilih, Mas. Di sini ada 32 gerobak dengan model dan tentu dengan harga yang berbeda juga, tergantung kualitas dan kerumitannya saat membuat," ucap karyawan toko mempersilahkan."Kayu yang di pakai buat gerobak ini kayu apa, Mas?" tanya Ilham, ia sedikit tau perihal masalah kayu."Ada yang pakai kayu jati, kayu mahoni, kayu trembesi, kayu jati Belanda, kayu sungkai dan kayu mindi," jawabnya lancar, dia s
Jam tiga sore gerobak telah di kirim ke kosan. Lalu aku dan Alif mulai menata semua peralatan dan perlengkapan di atas gerobak serapi mungkin, agar terlihat enak di pandang mata. Alif juga membuat tulisan mengenai harga roti itu dari yang harga 10 ribu sampai 20 ribu tergantung banyaknya keju, susu dan selai yang mereka minta.Setelah selesai semua, sehabis sholat maghrib, aku dan Alif pun langsung berangkat, aku dan Alif bergantian mendorong gerobak tersebut hingga sampai taman. Aku mencari tempat yang cukup strategis, setelah menemukannya barulah aku dan Alif menetapkan akan jualan di sana. Alif yang teriak-teriak, memanggil orang-orang untuk membeli roti bakar sedangkan aku yang sibuk melayani mereka."Ayo guys, beli, harga murah meriah, rasanya pun jangan di tanya karena yang pasti akan membuat ketagihan. Roti Bakar AI murmer, di coba dulu guys, kalau suka, bisa nambah lagi belinya. Roti bakar ini berbeda dari yang lain, karena selain yang membuatnya seorang laki-l
Satu Minggu telah berlalu. Selama seminggu berturut-turut, setiap malamnya aku dan Alif tak pernah absen jualan roti bakar di taman. Keuntungannya pun lumayan. Setiap uang yang di peroleh di bagi tiga, untuk modal, untukku dan untuk Alif. Aku juga tak hanya jualan ofline tapi juga online untuk menambah penghasilan. Bagi mereka yang malas keluar, bisa memesan lewat online dan nanti ada ojol yang akan menjemputnya dan mengantarkan ke mereka yang memesan. Tentu ongkos kirimnya di tanggung oleh pihak pemesan atau pembeli.Dan kini di Hari Senin, aku dan Ilham pun mulai kuliah. Aku menggunakan celana hitam dan baju kemewa warna putih dan juga sepatu hitam sesuai instruksi yang di terima lewat pesan grup. Ini adalah hari pertama OSPEK, yang merupakan singkatan dari Orientasi Studi dan Pengenalan Kampus yang tujuannya untuk mengenalkan mahasiswa baru tentang dunia perkulihaan. Mahasiswa baru biasanya akan di kenalkan pada istilah-istilah dasar dan sistem diperguruan tinggi.&nb
Hari-hari menjalani ospek di lewati dengan suka cita, tak ada kekerasan fisik, tak ada hukuman berat, tak ada bentakan atau teriakan yang membuat anak maba merasa takut. Bahkan Alif yang tadinya merasa takut menjalani ospek malah sangat menikmatinya. Memang seperti inilah ospek yang sebenarnya bukan membunuh mental para anak maba. Tidak seperti universitas di luaran sana, setiap kali ospek selalu di kasih hukuman yang tak masuk akal, bahkan ada yang sampai mendapatkan kekerasan fisik, di bentak dan lain sebagainya. Entah itu ospek atau ingin mengerjai anak maba, mungkin karena di kasih kepercayaan jadi bisa semena-mena menyiksa anak orang. Memang tak semua kampus kayak gitu, tapi setiap tahun pasti ada yang berjatuhan korban hingga miris liatnya. Entah mereka punya hati nurani apa gak saat menyiksa anak maba. Kita hanya bisa berdoa semoga di jauhkan dari hati yang keras hingga tak punya belas kasih pada orang lain.Setelah satu Minggu menjalani ospek, hari ini adalah ha
Hari berganti hari, Minggu berganti Minggu. Aku dan Nesya semakin hari semakin akrab dan rasa kagumku semakin hari juga semakin membuncah, entah kenapa setiap kali ada di dekatnya aku merasa sangat nyaman sekali.Sedangkan Shafa, ia juga selalu mencari perhatianku, padahal sedikitpun aku tak tertarik dengannya. Aku bahkan sampai merasa gak enak sendiri sama Alif, karena Alif mengatakan padaku, ia menyukainya."Ham, kamu suka kan sama Nesya?" tanyanya waktu itu."Enggak," jawabku berbohong."Kamu mungkin bisa membohongiku, Ham. Tapi kamu tak bisa membohongi diri kamu sendiri. Aku bisa melihat kalau kamu mulai nyaman dengan Nesya begitupun dengan aku. Hanya saja sayangnya cintaku bertepuk sebelah tangan, karena wanita yang aku cintai, ternyata mencintai kamu," balas Alif."Aku gak mau mengurus percintaan dulu, aku ingin fokus kuliah agar bisa membahagiakan orang tuaku, aku juga ingin fokus sama usaha kita, biar bisa maju dan berkembang. Lagian
Setelah puas bermain Basket, aku dan Alif pun pamit pulang lebih dulu sedangkan yang lain masih terus bermain entah sampai jam berapa. Sesampai di kos, aku dan Alif masuk ke kamar masing-masing untuk mandi dan salat Ashar karena jam sudah menunjukkan pukul setengah lima sore. Selesai salat, aku masih menyempatkan waktu mengaji walaupun hanya beberapa lembar saja sambil nunggu adzan Maghrib. Setelah adzan Maghrib, aku dan Alif pun bersiap-siap menata dagangan di gerobak, baru setelah itu aku langsung berangkat bareng Alif.Sesampai di taman, aku langsung melayani pelanggan yang ternyata ada dua orang yang sudah menunggu di taman, menunggu roti bakar buatanku karena kata mereka, rasanya sangat enak dan pas di lidah.Sedangkan Alif ia juga ikut membantuku, ia tak perlu lagi teriak-teriak seperti di awal. Karena kini usaha ini juga sudah mulai terkenal di daerah ini."Oh ya, Ham. Ini ada yang order lima orang, katanya mau di ambil setengah jam lagi, ia masih d
Keesokan harinya aku dan Alif pergi jalan-jalan karena besok sudah harus masuk kuliah lagi jadi tak mungkin bisa jalan-jalan kecuali nunggu hari Jumat.Pertama-tama aku dan Alif pergi ke Taman Bungkul naik ojek, sampai ke jalan besar, aku memilih berhenti dan naik Bus Surabaya, aku dan Alif memilih keliling dulu sebelum akhirnya berhenti di dekat Taman Bungkul.Untuk menggunakan Bus Surabaya tak perlu pakai uang, cukup bayar dengan botol bekas. Jadi lumayanlah hemat uang. Untung aku dan Alif setiap beli minuman botol, botolnya gak pernah di buang dan selalu di simpan sehingga bisa di manfaatkan di saat seperti ini.Di Taman Bungkul, kami hanya sebentar, sekitar dua jam saja, lalu lanjut pergi ke Tugu Pahlawan. Di sana, aku bisa menikmati pemandangan yang bagus dan juga bisa melihat-lihat sejarah pahlawan, bahkan jika masuk ke museum, kita bisa melihat berbagai macam peralatan pahlawan yang di simpan baik sampai sekarang.Setelah puas melihat-lihat Tugu Pa
Pov Alif Perkenalkan namaku Alif, aku mempunyai sahabat bernama Ilham, dia laki-laki yang sangat baik, tampan, gagah, sholeh, ulet dan cinta akan kebersihan. Dia juga pekerja keras dan punya semangat belajar yang tinggi. Andai aku jadi perempuan, aku pasti mencintainya. Sayangnya aku laki-laki, jadi aku hanya sekedar mengaguminya saja. Beberapa bulan mengenalnya membuat aku mulai mengenal sifat dia, termasuk gerakan tubuhnya yang membuat aku mengerti. Seperti saat ia yang ternyata diam-diam menyukai salah satu teman kami yang tak lain bernama Nesha, sayangnya dia wanita yang berbeda keyakinan dengannya. Walaupun ia tak cerita, namun aku tau ia selalu berperang batin dengan apa yang ia rasakan. Di satu sisi, ia mulai mengenal cinta, bahkan mungkin Nesha merupakan cinta pertama untuknya tapi di sisi lain, ia sadar bahwa mereka tak mungkin bersatu, terlebih ia tak mau mengecewakan kedua orangtuanya yang sudah mengizinkan dirinya untuk kuliah di kota, jauh dari A
Keesokan harinya seperti biasa aku dan Alif berangkat kuliah dengan jalan kaki. Sebelumnya aku dan Alif mampir di Warung Buk Asih untuk sarapan pagi.Setelah berjalan beberapa menit, sampailah aku dan Alif di lingkungan kampus. Mungkin karena masih terlalu pagi, jadi hanya beberapa orang aja yang datang."Lif, ke kantin yuk?" ajakku."Ngapain? Kita kan udah sarapan tadi di Warung Buk Asih," sahutnya."Ya ... kita minum teh aja yuk sambil nunggu temen yang lain datang," jawabku."Aku mau ke perpus aja," balasnya."Ngapain?" tanyaku penasaran."Aku mau cari Novel buat aku baca di kosan nanti. Bosen main game terus," jawabnya."Oh perlu aku temenin?" tanyaku lagi."Enggak usah. Kamu ke kantin aja dulu, nanti setelah aku menemukan novel kesukaanku, aku akan nyamperin kamu," ucapnya."Oke, aku ke kantin dulu kalau gitu," ujarku. Alif pun menganggukkan kepala.Lalu aku dan Alif berpencar, aku ke kiri sedangka
Suka SholawatanJam 8 malam, Nesha datang dengan membawa mobilnya yang biasa ia pakai ke kampus. Kebetulan Alif juga lagi gak ada, ia pergi ke kosan untuk mengambil roti yang kurang dua dus lagi."Hei, gimana laris?" tanyanya sambil duduk di kursi plastik yang aku sediakan. Emang aku menyediakan 5 kursi plastik. Dua di antaranya di pakai untuk aku dan Alif, sedangkan yang tiga untuk pelanggan yang menunggu, biar gak capek berdiri terus, jadi bisa duduk biar lebih nyaman nunggunya."Alhamdulillah, laris," jawabku sambil sibuk membolak-balikkan roti yang ada di atas panggangan, setelah itu aku lanjut memakai mentega di roti yang mau aku bakar. Dan lanjut menaruh selai di tengah-tengah roti yang sudah aku belah jadi dua bagian.Roti yang sudah matang aku angkat lalu aku taruh di kertas minyak yang sudah aku siapkan. Gara-gara tak ada Alif, aku jadi kerepotan sendiri."Gimana pesananku, sudah selesai?" tanyanya lagi."Belum, kurang lima belas bu
Keesokan harinya aku dan Alif pergi jalan-jalan karena besok sudah harus masuk kuliah lagi jadi tak mungkin bisa jalan-jalan kecuali nunggu hari Jumat.Pertama-tama aku dan Alif pergi ke Taman Bungkul naik ojek, sampai ke jalan besar, aku memilih berhenti dan naik Bus Surabaya, aku dan Alif memilih keliling dulu sebelum akhirnya berhenti di dekat Taman Bungkul.Untuk menggunakan Bus Surabaya tak perlu pakai uang, cukup bayar dengan botol bekas. Jadi lumayanlah hemat uang. Untung aku dan Alif setiap beli minuman botol, botolnya gak pernah di buang dan selalu di simpan sehingga bisa di manfaatkan di saat seperti ini.Di Taman Bungkul, kami hanya sebentar, sekitar dua jam saja, lalu lanjut pergi ke Tugu Pahlawan. Di sana, aku bisa menikmati pemandangan yang bagus dan juga bisa melihat-lihat sejarah pahlawan, bahkan jika masuk ke museum, kita bisa melihat berbagai macam peralatan pahlawan yang di simpan baik sampai sekarang.Setelah puas melihat-lihat Tugu Pa
Setelah puas bermain Basket, aku dan Alif pun pamit pulang lebih dulu sedangkan yang lain masih terus bermain entah sampai jam berapa. Sesampai di kos, aku dan Alif masuk ke kamar masing-masing untuk mandi dan salat Ashar karena jam sudah menunjukkan pukul setengah lima sore. Selesai salat, aku masih menyempatkan waktu mengaji walaupun hanya beberapa lembar saja sambil nunggu adzan Maghrib. Setelah adzan Maghrib, aku dan Alif pun bersiap-siap menata dagangan di gerobak, baru setelah itu aku langsung berangkat bareng Alif.Sesampai di taman, aku langsung melayani pelanggan yang ternyata ada dua orang yang sudah menunggu di taman, menunggu roti bakar buatanku karena kata mereka, rasanya sangat enak dan pas di lidah.Sedangkan Alif ia juga ikut membantuku, ia tak perlu lagi teriak-teriak seperti di awal. Karena kini usaha ini juga sudah mulai terkenal di daerah ini."Oh ya, Ham. Ini ada yang order lima orang, katanya mau di ambil setengah jam lagi, ia masih d
Hari berganti hari, Minggu berganti Minggu. Aku dan Nesya semakin hari semakin akrab dan rasa kagumku semakin hari juga semakin membuncah, entah kenapa setiap kali ada di dekatnya aku merasa sangat nyaman sekali.Sedangkan Shafa, ia juga selalu mencari perhatianku, padahal sedikitpun aku tak tertarik dengannya. Aku bahkan sampai merasa gak enak sendiri sama Alif, karena Alif mengatakan padaku, ia menyukainya."Ham, kamu suka kan sama Nesya?" tanyanya waktu itu."Enggak," jawabku berbohong."Kamu mungkin bisa membohongiku, Ham. Tapi kamu tak bisa membohongi diri kamu sendiri. Aku bisa melihat kalau kamu mulai nyaman dengan Nesya begitupun dengan aku. Hanya saja sayangnya cintaku bertepuk sebelah tangan, karena wanita yang aku cintai, ternyata mencintai kamu," balas Alif."Aku gak mau mengurus percintaan dulu, aku ingin fokus kuliah agar bisa membahagiakan orang tuaku, aku juga ingin fokus sama usaha kita, biar bisa maju dan berkembang. Lagian
Hari-hari menjalani ospek di lewati dengan suka cita, tak ada kekerasan fisik, tak ada hukuman berat, tak ada bentakan atau teriakan yang membuat anak maba merasa takut. Bahkan Alif yang tadinya merasa takut menjalani ospek malah sangat menikmatinya. Memang seperti inilah ospek yang sebenarnya bukan membunuh mental para anak maba. Tidak seperti universitas di luaran sana, setiap kali ospek selalu di kasih hukuman yang tak masuk akal, bahkan ada yang sampai mendapatkan kekerasan fisik, di bentak dan lain sebagainya. Entah itu ospek atau ingin mengerjai anak maba, mungkin karena di kasih kepercayaan jadi bisa semena-mena menyiksa anak orang. Memang tak semua kampus kayak gitu, tapi setiap tahun pasti ada yang berjatuhan korban hingga miris liatnya. Entah mereka punya hati nurani apa gak saat menyiksa anak maba. Kita hanya bisa berdoa semoga di jauhkan dari hati yang keras hingga tak punya belas kasih pada orang lain.Setelah satu Minggu menjalani ospek, hari ini adalah ha
Satu Minggu telah berlalu. Selama seminggu berturut-turut, setiap malamnya aku dan Alif tak pernah absen jualan roti bakar di taman. Keuntungannya pun lumayan. Setiap uang yang di peroleh di bagi tiga, untuk modal, untukku dan untuk Alif. Aku juga tak hanya jualan ofline tapi juga online untuk menambah penghasilan. Bagi mereka yang malas keluar, bisa memesan lewat online dan nanti ada ojol yang akan menjemputnya dan mengantarkan ke mereka yang memesan. Tentu ongkos kirimnya di tanggung oleh pihak pemesan atau pembeli.Dan kini di Hari Senin, aku dan Ilham pun mulai kuliah. Aku menggunakan celana hitam dan baju kemewa warna putih dan juga sepatu hitam sesuai instruksi yang di terima lewat pesan grup. Ini adalah hari pertama OSPEK, yang merupakan singkatan dari Orientasi Studi dan Pengenalan Kampus yang tujuannya untuk mengenalkan mahasiswa baru tentang dunia perkulihaan. Mahasiswa baru biasanya akan di kenalkan pada istilah-istilah dasar dan sistem diperguruan tinggi.&nb
Jam tiga sore gerobak telah di kirim ke kosan. Lalu aku dan Alif mulai menata semua peralatan dan perlengkapan di atas gerobak serapi mungkin, agar terlihat enak di pandang mata. Alif juga membuat tulisan mengenai harga roti itu dari yang harga 10 ribu sampai 20 ribu tergantung banyaknya keju, susu dan selai yang mereka minta.Setelah selesai semua, sehabis sholat maghrib, aku dan Alif pun langsung berangkat, aku dan Alif bergantian mendorong gerobak tersebut hingga sampai taman. Aku mencari tempat yang cukup strategis, setelah menemukannya barulah aku dan Alif menetapkan akan jualan di sana. Alif yang teriak-teriak, memanggil orang-orang untuk membeli roti bakar sedangkan aku yang sibuk melayani mereka."Ayo guys, beli, harga murah meriah, rasanya pun jangan di tanya karena yang pasti akan membuat ketagihan. Roti Bakar AI murmer, di coba dulu guys, kalau suka, bisa nambah lagi belinya. Roti bakar ini berbeda dari yang lain, karena selain yang membuatnya seorang laki-l