Satu Minggu telah berlalu. Selama seminggu berturut-turut, setiap malamnya aku dan Alif tak pernah absen jualan roti bakar di taman. Keuntungannya pun lumayan. Setiap uang yang di peroleh di bagi tiga, untuk modal, untukku dan untuk Alif. Aku juga tak hanya jualan ofline tapi juga online untuk menambah penghasilan. Bagi mereka yang malas keluar, bisa memesan lewat online dan nanti ada ojol yang akan menjemputnya dan mengantarkan ke mereka yang memesan. Tentu ongkos kirimnya di tanggung oleh pihak pemesan atau pembeli.
Dan kini di Hari Senin, aku dan Ilham pun mulai kuliah. Aku menggunakan celana hitam dan baju kemewa warna putih dan juga sepatu hitam sesuai instruksi yang di terima lewat pesan grup. Ini adalah hari pertama OSPEK, yang merupakan singkatan dari Orientasi Studi dan Pengenalan Kampus yang tujuannya untuk mengenalkan mahasiswa baru tentang dunia perkulihaan. Mahasiswa baru biasanya akan di kenalkan pada istilah-istilah dasar dan sistem diperguruan tinggi.
"Ham, kamu sudah selesai, belum?" tanya Alif dari luar pintu. Aku yang baru selesai sholat dhuha pun langsung menyahutnya.
"Sudah, bentar lagi aku keluar," jawabku sambil melipat sejadah dan mengambil tas yang hanya berisi pulpen dan buku. Setelah selesai, aku segera keluar dari kamar kosku. Tak lupa aku mengunci pintu agar tak ada orang lain yang masuk sembarangan ke kamarku.
"Wuih, cakep benar dah kamu, Ham. Kayak model tau gak," baru juga keluar, Alif langsung memujiku.
"Kamu itu selalu berlebihan kalau muji orang. Ayo berangkat, nanti kita telat," ajakku setelah selesai mengunci pintu. Aku dan Alif pun berjalan keluar dari kos-kosan dan pergi menuju kampus yang tak jauh dari kosan. Aku juga tak perlu naik angkot atau ojek, tapi cukup jalan kaki sekalian olah raga pagi agar sehat.
"Kenapa ya harus ada ospek segala, padahal juga aku sudah tau semuanya," gerutu Alif yang masih di dengar olehku.
"Emang kamu tau dari mana?" tanyaku.
"Dari peramban hehe," jawab Alif tersenyum.
"Ya ampun, tak fikir dari mana. Memang sih, bukan cuma kamu aja yang tau mengenai kampus itu, karena aku pun juga sudah membacanya di peramban. Cuman kan info yang ada di peramban itu hanya info-info formal aja. Iya gak sih? Sedangkan kita kan juga butuh informasi informalnya, seperti bagaimana kita lulus di kelasnya Dosen yang katanya killer. Lalu dimana lokasi warteg yang enak tapi murah di dekat kampus, dan banyak hal-hal kecil lainnya yang harus kita ketahui melalui ospek ini. Kalau kita sudah faham, sebagai anak maba tentu kita gak akan kebingungan lagi seperti anak ayam yang kehilangan induknya hehe," tuturku menjelakan.
"Iya juga sih, cuman kadang aku takut kalau ospek. Soalnya aku lihat di youtube, ada yang sampai di siksa layaknya binatang, ngeri aku lihatnya," balasnya. Aku hanya terkekeh mendengarnya. Aku tak menyangka kalau Alif takut ospek gara-gara lihat ospek di youtube.
"Tapi kan gak semua kampus kayak gitu, hanya kampus tertentu aja. Dan setau aku dikampus kita, gak ada ospek yang sampai menyakiti anak maba, paling cuma tugas-tugas yang cukup aneh dan dengan deadline yang super cepat. Tapi tenang aja, walaupun kita gak sampai menyelesaikan tepat waktu, paling hukumannya cuma nyanyi di depan anak-anak dan menyatakan cinta pada kakak senior. Itu sih yang aku baca di peramban dan juga baca di beberapa comen yang ada di IG karena kebetulan aku juga follow kampus kita,"
"Wah kayaknya pengetahuan kamu lebih banyak dari aku ya," puji Alif.
"Iya gak juga sih dan yang paling penting kita itu harus dekat dengan senior senior kita," ucapku memberitahu.
"Kenapa harus dekat sama mereka, buat cari perhatian tah?" tebak Alif.
"Astaga kenapa harus cari perhatian, bukanlah. Dekat dengan senior itu seperti kita menemukan barang berharga, karena kita akan banyak mendapatkan ilmu informal dari mereka seperti cara menguasai mata kuliah tertentu, cara ngadepin dosen galak, info lowongan magang dan sebagainya. Mereka juga bisa bantu kita seperti minjemin buku yang kita butuhkan,"
"Oh gitu, aku malah gak kefikiran ke sana sama sekali. Yang aku fikirkan masalah ospek dan nanti setelah kuliah gimana hehe,"
"Hemm, kalau kata orang-orang sekarang 'mainmu kurang jauh'," ujarku tertawa.
Karena keasyikan ngobrol, tak terasa aku dan Alif pun sudah sampai di depan kampus. Dan tiba-tiba seseorang datang menghampiri.
"Alif, Ilham, aku nunggu kalian dari tadi," sapa Shafa.
"Kenapa nungguin kita?" tanya Alif dengan wajah yang langsung ceria. Mungkin ia senang karena Shafa menunggu dirinya dari tadi.
"Aku gak punya teman dan aku kan cuma kenal kalian," jawab Shafa malu-malu.
"Kenapa gak kenalanan dulu sama mereka?" tanya Alif lagi.
"Aku malu," balasnya tersenyum.
"Enggak boleh malu. Kalau malu, malah nanti susah dapat temen,"
"Tapi aku gak tau caranya kenalan sama mereka?" ujarnya memberitahu. Ternyata selain pemalu, Shafa juga orang yang susah berkomunikasi dengan orang lain.
"Iya sudah untuk sementara waktu, kamu sama kami aja. Tapi apa gak masalah kamu punya temen cowok?" tanya Alif. Sedangkan aku hanya diam dan mendengarkan percakapan mereka.
"Aku gak masalah kog," jawabnya berusaha meyakinkan Alif.
"Iya sudah, ayo masuk," ajak Alif.
Aku, Alif dan Shafa pun masuk ke lingkungan kampus, lebih tepatnya di tengah-tengah lapangan dan bergabung sama yang lain. Dan tak lama kemudian, kakak senior yang berjumlah 24 orang datang dan mulai menyuruh semua anak maba untuk berbaris yang rapi.
Setelah itu, kaka senior itu pun mulai memperkenalkan diri masing-masing. Selanjutnya, kakak osis itu secara bergantian memberitahu tata tertip yang akan di lakukan selama beberapa hari ke depan selama ospek berlangsung. Setelah selesai menjelaskan, barulah kakak senior itu memperkenalkan sejarah berdirinya kampus dan juga mulai memberitahu tata letak kampus itu agar tak ada yang kebingungan jika mau ke kamar mandi, mau ke perpus, mau ke kantin dan lain sebagainya. Mereka juga menjelaskan visi misi kampus ini dan yang terakhir ada permainan kecil yang di buat berkelompok, dimana satu kelompok berisi 4 orang.
Aku, Alif dan Shafa yang baru tiga orang, merasa bingung karena kurang satu orang lagi tapi untunglah tak lama kemudian, ada wanita cantik dengan rambut sebahu menghampirinya.
"Boleh gak aku gabung sama kalian?" tanyanya dengan suara merdu.
"Gila, cantik banget," gumamku dalam hati.
"Boleh, nama kamu siapa?" tanya Alif biasa aja, walaupun tadi sempat kagum juga dengan kecantikan wanita tersebut, namun setelah memandang ke arah Shafa, rasa kagum itu menjadi biasa aja, beda denganku yang merasa salting.
"Nama aku Nesya," jawabnya tersenyum manis, dan lagi-lagi itu mampu menghipnotisku. Alif yang melihat ke arah arahku, langsung menyenggolnya.
"Biasa aja dong liatnya," sindir Alif membuatku malu dan menundukkan kepala lagi.
Akhirnya Nesha pun bergabung dengan kelompokku dan kami siap untuk menerima tugas yang di berikan oleh kakak senior.
Memang benar kata pepatah, untuk kita menganggumi seseorang hanya cukup satu detik saja.
Akankah rasa kagum itu menjadi rasa suka atau lebih parahnya berubah menjadi rasa cinta? hanya waktu yang bisa menjawabnya.
Hari-hari menjalani ospek di lewati dengan suka cita, tak ada kekerasan fisik, tak ada hukuman berat, tak ada bentakan atau teriakan yang membuat anak maba merasa takut. Bahkan Alif yang tadinya merasa takut menjalani ospek malah sangat menikmatinya. Memang seperti inilah ospek yang sebenarnya bukan membunuh mental para anak maba. Tidak seperti universitas di luaran sana, setiap kali ospek selalu di kasih hukuman yang tak masuk akal, bahkan ada yang sampai mendapatkan kekerasan fisik, di bentak dan lain sebagainya. Entah itu ospek atau ingin mengerjai anak maba, mungkin karena di kasih kepercayaan jadi bisa semena-mena menyiksa anak orang. Memang tak semua kampus kayak gitu, tapi setiap tahun pasti ada yang berjatuhan korban hingga miris liatnya. Entah mereka punya hati nurani apa gak saat menyiksa anak maba. Kita hanya bisa berdoa semoga di jauhkan dari hati yang keras hingga tak punya belas kasih pada orang lain.Setelah satu Minggu menjalani ospek, hari ini adalah ha
Hari berganti hari, Minggu berganti Minggu. Aku dan Nesya semakin hari semakin akrab dan rasa kagumku semakin hari juga semakin membuncah, entah kenapa setiap kali ada di dekatnya aku merasa sangat nyaman sekali.Sedangkan Shafa, ia juga selalu mencari perhatianku, padahal sedikitpun aku tak tertarik dengannya. Aku bahkan sampai merasa gak enak sendiri sama Alif, karena Alif mengatakan padaku, ia menyukainya."Ham, kamu suka kan sama Nesya?" tanyanya waktu itu."Enggak," jawabku berbohong."Kamu mungkin bisa membohongiku, Ham. Tapi kamu tak bisa membohongi diri kamu sendiri. Aku bisa melihat kalau kamu mulai nyaman dengan Nesya begitupun dengan aku. Hanya saja sayangnya cintaku bertepuk sebelah tangan, karena wanita yang aku cintai, ternyata mencintai kamu," balas Alif."Aku gak mau mengurus percintaan dulu, aku ingin fokus kuliah agar bisa membahagiakan orang tuaku, aku juga ingin fokus sama usaha kita, biar bisa maju dan berkembang. Lagian
Setelah puas bermain Basket, aku dan Alif pun pamit pulang lebih dulu sedangkan yang lain masih terus bermain entah sampai jam berapa. Sesampai di kos, aku dan Alif masuk ke kamar masing-masing untuk mandi dan salat Ashar karena jam sudah menunjukkan pukul setengah lima sore. Selesai salat, aku masih menyempatkan waktu mengaji walaupun hanya beberapa lembar saja sambil nunggu adzan Maghrib. Setelah adzan Maghrib, aku dan Alif pun bersiap-siap menata dagangan di gerobak, baru setelah itu aku langsung berangkat bareng Alif.Sesampai di taman, aku langsung melayani pelanggan yang ternyata ada dua orang yang sudah menunggu di taman, menunggu roti bakar buatanku karena kata mereka, rasanya sangat enak dan pas di lidah.Sedangkan Alif ia juga ikut membantuku, ia tak perlu lagi teriak-teriak seperti di awal. Karena kini usaha ini juga sudah mulai terkenal di daerah ini."Oh ya, Ham. Ini ada yang order lima orang, katanya mau di ambil setengah jam lagi, ia masih d
Keesokan harinya aku dan Alif pergi jalan-jalan karena besok sudah harus masuk kuliah lagi jadi tak mungkin bisa jalan-jalan kecuali nunggu hari Jumat.Pertama-tama aku dan Alif pergi ke Taman Bungkul naik ojek, sampai ke jalan besar, aku memilih berhenti dan naik Bus Surabaya, aku dan Alif memilih keliling dulu sebelum akhirnya berhenti di dekat Taman Bungkul.Untuk menggunakan Bus Surabaya tak perlu pakai uang, cukup bayar dengan botol bekas. Jadi lumayanlah hemat uang. Untung aku dan Alif setiap beli minuman botol, botolnya gak pernah di buang dan selalu di simpan sehingga bisa di manfaatkan di saat seperti ini.Di Taman Bungkul, kami hanya sebentar, sekitar dua jam saja, lalu lanjut pergi ke Tugu Pahlawan. Di sana, aku bisa menikmati pemandangan yang bagus dan juga bisa melihat-lihat sejarah pahlawan, bahkan jika masuk ke museum, kita bisa melihat berbagai macam peralatan pahlawan yang di simpan baik sampai sekarang.Setelah puas melihat-lihat Tugu Pa
Suka SholawatanJam 8 malam, Nesha datang dengan membawa mobilnya yang biasa ia pakai ke kampus. Kebetulan Alif juga lagi gak ada, ia pergi ke kosan untuk mengambil roti yang kurang dua dus lagi."Hei, gimana laris?" tanyanya sambil duduk di kursi plastik yang aku sediakan. Emang aku menyediakan 5 kursi plastik. Dua di antaranya di pakai untuk aku dan Alif, sedangkan yang tiga untuk pelanggan yang menunggu, biar gak capek berdiri terus, jadi bisa duduk biar lebih nyaman nunggunya."Alhamdulillah, laris," jawabku sambil sibuk membolak-balikkan roti yang ada di atas panggangan, setelah itu aku lanjut memakai mentega di roti yang mau aku bakar. Dan lanjut menaruh selai di tengah-tengah roti yang sudah aku belah jadi dua bagian.Roti yang sudah matang aku angkat lalu aku taruh di kertas minyak yang sudah aku siapkan. Gara-gara tak ada Alif, aku jadi kerepotan sendiri."Gimana pesananku, sudah selesai?" tanyanya lagi."Belum, kurang lima belas bu
Keesokan harinya seperti biasa aku dan Alif berangkat kuliah dengan jalan kaki. Sebelumnya aku dan Alif mampir di Warung Buk Asih untuk sarapan pagi.Setelah berjalan beberapa menit, sampailah aku dan Alif di lingkungan kampus. Mungkin karena masih terlalu pagi, jadi hanya beberapa orang aja yang datang."Lif, ke kantin yuk?" ajakku."Ngapain? Kita kan udah sarapan tadi di Warung Buk Asih," sahutnya."Ya ... kita minum teh aja yuk sambil nunggu temen yang lain datang," jawabku."Aku mau ke perpus aja," balasnya."Ngapain?" tanyaku penasaran."Aku mau cari Novel buat aku baca di kosan nanti. Bosen main game terus," jawabnya."Oh perlu aku temenin?" tanyaku lagi."Enggak usah. Kamu ke kantin aja dulu, nanti setelah aku menemukan novel kesukaanku, aku akan nyamperin kamu," ucapnya."Oke, aku ke kantin dulu kalau gitu," ujarku. Alif pun menganggukkan kepala.Lalu aku dan Alif berpencar, aku ke kiri sedangka
Pov Alif Perkenalkan namaku Alif, aku mempunyai sahabat bernama Ilham, dia laki-laki yang sangat baik, tampan, gagah, sholeh, ulet dan cinta akan kebersihan. Dia juga pekerja keras dan punya semangat belajar yang tinggi. Andai aku jadi perempuan, aku pasti mencintainya. Sayangnya aku laki-laki, jadi aku hanya sekedar mengaguminya saja. Beberapa bulan mengenalnya membuat aku mulai mengenal sifat dia, termasuk gerakan tubuhnya yang membuat aku mengerti. Seperti saat ia yang ternyata diam-diam menyukai salah satu teman kami yang tak lain bernama Nesha, sayangnya dia wanita yang berbeda keyakinan dengannya. Walaupun ia tak cerita, namun aku tau ia selalu berperang batin dengan apa yang ia rasakan. Di satu sisi, ia mulai mengenal cinta, bahkan mungkin Nesha merupakan cinta pertama untuknya tapi di sisi lain, ia sadar bahwa mereka tak mungkin bersatu, terlebih ia tak mau mengecewakan kedua orangtuanya yang sudah mengizinkan dirinya untuk kuliah di kota, jauh dari A
Namaku Ilham Alfarizi. Aku lahir di desa terpencil lebih tepatnya di desa Sukamakmur, kecamatan Ajung. Sejak lulus SD, Abi sama Umi memintaku tinggal di pesantren untuk memperdalam ilmu agama karena aku tak mau membuat mereka kecewa. Aku pun menuruti keinginan mereka, di sana aku tidak hanya menuntut ilmu agama, tapi juga ilmu umum.Enam tahun aku hidup di pesantren hingga aku tamat SMA. Dan sejak itu, aku memutuskan untuk berhenti mondok karena aku ingin pergi ke kota, melanjutkan pendidikanku di sana sekalian ingin mencari kerja. Aku ingin hidup mandiri dan tidak melulu bergantung pada orang tua."Abi, Umi, izinkan aku pergi ke kota ya," pintaku memohon."Kenapa harus ke kota, Nak? Di sini banyak kampus-kampus yang mumpuni," ucap Umiku, beliau adalah seorang ibu yang rela mempertaruhkan nyawanya demi melahirkanku ke dunia."Aku ingin mencari pengalaman, Umi. Aku mohon, izinkan anakmu ini mencari ilmu di Kota Surabaya." Aku terus memohon karena kul
Pov Alif Perkenalkan namaku Alif, aku mempunyai sahabat bernama Ilham, dia laki-laki yang sangat baik, tampan, gagah, sholeh, ulet dan cinta akan kebersihan. Dia juga pekerja keras dan punya semangat belajar yang tinggi. Andai aku jadi perempuan, aku pasti mencintainya. Sayangnya aku laki-laki, jadi aku hanya sekedar mengaguminya saja. Beberapa bulan mengenalnya membuat aku mulai mengenal sifat dia, termasuk gerakan tubuhnya yang membuat aku mengerti. Seperti saat ia yang ternyata diam-diam menyukai salah satu teman kami yang tak lain bernama Nesha, sayangnya dia wanita yang berbeda keyakinan dengannya. Walaupun ia tak cerita, namun aku tau ia selalu berperang batin dengan apa yang ia rasakan. Di satu sisi, ia mulai mengenal cinta, bahkan mungkin Nesha merupakan cinta pertama untuknya tapi di sisi lain, ia sadar bahwa mereka tak mungkin bersatu, terlebih ia tak mau mengecewakan kedua orangtuanya yang sudah mengizinkan dirinya untuk kuliah di kota, jauh dari A
Keesokan harinya seperti biasa aku dan Alif berangkat kuliah dengan jalan kaki. Sebelumnya aku dan Alif mampir di Warung Buk Asih untuk sarapan pagi.Setelah berjalan beberapa menit, sampailah aku dan Alif di lingkungan kampus. Mungkin karena masih terlalu pagi, jadi hanya beberapa orang aja yang datang."Lif, ke kantin yuk?" ajakku."Ngapain? Kita kan udah sarapan tadi di Warung Buk Asih," sahutnya."Ya ... kita minum teh aja yuk sambil nunggu temen yang lain datang," jawabku."Aku mau ke perpus aja," balasnya."Ngapain?" tanyaku penasaran."Aku mau cari Novel buat aku baca di kosan nanti. Bosen main game terus," jawabnya."Oh perlu aku temenin?" tanyaku lagi."Enggak usah. Kamu ke kantin aja dulu, nanti setelah aku menemukan novel kesukaanku, aku akan nyamperin kamu," ucapnya."Oke, aku ke kantin dulu kalau gitu," ujarku. Alif pun menganggukkan kepala.Lalu aku dan Alif berpencar, aku ke kiri sedangka
Suka SholawatanJam 8 malam, Nesha datang dengan membawa mobilnya yang biasa ia pakai ke kampus. Kebetulan Alif juga lagi gak ada, ia pergi ke kosan untuk mengambil roti yang kurang dua dus lagi."Hei, gimana laris?" tanyanya sambil duduk di kursi plastik yang aku sediakan. Emang aku menyediakan 5 kursi plastik. Dua di antaranya di pakai untuk aku dan Alif, sedangkan yang tiga untuk pelanggan yang menunggu, biar gak capek berdiri terus, jadi bisa duduk biar lebih nyaman nunggunya."Alhamdulillah, laris," jawabku sambil sibuk membolak-balikkan roti yang ada di atas panggangan, setelah itu aku lanjut memakai mentega di roti yang mau aku bakar. Dan lanjut menaruh selai di tengah-tengah roti yang sudah aku belah jadi dua bagian.Roti yang sudah matang aku angkat lalu aku taruh di kertas minyak yang sudah aku siapkan. Gara-gara tak ada Alif, aku jadi kerepotan sendiri."Gimana pesananku, sudah selesai?" tanyanya lagi."Belum, kurang lima belas bu
Keesokan harinya aku dan Alif pergi jalan-jalan karena besok sudah harus masuk kuliah lagi jadi tak mungkin bisa jalan-jalan kecuali nunggu hari Jumat.Pertama-tama aku dan Alif pergi ke Taman Bungkul naik ojek, sampai ke jalan besar, aku memilih berhenti dan naik Bus Surabaya, aku dan Alif memilih keliling dulu sebelum akhirnya berhenti di dekat Taman Bungkul.Untuk menggunakan Bus Surabaya tak perlu pakai uang, cukup bayar dengan botol bekas. Jadi lumayanlah hemat uang. Untung aku dan Alif setiap beli minuman botol, botolnya gak pernah di buang dan selalu di simpan sehingga bisa di manfaatkan di saat seperti ini.Di Taman Bungkul, kami hanya sebentar, sekitar dua jam saja, lalu lanjut pergi ke Tugu Pahlawan. Di sana, aku bisa menikmati pemandangan yang bagus dan juga bisa melihat-lihat sejarah pahlawan, bahkan jika masuk ke museum, kita bisa melihat berbagai macam peralatan pahlawan yang di simpan baik sampai sekarang.Setelah puas melihat-lihat Tugu Pa
Setelah puas bermain Basket, aku dan Alif pun pamit pulang lebih dulu sedangkan yang lain masih terus bermain entah sampai jam berapa. Sesampai di kos, aku dan Alif masuk ke kamar masing-masing untuk mandi dan salat Ashar karena jam sudah menunjukkan pukul setengah lima sore. Selesai salat, aku masih menyempatkan waktu mengaji walaupun hanya beberapa lembar saja sambil nunggu adzan Maghrib. Setelah adzan Maghrib, aku dan Alif pun bersiap-siap menata dagangan di gerobak, baru setelah itu aku langsung berangkat bareng Alif.Sesampai di taman, aku langsung melayani pelanggan yang ternyata ada dua orang yang sudah menunggu di taman, menunggu roti bakar buatanku karena kata mereka, rasanya sangat enak dan pas di lidah.Sedangkan Alif ia juga ikut membantuku, ia tak perlu lagi teriak-teriak seperti di awal. Karena kini usaha ini juga sudah mulai terkenal di daerah ini."Oh ya, Ham. Ini ada yang order lima orang, katanya mau di ambil setengah jam lagi, ia masih d
Hari berganti hari, Minggu berganti Minggu. Aku dan Nesya semakin hari semakin akrab dan rasa kagumku semakin hari juga semakin membuncah, entah kenapa setiap kali ada di dekatnya aku merasa sangat nyaman sekali.Sedangkan Shafa, ia juga selalu mencari perhatianku, padahal sedikitpun aku tak tertarik dengannya. Aku bahkan sampai merasa gak enak sendiri sama Alif, karena Alif mengatakan padaku, ia menyukainya."Ham, kamu suka kan sama Nesya?" tanyanya waktu itu."Enggak," jawabku berbohong."Kamu mungkin bisa membohongiku, Ham. Tapi kamu tak bisa membohongi diri kamu sendiri. Aku bisa melihat kalau kamu mulai nyaman dengan Nesya begitupun dengan aku. Hanya saja sayangnya cintaku bertepuk sebelah tangan, karena wanita yang aku cintai, ternyata mencintai kamu," balas Alif."Aku gak mau mengurus percintaan dulu, aku ingin fokus kuliah agar bisa membahagiakan orang tuaku, aku juga ingin fokus sama usaha kita, biar bisa maju dan berkembang. Lagian
Hari-hari menjalani ospek di lewati dengan suka cita, tak ada kekerasan fisik, tak ada hukuman berat, tak ada bentakan atau teriakan yang membuat anak maba merasa takut. Bahkan Alif yang tadinya merasa takut menjalani ospek malah sangat menikmatinya. Memang seperti inilah ospek yang sebenarnya bukan membunuh mental para anak maba. Tidak seperti universitas di luaran sana, setiap kali ospek selalu di kasih hukuman yang tak masuk akal, bahkan ada yang sampai mendapatkan kekerasan fisik, di bentak dan lain sebagainya. Entah itu ospek atau ingin mengerjai anak maba, mungkin karena di kasih kepercayaan jadi bisa semena-mena menyiksa anak orang. Memang tak semua kampus kayak gitu, tapi setiap tahun pasti ada yang berjatuhan korban hingga miris liatnya. Entah mereka punya hati nurani apa gak saat menyiksa anak maba. Kita hanya bisa berdoa semoga di jauhkan dari hati yang keras hingga tak punya belas kasih pada orang lain.Setelah satu Minggu menjalani ospek, hari ini adalah ha
Satu Minggu telah berlalu. Selama seminggu berturut-turut, setiap malamnya aku dan Alif tak pernah absen jualan roti bakar di taman. Keuntungannya pun lumayan. Setiap uang yang di peroleh di bagi tiga, untuk modal, untukku dan untuk Alif. Aku juga tak hanya jualan ofline tapi juga online untuk menambah penghasilan. Bagi mereka yang malas keluar, bisa memesan lewat online dan nanti ada ojol yang akan menjemputnya dan mengantarkan ke mereka yang memesan. Tentu ongkos kirimnya di tanggung oleh pihak pemesan atau pembeli.Dan kini di Hari Senin, aku dan Ilham pun mulai kuliah. Aku menggunakan celana hitam dan baju kemewa warna putih dan juga sepatu hitam sesuai instruksi yang di terima lewat pesan grup. Ini adalah hari pertama OSPEK, yang merupakan singkatan dari Orientasi Studi dan Pengenalan Kampus yang tujuannya untuk mengenalkan mahasiswa baru tentang dunia perkulihaan. Mahasiswa baru biasanya akan di kenalkan pada istilah-istilah dasar dan sistem diperguruan tinggi.&nb
Jam tiga sore gerobak telah di kirim ke kosan. Lalu aku dan Alif mulai menata semua peralatan dan perlengkapan di atas gerobak serapi mungkin, agar terlihat enak di pandang mata. Alif juga membuat tulisan mengenai harga roti itu dari yang harga 10 ribu sampai 20 ribu tergantung banyaknya keju, susu dan selai yang mereka minta.Setelah selesai semua, sehabis sholat maghrib, aku dan Alif pun langsung berangkat, aku dan Alif bergantian mendorong gerobak tersebut hingga sampai taman. Aku mencari tempat yang cukup strategis, setelah menemukannya barulah aku dan Alif menetapkan akan jualan di sana. Alif yang teriak-teriak, memanggil orang-orang untuk membeli roti bakar sedangkan aku yang sibuk melayani mereka."Ayo guys, beli, harga murah meriah, rasanya pun jangan di tanya karena yang pasti akan membuat ketagihan. Roti Bakar AI murmer, di coba dulu guys, kalau suka, bisa nambah lagi belinya. Roti bakar ini berbeda dari yang lain, karena selain yang membuatnya seorang laki-l