Keesokan harinya, sehabis salat Shubuh. Aku menyempatkan waktu sebentar untuk lari pagi, lumayan buat merenggangkan ototku agar tak terasa kaku. Setelah merasa cukup lelah, aku memilih berhenti di taman yang tak jauh dari kosanku. Melihat ada toko yang buka, aku pun membeli air putih untuk menghilangkan rasa hausku.
Aku sangat menikmati waktuku di taman sambil melihat daerah sekitar, orang-orang yang mau berdagang juga mulai berdatangan untuk mencari rezeki. Kulihat juga ada beberapa orang yang berlari mengitari taman, ada yang push up, sit up, pull up, squat, lunge dan lain sebagainya. Mereka terlihat semangat.
Dan itu membuatku juga ingin melakukan hal yang sama, akhirnya aku pilih push up tiga puluh kali, sit up dua puluh kali, Lunge dan terakhir Pull up.
Puas berada di taman, aku pun pulang dengan baju kaos yang sudah basah karena keringat. Walaupun terasa sangat capek, tetapi tubuhku terasa lebih segar dan inilah yang aku suka. Memang kalau sudah habis olah raga rasanya enak di badan.
Sesampai di kosan, aku segera nyapu dan ngepel. Agar lantai terlihat bersih dan licin. Selesai ngepel, aku lanjut mandi dan segera memakai baju karena aku harus pergi ke kampus, untuk itu aku harus memakai baju yang cukup sopan.
Pilihanku jatuh ke baju kemeja pendek yang hanya sampai siku, celana jeans dan sepatu hitam. Tak lupa tas yang berisi berkas-berkas untuk daftar kuliah.
Terakhir, aku tak lupa memakai parfum dan menyemprotkannya di kemejaku agar memberikan aroma wangi. Aku juga mengambil jam tangan yang ada di atas meja dan memakainya di pergelangan tangan sebelah kiri. Aku emang suka memakai jam tangan setiap kali keluar rumah.
Hp juga wajib aku bawa, jangan sampai ketinggalan karena Hp merupakan barang penting menurutku untuk berkomunikasi dengan siapapun, aku menaruh Hpku di saku celanaku di depan sebelah kanan sedangkan dompet aku taruh di saku belakang sebelah kiri.
Setelah selesai semua, aku pergi ke kamar sebelah, yang tak lain kamar Alif. Teman baruku.
Saat aku mau mengetok pintu, tiba-tiba pintunya sudah terbuka dari dalam.
"Baru mau aku ketok, dah keluar dulu," ucapku terkekeh.
"Hehe berarti aku keluar tepat waktu," jawabnya terkekeh juga sambil mengunci pintu kamarnya.
"Yup. Oh ya kita langsung ke kampus atau gimana nih?" tanyaku.
"Cari makan dulu yuk, sarapan pagi dulu sebelum memulai aktivitas," jawab Alif sambil berjalan keluar dari kos kosan.
"Bolehlah, makan dimana?" tanyaku, aku juga merasa lapar, lagian ini emang sudah waktunya aku untuk sarapan pagi.
"Nah itu, aku gak tau hehe," jawab Alif tertawa.
"Iya sudah deket taman aja, disana ada yang jual makanan," ujarku karena memang saat di taman, aku juga melihat ada beberapa orang yang jual makanan disana.
"Loh kog kamu tau?" tanya Alif kaget.
"Aku kan tadi habis dari taman," jawabku jujur.
"Ngapain?" tanya dia lagi.
"Olah raga," jawabku yang membuat dia terlihat kesal.
"Wah kamu gak ngajak-ngajak aku nih?" ujarnya cemberut.
"Aku fikir kamu masih tidur," balasku tak enak hati.
"Aku udah bangun tadi saat adzan shubuh tiba. Terus habis sholat shubuh, aku main game lalu mandi dan siap-siap berangkat ke kampus." Alif menjelaskan aktivitas dia dari shubuh.
"Tau gitu, aku tadi manggil kamu buat olah raga bareng,"
"Kamu sih gak tanya ke aku,"
"Aku takut ganggu orang tidur,"
"Kenapa gak chat aja,"
"Aku kan gak punya nomer Hp kamu," ujarku. Aku memang belum tukeran nomer Hp dengannya.
"Oh ya ya, iya udah ayo tukeran nomer Hp." Ajak Alif.
Lalu aku dan Alif pun saling bertukar nomer Hp.
"Besok gak usah ke kamar aku, chat atau von, aku langsung keluar," ucapnya.
"Oke, siap." Jawabku sambil mengangkat tanganku dan menaruh tanganku di pelipis seperti orang yang sedang hormat.
"Kamu suka olah raga?" tanya Alif lagi.
"Ya, kamu sendiri?" tanyaku balik sambil menurunkan tanganku kembali.
"Gak terlalu suka sih, makanya tubuhku jelek gini, beda sama kamu yang berotot dan dada kamu juga bidang gini kayak tentara hehe," puji Alif membuatku jadi besar kepala.
"Ck, bisa aja kamu. Sejak lulus SD, aku emang suka olah raga apalagi kan di pondok olahraganya rame-rame jadi seneng gitu, gak bosenin dan seperti jadi runititas tersendiri. Malah kalau gak olah raga, tubuhku kayak sakit-sakit semua. Dulu aku tuh suka banget basket pas di pondok,"
"Kamu mondok berapa tahun?" tanya Alif lagi yang sepertinya tertarik dengan kehidupanku.
"Enam tahun," jawabku yang membuat dia terbelalak kaget, matanya melotot ke arahku.
"Wuih lama banget ya. Aku dulu juga di suruh mondok saat lulus SMP, tapi baru satu Minggu aku kabur dari pondok, gak betah aku. Aktivitasnya banyak banget dari jam 3 pagi sampai jam 10 malam. Gak sanggup aku, awalnya ayah sama ibu marah, tapi lama lama mereka mengerti dan gak maksa aku buat mondok lagi,"
"Memang aktivitas di pondok padat banget, tapi jika di lakukan dengan hati ikhlas pasti ringan melakukannya, apalagi kan di lakukan bersama-sama makin seneng dah,"
"Hehe aku gak kayak kamu, aku sulit buat bisa akrab sama temen-temen yang lain." Jawabnya.
Tak terasa aku dan Alif pun sudah sampai di warung makan deket taman. Aku memesan nasi goreng sama telur mata sapi. Alif sendiri memesan nasi pecel sama kerupuk. Airnya sama-sama air putih. Harganya juga sangat ramah di kantong, pas buat mahasiswa/i dan anak kosan.
Setelah selesai makan, aku dan Alif langsung pergi ke kampus jalan kaki, karena memang jaraknya mungkin hanya sekitar 15 menit sudah sampai. Bahkan gedungnya pun terlihat walaupun dari jarak jauh karena memang itu gedung lumayan tinggi.
Sesampai di kampus, Alif yang memang sudah tau tempatnya, langsung menuju tempat pendaftaran sedangkan aku hanya mengekor, mengikuti langkah Alif. Namun saat mau menuju ruang pendaftaran, Alif melihat seorang wanita yang seperti kebingungan. Alif yang tak tega melihatnya, langsung menghampirinya.
"Maaf, Mbak. Cari apa, ya? Mungkin saya bisa bantu?" tanya Alif ramah. Wanita yang di ajak bicara pun langsung menoleh ke arah Alif dan ia juga melihat ke arahku yang tepat berada di samping Alif.
Sejenak wanita tersebut terus menatapku dengan tatapan aneh, membuatku sedikit risih. Dan saat aku balik menatapnya, ia buru-buru melihat ke arah Alif lagi, ia seperti malu jika aku balik menatapnya.
"Saya mau daftar kuliah, tapi saya bingung ruangannya ada dimana," jawabnya yang terlihat gugup.
"Oh kebetulan saya juga mau antar temen ke ruang pendaftaran, kalau mau, ayo kita ke sana bareng," ajak Alif tanpa menunggu persetujuanku. Tapi ya gak masalah sih, kita kan emang di haruskan untuk saling membantu satu sama lain.
"Iya, saya mau," jawab perempuan tersebut. Lalu ia pun pergi ke ruang pendafataran bersamaku dan juga Alif.
"Kenalin saya Alif dan ini teman saya, Ilham," ujar Alif memperkenalkan dirinya tanpa adanya sebuah sentuhan tangan. Ia juga tak lupa memperkenalkanku.
"Saya Shafa Salsabila, kalian bisa memanggil saya Shafa," jawab wanita itu yang ternyata bernama Shafa, ia lagi-lagi tersenyum ke arahku. Bukan ge er ya, tapi aku merasa dia sedikit tertarik sama aku. Aku bukan laki-laki bodoh yang tak tau, bagaimana sikap lawan jenis jika sudah menyukai seseorang. Tapi aku pura-pura tak tau aja, karena menurutku itu lebih baik.
"Mending kita ngomong pakai aku aja kali ya, kalau saya rada gimana gitu," ujar Alif sedangkan aku memilih diam.
"Iya boleh, kalian juga mahasiswa baru ya?" tanyanya yang mulai menguasai rasa gugupnya, tak lagi seperti tadi.
"Iya tapi aku sudah daftar kemarin, aku ke sini buat anter temenku buat daftar," jawab Alif dengan nada yang sangat ramah.
"Oh, ambil jurusan apa?" tanya Shafa lagi, aku lagi-lagi memilih diam dan menjadi pendengar setia aja.
"Manajemen bisnis," jawab Alif lagi.
"Sama dong, aku juga manajemen bisnis," balasnya tersenyum bahagia, mungkin karena ia menemukan teman satu jurusan yang kemungkinan besar aku, Alif dan Shafa bisa jadi satu kelas.
"Wah berarti nanti kita satu kelas kan, bisa kebetulan gitu ya?" tanya Shafa lagi yag seakan belum percaya, di hari pertama ia langsung menemukan teman yang satu jurusan.
"Hehe mungkin dah takdir." Jawab Alif menampilkan senyuman manisnya.
Tak lama kemudian, kami pun sampai di ruang pendaftaran, Alif gak ikut masuk, jadi hanya aku dan Shafa aja. Di dalam tak banyak yang di lakukan, hanya mengisi formulir, dan membayar pendaftaran. Bahkan aku dan Shafa tak ada yang berbicara, kami memilih sama-sama bungkam. Kecuali jika pihak kampus yang bertugas menanyakan tentang alasanku masuk kampus ini, barulah aku buka suara.
"Sudah selesai?" tanya Alif setelah melihat aku dan Shafa sama-sama keluar dari ruang pendaftaran.
"Iya," jawabku dan Shafa bersamaan. Kulihat wajah Shafa sudah seperti kepiting rebus, seperti menahan rasa malu. Masa iya hanya gara-gara jawab bersamaan dia langsung bereaksi seperti itu, kayak orang yang sedang jatuh cinta aja.
Aku memilih acuh tak acuh, bukan apa-apa, aku hanya sedikit risih jika harus berdekatan dengan wanita karena sejak mondok, aku hanya bergaul dengan laki laki saja.
Jadi selama enam tahun aku di pesantren, aku lebih banyak menghabiskan waktuku bersama teman laki-laki karena pondok putri dan pondok putra sangat jauh, jadi jarang bertemu apalagi sampai ngobrol bareng.
Aku ngobrol sama cewek ya hanya dengan Umi saja, kalau dengan wanita lain, aku lebih memilih untuk menghindar.
"Syukurlah kalau sudah. Ham, kita jadi kan langsung ke toko?" tanya Alif.
"Iya jadi, tapi kita harus naik angkot kayaknya ya," jawabku.
"Iya karena aku lihat di g****e Maps, sekitar setengah jam-an," balas Alif.
"Kalian mau kemana?" tanya Shafa yang mendengar pembicaraan aku dan Alif.
"Ke toko mau beli gerobak buat jualan," jawab Alif.
"Oh aku tau tempatnya, aku pernah kesana, kebetulan aku kan orang Surabaya, jadi aku sedikit faham daerah sini, kalau kalian mau, kalian bisa ikut mobilku, kebetulan kita searah," ucap Shafa menawarkan.
"Gimana, Ham? Kamu mau gak? Lumayan nih hemat ongkos," ujar Alif sambil melihat ke arahku.
"Iya udah deh, ayo." Mau gak mau, aku pun mengiyakan. Walaupun sebenarnya aku malas jika harus ikut Shafa, tapi karena saat ini aku harus berhemat jadinya aku memilih nikut dengannya aja, toh di mobil kan nantinya tidak hanya berdua, ada Alif juga.
"Ayo kita ke parkiran, mobilku di parkir tak jauh dari sini," ajak Shafa. Aku dan Alif pun menganggukkan kepala, lalu kami pun pergi ke parkiran mobil.
Setelah mengucapkan terima kasih kepada Shafa. Aku dan Alif langsung turun dari mobilnya. Lalu aku dan Alif berjalanmenuju toko yang menjual berbagai macam gerobak."Mau beli apa, Mas?" tanya karyawan toko ramah."Gerobak Mas," jawabku. Jujur, aku terkekeh dalam hati, gimana gak mau terkekeh coba, lah dia tanya mau beli apa, ya pasti beli gerobak. Tak mungkin beli baju, iya kan? Karena di toko ini hanya jual khusus gerobak aja, tak ada yang lain atau dia tanya seperti itu hanya untuk berbasa-basi ya, biasanya kan emang gitu."Silahkan di pilih, Mas. Di sini ada 32 gerobak dengan model dan tentu dengan harga yang berbeda juga, tergantung kualitas dan kerumitannya saat membuat," ucap karyawan toko mempersilahkan."Kayu yang di pakai buat gerobak ini kayu apa, Mas?" tanya Ilham, ia sedikit tau perihal masalah kayu."Ada yang pakai kayu jati, kayu mahoni, kayu trembesi, kayu jati Belanda, kayu sungkai dan kayu mindi," jawabnya lancar, dia s
Jam tiga sore gerobak telah di kirim ke kosan. Lalu aku dan Alif mulai menata semua peralatan dan perlengkapan di atas gerobak serapi mungkin, agar terlihat enak di pandang mata. Alif juga membuat tulisan mengenai harga roti itu dari yang harga 10 ribu sampai 20 ribu tergantung banyaknya keju, susu dan selai yang mereka minta.Setelah selesai semua, sehabis sholat maghrib, aku dan Alif pun langsung berangkat, aku dan Alif bergantian mendorong gerobak tersebut hingga sampai taman. Aku mencari tempat yang cukup strategis, setelah menemukannya barulah aku dan Alif menetapkan akan jualan di sana. Alif yang teriak-teriak, memanggil orang-orang untuk membeli roti bakar sedangkan aku yang sibuk melayani mereka."Ayo guys, beli, harga murah meriah, rasanya pun jangan di tanya karena yang pasti akan membuat ketagihan. Roti Bakar AI murmer, di coba dulu guys, kalau suka, bisa nambah lagi belinya. Roti bakar ini berbeda dari yang lain, karena selain yang membuatnya seorang laki-l
Satu Minggu telah berlalu. Selama seminggu berturut-turut, setiap malamnya aku dan Alif tak pernah absen jualan roti bakar di taman. Keuntungannya pun lumayan. Setiap uang yang di peroleh di bagi tiga, untuk modal, untukku dan untuk Alif. Aku juga tak hanya jualan ofline tapi juga online untuk menambah penghasilan. Bagi mereka yang malas keluar, bisa memesan lewat online dan nanti ada ojol yang akan menjemputnya dan mengantarkan ke mereka yang memesan. Tentu ongkos kirimnya di tanggung oleh pihak pemesan atau pembeli.Dan kini di Hari Senin, aku dan Ilham pun mulai kuliah. Aku menggunakan celana hitam dan baju kemewa warna putih dan juga sepatu hitam sesuai instruksi yang di terima lewat pesan grup. Ini adalah hari pertama OSPEK, yang merupakan singkatan dari Orientasi Studi dan Pengenalan Kampus yang tujuannya untuk mengenalkan mahasiswa baru tentang dunia perkulihaan. Mahasiswa baru biasanya akan di kenalkan pada istilah-istilah dasar dan sistem diperguruan tinggi.&nb
Hari-hari menjalani ospek di lewati dengan suka cita, tak ada kekerasan fisik, tak ada hukuman berat, tak ada bentakan atau teriakan yang membuat anak maba merasa takut. Bahkan Alif yang tadinya merasa takut menjalani ospek malah sangat menikmatinya. Memang seperti inilah ospek yang sebenarnya bukan membunuh mental para anak maba. Tidak seperti universitas di luaran sana, setiap kali ospek selalu di kasih hukuman yang tak masuk akal, bahkan ada yang sampai mendapatkan kekerasan fisik, di bentak dan lain sebagainya. Entah itu ospek atau ingin mengerjai anak maba, mungkin karena di kasih kepercayaan jadi bisa semena-mena menyiksa anak orang. Memang tak semua kampus kayak gitu, tapi setiap tahun pasti ada yang berjatuhan korban hingga miris liatnya. Entah mereka punya hati nurani apa gak saat menyiksa anak maba. Kita hanya bisa berdoa semoga di jauhkan dari hati yang keras hingga tak punya belas kasih pada orang lain.Setelah satu Minggu menjalani ospek, hari ini adalah ha
Hari berganti hari, Minggu berganti Minggu. Aku dan Nesya semakin hari semakin akrab dan rasa kagumku semakin hari juga semakin membuncah, entah kenapa setiap kali ada di dekatnya aku merasa sangat nyaman sekali.Sedangkan Shafa, ia juga selalu mencari perhatianku, padahal sedikitpun aku tak tertarik dengannya. Aku bahkan sampai merasa gak enak sendiri sama Alif, karena Alif mengatakan padaku, ia menyukainya."Ham, kamu suka kan sama Nesya?" tanyanya waktu itu."Enggak," jawabku berbohong."Kamu mungkin bisa membohongiku, Ham. Tapi kamu tak bisa membohongi diri kamu sendiri. Aku bisa melihat kalau kamu mulai nyaman dengan Nesya begitupun dengan aku. Hanya saja sayangnya cintaku bertepuk sebelah tangan, karena wanita yang aku cintai, ternyata mencintai kamu," balas Alif."Aku gak mau mengurus percintaan dulu, aku ingin fokus kuliah agar bisa membahagiakan orang tuaku, aku juga ingin fokus sama usaha kita, biar bisa maju dan berkembang. Lagian
Setelah puas bermain Basket, aku dan Alif pun pamit pulang lebih dulu sedangkan yang lain masih terus bermain entah sampai jam berapa. Sesampai di kos, aku dan Alif masuk ke kamar masing-masing untuk mandi dan salat Ashar karena jam sudah menunjukkan pukul setengah lima sore. Selesai salat, aku masih menyempatkan waktu mengaji walaupun hanya beberapa lembar saja sambil nunggu adzan Maghrib. Setelah adzan Maghrib, aku dan Alif pun bersiap-siap menata dagangan di gerobak, baru setelah itu aku langsung berangkat bareng Alif.Sesampai di taman, aku langsung melayani pelanggan yang ternyata ada dua orang yang sudah menunggu di taman, menunggu roti bakar buatanku karena kata mereka, rasanya sangat enak dan pas di lidah.Sedangkan Alif ia juga ikut membantuku, ia tak perlu lagi teriak-teriak seperti di awal. Karena kini usaha ini juga sudah mulai terkenal di daerah ini."Oh ya, Ham. Ini ada yang order lima orang, katanya mau di ambil setengah jam lagi, ia masih d
Keesokan harinya aku dan Alif pergi jalan-jalan karena besok sudah harus masuk kuliah lagi jadi tak mungkin bisa jalan-jalan kecuali nunggu hari Jumat.Pertama-tama aku dan Alif pergi ke Taman Bungkul naik ojek, sampai ke jalan besar, aku memilih berhenti dan naik Bus Surabaya, aku dan Alif memilih keliling dulu sebelum akhirnya berhenti di dekat Taman Bungkul.Untuk menggunakan Bus Surabaya tak perlu pakai uang, cukup bayar dengan botol bekas. Jadi lumayanlah hemat uang. Untung aku dan Alif setiap beli minuman botol, botolnya gak pernah di buang dan selalu di simpan sehingga bisa di manfaatkan di saat seperti ini.Di Taman Bungkul, kami hanya sebentar, sekitar dua jam saja, lalu lanjut pergi ke Tugu Pahlawan. Di sana, aku bisa menikmati pemandangan yang bagus dan juga bisa melihat-lihat sejarah pahlawan, bahkan jika masuk ke museum, kita bisa melihat berbagai macam peralatan pahlawan yang di simpan baik sampai sekarang.Setelah puas melihat-lihat Tugu Pa
Suka SholawatanJam 8 malam, Nesha datang dengan membawa mobilnya yang biasa ia pakai ke kampus. Kebetulan Alif juga lagi gak ada, ia pergi ke kosan untuk mengambil roti yang kurang dua dus lagi."Hei, gimana laris?" tanyanya sambil duduk di kursi plastik yang aku sediakan. Emang aku menyediakan 5 kursi plastik. Dua di antaranya di pakai untuk aku dan Alif, sedangkan yang tiga untuk pelanggan yang menunggu, biar gak capek berdiri terus, jadi bisa duduk biar lebih nyaman nunggunya."Alhamdulillah, laris," jawabku sambil sibuk membolak-balikkan roti yang ada di atas panggangan, setelah itu aku lanjut memakai mentega di roti yang mau aku bakar. Dan lanjut menaruh selai di tengah-tengah roti yang sudah aku belah jadi dua bagian.Roti yang sudah matang aku angkat lalu aku taruh di kertas minyak yang sudah aku siapkan. Gara-gara tak ada Alif, aku jadi kerepotan sendiri."Gimana pesananku, sudah selesai?" tanyanya lagi."Belum, kurang lima belas bu
Pov Alif Perkenalkan namaku Alif, aku mempunyai sahabat bernama Ilham, dia laki-laki yang sangat baik, tampan, gagah, sholeh, ulet dan cinta akan kebersihan. Dia juga pekerja keras dan punya semangat belajar yang tinggi. Andai aku jadi perempuan, aku pasti mencintainya. Sayangnya aku laki-laki, jadi aku hanya sekedar mengaguminya saja. Beberapa bulan mengenalnya membuat aku mulai mengenal sifat dia, termasuk gerakan tubuhnya yang membuat aku mengerti. Seperti saat ia yang ternyata diam-diam menyukai salah satu teman kami yang tak lain bernama Nesha, sayangnya dia wanita yang berbeda keyakinan dengannya. Walaupun ia tak cerita, namun aku tau ia selalu berperang batin dengan apa yang ia rasakan. Di satu sisi, ia mulai mengenal cinta, bahkan mungkin Nesha merupakan cinta pertama untuknya tapi di sisi lain, ia sadar bahwa mereka tak mungkin bersatu, terlebih ia tak mau mengecewakan kedua orangtuanya yang sudah mengizinkan dirinya untuk kuliah di kota, jauh dari A
Keesokan harinya seperti biasa aku dan Alif berangkat kuliah dengan jalan kaki. Sebelumnya aku dan Alif mampir di Warung Buk Asih untuk sarapan pagi.Setelah berjalan beberapa menit, sampailah aku dan Alif di lingkungan kampus. Mungkin karena masih terlalu pagi, jadi hanya beberapa orang aja yang datang."Lif, ke kantin yuk?" ajakku."Ngapain? Kita kan udah sarapan tadi di Warung Buk Asih," sahutnya."Ya ... kita minum teh aja yuk sambil nunggu temen yang lain datang," jawabku."Aku mau ke perpus aja," balasnya."Ngapain?" tanyaku penasaran."Aku mau cari Novel buat aku baca di kosan nanti. Bosen main game terus," jawabnya."Oh perlu aku temenin?" tanyaku lagi."Enggak usah. Kamu ke kantin aja dulu, nanti setelah aku menemukan novel kesukaanku, aku akan nyamperin kamu," ucapnya."Oke, aku ke kantin dulu kalau gitu," ujarku. Alif pun menganggukkan kepala.Lalu aku dan Alif berpencar, aku ke kiri sedangka
Suka SholawatanJam 8 malam, Nesha datang dengan membawa mobilnya yang biasa ia pakai ke kampus. Kebetulan Alif juga lagi gak ada, ia pergi ke kosan untuk mengambil roti yang kurang dua dus lagi."Hei, gimana laris?" tanyanya sambil duduk di kursi plastik yang aku sediakan. Emang aku menyediakan 5 kursi plastik. Dua di antaranya di pakai untuk aku dan Alif, sedangkan yang tiga untuk pelanggan yang menunggu, biar gak capek berdiri terus, jadi bisa duduk biar lebih nyaman nunggunya."Alhamdulillah, laris," jawabku sambil sibuk membolak-balikkan roti yang ada di atas panggangan, setelah itu aku lanjut memakai mentega di roti yang mau aku bakar. Dan lanjut menaruh selai di tengah-tengah roti yang sudah aku belah jadi dua bagian.Roti yang sudah matang aku angkat lalu aku taruh di kertas minyak yang sudah aku siapkan. Gara-gara tak ada Alif, aku jadi kerepotan sendiri."Gimana pesananku, sudah selesai?" tanyanya lagi."Belum, kurang lima belas bu
Keesokan harinya aku dan Alif pergi jalan-jalan karena besok sudah harus masuk kuliah lagi jadi tak mungkin bisa jalan-jalan kecuali nunggu hari Jumat.Pertama-tama aku dan Alif pergi ke Taman Bungkul naik ojek, sampai ke jalan besar, aku memilih berhenti dan naik Bus Surabaya, aku dan Alif memilih keliling dulu sebelum akhirnya berhenti di dekat Taman Bungkul.Untuk menggunakan Bus Surabaya tak perlu pakai uang, cukup bayar dengan botol bekas. Jadi lumayanlah hemat uang. Untung aku dan Alif setiap beli minuman botol, botolnya gak pernah di buang dan selalu di simpan sehingga bisa di manfaatkan di saat seperti ini.Di Taman Bungkul, kami hanya sebentar, sekitar dua jam saja, lalu lanjut pergi ke Tugu Pahlawan. Di sana, aku bisa menikmati pemandangan yang bagus dan juga bisa melihat-lihat sejarah pahlawan, bahkan jika masuk ke museum, kita bisa melihat berbagai macam peralatan pahlawan yang di simpan baik sampai sekarang.Setelah puas melihat-lihat Tugu Pa
Setelah puas bermain Basket, aku dan Alif pun pamit pulang lebih dulu sedangkan yang lain masih terus bermain entah sampai jam berapa. Sesampai di kos, aku dan Alif masuk ke kamar masing-masing untuk mandi dan salat Ashar karena jam sudah menunjukkan pukul setengah lima sore. Selesai salat, aku masih menyempatkan waktu mengaji walaupun hanya beberapa lembar saja sambil nunggu adzan Maghrib. Setelah adzan Maghrib, aku dan Alif pun bersiap-siap menata dagangan di gerobak, baru setelah itu aku langsung berangkat bareng Alif.Sesampai di taman, aku langsung melayani pelanggan yang ternyata ada dua orang yang sudah menunggu di taman, menunggu roti bakar buatanku karena kata mereka, rasanya sangat enak dan pas di lidah.Sedangkan Alif ia juga ikut membantuku, ia tak perlu lagi teriak-teriak seperti di awal. Karena kini usaha ini juga sudah mulai terkenal di daerah ini."Oh ya, Ham. Ini ada yang order lima orang, katanya mau di ambil setengah jam lagi, ia masih d
Hari berganti hari, Minggu berganti Minggu. Aku dan Nesya semakin hari semakin akrab dan rasa kagumku semakin hari juga semakin membuncah, entah kenapa setiap kali ada di dekatnya aku merasa sangat nyaman sekali.Sedangkan Shafa, ia juga selalu mencari perhatianku, padahal sedikitpun aku tak tertarik dengannya. Aku bahkan sampai merasa gak enak sendiri sama Alif, karena Alif mengatakan padaku, ia menyukainya."Ham, kamu suka kan sama Nesya?" tanyanya waktu itu."Enggak," jawabku berbohong."Kamu mungkin bisa membohongiku, Ham. Tapi kamu tak bisa membohongi diri kamu sendiri. Aku bisa melihat kalau kamu mulai nyaman dengan Nesya begitupun dengan aku. Hanya saja sayangnya cintaku bertepuk sebelah tangan, karena wanita yang aku cintai, ternyata mencintai kamu," balas Alif."Aku gak mau mengurus percintaan dulu, aku ingin fokus kuliah agar bisa membahagiakan orang tuaku, aku juga ingin fokus sama usaha kita, biar bisa maju dan berkembang. Lagian
Hari-hari menjalani ospek di lewati dengan suka cita, tak ada kekerasan fisik, tak ada hukuman berat, tak ada bentakan atau teriakan yang membuat anak maba merasa takut. Bahkan Alif yang tadinya merasa takut menjalani ospek malah sangat menikmatinya. Memang seperti inilah ospek yang sebenarnya bukan membunuh mental para anak maba. Tidak seperti universitas di luaran sana, setiap kali ospek selalu di kasih hukuman yang tak masuk akal, bahkan ada yang sampai mendapatkan kekerasan fisik, di bentak dan lain sebagainya. Entah itu ospek atau ingin mengerjai anak maba, mungkin karena di kasih kepercayaan jadi bisa semena-mena menyiksa anak orang. Memang tak semua kampus kayak gitu, tapi setiap tahun pasti ada yang berjatuhan korban hingga miris liatnya. Entah mereka punya hati nurani apa gak saat menyiksa anak maba. Kita hanya bisa berdoa semoga di jauhkan dari hati yang keras hingga tak punya belas kasih pada orang lain.Setelah satu Minggu menjalani ospek, hari ini adalah ha
Satu Minggu telah berlalu. Selama seminggu berturut-turut, setiap malamnya aku dan Alif tak pernah absen jualan roti bakar di taman. Keuntungannya pun lumayan. Setiap uang yang di peroleh di bagi tiga, untuk modal, untukku dan untuk Alif. Aku juga tak hanya jualan ofline tapi juga online untuk menambah penghasilan. Bagi mereka yang malas keluar, bisa memesan lewat online dan nanti ada ojol yang akan menjemputnya dan mengantarkan ke mereka yang memesan. Tentu ongkos kirimnya di tanggung oleh pihak pemesan atau pembeli.Dan kini di Hari Senin, aku dan Ilham pun mulai kuliah. Aku menggunakan celana hitam dan baju kemewa warna putih dan juga sepatu hitam sesuai instruksi yang di terima lewat pesan grup. Ini adalah hari pertama OSPEK, yang merupakan singkatan dari Orientasi Studi dan Pengenalan Kampus yang tujuannya untuk mengenalkan mahasiswa baru tentang dunia perkulihaan. Mahasiswa baru biasanya akan di kenalkan pada istilah-istilah dasar dan sistem diperguruan tinggi.&nb
Jam tiga sore gerobak telah di kirim ke kosan. Lalu aku dan Alif mulai menata semua peralatan dan perlengkapan di atas gerobak serapi mungkin, agar terlihat enak di pandang mata. Alif juga membuat tulisan mengenai harga roti itu dari yang harga 10 ribu sampai 20 ribu tergantung banyaknya keju, susu dan selai yang mereka minta.Setelah selesai semua, sehabis sholat maghrib, aku dan Alif pun langsung berangkat, aku dan Alif bergantian mendorong gerobak tersebut hingga sampai taman. Aku mencari tempat yang cukup strategis, setelah menemukannya barulah aku dan Alif menetapkan akan jualan di sana. Alif yang teriak-teriak, memanggil orang-orang untuk membeli roti bakar sedangkan aku yang sibuk melayani mereka."Ayo guys, beli, harga murah meriah, rasanya pun jangan di tanya karena yang pasti akan membuat ketagihan. Roti Bakar AI murmer, di coba dulu guys, kalau suka, bisa nambah lagi belinya. Roti bakar ini berbeda dari yang lain, karena selain yang membuatnya seorang laki-l