Tap. Tap. Tap. Bunyi langkah mantap seorang wanita menapaki sebuah koridor hotel. Kakinya yang jenjang terlihat sempurna dengan high heel maroon yang terlihat sangat kontras dengan warna kulitnya yang putih bersih. Di badannya sebuah dress berwarna senada membalut sempurna tubuh rampingnya yang seperti gitar Spanyol. Walaupun tinggi wanita itu hanya seratus empat puluh sembilan. Namun, tak menyurutkan kecantikan yang terbentuk di wajahnya yang tampak seperti gadis belasan tahun itu.
"Seribu delapan ratus empat puluh satu. Seribu delapan ratus empat puluh dua…," gumam wanita itu membaca setiap nomor yang ada di atas pintu hotel yang berjejeran. Dengan tangan terangkat menunjuk satu per satu angka-angka yang tersedia. "Nah, ini dia. Seribu delapan ratus empat puluh tiga," soraknya bahagia. Ia pun melirik gawai yang ada di tangan kanannya. Dimana sebuah pesan dari sang suami tercinta. Nampak memenuhi layar datar itu. 'Seribu delapan ratus empat puluh tiga. Angka yang sangat istimewa untuk kita berdua, Mas. Karena di tahun dua ribu delapan belas, bulan keempat dan tepat di tanggal tiga. Kamu meminangku dengan akad di depan penghulu dan almarhumah Papa dulu,' batin wanita itu sambil menggosok pelan cincin yang melingkar di jari manisnya.
Senyumnya pun mengembang indah di bibir tipisnya. 'Terima kasih kamu masih bersikap romantis sampai hari ini, Mas,' batinnya lagi sebelum akhirnya ia mengangkat tangan kanannya untuk mengetuk pintu di depannya.
Tok. Tok. Tok. Bunyi pintu kayu itu saat bersentuhan dengan tangan wanita itu pelan. Cekrek! Pintu pun terbuka lebar tanpa ada sosok yang nampak membukakannya. 'Ini, pasti kejutan dari Mas Zul,' batin wanita tadi sambil tersenyum. Tanpa pikir panjang wanita itu pun berjalan menerobos pintu yang sudah terbuka sebagian itu. Dan aroma semerbak bunga mawar pun langsung tercium memenuhi ruangan itu. Saat kedua mata sang wanita menatap lurus tempat tidur ukuran big size di tengah ruangan yang sudah dihiasi bunga mawar membentuk hati.
Blak! Si lelaki yang bersembunyi di belakang pintu pun menutup pintu itu pelan. Kemudian saat sang wanita sedang mengagumi hiasan bunga di atas ranjang hotel yang sudah ia pesan. Perlahan lelaki itu mencabut kunci kamar lalu menyimpannya di bawah keset. Seringai lebar pun terbentuk di bibir lelaki tersebut. Ketika ia berjalan mendekati si wanita tadi.
"Kamu suka bunga-bunga itu, Sayang?" ucap lelaki itu sambil memeluk erat si wanita dari belakang. Sontak wanita itu pun kaget. Mendengar suara yang sudah tidak asing itu bukanlah suara sang suami tercinta.
"Mas Samuel? Apa yang kamu lakukan di sini? Lepaskan aku!!" kata si wanita sambil berusaha melepaskan pelukan lelaki yang ia kenal sebagai sahabat suaminya di kantor.
"Kenapa harus aku lepaskan? Nikmati sajalah, Nat. Aku akan membawamu ke angkasa raya malam ini. Hahaha," balas lelaki yang dipanggil Samuel itu dengan tertawa girang. Kemudian lelaki itu pun menyeret tubuh si wanita ke arah tempat tidur. Lalu menghempaskan tubuh itu begitu saja ke atas tempat tidur. Sampai-sampai tubuh kecil wanita itu sedikit terpantul saat mendarat di atas kasur yang empuk.
Segera wanita itu bangkit lalu berlari ke sudut kamar yang lain.
"Jangan Mas. Jangan!!! Saya mohon jangan lakukan itu terhadap saya. Ingat, Mas. Saya ini istri temanmu sendiri," rengek si wanita itu terus menerus.
"Hahaha. Jangan sungkan-sungkan kepadaku, Nat. Aku akan bermain lebih baik daripada suamimu," ujar lelaki itu sambil meloncat ke arah si wanita berdiri. Lalu dengan sigap ia pun memeluk tubuh wanita itu tanpa memberi jeda agar wanita yang ia panggil Nat itu melakukan perlawanan.
"Mas Sam. Aku mohon sadarlah, Mas. Sadar," ucap si wanita sambil terus berontak.
"Hahahaha." Bukannya memiliki rasa iba. Lelaki tadi malah semakin mempererat pelukannya. Wanita tadi pun terus meronta-ronta hingga akhirnya tubuh keduanya terjatuh ke atas kasur.
Blak!!! Belum sempat keduanya beranjak. Beberapa orang sudah membuka pintu kamar itu dengan tiba-tiba.
"Natasha!!!" seru salah seorang lelaki diantara mereka.
*********************@************************
Hai. Hai. Hai. Sebelum melanjutkan cerita ijinkanlah saya memperkenalkan diri ya teman-teman. Nama pena saya Riezka Karisha. Saya penulis baru di Goodnovel. Jadi, masih sangat awam. Hehe. Hanya dengan dukungan dari teman-teman yang membuat saya bersemangat menulis. So, jangan lupa krisannya di kolom review ya teman-teman. Saya tunggu lho! Terima kasih sudah mampir…. Muach!
iang itu langit di atas kota Jakarta ditutupi awan tebal Kumulonimbus. Sampai-sampai sinar matahari saja tak bisa menembus awan yang membuat hujan lebat beserta petir yang menggelegar itu. Tentu saja hal ini membuat sebagian besar masyarakat kota Metropolitan malas menapakkan kakinya keluar rumah. Walaupun perut keroncongan meminta jatah makanan, tapi tetap saja mereka enggan berbasah-basah ria di jalanan dan lebih memilih jasa pengantar makanan sebagai sarana untuk mendapatkan makanan yang mereka inginkan.
Brak!!! Natasha pun menabrak sebuah mobil mewah yang melaju di depannya. Untung saja laju motornya tidak terlalu kencang. Jadi, mobil yang ditabrak Natasha tidak rusak parah, hanya lecet-lecet biasa."Astaugfirullah. Apalagi ini?" gumamnya sambil menghentikan laju motornya di salah satu sisi jalan.Natasha pun segera turun dari motornya lalu menghampiri mobil putih yang dari bodinya saja sudah dapat diterka jika mobil itu mahal harganya. Dengan badan yang gemetaran Natasha mengetuk kaca mobil buram yang masih tertutup rapat itu. Tok. Tok. Tok. Bunyi kaca pintu di samping kabin kemudi itu saat diketuk oleh Natasha. Sret….! Kaca mobil pun turun sebagian. 'Mungkin karena tidak mau air hujan sampai masuk ke dalam,' pikir Natasha sekilas. Natasha pun melongokkan kepalanya ke dalam mobil itu. Hingga akhirnya nampaklah so
"Pak, saya mohon!!! Jangan lakukan itu, Pak. Saya mohon jangan!!!" rengek Natasha sambil berusaha melepaskan diri. Namun, usahanya gagal. Tenaganya tak sebanding dengan tenaga Pak Raymond yang jauh lebih besar."Kamu milik saya malam ini," gumam Pak Raymond dengan ekspresi yang tidak bisa digambarkan."Jangan!!!!" teriak Natasha sambil menendang daerah vital Pak Raymond. Tentu saja laki-laki itu tersungkur sambil memegangi alat kelaminnya yang terasa linu. Sedangkan Natasha tidak mau menyia-nyiakan momen berharga ini untuk segera kabur.Dengan langkah secepat yang ia bisa. Natasha terus menjauh dari ruangan terkutuk itu. Hosh. Hosh. Hosh. Nafasnya pun tersengal-sengal. Rasanya seperti hendak terputus. Sedang kakinya sangat berat untuk ia angkat dengan lebih cepat
Srek! Srek! Srek! Suara langkah itu pun semakin mendekat. Membuat rasa takut Natasha kembali bangkit."Siapa disana? Tolong jangan mendekat!!" ujar Natasha setengah berteriak. Namun, orang itu seakan tidak mau memperdulikan ucapan Natasha. Ia terus saja melangkah mendekati tubuh Natasha yang sudah meringkuk ketakutan. Hingga saat badan orang itu terkena sorot lampu jalan. Mata Natasha pun seketika membulat sempurna."Kamu?!!" ujar Natasha saat pandangannya menatap sosok bocah berumur tiga tahun di hadapannya. "Kamu kenapa ada disini?" tanya Natasha sambil merangkul putri semata wayangnya itu."Dia sedang saya ajak mencari makan. Sekalian
Setelah Pak Haji pulang Natasha beranjak dari duduknya. Ia harus segera mandi kemudian tidur. Sebab, besok pagi Pak Haji berjanji akan mengenalkan Natasha dengan salah satu temannya yang baru saja membuka sebuah restoran baru bernuansa western.Natasha pun memasuki kamarnya untuk mengambil baju ganti. Lalu sesaat ia pun menoleh ke arah Karen yang sudah tertidur pulas di atas tempat tidur. Sebuah senyuman pun terukir di bibir mungilnya. 'Karen keliatannya seneng banget hari ini. Sungguh, kami sangat beruntung bisa hidup di tengah-tengah orang baik seperti Pak Haji dan yang lainnya,' batin Natasha. Lalu sejenak ia pun teringat pada kejadian hari ini. 'Andai saja semua itu tidak pernah terjadi. Mungkin….' Natasha pun tidak melanjutkan ucapannya dalam hati. 'Ah, tidak. Tidak. Seperti yang pernah Pak Haji katakan. Gue nggak boleh su
"Selamat siang. Mau pesan apa? Silahkan," ucap Natasha ramah. Sambil membungkuk ia meletakkan dua buku menu di depan kedua insan itu. Dan saat ia menegakkan badannya lagi. Tiba-tiba matanya pun terbelalak. Menatap kedua sosok yang tak asing lagi di matanya."Mas Zul?" ujar Natasha setengah tidak percaya."Natasha," gumam Zul dengan ekspresi yang sama."Jadi benarkan kamu ada main dengan perempuan ini," kata Natasha dengan nada yang bergetar. Sambil menunjuk ke arah perempuan di samping suaminya itu."Eh, nggak usah tunjuk-tunjuk ya," sahut wanita tadi sambil m
Hari pun telah berganti. Minggu pun telah berlalu. Tak terasa Natasha sudah dua bulan bekerja di restoran itu. Ia pun bekerja dengan sungguh-sungguh dan penuh tanggung jawab. Sebab, Natasha tidak mau mengecewakan Pak Haji Boim dan Bosnya, Pak Haji Mahmud. Makanya, Natasha selalu bekerja dengan sepenuh hatinya. Apalagi hari ini, hari yang sudah ditunggu oleh Natasha dan semua karyawan di restoran Leckeres Essen sejak satu bulan yang lalu. Jadi, semua karyawan bekerja dengan lebih giat dan semangat.Begitu pula dengan Natasha. Dengan berjalan tegak ia membawa nampan berisi dua porsi Apfelstrudel
"Pasti Karen bakalan seneng banget nih. Aku bawain kue ini pulang," gumam Natasha sambil mengangkat bungkusan tadi sampai ke depan wajahnya. Lalu Natasha pun melanjutkan jalannya dengan lebih semangat. Tak sabar melihat gadis kecilnya itu tersenyum bahagia. Karena ia sudah membawakan kue kesukaannya. Namun, seketika langkah Natasha melambat. Keningnya pun berkerut sempurna. Ketika matanya menatap pintu kosannya yang sudah terbuka lebar dan dipenuhi banyak orang."Karen?!!" teriak Natasha sambil melepaskan bungkusan yang ditenteng di tangannya. Ia pun segera berlari sekencang yang ia bisa. Lalu seperti orang yang tidak sadarkan diri. Ia menerobos orang-orang di depan pintu rumahnya begitu saja. "Karen?!!!" teriak Natasha saat memandangi tubuh kecil Karen yang terlihat kejang-kejang. Natasha pun langsung berlari mendekati tubuh k