Keesokan harinya aku dan Alif pergi jalan-jalan karena besok sudah harus masuk kuliah lagi jadi tak mungkin bisa jalan-jalan kecuali nunggu hari Jumat.
Pertama-tama aku dan Alif pergi ke Taman Bungkul naik ojek, sampai ke jalan besar, aku memilih berhenti dan naik Bus Surabaya, aku dan Alif memilih keliling dulu sebelum akhirnya berhenti di dekat Taman Bungkul.
Untuk menggunakan Bus Surabaya tak perlu pakai uang, cukup bayar dengan botol bekas. Jadi lumayanlah hemat uang. Untung aku dan Alif setiap beli minuman botol, botolnya gak pernah di buang dan selalu di simpan sehingga bisa di manfaatkan di saat seperti ini.
Di Taman Bungkul, kami hanya sebentar, sekitar dua jam saja, lalu lanjut pergi ke Tugu Pahlawan. Di sana, aku bisa menikmati pemandangan yang bagus dan juga bisa melihat-lihat sejarah pahlawan, bahkan jika masuk ke museum, kita bisa melihat berbagai macam peralatan pahlawan yang di simpan baik sampai sekarang.
Setelah puas melihat-lihat Tugu Pahlawan, aku mengajak Alif untuk pulang karena jam sudah menunjukkan pukul dua belas siang, sebelum pulang, aku dan Alif mampir di warung pinggir jalan untuk mengisi perut yang sudah mulai keroncongan lalu lanjut cari masjid terdekat untuk sholat dhuhur.
Selesai sholat, aku dan Alif langsung mampir ke pasar dulu untuk membeli 30 dus roti, sama 50 selai dengan varian rasa, mentega dan juga sama susu, keju dan misis.
Untuk mengangkut semua belanjaan itu, aku menyewa jasa pengantar barang. Lalu setelah selesai belanja kebutuhan untuk jualan nanti malam, aku dan Alif pun langsung pulang dan tak lagi mampir kemana-mana.
Sesampai di kos-kosan, aku dan Alif langsung menitipkan semua barang itu di ruang yang kosong alias gudang. Kebetulan Ibu Kos yang baik hati, mengizinkan ruangan itu di pakai olehku dan Alif. Tapi walaupun gratis, aku tetap membayarnya sebesar 100 ribu perbulan.
Setelah memasukkan semua barang, aku dan Alif pun memilih untuk masuk ke kamar masing-masing.
Walaupun hari ini sangat lelah, tapi aku puas bisa jalan-jalan. InsyaAllah hari Jumat nanti aku mau ke kebun binatang dan hari Sabtu aku mau ngajak Alif ke Stadion Surabaya karena selama ini aku hanya lihat Stadion Surabaya hanya lewat tivi saja dan hari Minggunya, aku mau ngajak Alif ke Mall.
Aku memutuskan untuk mandi dulu sebelum istirahat, karena bauku terlalu kecut karena seharian berpanas-panasan hingga menimbulkan bau keringat yang menyengat.
Setelah mandi, barulah aku langsung tidur sebentar.
Namun belum juga aku terlelap, Hpku berbunyi dan ternyata ada telfon masuk dari Nesha.
Aku pun segera mengangkatnya.
"Hallo," sapaku lebih dulu. Aku tak ucap salam karena Nesya beragama Kristen. Jadi aku lebih memilih dengan sapaan kata Halo.
"Hey, Ham. Lagi apa?" tanyanya.
"Gak ada, cuma tiduran aja," jawabku tak mungkin aku bilang kalau aku mau tidur siang, tak enak hati aku untuk mengatakannya.
"Ohhh, aku fikir lagi apa. Oh ya tadi aku kayak lihat kamu di Taman Bungkul, kamu tadi ke Taman Bungkul?" tanyanya.
"Iya, tadi aku sama Alif kesana," jawabku sekenanya. Aku berusaha untuk jaga hatiku agar tak semakin menaruh rasa padanya, namun aku juga tak mungkin untuk terlalu jaga jarak karena itu pasti akan membuat dia sedih.
"Emm, aku tadi mau menghampiri kamu. Cuman aku takut salah orang, nanti aku malu. Soalnya kan kamu pernah bilang, kalau kamu sama Alif gak pernah kemana-mana kecuali cuma di kosan, jualan sama ke pasar," ujarnya.
"Iya, aku dan Alif bosan di kosan terus, jadi aku memutuskan untuk jalan-jalan mencari pengalaman," balasku.
"Iya emang harus seperti itu, apalagi kamu kan masih muda, harus banyak jalan-jalan dan berwisata biar pengalamannya pun semakin luas. Gak melulu di kosan. Nanti bisa jenuh," sahutnya.
"Oh ya nanti malam kamu jualan, kan?" tanyanya lagi.
"Iya, aku dan Alif jualan," jawabku.
"Kalau gitu nanti aku kesana ya, aku mesan 200 bungkus. Aku jemput sekitar jam 8 malam,"
"Kog banyak, emang buat apa?" tanyaku.
"Rahasia hehe,"
"Haha oke deh. Nanti aku siapkan, rasa apa?" tanyaku.
"Rasa apa ya enaknya? Keju sama coklat dan kacang 50 bungkus. Selai melon sama stroberi 50 buah. Terserah kamu dah, pokoknya nanti kamu bedakan aja ya, biar nanti aku gak bingung. Soalnya ada yang suka keju, ada yang enggak," jawabnya seperti orang kebingungan.
"Baiklah, aku mengerti. Ada lagi?" tanyaku.
"Enggak ada. Iya sudah aku matikan ya, sampai jumpa nanti malam," tuturnya lalu langsung mematikan telfonnya.
Nesha, asal kamu tau, setiap kali aku denger suaramu, hatiku selalu bergetar, setiap kali melihat wajahmu, jantungku berdebar-debar. Nesha, aku tak bisa membohongi diriku, aku mulai jatuh cinta sama kamu. Tapi kenapa kita harus berbeda keyakinan? Kenapa? Di saat aku merasakan jatuh cinta, kenapa harus jatuh cinta sama wanita yang berbeda agama. Aku tak mungkin membiarkan rasa ini terus tumbuh tapi aku juga gak tau bagaimana cara untuk melupakanmu, bagaimana cara agar rasa yang aku rasakan saat ini bisa hilang
Nesha, baru beberapa bulan, kamu sudah mampu membuatku seperti ini. Lalu bagaimana jika sampai 4 tahun lamanya? Akankah aku mampu mengendalikan perasaanku.
Nesha, maafkan aku jika aku mulai sekarang akan berusaha untuk jaga jarak. Aku tak mau kita semakin dekat karena itu bisa melukai hatiku nantinya. Aku juga tak mau mengecewakan Allah, mengecewakan ayah dan ibuku karena aku memilih wanita yang salah.
Aku harap kamu mengerti apa yang aku rasakan.
Aku pun menghubungi Alif lewat chat dan memberitahu tentang Nesha yang memesan roti bakar sebanyak 200 bungkus.
"Lif, Nesha mesen roti bakar nih 200 buah mau di ambil jam 8 malam," ketikku. Untung dia lagi online pasti dia sibuk main game.
"Wuih banyak banget, buat apa?"
"Aku enggak tau, katanya rahasia,"
"Tadi juga Mbak Nining mesen 5, katanya mau di ambil jam setengah tujuh. Terus Kak Febby, dia juga mesen dua, nanti di jemput sama gojek, sama Mbak Laila mesen satu. Terus Mas Robby mesen 10, katanya mau di jemput jam 7 sama temennya yang namanya Mas Ben. Terus, temen kita. Jeri juga mesen 3," ketik Alif memberitahu. Dia emang suka menyimpan nomer yang suka langganan roti bakar. Dan memang nomer yang di pampang di banner dan brosur juga nomernya Alif. Makanya kalau ada yang mesen pasti ke Alif. Sedangkan nomerku, hanya orang-orang tertentu saja yang tau karena memang aku kurang suka jika nomerku tersebar. Beda sama Alif yang ramah dan selalu ada waktu buat mereka yang chat Alif.
"Waduh terus gimana ini enaknya, kalau kita berangkat habis Maghrib, kayaknya waktunya kurang," balasku.
"Kita berangkat jam 4 aja. Nanti sholat Maghribnya deket taman, kan di situ ada Musholla, di depannya Ibu Salimah,"
"Iya deh, nanti jam 4 berangkatnya ya. Untung tadi kita sudah belanja banyak, kalau gak belanja mungkin kita kelabakan hehe,"
"Iya bener."
Aku dan Alif pun akhirnya malah chatan hingga adzan Ashar berkumandang. Walaupun bersebelahan tapi Alif jarang ke kamarku, mungkin ia tahu aku tak suka kamarku kotor dan juga aku butuh waktu sendiri untuk istirahat.
Aku dan Alif lebih sering berkomunikasi lewat chat kalau sudah berada di kosan.
Setelah adzan Ashar selesai berkumandang, aku langsung melakukan kewajibanku yaitu melakukan sholat 4 rakaat dan lanjut membaca Al-Quran.
Selesai membaca Alquran, barulah aku bersiap-siap untuk mencari rezeki agar aku bisa nabung dan bisa mengirim uang buat Abi dan Umi di kampung. Serta bisa membiayai semua biaya kuliah dan kehidupanku di sini.
"Ham, kamu dah siap belum?" tanya Alif yang ternyata sudah lebih siap, lebih dulu dari pada aku.
"Iya bentar," jawabku sambil membukakan pintu.
"Masuk dulu," ucapku dan Alif pun masuk dan duduk di karpet yang aku beli beberapa bulan lalu sehingga jika ada tamu, misalnya. Tak perlu lagi duduk di lantai yang dingin.
"Kamu masih lama gak?" tanya Alif.
"Udah kog," jawabku yang tinggal pakek jaket.
"Ayo," ajakku. Aku emang pakai jaket karena kadang kalau malam dingin, tapi nanti sampai di taman, pasti aku buka. Ya kali jualan pakai jaket, pasti sumuk banget.
Setelah itu aku dan Alif pun berangkat. Aku mengambil beberapa kardus roti dan menaruhnya di gerobak begitupun dengan selai, mentega, susu, misis, keju dan yang lainnya. Jika nanti rotinya kurang, aku bisa minta tolong Alif untuk mengambilnya ke sini. Karena jika di bawa semua pun juga tak mungkin, karena gerobaknya yang mungil.
Suka SholawatanJam 8 malam, Nesha datang dengan membawa mobilnya yang biasa ia pakai ke kampus. Kebetulan Alif juga lagi gak ada, ia pergi ke kosan untuk mengambil roti yang kurang dua dus lagi."Hei, gimana laris?" tanyanya sambil duduk di kursi plastik yang aku sediakan. Emang aku menyediakan 5 kursi plastik. Dua di antaranya di pakai untuk aku dan Alif, sedangkan yang tiga untuk pelanggan yang menunggu, biar gak capek berdiri terus, jadi bisa duduk biar lebih nyaman nunggunya."Alhamdulillah, laris," jawabku sambil sibuk membolak-balikkan roti yang ada di atas panggangan, setelah itu aku lanjut memakai mentega di roti yang mau aku bakar. Dan lanjut menaruh selai di tengah-tengah roti yang sudah aku belah jadi dua bagian.Roti yang sudah matang aku angkat lalu aku taruh di kertas minyak yang sudah aku siapkan. Gara-gara tak ada Alif, aku jadi kerepotan sendiri."Gimana pesananku, sudah selesai?" tanyanya lagi."Belum, kurang lima belas bu
Keesokan harinya seperti biasa aku dan Alif berangkat kuliah dengan jalan kaki. Sebelumnya aku dan Alif mampir di Warung Buk Asih untuk sarapan pagi.Setelah berjalan beberapa menit, sampailah aku dan Alif di lingkungan kampus. Mungkin karena masih terlalu pagi, jadi hanya beberapa orang aja yang datang."Lif, ke kantin yuk?" ajakku."Ngapain? Kita kan udah sarapan tadi di Warung Buk Asih," sahutnya."Ya ... kita minum teh aja yuk sambil nunggu temen yang lain datang," jawabku."Aku mau ke perpus aja," balasnya."Ngapain?" tanyaku penasaran."Aku mau cari Novel buat aku baca di kosan nanti. Bosen main game terus," jawabnya."Oh perlu aku temenin?" tanyaku lagi."Enggak usah. Kamu ke kantin aja dulu, nanti setelah aku menemukan novel kesukaanku, aku akan nyamperin kamu," ucapnya."Oke, aku ke kantin dulu kalau gitu," ujarku. Alif pun menganggukkan kepala.Lalu aku dan Alif berpencar, aku ke kiri sedangka
Pov Alif Perkenalkan namaku Alif, aku mempunyai sahabat bernama Ilham, dia laki-laki yang sangat baik, tampan, gagah, sholeh, ulet dan cinta akan kebersihan. Dia juga pekerja keras dan punya semangat belajar yang tinggi. Andai aku jadi perempuan, aku pasti mencintainya. Sayangnya aku laki-laki, jadi aku hanya sekedar mengaguminya saja. Beberapa bulan mengenalnya membuat aku mulai mengenal sifat dia, termasuk gerakan tubuhnya yang membuat aku mengerti. Seperti saat ia yang ternyata diam-diam menyukai salah satu teman kami yang tak lain bernama Nesha, sayangnya dia wanita yang berbeda keyakinan dengannya. Walaupun ia tak cerita, namun aku tau ia selalu berperang batin dengan apa yang ia rasakan. Di satu sisi, ia mulai mengenal cinta, bahkan mungkin Nesha merupakan cinta pertama untuknya tapi di sisi lain, ia sadar bahwa mereka tak mungkin bersatu, terlebih ia tak mau mengecewakan kedua orangtuanya yang sudah mengizinkan dirinya untuk kuliah di kota, jauh dari A
Namaku Ilham Alfarizi. Aku lahir di desa terpencil lebih tepatnya di desa Sukamakmur, kecamatan Ajung. Sejak lulus SD, Abi sama Umi memintaku tinggal di pesantren untuk memperdalam ilmu agama karena aku tak mau membuat mereka kecewa. Aku pun menuruti keinginan mereka, di sana aku tidak hanya menuntut ilmu agama, tapi juga ilmu umum.Enam tahun aku hidup di pesantren hingga aku tamat SMA. Dan sejak itu, aku memutuskan untuk berhenti mondok karena aku ingin pergi ke kota, melanjutkan pendidikanku di sana sekalian ingin mencari kerja. Aku ingin hidup mandiri dan tidak melulu bergantung pada orang tua."Abi, Umi, izinkan aku pergi ke kota ya," pintaku memohon."Kenapa harus ke kota, Nak? Di sini banyak kampus-kampus yang mumpuni," ucap Umiku, beliau adalah seorang ibu yang rela mempertaruhkan nyawanya demi melahirkanku ke dunia."Aku ingin mencari pengalaman, Umi. Aku mohon, izinkan anakmu ini mencari ilmu di Kota Surabaya." Aku terus memohon karena kul
Sesampai di kota, aku mencari kos-kosan di dekat kampusku dan syukurlah gak jauh dari kampus, ternyata memang sudah tersedia banyak kos-kosan untuk mahasiswa/i sehingga aku tinggal memilih kos-kosan mana yang akan aku tempati selama berada di kota ini. Dan aku memilih kos-kosan yang gak terlalu sempit tapi juga gak terlalu luas. Harganya juga murah hanya 750 ribu perbulan, tapi lengkap dengan kasur, bantal dua, sama bantal guling satu. Kipas angin, dan lemari baju serta gantungan baju di belakang pintu. Di kamar mandi juga di sediakan gayung untuk mandi sama bak mandi yang cukup besar. Di sebelah kamar tidur, ada meja belajar dan juga kursi belajar serta pel-pelan dan juga sapu untuk menyapu lantai. Setelah aku merasa sangat cocok, aku langsung membayar untuk dua bulan ke depan sebesar satu juta lima ratus rupiah. Ibu kos langsung memberikan kunci kos-kosan padaku. Tak mau membuang waktu, aku langsung menata baju di lemari, lalu menata beb
Keesokan harinya, sehabis salat Shubuh. Aku menyempatkan waktu sebentar untuk lari pagi, lumayan buat merenggangkan ototku agar tak terasa kaku. Setelah merasa cukup lelah, aku memilih berhenti di taman yang tak jauh dari kosanku. Melihat ada toko yang buka, aku pun membeli air putih untuk menghilangkan rasa hausku.Aku sangat menikmati waktuku di taman sambil melihat daerah sekitar, orang-orang yang mau berdagang juga mulai berdatangan untuk mencari rezeki. Kulihat juga ada beberapa orang yang berlari mengitari taman, ada yang push up, sit up, pull up, squat, lunge dan lain sebagainya. Mereka terlihat semangat.Dan itu membuatku juga ingin melakukan hal yang sama, akhirnya aku pilih push up tiga puluh kali, sit up dua puluh kali, Lunge dan terakhir Pull up.Puas berada di taman, aku pun pulang dengan baju kaos yang sudah basah karena keringat. Walaupun terasa sangat capek, tetapi tubuhku terasa lebih segar dan inilah yang aku suka. Memang kalau suda
Setelah mengucapkan terima kasih kepada Shafa. Aku dan Alif langsung turun dari mobilnya. Lalu aku dan Alif berjalanmenuju toko yang menjual berbagai macam gerobak."Mau beli apa, Mas?" tanya karyawan toko ramah."Gerobak Mas," jawabku. Jujur, aku terkekeh dalam hati, gimana gak mau terkekeh coba, lah dia tanya mau beli apa, ya pasti beli gerobak. Tak mungkin beli baju, iya kan? Karena di toko ini hanya jual khusus gerobak aja, tak ada yang lain atau dia tanya seperti itu hanya untuk berbasa-basi ya, biasanya kan emang gitu."Silahkan di pilih, Mas. Di sini ada 32 gerobak dengan model dan tentu dengan harga yang berbeda juga, tergantung kualitas dan kerumitannya saat membuat," ucap karyawan toko mempersilahkan."Kayu yang di pakai buat gerobak ini kayu apa, Mas?" tanya Ilham, ia sedikit tau perihal masalah kayu."Ada yang pakai kayu jati, kayu mahoni, kayu trembesi, kayu jati Belanda, kayu sungkai dan kayu mindi," jawabnya lancar, dia s
Jam tiga sore gerobak telah di kirim ke kosan. Lalu aku dan Alif mulai menata semua peralatan dan perlengkapan di atas gerobak serapi mungkin, agar terlihat enak di pandang mata. Alif juga membuat tulisan mengenai harga roti itu dari yang harga 10 ribu sampai 20 ribu tergantung banyaknya keju, susu dan selai yang mereka minta.Setelah selesai semua, sehabis sholat maghrib, aku dan Alif pun langsung berangkat, aku dan Alif bergantian mendorong gerobak tersebut hingga sampai taman. Aku mencari tempat yang cukup strategis, setelah menemukannya barulah aku dan Alif menetapkan akan jualan di sana. Alif yang teriak-teriak, memanggil orang-orang untuk membeli roti bakar sedangkan aku yang sibuk melayani mereka."Ayo guys, beli, harga murah meriah, rasanya pun jangan di tanya karena yang pasti akan membuat ketagihan. Roti Bakar AI murmer, di coba dulu guys, kalau suka, bisa nambah lagi belinya. Roti bakar ini berbeda dari yang lain, karena selain yang membuatnya seorang laki-l
Pov Alif Perkenalkan namaku Alif, aku mempunyai sahabat bernama Ilham, dia laki-laki yang sangat baik, tampan, gagah, sholeh, ulet dan cinta akan kebersihan. Dia juga pekerja keras dan punya semangat belajar yang tinggi. Andai aku jadi perempuan, aku pasti mencintainya. Sayangnya aku laki-laki, jadi aku hanya sekedar mengaguminya saja. Beberapa bulan mengenalnya membuat aku mulai mengenal sifat dia, termasuk gerakan tubuhnya yang membuat aku mengerti. Seperti saat ia yang ternyata diam-diam menyukai salah satu teman kami yang tak lain bernama Nesha, sayangnya dia wanita yang berbeda keyakinan dengannya. Walaupun ia tak cerita, namun aku tau ia selalu berperang batin dengan apa yang ia rasakan. Di satu sisi, ia mulai mengenal cinta, bahkan mungkin Nesha merupakan cinta pertama untuknya tapi di sisi lain, ia sadar bahwa mereka tak mungkin bersatu, terlebih ia tak mau mengecewakan kedua orangtuanya yang sudah mengizinkan dirinya untuk kuliah di kota, jauh dari A
Keesokan harinya seperti biasa aku dan Alif berangkat kuliah dengan jalan kaki. Sebelumnya aku dan Alif mampir di Warung Buk Asih untuk sarapan pagi.Setelah berjalan beberapa menit, sampailah aku dan Alif di lingkungan kampus. Mungkin karena masih terlalu pagi, jadi hanya beberapa orang aja yang datang."Lif, ke kantin yuk?" ajakku."Ngapain? Kita kan udah sarapan tadi di Warung Buk Asih," sahutnya."Ya ... kita minum teh aja yuk sambil nunggu temen yang lain datang," jawabku."Aku mau ke perpus aja," balasnya."Ngapain?" tanyaku penasaran."Aku mau cari Novel buat aku baca di kosan nanti. Bosen main game terus," jawabnya."Oh perlu aku temenin?" tanyaku lagi."Enggak usah. Kamu ke kantin aja dulu, nanti setelah aku menemukan novel kesukaanku, aku akan nyamperin kamu," ucapnya."Oke, aku ke kantin dulu kalau gitu," ujarku. Alif pun menganggukkan kepala.Lalu aku dan Alif berpencar, aku ke kiri sedangka
Suka SholawatanJam 8 malam, Nesha datang dengan membawa mobilnya yang biasa ia pakai ke kampus. Kebetulan Alif juga lagi gak ada, ia pergi ke kosan untuk mengambil roti yang kurang dua dus lagi."Hei, gimana laris?" tanyanya sambil duduk di kursi plastik yang aku sediakan. Emang aku menyediakan 5 kursi plastik. Dua di antaranya di pakai untuk aku dan Alif, sedangkan yang tiga untuk pelanggan yang menunggu, biar gak capek berdiri terus, jadi bisa duduk biar lebih nyaman nunggunya."Alhamdulillah, laris," jawabku sambil sibuk membolak-balikkan roti yang ada di atas panggangan, setelah itu aku lanjut memakai mentega di roti yang mau aku bakar. Dan lanjut menaruh selai di tengah-tengah roti yang sudah aku belah jadi dua bagian.Roti yang sudah matang aku angkat lalu aku taruh di kertas minyak yang sudah aku siapkan. Gara-gara tak ada Alif, aku jadi kerepotan sendiri."Gimana pesananku, sudah selesai?" tanyanya lagi."Belum, kurang lima belas bu
Keesokan harinya aku dan Alif pergi jalan-jalan karena besok sudah harus masuk kuliah lagi jadi tak mungkin bisa jalan-jalan kecuali nunggu hari Jumat.Pertama-tama aku dan Alif pergi ke Taman Bungkul naik ojek, sampai ke jalan besar, aku memilih berhenti dan naik Bus Surabaya, aku dan Alif memilih keliling dulu sebelum akhirnya berhenti di dekat Taman Bungkul.Untuk menggunakan Bus Surabaya tak perlu pakai uang, cukup bayar dengan botol bekas. Jadi lumayanlah hemat uang. Untung aku dan Alif setiap beli minuman botol, botolnya gak pernah di buang dan selalu di simpan sehingga bisa di manfaatkan di saat seperti ini.Di Taman Bungkul, kami hanya sebentar, sekitar dua jam saja, lalu lanjut pergi ke Tugu Pahlawan. Di sana, aku bisa menikmati pemandangan yang bagus dan juga bisa melihat-lihat sejarah pahlawan, bahkan jika masuk ke museum, kita bisa melihat berbagai macam peralatan pahlawan yang di simpan baik sampai sekarang.Setelah puas melihat-lihat Tugu Pa
Setelah puas bermain Basket, aku dan Alif pun pamit pulang lebih dulu sedangkan yang lain masih terus bermain entah sampai jam berapa. Sesampai di kos, aku dan Alif masuk ke kamar masing-masing untuk mandi dan salat Ashar karena jam sudah menunjukkan pukul setengah lima sore. Selesai salat, aku masih menyempatkan waktu mengaji walaupun hanya beberapa lembar saja sambil nunggu adzan Maghrib. Setelah adzan Maghrib, aku dan Alif pun bersiap-siap menata dagangan di gerobak, baru setelah itu aku langsung berangkat bareng Alif.Sesampai di taman, aku langsung melayani pelanggan yang ternyata ada dua orang yang sudah menunggu di taman, menunggu roti bakar buatanku karena kata mereka, rasanya sangat enak dan pas di lidah.Sedangkan Alif ia juga ikut membantuku, ia tak perlu lagi teriak-teriak seperti di awal. Karena kini usaha ini juga sudah mulai terkenal di daerah ini."Oh ya, Ham. Ini ada yang order lima orang, katanya mau di ambil setengah jam lagi, ia masih d
Hari berganti hari, Minggu berganti Minggu. Aku dan Nesya semakin hari semakin akrab dan rasa kagumku semakin hari juga semakin membuncah, entah kenapa setiap kali ada di dekatnya aku merasa sangat nyaman sekali.Sedangkan Shafa, ia juga selalu mencari perhatianku, padahal sedikitpun aku tak tertarik dengannya. Aku bahkan sampai merasa gak enak sendiri sama Alif, karena Alif mengatakan padaku, ia menyukainya."Ham, kamu suka kan sama Nesya?" tanyanya waktu itu."Enggak," jawabku berbohong."Kamu mungkin bisa membohongiku, Ham. Tapi kamu tak bisa membohongi diri kamu sendiri. Aku bisa melihat kalau kamu mulai nyaman dengan Nesya begitupun dengan aku. Hanya saja sayangnya cintaku bertepuk sebelah tangan, karena wanita yang aku cintai, ternyata mencintai kamu," balas Alif."Aku gak mau mengurus percintaan dulu, aku ingin fokus kuliah agar bisa membahagiakan orang tuaku, aku juga ingin fokus sama usaha kita, biar bisa maju dan berkembang. Lagian
Hari-hari menjalani ospek di lewati dengan suka cita, tak ada kekerasan fisik, tak ada hukuman berat, tak ada bentakan atau teriakan yang membuat anak maba merasa takut. Bahkan Alif yang tadinya merasa takut menjalani ospek malah sangat menikmatinya. Memang seperti inilah ospek yang sebenarnya bukan membunuh mental para anak maba. Tidak seperti universitas di luaran sana, setiap kali ospek selalu di kasih hukuman yang tak masuk akal, bahkan ada yang sampai mendapatkan kekerasan fisik, di bentak dan lain sebagainya. Entah itu ospek atau ingin mengerjai anak maba, mungkin karena di kasih kepercayaan jadi bisa semena-mena menyiksa anak orang. Memang tak semua kampus kayak gitu, tapi setiap tahun pasti ada yang berjatuhan korban hingga miris liatnya. Entah mereka punya hati nurani apa gak saat menyiksa anak maba. Kita hanya bisa berdoa semoga di jauhkan dari hati yang keras hingga tak punya belas kasih pada orang lain.Setelah satu Minggu menjalani ospek, hari ini adalah ha
Satu Minggu telah berlalu. Selama seminggu berturut-turut, setiap malamnya aku dan Alif tak pernah absen jualan roti bakar di taman. Keuntungannya pun lumayan. Setiap uang yang di peroleh di bagi tiga, untuk modal, untukku dan untuk Alif. Aku juga tak hanya jualan ofline tapi juga online untuk menambah penghasilan. Bagi mereka yang malas keluar, bisa memesan lewat online dan nanti ada ojol yang akan menjemputnya dan mengantarkan ke mereka yang memesan. Tentu ongkos kirimnya di tanggung oleh pihak pemesan atau pembeli.Dan kini di Hari Senin, aku dan Ilham pun mulai kuliah. Aku menggunakan celana hitam dan baju kemewa warna putih dan juga sepatu hitam sesuai instruksi yang di terima lewat pesan grup. Ini adalah hari pertama OSPEK, yang merupakan singkatan dari Orientasi Studi dan Pengenalan Kampus yang tujuannya untuk mengenalkan mahasiswa baru tentang dunia perkulihaan. Mahasiswa baru biasanya akan di kenalkan pada istilah-istilah dasar dan sistem diperguruan tinggi.&nb
Jam tiga sore gerobak telah di kirim ke kosan. Lalu aku dan Alif mulai menata semua peralatan dan perlengkapan di atas gerobak serapi mungkin, agar terlihat enak di pandang mata. Alif juga membuat tulisan mengenai harga roti itu dari yang harga 10 ribu sampai 20 ribu tergantung banyaknya keju, susu dan selai yang mereka minta.Setelah selesai semua, sehabis sholat maghrib, aku dan Alif pun langsung berangkat, aku dan Alif bergantian mendorong gerobak tersebut hingga sampai taman. Aku mencari tempat yang cukup strategis, setelah menemukannya barulah aku dan Alif menetapkan akan jualan di sana. Alif yang teriak-teriak, memanggil orang-orang untuk membeli roti bakar sedangkan aku yang sibuk melayani mereka."Ayo guys, beli, harga murah meriah, rasanya pun jangan di tanya karena yang pasti akan membuat ketagihan. Roti Bakar AI murmer, di coba dulu guys, kalau suka, bisa nambah lagi belinya. Roti bakar ini berbeda dari yang lain, karena selain yang membuatnya seorang laki-l