Mobil yang ditumpangi Leonhard sampai di rumah, dia merogoh saku celana lalu memakai cincin nikahnya setelah melihat mobil sang istri terparkir di halaman.
Dia turun tepat ketika mobil mewah itu berhenti lalu melangkah gontai masuk ke dalam rumah. Kepala asisten rumah tangga membukakan pintu. “Nyonya ada di ruang makan menunggu Tuan,” kata pria paruh baya itu seraya mengambil alih tas dari tangan Leonhard. Leonhard tidak memberikan respon, hanya menyerahkan tasnya dengan ekspresi malas. Seiring langkahnya menuju ruang makan, Leonhard berusaha melengkungkan senyum hingga akhirnya dia bisa memberikan senyum terbaik saat tatapannya bertemu dengan tatapan sang istri. “Hai Leon,” sapa Nova Lyra Handoko-anak dari crazy rich Surabaya yang dia nikahi setahun lalu karena perjodohan yang membawanya ke Indonesia-kampung halaman sang mami untuk mengelola perusahaan milik sang papi yang telah bergabung dengan perusahaan milik pak Handoko yang tidak lain adalah ayah mertuanya. “Hai Nova, kapan datang?” Leonhard balas menyapa disertai pertanyaan basa-basi. Langkah Leonhard sampai di samping kursi yang diduduki Nova lalu membungkuk untuk memberikan kecupan di kening wanita itu. “Barusan banget, kayanya mobil aku juga masih terparkir di luar.” Nova menjawab meski dia tahu kalau pertanyaan itu hanya basa-basi. “Papa dan mama apakabar?” Leonhard bertanya lagi sambil membuka piring, siap untuk makan malam. “Mereka baik, papa lagi sibuk sama bisnis barunya dan mama sibuk sama bisnisnya juga,” jawab Nova menceritakan. “Pantesan papa sulit aku hubungi,” kata Leonhard berkomentar. “Ya … kami semua sibuk, perekonomian di Negara ini sedang bangkit dan kita harus memanfaatkan peluang itu sebaik mungkin,” kata Nova yang belum juga memulai makan malamnya karena sibuk bercerita. Leonhard mengangguk setuju, pandangannya tertuju pada piring tanpa tertarik menatap wajah sang istri padahal hanya seminggu sekali dia temui. Leonhard tinggal di Jakarta sedangkan Nova di Surabaya karena bisnis Nova ada di sana dan mereka sepakat untuk long distance relationship tanpa drama. Makan malam kali ini tidak membosankan karena Nova banyak bercerita bahkan berkonsultasi meminta pendapat tentang bisnis yang meski Leonhard tahu kalau sebenarnya Nova tidak butuh itu, sang istri juga pebisnis ulung karena lahir dari sepasang orang tua yang jenius dalam bisnis. Leonhard menanggapi seperti biasa, tidak antusias juga tidak malas-malasan. Sedikit saran dia berikan agar makan malam tidak menciptakan hening. Sampai akhirnya makan malam selesai dan mereka harus melakukan ‘ritual rutin’ di kala weekend. “Aku mandi duluan ya,” cetus Leonhard karena dia tahu kalau Nova akan berendam setelah melakukan perjalanan dari Surabaya menggunakan jalur darat karena biasanya akan berhenti di Jogja, atau Pekalongan atau mungkin Cirebon karena beberapa kliennya tinggal di sana sehingga perjalanan Surabaya – Jakarta mungkin akan dia tempuh dalam beberapa hari jika menggunakan mobil. Tapi sering juga Nova datang ke Jakarta menggunakan jalur udara dan Leonhard yang akan menjemputnya di Bandara jika tidak ada meeting. “Oke,” sahut Nova yang sedang menanggalkan pakaiannya. Leonhard bergegas membersihkan tubuhnya tidak lama dia keluar dari kamar mandi dengan hanya melilitkan handuk di pinggang. Tatapan teduh Nova dia dapatkan dengan smirk di sudut bibir. Nova semestinya beruntung memiliki suami tampan dengan tubuh atletis seperti Leonhard dan dia juga seharusnya tidak melepas Leonhard begitu saja di Jakarta karena mungkin banyak wanita yang ingin berada di posisinya. Setelah pintu kamar mandi tertutup, Nova menyandarkan punggungnya di sana. Tatapannya kosong ke langit-langit kamar mandi selama beberapa detik sebelum akhirnya dia menyalakan kram untuk mengisi bathub sedangkan Leonhard membuka MacBook usai mengenakan pakaian tidur yang nyaman. Jemarinya menari indah di antara kumpulan angka dan huruf, tidak lama setelah itu dia meraih ponsel lalu membuka ruang pesan dengan seseorang. Leonhard : Bu Aruna, terlampir data yang sudah saya perbaiki. Leonhard mengirim pesan kepada Aruna karena kejeliannya-Aruna dapat mengoreksi jumlah unit bahan baku yang seharusnya digunakan untuk salah satu produk. Aruna : Baik, Pak Leonhard … Terimakasih dan selamat malam. Leonhard meletakan ponsel di atas nakas, dia memutar tubuh karena merasa seseorang berdiri di belakangnya. Ternyata benar, ada Nova dibalut lingery seksi sedang berdiri bersama senyum dan sorot mata teduh seperti tadi. Leonhard melangkah mengikis jarak, tangannya terangkat merangkum sisi wajah Nova, dia usap ibu jarinya di pipi halus dan lembut itu lantas menunduk dalam bersamaan dengan mendongakan kepala Nova sehingga bibir mereka bertemu. Saling melumat lalu terpagut diawali dengan sentuhan lembut lalu lama-lama menuntut. Perlahan Leonhard mendorong Nova ke atas ranjang dengan satu tangan merengkuh pinggang wanita itu. Setelah Nova berbaring di atas ranjang, Leonhard menarik turun tali spaghety di pundak Nova agar bongkahan di dadanya terekspose. Menggunakan telapak tangan besarnya Leonhard meremat salah satu bongkahan sementara satu tangannya lagi menurunkan celana dalam Nova yang kooperatif membantu dengan menggerakan kakinya. Kini satu jemari Leonhard bergerilya di bagian hangat dan lembab guna menstimulasi agar siap untuk dimasuki, sementara itu pandangan Leonhard selalu tertuju pada bagian bawah menghindari tatapan dengan Nova. Nova memejamkan mata, menggigit bibir bawah saat merasakan hasratnya mulai terbakar. Setelah dirasa Nova siap dimasuki, Leonhard menanggalkan kaos lalu menurunkan celana tanpa menyisakan sehelai benangpun di tubuhnya. Leonhard meletakan miliknya di atas milik Nova, menekan kemudian menggeseknya perlahan agar menegang dan membesar sehingga bisa masuk dengan mudah ke dalam Nova. Cukup lama Leonhard melakukan itu sampai miliknya siap untuk melakukan hentakan sementara Nova sudah kalang kabut menggerakan kepalanya ke kiri dan kanan. Desah lega tercetus dari bibir Nova tatkala Leonhard memenuhinya di bagian bawah. Pria itu menghentak pelan agar tidak melukai Nova. “Faster Leon! I want faster!!!” seru Nova yang justru menginginkan sebaliknya. Leonhard mengabulkan keinginan Nova, dia tumbuh Nova begitu dalam dan kencang. Matanya terpejam dengan nafas memburu sama dengan Nova yang kini mendekap erat Leonhard, melingkarkan kedua tangan di leher pria itu. Gerakan dari hentakan kencang di dalam pelukan mempertemukan bibir mereka. Leonhard memagut bibir Nova lagi dibalas pagutan dalam oleh Nova yang kemudian membuka mulutnya agar lidah Leonhard bisa masuk dan membelainya lebih dalam. Lama-lama Nova merasakan perutnya bergejolak hebat, sesuatu seperti menghantam kuat membuat perutnya mengetat lalu tubuhnya bergetar saat kenikmatan itu dapat diraihnya. Tahu kalau istrinya telah mendapatkan pelepasan, Leonhard menghentak kian kencang. Dia memejamkan matanya kembali sampai akhirnya dia juga dapat merasakan kenikmatan yang sama. Benihnya tercurah semua ke rahim Nova bersamaan dengan hentakan yang semakin melambat. Beberapa saat kemudian Leonhard menggulirkan tubuhnya ke samping sembari menarik selimut menutupi bagian bawah tubuhnya. Satu tangan dia letakan di atas kening dengan mata terpejam dan nafas memburu. “Masih kerasa benangnya?” tanya Nova sembari bergerak mendudukan tubuh. “Masih … kalau bisa kamu konsultasi ke dokter, cari cara lain untuk enggak bisa hamil, benang IUD menggangguku …,” keluh Leonhard tanpa membuka matanya. “Oke … mungkin aku akan minta benangnya dipotong lebih pendek yang pasti aku enggak mau minum pil,” kata Nova lalu bangkit dan menarik langkah menuju kamar mandi setelah memakai kembali lingery. “Apa memotong pendek benangnya akan menyakitimu?” Langkah Nova terhenti oleh pertanyaan yang terdengar perhatian di telinganya. “Aku belum tahu,” kata Nova mengangkat kedua pundak. “Kalau menyakiti kamu enggak usah …,” gumam Leonhard, matanya masih terpejam dan sesungguhnya dia tinggal selangkah lagi memasuki alam mimpi. “Kamu benar-benar peduli sama aku?” Nova membatin seolah tidak percaya sambil tersenyum pelik. Dia melanjutkan langkah menuju kamar mandi untuk membersihkan cairan cinta milik Leonhard yang tertinggal di bagian intinya. Saat Nova kembali ke area ranjang, dengkuran pelan dan halus terdengar dari hidung pria tampan dengan tubuh atletis yang hanya ditutupi selembar selimut tipis di bagian bawahnya saja. Nova mengembuskan nafas, melipat tangan di dada, matanya menatap Leonhard yang tertidur pulas dengan tatapan terbaca. Dia lantas merangkak naik ke atas tempat tidur, berbaring membelakangi Leonhard namun tidak lama kemudian Leonhard bergerak memeluk dari belakang, menenggelamkan wajah di tengkuknya. Nova tertegun sesaat, bibirnya tersenyum samar sebelum akhirnya perlahan matanya terpejam menyusul Leonhard ke alam mimpi.Aruna menempelkan ponselnya ke dada, mata terpejam dan bibirnya tersenyum setelah membalas pesan dari Leonhard padahal tidak ada kalimat romantis dalam percakapan singkat itu tapi Aruna rasanya seperti sedang pacaran dengan Leonhard.Aruna pernah menyukai beberapa lelaki, tapi Leonhard berbeda.Pria matang itu berhasil membuat Aruna jadi aneh seperti ini.Aruna mengotak-ngatik ponselnya membuka lagi ruang pesan dengan Leonhard kemudian pergi ke profil pria itu untuk melihat dengan jelas foto profil Leonhard yang tengah main golf, padahal hanya sebagian wajahnya yang terlihat tapi dalam pandangan Aruna-Leonhard sungguh luar biasa tampan.Aruna mengusap layar ponselnya menggunakan ibu jari dan mata yang berbinar.Beberapa detik kemudian dia sadar akan kegilaan yang dilakukannya, Aruna terkekeh sembari menutup wajah menggunakan satu tangan lantas menjatuhkan punggung di atas kasur.“Kayanya papi pasti setuju kalau aku pacaran sama Leon ….” Aruna bicara sendiri.“Emm … tapi enggak,
“Pagi Bu …,” sapa Tasya dan Tezaar kompak.Mereka berdua adalah asisten Aruna.“Pagi … kamu udah berhasil hubungi pak Robby?” Aruna bertanya kepada Tezaar.“Sudah Bu, beliau siap menerima kedatangan Ibu dan pak Leon.” Tezaar menjawab lugas.“Oke … terus Sya, kamu tolong bantu saya analisis data yang kemarin ya … nanti saya periksa kembali pulang dari pabrik.” Aruna memberi perintah kepada Tasya.“Baik, Bu!” Tasya menyahut.“Saya tunggu pak Leon di bawah aja ya, biar langsung pergi.” Aruna berujar lagi sambil melirik arlojinya.“Baik, Bu.” Tasya dan Tezaar kompak menimpali.Aruna kembali ke lantai satu menunggu Leonhard di lobby.Setelah duduk selama satu jam di sana, dia mulai gelisah lalu memeriksa ponselnya untuk menghubungi Leonhard.Namun sayang ponselnya mati, lupa diisi daya karena dipeluk semalaman.“Yaaaah … ada-ada aja.” Aruna mengesah.Dia mengeluarkan powerbank dari dalam tas dan kembali melorotkan bahu karena powerbank ya juga kehabisan daya.“Pak! Punya charg
Aruna mengemudikan mobil Narashima pulang ke rumah, jalanan masih saja macet padahal jam pulang kerja sudah lewat.Seharusnya tadi pagi dia minta diantar driver, bukannya malah main masuk mobil saja.Butuh waktu satu setengah jam sampai di rumah dan keadaan rumah sudah sepi dengan beberapa lampu padam.Saat Aruna melewati ruang televisi, tiba-tiba lampu menyala, seketika sosok papi memenuhi pandangan matanya maka langkah Aruna pun berhenti.“Sayang … sini duduk dulu, kita ngobrol sebentar.” Papi menepuk space kosong di sofa panjang.Aruna mengembuskan nafas, raut lelah kentara sekali di wajah cantiknya.Lelah bukan karena bekerja melainkan berperang dengan mood buruknya seharian ini.“Kamu capek?” Papi Arkana bertanya.“Bangeeeet! Ternyata kerjaan pak Bagas banyak banget ya … Pantesan aja sering lembur, Aruna kira biar bisa dapet uang lembur yang besar ….” Aruna tampak menyesal telah berpikir negatif kepada bosnya yang dulu.“Kamu itu ya, negatif thinkiiiiing aja.” Papi Arkan
BUSSINES TRIPHari yang ditunggu-tunggu Aruna akhirnya tiba, dia dan Leonhard akan melakukan kunjungan ke salah satu pabrik yang memproduksi bahan baku.Tadi malam Aruna telah mengisi daya batre ponselnya berikut dengan powerbank.Sambil berdandan dia sering kali mengecek ponsel untuk memastikan tidak ada chat dari Leonhard yang membatalkan janji.“Mi … Pi … Aruna pergi ya, Aruna mau ke pabrik sama pak Leon.” Aruna mengecup pipi papi dan mami kemudian bibirnya mengapit satu helai roti yang baru saja diambil dari piring saji di atas meja.“Sayang, kapan kamu mau pindah ke apartemen?” Mami berteriak dari ruang makan karena Aruna telah melesat cepat menuju pintu depan.“Nanti aja!” Aruna balas berteriak sebelum melewati pintu.Mami mengembuskan nafas panjang sementara papi menggelengkan kepala samar.“Kenapa Aruna boleh tinggal di apartemen tapi Nara enggak?” Narashima terdengar menggerutu.“Iya … enggak adil.” Reyzio menimpali.“Nanti kalian bawa cewek ke apartemen.” Papi Arka
Aruna mengawasi Leonhard dan pak Robby dari jauh, dia tidak bisa membantu pak Robby untuk mendapatkan tender ini karena sang klien datang langsung menilai.Dan entah karena kharisma atau kejelian Leonhard serta insting kuat yang dimilikinya sampai mampu membuat pak Robby kelabakan menjawab pertanyaan pria itu.Aruna bisa melihat raut kecewa di wajah tampan Leonhard.Beberapa saat kemudian pak Robby dan Leonhard datang mendekati Aruna yang berdiri di pintu keluar.“Terimakasih pak Robby, akan saya pertimbangkan hasil survei kali ini ….” Leonhard tidak ingin berlama-lama, dia menjabat tangan pak Robby untuk berpamitan.“Mungkin nanti saya yang akan menginfokan kepada Pak Robby hasil dari keputusan Pak Leon,” kata Aruna menjadi penengah.“Ya … itu bagus,” balas Leonhard setuju.“Baik, Pak Leon … Bu Aruna … saya tunggu kabar baiknya,” ujar pak Robby penuh harap.Pak Robby mengantar Aruna dan Leonhard ke area depan pabrik.Sama seperti perginya, saat kembali ke parkiran mobil pun
“Pagi Pak Leon,” sapa Aruna ketika membuka pintu mobil.Senyum manis merekah di bibirnya yang dipoles liptint warna pink.“Pagi Bu Aruna,” balas Leonhard hangat dan ramah.“Papi baru aja pergi anter mami ke Bali jadi Pak Leon enggak perlu minta ijin,” kata Aruna menyambung pembicaraan tadi malam sebelum sempat Leonhard bersuara tentang mampir untuk pamit kepada kliennya tersebut.“Oh ….” Leonhard tertawa dan lagi-lagi suara bariton seksinya membuat Aruna ingin dijamah pria itu di atas ranjang.Bayangkan saja, Aruna dengan hormon remaja menginjak dewasanya belum pernah disentuh oleh pria asing manapun bahkan ciuman pertama belum pernah dia dapatkan.Itu karena Aruna memiliki lima bodyguard yang selalu mengekangnya. “Baiklah,” sambung Leonhard mengerti.Mobil pun melaju usai driver memasukan koper Aruna ke kabin belakang.Leonhard mengamati cara berpakaian Aruna yang lebih casual tapi tetap tidak meninggalkan kesan old money.Aruna tidak memakai stelan blazer dengan pinsil sk
“Mohon maaf hanya ada satu kamar … tapi saya jamin aman, tidak akan ada penggerebekan,” kata resepsionis saat Aruna meminta dua kamar untuk dirinya dan Leonhard.Leonhard dan Aruna saling menatap.“Apa ada hotel lain sekitar sini?” Leonhard bertanya kepada sang resepsionis.“Enggak ada.” Dan pria resepsionis serta Aruna kompak menjawab.“Kalau tidak mau tidur di bed yang sama, saya bisa sediakan bed tambahan … kamarnya cukup luas kok dan saya jamin aman,” ulang pria itu lagi di akhir kalimat.“Bukan gitu … masalahnya kami bukan pasangan.” Aruna bergumam meski sebenarnya hatinya jumpalitan di dalam sana.“Wahai semesta … mengapa engkau kooperatif sekali,” kata Aruna di dalam hati, ingin rasanya menjerit bahagia. “Ya siapa tahu setelah pulang dari sini jadi pasangan,” kata pria muda di balik meja resepsionis diakhiri tawa kering karena baik Leonhard dan Aruna memberikan tatapan malas.“Pak Leon keberatan enggak kalau kita satu kamar?” Aruna bertanya dengan tampang datar biasa y
“By the way, ini ‘kan bukan jam kerja … Pak Leon panggil saya Aruna aja … lagian usia kita terpaut jauh lebih tua Pak Leon.” Aruna mulai mencoba untuk lebih dekat dengan Leonhard.“Baiklah, tapi saya juga enggak mau dipanggil dengan sebutan Bapak ya … usia kita enggak beda jauh kok jadi panggil saya Leon aja.” Leonhard memberi syarat.“Ya ampun … pake aku kamu juga enggak?” Aruna membatin.“Kita santai aja ya kalau lagi berdua atau di luar jam kerja … karena mungkin kita akan terhubung selama beberapa tahun ke depan,” cetus Leonhard seolah bisa mendengar apa kata hati Aruna.“Okeee … ide bagus.” Aruna pun setuju.Bersamaan dengan itu soto pesanan mereka sampai.“Kamu benar, sotonya enak ….” Leonhard berujar setelah menghabiskan satu mangkuk soto.“Syukurlah kalau kamu suka,” kata Aruna lega.Eee … cieee, sekarang mereka sudah menggunakan panggilan aku kamu sebentar lagi mungkin sayang.Sepertinya Aruna sedang dikelilingi keberuntungan kar
Benar saja, Leonhard mendapat pemberitahuan kalau mulai Senin sudah bisa menduduki jabatan CEO kembali di Asia Sinergy Jakarta.Mi-Rae mengamuk sewaktu mendengar berita tersebut.Dia menghubungi putranya untuk memberikan banyak wejangan demi agar bisa menjatuhkan Leonhard.Selama beberapa menit Ethan mengerutkan wajah mendengar sang mami meracau penuh emosi dalam sambungan telepon.“Mi … Mi … dengar aku dulu ….” Setelah Ethan berkata demikian, barulah Mi-Rae berhenti nyerocos hanya terdengar nafas memburu beliau sekarang.“Asia Sinergy Jakarta hanya perusahaan kecil, tidak sampai setengah saham Asia Sinergy Singapura ditanam di sana … biarkan Leon memiliki itu, kita masih bisa mendapatkan Asia Sinergy Singapura dan Asia Sinergy Korea … aku sedang fokus mengembalikan kejayaan Asia Sinergy Singapura untuk mengambil hati kakek agar kakek yakin memberikan perusahaan induk kepadaku … Mami sabar saja, tunggu dan lihat bagaimana kita akan memiliki seluruh harta kakek dan membuat miskin
Mia terpekur di tempat duduknya di ruang meeting di mana ada Ava, Leonhard dan Ethan juga di sana.Leonhard sedang menyampaikan beberapa strategi untuk dapat mengembalikan kejayaan Asia Sinergy tanpa sekalipun menyebut nama Mia sebagai biang keladinya.Adik bungsunya Mia itu tidak membahas siapa yang melakukan ini atau kenapa sampai bisa terjadi tapi menitik beratkan pada bagaimana menyelesaikan masalah yang timbul.Ava menatap Mia dingin dan yang bersangkutan menundukan pandangan karena malu.“Oke, Leon … kita akan coba strategi itu, aku dukung sepenuhnya.” Ethan tentu saja menyetujui karena mengakui kehebatan Leonhard dalam bisnis dan nanti pasti dirinya yang akan mendapat pujian kakek.Jika strategi Leonhard berhasil, kakek dan pamannya-David Lee akan menganggap kalau strategi tersebut adalah hasil pemikirannya.Tanpa terasa waktu telah menunjukkan jam pulang kerja, Ethan mengakhiri meeting privat ini setelah meminta Mia dan Ava melakukan strategi Leonhard barusan.Berhubung
“Bu Aruna … Ibu kenapa?” tanya Tasya sembari mengusap lengan Aruna yang sedang menangkup wajahnya menggunakan kedua telapak tangan.“Aku berterimakasih sama usaha kamu mempertemukan aku dengan Leon tapi aku mohon cukup, Tasya … dia udah nyerah sama hubungan kami, aku enggak mungkin maksa dia terus … dia pria beristri.” Aruna bicara di sela isak tangisnya yang pilu.Tasya melorotkan bahunya, dia menyesal mengambil inisiatif mempertemukan Leonhard dengan Aruna karena ternyata malah membuat hati Aruna semakin terluka.***“Tumben nginep di sini!” Narashima menyapa sang adik bungsu dengan sindiran.Memang sangat jarang sekali Aruna pulang ke rumah meski weekend karena menunggu Leonhard datang ke apartemen untuk memperbaiki hubungan mereka.Tapi setelah pertemuan minggu kemarin di Singapura di mana Leonhard tampak menyerah dengan hubungan mereka jadi Aruna memilih pulang ke rumah mami papi.“Apa sih!” ketus Aruna dengan cara paling menggemaskan.Papi tertawa pelan. “Papi seneng kam
Setelah sosok Tasya tidak terlihat lagi, tiba-tiba ponsel Rocky berdering lalu ijin menjauh untuk menjawab panggilan telepon.Leonhard menganggukan kepala memberi ijin dan kini tinggalah dia dan Aruna di masing-masing meja yang sangat berdekatan itu memberi mereka keyakinan kalau Tasya dan Rocky yang merencanakan ini.“Awalnya aku enggak curiga waktu Rocky tiba-tiba datang dan mengajak makan siang membicarakan tentang Asia Sinergy Jakarta ….” Leonhard menjelaskan kalau ini bukan rencananya.“Apalagi aku, undangan tuan Lion untuk papi tapi papi ada pertemuan dengan bapak Presiden jadi aku yang disuruh hadir … aku juga enggak mengira kalau akan bertemu kamu di restoran yang dipilihkan Tasya,” timpal Aruna menjelaskan hal yang sama.“Jadi … mereka yang merencanakan?” Leonhard meminta pendapat.“Mungkin ….” Aruna bergumam.Keheningan setelahnya merajai padahal Aruna sudah menyusun kata-kata untuk bertemu Leonhard namun mendapati sikap Leonhard yang dingin membuat semua kalimat itu m
“Hati-hati di jalan ya sayang ….” Mami melepas kepergian Aruna ke Singapura.“Sorry ya, jadi kamu yang harus datang ke pesta tuan Liong.” Papi berujar usai mengecup kening Aruna.“Enggak apa-apa … Aruna juga enggak ada acara,” kata Aruna menunjukan tampang biasa saja padahal jantungnya dag dig dug berharap akan bertemu Leonhard di Singapura.“Aruna pergi ya, Pi … Mi ….” Aruna masuk ke dalam mobil lalu membuka kaca jendela.“Mbak Tasya, titip Aruna ya.” Mami berujar sambil melambaikan tangan kepada Tasya yang duduk di samping driver.“Siap Bu ….” Tasya menyahut.Mobil mewah itu melaju diiringi lambaian tangan mami Zara dan papi Arkana.“Pi … acara Papi sama pak Presiden ‘kan batal, kenapa enggak kita aja yang ke Singapura?” Mami bertanya saat digiring masuk kembali ke dalam rumah.“Biarin aja Aruna untuk urusan pesta mah … biar kenal banyak pengusaha juga dia untuk di prospek.” Papi beralasan namun senyum dan sorot matanya tampak penuh arti.“Semoga pulang dari sana Aruna dape
“Pagi Pi … Mi ….” Leonhard menyapa saat memasuki ruang makan sembari menggenggam tangan Nova.“Kamu … kapan datang?” Papi bertanya seraya melirik tangan Leonhard dan Nova yang saling menggenggam.“Tadi malam Pi, tapi kami akan pulang sekarang ….” Leonhard menarik kursi untuk Nova duduk.“Kenapa sebentar sekali? Mami masih kangen sama kalian.” Mami menatap sedih.“Nova harus ngurusin butiknya … akhir minggu depan, Leon datang lagi ya Mi.” “Apa Nova sudah memberitahumu tentang hasil pembicaraan saat makan malam?” Papi bertanya dengan ekspresi lebih hangat.Leonhard menganggukan kepala dengan raut wajah tidak bersemangat.“Jadi harus seperti ini dulu agar kalian bisa memberi Papi cucu?” David Lee tertawa renyah.Tampak kontras dengan ekspresi Nova dan Leonhard yang kesal.“Begitu Nova dinyatakan mengandung, kamu bisa langsung mendudukan posisi CEO kembali,” sambung papi David lagi usai tawanya mereda.Leonhard dan Nova saling menatap k
“Tumben kamu datang ke sini, apa untuk membantu suamimu?” Mi-Rae-bibinya Leonhard bertanya dengan senyum sinis.“Kamu mencintai Leon ya?” Kakek bertanya sebelum Nova menimpali Mi-Rae.“Tentu saja Kek, saya istrinya.” Nova menjawab tampak seperti penuh keyakinan.Lalu hening karena asisten rumah tangga silih berganti menyajikan makan malam.Mereka mulai menyantap makan malam tanpa suara sampai akhirnya kakek bicara kembali.“Kakek dengar papa kamu sedang membalik nama saham perusahaan atas nama kamu, apakah benar?” Nova mendongak dari piring yang sedang ditekuninya.“Iya Kek, setelah balik nama selesai … saya memiliki hak suara untuk meminta Leon yang menjadi CEO di Asia Sinergy Jakarta.” Entah dari mana datangnya keberanian yang dimiliki Nova saat ini.“Tidak bisa, dia sudah dinyatakan tidak kompeten mengelola perusahaan.” Mi-Rae berujar santai.Kalau Ethan ada, mungkin pria itu juga akan melakukan penolakan namun sekarang Ethan sedang di Singapura setelah kemarin beberapa h
Ternyata pak Handoko memikirkan ucapan Nova di rumah sakit tempo hari, mengingat Nova juga adalah putri satu-satunya maka beliau mengalihkan seluruh saham di Asia Sinergy menjadi atas nama Nova.Prosesnya memang panjang, membutuhkan waktu lama tapi Nova memberanikan diri langsung berangkat ke Korea menemui tuan David Lee yang mana adalah ayah mertuanya.“Ini rumahnya?” Dewa bertanya dari dalam mobil, kepalanya celingukan menatap ke luar jendela dengan takjub.Dia berpikir kalau keluarganya kaya raya tapi ternyata diatas langit masih ada langit, keluarga Leonhard jauh lebih kaya darinya.“Ini rumah papinya Leon, rumah utama ada di dalam lebih besar lagi … kamu balik ke hotel aja, kayanya aku menginap di sini malam ini.” Dewa menyerongkan posisi duduknya demi bisa menghadap wajah Nova.Tangannya meraih kedua tangan Nova yang kemudian dia genggam.“Kamu … kenapa bersedia melakukan ini? Leonhard memiliki fisik sempurna, dia juga lebih kaya dari aku … kenapa kamu masih mau sama aku
Aruna masih berharap kalau hubungannya dengan Leonhard akan membaik, itu kenapa rela membohongi papi untuk membela Leonhard.Dia akan menunggu sampai keadaan Leonhard stabil atau minimal sampai pria itu bisa lebih tenang dan menerima keadaannya sekarang.Aruna beranggapan kalau emosi yang Leonhard tujukan terakhir kali adalah bentuk pelampiasan kekesalan atas takdir yang membawanya terpuruk.Dia terlalu gengsi untuk menghubungi Leonhard dan terus menunggu kabar dari pria itu.Meski ada alasan untuk menghubungi Leonhard dengan cara meminta maaf karena tidak memberitahu tentang perselingkuhan Nova tapi Aruna takut Leonhard tidak membalas dan malah memblokir nomornya membuat dia semakin terluka.Entah kenapa Aruna tidak bisa membenci Leonhrad, selalu tersimpan rasa iba, kasian dan sayang untuk pria itu yang berakhir memaafkan apapun yang dilakukan Leonhard kepadanya.Aruna benci menjadi lemah, tidak seperti yang selalu dia tunjukan di luar apalagi saat melakukan pekerjaannya yang b