Aruna mengemudikan mobil Narashima pulang ke rumah, jalanan masih saja macet padahal jam pulang kerja sudah lewat.
Seharusnya tadi pagi dia minta diantar driver, bukannya malah main masuk mobil saja. Butuh waktu satu setengah jam sampai di rumah dan keadaan rumah sudah sepi dengan beberapa lampu padam. Saat Aruna melewati ruang televisi, tiba-tiba lampu menyala, seketika sosok papi memenuhi pandangan matanya maka langkah Aruna pun berhenti. “Sayang … sini duduk dulu, kita ngobrol sebentar.” Papi menepuk space kosong di sofa panjang. Aruna mengembuskan nafas, raut lelah kentara sekali di wajah cantiknya. Lelah bukan karena bekerja melainkan berperang dengan mood buruknya seharian ini. “Kamu capek?” Papi Arkana bertanya. “Bangeeeet! Ternyata kerjaan pak Bagas banyak banget ya … Pantesan aja sering lembur, Aruna kira biar bisa dapet uang lembur yang besar ….” Aruna tampak menyesal telah berpikir negatif kepada bosnya yang dulu. “Kamu itu ya, negatif thinkiiiiing aja.” Papi Arkana mengusak kepala Aruna gemas tapi tidak mendapat respon dari yang bersangkutan. “Kamu mau pindah ke apartemen? Papi punya apartemen kosong di apartemen sebelah gedung kantor … biasanya digunakan klien dari Luar Negri atau Luar Kota untuk menginap tapi kamu tempatin aja … biar klien menginap di hotel,” cetus papi Arkana yang ternyata memikirkan ucapan mami Zara tadi pagi. “Yakiiiin, Aruna boleh tinggal sendiri?” Aruna sanksi. Respon Aruna yang menyipitkan matanya membuat papi Arkana terkekeh. “Papi yakiiin, kamu udah dewasa sekarang … kamu udah tahu mana yang benar dan salah, kan?” Lidah Aruna berdecak sebal. “Palingan Papi masang CCTV atau nyimpen orang buat ngawasin sama jagain Aruna.” Nada suara Aruna terdengar meledek membuat papi tergelak. “Enggak lah, kamu akan sibuk banget sama pekerjaan sampai enggak ada waktu untuk diri sendiri apalagi pacaran ….” Papi Arkana menjeda, terbit smirk di sudut bibirnya. “Kalau nyerah … lambaikan tangan ya.” Papi Arkana menaik turunkan kedua alisnya berkali-kali lantas tergelak. Aruna mendelik seraya mencebikan bibir. “Sorry ya … enggak ada kata menyerah.” Aruna bangkit dari sofa. “Liat aja, Aruna akan menggantikan pak Beny sebentar lagi ….” “Weiiiis … hebat.” Papi bertepuk tangan. “Good night, Pi.” Aruna membungkuk untuk mengecup kening sang papi sebelum akhirnya menaiki anak tangga pergi ke kamarnya. Baru saja langkahnya sampai di kamar, ponsel Aruna yang ada di dalam tas berbunyi. Malas-malasan Aruna merogoh tas mencari alat komunikasi canggih itu, matanya kemudian membulat sempurna tatkala membaca nama Leonhard tertera di layarnya. “Oh My God … oh My God … Oh My God ….” Alih-alih menjawab panggilan telepon dari orang yang membuat hatinya berantakan hari ini, Aruna malah mondar-mandir panik. Menarik nafas lalu mengeluarkan perlahan, akhirnya Aruna berhasil menguasai diri lalu menggeser icon gagang telepon berwarna hijau untuk menjawab panggilan tersebut. “Hallo …,” sapa Aruna dingin. Leonhard meringis, dia yakin Aruna pasti kesal karena dia membatalkan janji. “Bu Aruna ….” “Ya?” “Tadi siang saya mendapat kabar kalau Bu Aruna menunggu saya di lobby—“ Kalimat Leonhard terhenti. “Oh iya, hape saya lupa di-charge jadi enggak baca chat dari Pak Leon … saya baru tahu kalau Pak Leon membatalkan janji setelah papi … eh, pak Arkana memberitahu saya,” sela Aruna mengklarifikasi. “Ya … saya langsung menghubungi pak Arkana setelah menunggu lama chat saya hanya ceklis satu.” “Iya … hari ini miss communication tapi enggak apa-apa, saya yang salah enggak charge ponsel saya kemarin malam.” Aruna mengerutkan wajahnya. “Oke … clear ya, jadi Bu Aruna enggak marah ‘kan sama saya?” “Hah? Enggak kok, ke … kenapa marah?” Aruna gelagapan. “Soalnya Bu Aruna enggak balas chat saya setelah dibaca ….” Aruna melipat bibirnya ke dalam. “Oh itu, saya langsung kerjain yang lain,” kata Aruna dengan suara pelan. “Oh, saya pikir Bu Aruna kesal sama saya … saya merasa harus menyelesaikan masalah ini karena kita akan terus berkomunikasi dan bertemu hingga kontrak bisnis selesai.” “Saya enggak marah loh, Pak ….” Kalimat Aruna menggantung. “Cuma kesel doank terus bad mood seharian,” sambungnya di dalam hati. Lalu tercetus tawa di ujung panggilan sana dengan suara bariton seksi membuat Aruna menegang dan buku kuduknya menegang. “Baiklah … saya pastikan enggak akan ada lagi miss communication ke depannya.” Leonhard berjanji. “Oke.” Otak Aruna jadi beku, dia hanya menjawab singkat. “Saya masih di Singapura sampai dua hari ke depan … bagaimana kalau kita reschedule survei ke pabriknya sampai saya kembali ke Jakarta?” Ini adalah maksud kedua dari tujuan Leonhard langsung melakukan panggilan telepon dengan Aruna setelah meminta maaf tadi. “Baik, Pak ….” “Sampai ketemu tiga hari lagi, Bu Aruna ….” “Iya Pak ….” “Selamat malam, Bu Aruna.” “Selamat malam Pak Leon.” Panggilan telepon pun terputus. “Aaarrrrggghhh!” Aruna menjerit sambil menenggelamkan wajahnya pada bantal. “Ya ampun, perhatian banget sih sama perasaan aku ….” Padahal Leonhard sudah jelas mengatakan kalau dia tidak ingin hubungan mereka berubah canggung apalagi dingin karena miss communication ini. “Gentle Man banget sih … mau minta maaf duluan ….” Aruna jadi terharu. Andaikan keempat kakaknya melihat keanehan Aruna ini, mungkin Aruna akan dibully seumur hidupnya.BUSSINES TRIPHari yang ditunggu-tunggu Aruna akhirnya tiba, dia dan Leonhard akan melakukan kunjungan ke salah satu pabrik yang memproduksi bahan baku.Tadi malam Aruna telah mengisi daya batre ponselnya berikut dengan powerbank.Sambil berdandan dia sering kali mengecek ponsel untuk memastikan tidak ada chat dari Leonhard yang membatalkan janji.“Mi … Pi … Aruna pergi ya, Aruna mau ke pabrik sama pak Leon.” Aruna mengecup pipi papi dan mami kemudian bibirnya mengapit satu helai roti yang baru saja diambil dari piring saji di atas meja.“Sayang, kapan kamu mau pindah ke apartemen?” Mami berteriak dari ruang makan karena Aruna telah melesat cepat menuju pintu depan.“Nanti aja!” Aruna balas berteriak sebelum melewati pintu.Mami mengembuskan nafas panjang sementara papi menggelengkan kepala samar.“Kenapa Aruna boleh tinggal di apartemen tapi Nara enggak?” Narashima terdengar menggerutu.“Iya … enggak adil.” Reyzio menimpali.“Nanti kalian bawa cewek ke apartemen.” Papi Arka
Aruna mengawasi Leonhard dan pak Robby dari jauh, dia tidak bisa membantu pak Robby untuk mendapatkan tender ini karena sang klien datang langsung menilai.Dan entah karena kharisma atau kejelian Leonhard serta insting kuat yang dimilikinya sampai mampu membuat pak Robby kelabakan menjawab pertanyaan pria itu.Aruna bisa melihat raut kecewa di wajah tampan Leonhard.Beberapa saat kemudian pak Robby dan Leonhard datang mendekati Aruna yang berdiri di pintu keluar.“Terimakasih pak Robby, akan saya pertimbangkan hasil survei kali ini ….” Leonhard tidak ingin berlama-lama, dia menjabat tangan pak Robby untuk berpamitan.“Mungkin nanti saya yang akan menginfokan kepada Pak Robby hasil dari keputusan Pak Leon,” kata Aruna menjadi penengah.“Ya … itu bagus,” balas Leonhard setuju.“Baik, Pak Leon … Bu Aruna … saya tunggu kabar baiknya,” ujar pak Robby penuh harap.Pak Robby mengantar Aruna dan Leonhard ke area depan pabrik.Sama seperti perginya, saat kembali ke parkiran mobil pun
“Pagi Pak Leon,” sapa Aruna ketika membuka pintu mobil.Senyum manis merekah di bibirnya yang dipoles liptint warna pink.“Pagi Bu Aruna,” balas Leonhard hangat dan ramah.“Papi baru aja pergi anter mami ke Bali jadi Pak Leon enggak perlu minta ijin,” kata Aruna menyambung pembicaraan tadi malam sebelum sempat Leonhard bersuara tentang mampir untuk pamit kepada kliennya tersebut.“Oh ….” Leonhard tertawa dan lagi-lagi suara bariton seksinya membuat Aruna ingin dijamah pria itu di atas ranjang.Bayangkan saja, Aruna dengan hormon remaja menginjak dewasanya belum pernah disentuh oleh pria asing manapun bahkan ciuman pertama belum pernah dia dapatkan.Itu karena Aruna memiliki lima bodyguard yang selalu mengekangnya. “Baiklah,” sambung Leonhard mengerti.Mobil pun melaju usai driver memasukan koper Aruna ke kabin belakang.Leonhard mengamati cara berpakaian Aruna yang lebih casual tapi tetap tidak meninggalkan kesan old money.Aruna tidak memakai stelan blazer dengan pinsil sk
“Mohon maaf hanya ada satu kamar … tapi saya jamin aman, tidak akan ada penggerebekan,” kata resepsionis saat Aruna meminta dua kamar untuk dirinya dan Leonhard.Leonhard dan Aruna saling menatap.“Apa ada hotel lain sekitar sini?” Leonhard bertanya kepada sang resepsionis.“Enggak ada.” Dan pria resepsionis serta Aruna kompak menjawab.“Kalau tidak mau tidur di bed yang sama, saya bisa sediakan bed tambahan … kamarnya cukup luas kok dan saya jamin aman,” ulang pria itu lagi di akhir kalimat.“Bukan gitu … masalahnya kami bukan pasangan.” Aruna bergumam meski sebenarnya hatinya jumpalitan di dalam sana.“Wahai semesta … mengapa engkau kooperatif sekali,” kata Aruna di dalam hati, ingin rasanya menjerit bahagia. “Ya siapa tahu setelah pulang dari sini jadi pasangan,” kata pria muda di balik meja resepsionis diakhiri tawa kering karena baik Leonhard dan Aruna memberikan tatapan malas.“Pak Leon keberatan enggak kalau kita satu kamar?” Aruna bertanya dengan tampang datar biasa y
“By the way, ini ‘kan bukan jam kerja … Pak Leon panggil saya Aruna aja … lagian usia kita terpaut jauh lebih tua Pak Leon.” Aruna mulai mencoba untuk lebih dekat dengan Leonhard.“Baiklah, tapi saya juga enggak mau dipanggil dengan sebutan Bapak ya … usia kita enggak beda jauh kok jadi panggil saya Leon aja.” Leonhard memberi syarat.“Ya ampun … pake aku kamu juga enggak?” Aruna membatin.“Kita santai aja ya kalau lagi berdua atau di luar jam kerja … karena mungkin kita akan terhubung selama beberapa tahun ke depan,” cetus Leonhard seolah bisa mendengar apa kata hati Aruna.“Okeee … ide bagus.” Aruna pun setuju.Bersamaan dengan itu soto pesanan mereka sampai.“Kamu benar, sotonya enak ….” Leonhard berujar setelah menghabiskan satu mangkuk soto.“Syukurlah kalau kamu suka,” kata Aruna lega.Eee … cieee, sekarang mereka sudah menggunakan panggilan aku kamu sebentar lagi mungkin sayang.Sepertinya Aruna sedang dikelilingi keberuntungan kar
Pagi sekali Aruna dan dua asistennya sudah memenuhi ruang meeting di gedung AG Group yang dipimpin oleh Arkana Gunadhya.Mereka sedang menyiapkan rapat penting untuk merumuskan kontrak bisnis antara AG Group dengan perusahaan yang dikelola oleh Leonhard.Selang berapa lama tim support datang, Aruna berkoordinasi dengan mereka untuk memberikan data yang nanti akan ditampilkan.Saat jam menunjukkan pukul delapan pagi, Leonhard datang bersama orang-orang dari perusahaannya yang berkepentingan dalam proyek ini.“Selamat pagi!” sapa Leonhard saat memasuki ruang meeting.Sontak semua orang termasuk Aruna menoleh ke arahnya.“Pagi!” sahut Aruna serta yang lain bersamaan.Leonhard melangkah mendekati Aruna yang berdiri di ujung meja rapat sedang menyiapkan data di MacBook papinya.Sementara satu orang dari tim support mempersilahkan rombongan yang membersamai Leonhard untuk sarapan pagi di ruangan sebelah.“Hai …,” sapa Leonhard sembari menatap Aruna lekat.Aruna merasa tatapan Leon
Meeting dilanjutkan keesokan harinya tapi tanpa papi Arkana yang telah memiliki janji dengan klien lain.Meski begitu tetap dilakukan secara serius dan kondusif.Seperti meeting kemarin, meeting hari ini pun Leonhard dan Aruna duduk bersisian.Tidak ada yang mempermasalahkan hal tersebut karena Leonhard yang tidak memiliki Sourching Spesialist turun langsung dalam memilih bahan baku sehingga pasti selalu berhubungan dengan Aruna.Hanya Tasya dan Tezaar yang peka kalau ada benih-benih cinta di antara Leonhard dan Aruna, pasalnya dari tatapan serta gesture tubuh Leonhard setiap kali bicara dengan Aruna menunjukkan kekaguman dan minat yang besar.Pernah tanpa sadar Leonhard terus menatap Aruna yang tengah menjelaskan sesuatu.Semua orang juga menatap Aruna tapi tatapan Leonhard berbeda, matanya berbinar dengan seulas senyum di bibir.“Fix … pak Leon juga suka sama bu Aruna.” Tezaar berkomentar.“Sssttt ….” Tasya mendesis, menempelkan telunjuknya di bibir karena suara Tezaar nyari
Ting …Tong …Aruna bergegas berlari menuju pintu unit apartemennya sesaat setelah mendengar suara bel.Tidak lupa dia memeriksa kembali penampilannya di cermin besar dekat pintu.Aruna merasa harus terlihat sempurna karena tamu yang datang ke apartemen yang baru dihuninya tiga hari ini adalah Leonhard dan Reynaldi.Ceklek …Begitu pintu apartemen terbuka, tatapan Aruna dan Leonhard bertemu.“Selamat malam Aruna ….” Leonhard menyapa seraya memberikan satu paperbag berisi dessert dari toko kue ternama.“Selamat malam, Leon … kenapa repot-repot,” kata Aruna mengecek isi paperbag.Leonhard menanggapi dengan senyuman.Aruna celingukan mencari sosok lain tamunya selain Leonhard.“Reynaldi enggak bisa ikut, mendadak dia ada urusan.” Leonhard memberi tahu.“Jadi, cuma kita berdua?” Aruna membatin.“Oh … kalau gitu silahkan masuk.” Aruna mundur beberapa langkah untuk memberi ruang kepada Leonhard.“Tadinya mau aku batalin
Sebuah notifikasi muncul di ponselnya membuat Aruna mengalihkan fokus dari layar komputer. Dia meraih alat komunikasi canggih lalu membuka aplikasi chat. Nama Leonhard muncul, Aruna langsung membuka ruang pesan dengan pria itu tanpa ragu. Leonhard : Bisa kita bertemu malam ini? Aruna menimbang sebentar kemudian membalas pesan Leonhard. Aruna : Bisa Hanya satu kata itu Aruna membalas pesan Leonhard tapi sang pria tetap mengirim balasan kembali. Leonhard : Aku jemput jam setengah tujuh malam Aruna : Oke Jantung Aruna seketika berdebar kencang, entahlah apa keputusannya ini benar atau tidak tapi dia mencintai Leonhard. “Tuhan enggak mungkin menganugerahkan cinta ini kalau kita enggak bisa bersatu, kan?” Tak tahu kepada siapa Aruna bertanya karena hanya ada dia sendiri di ruangannya itu. Aruna bangkit dari kursi lalu pergi ke toilet untuk touch up, dia harus terlihat
Tanpa terasa jam pulang kerja akhirnya tiba bersamaan dengan selesainya pekerjaan Aruna.Tok …Tok …Ceklek …“Sore Bu.” Tasya masuk saat Aruna sedang merapihkan mejanya sebelum meninggalkan ruangan.“Sore … ada apa?” Aruna bertanya sambil menatap amplop coklat di tangan Tasya.“Bu … ini ….” Tasya meletakan amplop coklat itu di atas meja tampak ragu.“Apa ini?” Aruna bertanya tanpa bersedia menyentuh amplop tersebut.“Itu … bukti perselingkuhan bu Nova dengan pak Dewa … dugaan kita terbukti, Bu.” Deg.Jantung Aruna rasanya berhenti sepersekian detik.Dia tidak pernah secara langsung memerintahkan Tasya mencari bukti ini tapi asistennya pengertian sekali.Aruna termenung sesaat sedang menenangkan perasaannya sebelum melihat isi aplop tersebut.“Maaf saya lancang, Bu … saya hanya ingin Ibu bahagia.” Aruna terharu, dia melipat bibirnya ke dalam sementara pelupuk matanya telah menampung buliran kristal.“Kenapa
Leonhard bukan remaja yang menuntut komunikasi intens tapi setiap pertemuan selalu berkualitas seperti yang terjadi di ruangan sempit janitor saat charity party beberapa malam lalu karena sampai hari ini tidak ada pesan maupun telepon dari pria itu.Aruna yang sedang duduk di kursi kebesarannya di ruangan dengan namanya sendiri di bagian pintu-mengembuskan nafas berat lantas menutup wajah menggunakan kedua telapak tangan tatkala bayangan tentang momen bercinta kilat penuh ketegangan di ruang janitor tempo hari melintas terus di benaknya seperti kaset rusak.Tok …Tok …Ceklek …“Permisi Bu, mau minta tanda tangan.” Tezaar menyembulkan kepalanya dari celah pintu yang terbuka.“Masuk,” gumam Aruna dengan ekspresi sendu.Aruna membaca berkas yang Tezaar berikan sebelum menandatanganinya.“Kamu bisa cari tahu keberadaan Leon di mana?” Aruna bertanya saat mengembalikan berkas kepada Tezaar.Sesaat Tezaar menatap bosnya yang sedang mengalami jatuh cinta penuh intrik dan konflik.“
Aruna tidak berhenti menangis dalam perjalanan pulang menggunakan taksi.Apa yang dia lakukan tadi bersama Leonhard dan hinaan Enzo sangat berbanding lurus.Dia memang wanita murahan, perebut suami orang, mencoreng nama baik keluarga dan Aruna tidak terima dengan penghinaan tersebut meski dia memang melakukannya.Ponselnya berdering, awalnya Aruna tidak mau mencari tahu siapa yang melakukan panggilan namun sang driver meliriknya melalui kaca spion tengah mungkin dering panggilan tersebut mengganggu konsentrasi mengemudi.Terpaksa Aruna merogoh clutch mencari ponsel lalu menemukan nama Arumi tertera di layarnya.“Hallo, Arumi?” Aruna menjawab dengan suara parau. “Kamu kenapa?” Arumi bertanya cemas.“Enggak … ada apa?”“Aku lagi di Jakarta … abis ikut seminar, ini lagi di apartemen mas Reynand tapi mas Reynandnya enggak ada lagi bussines trip ke Jogja … ‘kan bete aku sendirian—““Ke apartemen aku sekarang, aku kasih alamatnya,” sambar Arun
”Kamu dari mana?” Nova bertanya dengan nada tinggi saat langkah Leonhard sampai di meja itu.Beberapa orang yang duduk di sana sampai menoleh dan menyaksikan kekurangajaran Nova sebagai istri kepada Leonhard.Nova terhenyak, sadar telah menjadi pusat perhatian.“Tadi aku menemui pak Kevin,” jawab Leonhard santai kemudian menenggak air di dalam gelas miliknya hingga tandas berusaha tenang agar tidak membuat Nova semakin curiga. Nova tidak berkomentar namun raut masam di wajahnya dan tatapan skeptis masih menunjukkan kalau wanita itu tidak mempercayai alasan Leonhard.Tidak jauh berbeda dengan Leonhard, Aruna juga mendapat cecaran Enzo saat akhirnya pria itu menemukan Aruna keluar dari toilet wanita usai membersihkan cairan cinta Leonhard yang tertinggal di bagian intinya.“Dari mana saja kamu? Di mana Leonhard? Apa yang kalian lakukan? Apa kamu tidak bisa menghargai aku, Aruna? Aku tidak menyangka gadis Gunadh—“Plak! Aruna menampar Enzo sebe
Setelah dirasa Aruna kehabisan nafas akhirnya Leonhard mengurai pagutan, menempelkan keningnya dengan kening Aruna dengan nafas memburu lantara jantungnya berdetak kencang sekali disebabkan oleh bergejolaknya berbagai macam emosi di dalam dada.“Aku cemburu, Aruna ….” Leonhard mengakui tanpa segan.“Kamu pikir aku enggak? Kamu memamerkan wanita itu sebagai istri kamu sedangkan aku, untuk menciumku saja kamu harus menyeretku ke luar venue … ini yang aku maksud, Leon … aku enggak menginginkan ini.” Aruna tidak membentak, sorot matanya malah tampak memelas.Leonhard melapisi satu pipi Aruna menggunakan telapak tangannya yang besar kemudian mengusap lembut ibu jarinya di sana.“Aku minta maaf … aku minta kamu sabar, aku akan cari jalan keluarnya … kasih aku waktu sampai aku bisa menjadi CEO Asia Sinergy di Korea.” Leonhard terus meminta waktu tanpa tahu sampai kapan Aruna harus menunggu.Aruna menggelengkan kepalanya. “Aku enggak mau jadi simpanan, Leon.” Air ma
Selanjutnya MC mempersilahkan untuk para tamu undangan menikmati hidangan yang disediakan, biasanya momen ini digunakan untuk mengobrol dengan sesama tamu undangan lain.“Ada satu pengusaha lagi yang ingin aku temui,” kata Leonhard bermaksud ijin meninggalkan Nova seraya bangkit dari kursi.“Aku ikut, sekalian aku mau cari minum.” Nova bangkit dari kursi.Leonhard tidak menolak karena hanya akan menimbulkan perdebatan jadi dia membawa Nova bertemu calon kliennya.Namun nahas, Leonhard salah jalan sehingga bertemu Aruna yang sedang bersama Enzo.Mau tidak mau mereka harus berpapasan, dari jauh Leonhard dan Aruna sudah mengunci tatap sementara Enzo tampak terkejut berulang kali dia menoleh ke samping melihat reaksi Aruna yang terlihat dingin menatap Leonhard dan Nova yang tidak tahu apa-apa menjadi yang paling santai, matanya jelalatan membaca nama makanan di stand yang menggiurkan untuk disantap.Entah siapa yang mulai, langkah mereka berhenti saat jarak
“Dia suami orang ….” Aruna bergumam setelah tawa Enzo mereda.Enzo menoleh lagi kali ini lebih lama karena dia tidak percaya dengan indra pendengarannya namun melihat raut wajah Aruna dan sorot matanya yang sendu membuat pria itu akhirnya percaya.“Kenapa kamu bisa mencintai suami orang? Kamu bukan gadis seperti itu, Aruna ….” Enzo mengatakannya dengan nada rendah penuh kehati-hatian.“Awalnya aku tidak tahu kalau dia sudah menikah tapi kemudian aku tahu dia terpaksa menikah karena bisnis jadi tidak mencintai istrinya ….” Aruna menggantung kalimatnya karena mendengar Enzo tertawa.“Kamu dibohongi, Aruna … tidak ada yang seperti itu, bayangkan saja … mereka menikah, tinggal bersama, bercinta setiap malam ya tentu mereka akan mudah untuk saling mencintai,” timpal Enzo dengan nada meledek.“Mereka tidak tinggal bersama … Leon di Jakarta dan Nova di Surabaya.” Tanpa segan Aruna menyebut nama karena yakin Enzo tidak akan mengkhianatinya.Enzo tidak bodoh, sekali saja dia buka mulut m
Aruna menatap kosong ke arah luar dinding kaca di samping kananya.Entah sudah berapa lama dia duduk termenung bukannya menyelesaikan pekerjaan.Hembusan nafas terdengar kencang Aruna keluarkan.Mengusap wajah kemudian menggeram pelan.“Kenapa sih kemarin aku keras banget sama Leon? Dia ‘kan lagi banyak masalah ….” Aruna bergumam.“Pake acara ngusir dia, nyuruh dia ninggalin aku, minta dia lepasin aku … apa coba? Jadi dianya enggak chat aku lagi,” gerutu Aruna sambil meraih ponselnya lalu membuka ruang pesan dengan Leonhard di aplikasi pesan instan.Tidak ada satu pun pesan dikirim Leonhard sejak kemarin terakhir bertemu Aruna padahal katanya pria itu mencintai Aruna dan tidak akan meninggalkannya.Cinta Aruna yang terlalu dalam kepada Leonhard membuatnya seperti ini dan di saat yang sama dia juga harus mempertahankan harga dirinya.Sungguh pelik hidup Aruna saat menginjak dewasa padahal dulu masalah tersulit baginya hanya PR Matematika.Nada panggil disertai getaran di ponse