iang itu langit di atas kota Jakarta ditutupi awan tebal Kumulonimbus. Sampai-sampai sinar matahari saja tak bisa menembus awan yang membuat hujan lebat beserta petir yang menggelegar itu. Tentu saja hal ini membuat sebagian besar masyarakat kota Metropolitan malas menapakkan kakinya keluar rumah. Walaupun perut keroncongan meminta jatah makanan, tapi tetap saja mereka enggan berbasah-basah ria di jalanan dan lebih memilih jasa pengantar makanan sebagai sarana untuk mendapatkan makanan yang mereka inginkan.
Dan demi lembaran rupiah yang akan memenuhi kebutuhan hidupnya. Para pengantar makanan yang bekerja di bawah naungan sebuah aplikasi modern berbasis jasa mobilitas pun dengan penuh tanggung jawab melaksanakan tugasnya. Salah satu diantaranya bernama Natasha.
Dengan penuh hati-hati wanita berusia dua puluh lima tahun itu melajukan sepeda motor matic yang diberikan bosnya. Ia tak lagi memperdulikan dinginnya air hujan yang mengguyur seluruh badan. Meskipun ia sudah menggunakan mantel sebagai pelindung. Namun, hawa sejuknya tetap bisa menembus tulang.
Tepat di depan sebuah lobi kantor Natasha menghentikan laju motornya. Ia pun membuka kaca helmnya. Kemudian meraih ponsel pintar yang tersimpan di dalam saku celana jeansnya. Natasha pun memencet beberapa kali layar datar itu. Sebelum akhirnya ia menempelkan gadget itu ke telinga kanannya.
"Hallo, Mbak Safira. Saya sudah sampai lobi kantor Putra Perkasa," ucap Natasha pada salah satu pelanggannya hari ini.
"Oh, iya Mbak. Saya kesana sekarang," balas Safira.
"Baik, Mbak. Saya tunggu." Tut. Hubungan pun terputus.
Natasha memasukkan Smartphonenya kembali ke dalam saku bagian dalam jaket hijau kebanggaan. Lalu ia pun melepas sarung tangan basah yang melapisi kulit tangannya yang mulai berkerut. Huft. Huft. Huft. Beberapa kali Natasha meniup kedua telapak tangannya sebelum ia gosok-gosokan dengan cukup cepat. Rasa hangat pun langsung terasa menjalar begitu saja.
"Mbak Natasha ya?" ucap seseorang dari belakang Natasha. Wanita yang masih berada di atas motor matic itu langsung menoleh.
"Oh, iya. Dengan Mbak Safira?" tanya Natasha balik. Sambil menstandarkan motornya. Lalu ia segera turun dari motor itu.
"Benar," jawabnya singkat.
"Ini, Mbak. Pesanannya. Dua bakso bakar ekstra pedas dan tiga bakso cumi goreng kranci ekstra saus Padangnya," kata Natasha dengan mulut yang berbusa. Rasanya ia ingin meneteskan air ludah saat mengatakan makanan yang pastinya akan enak jika dimakan saat hujan-hujan begini. Apalagi di saat perut sedang meronta-ronta meminta jatah makanan seperti perut Natasha. 'Hems…. Pasti enak sekali rasanya,' batin Natasha sambil menyerahkan lima boks makanan itu dengan berat hati.
"Iya. Makasih ya, Mbak. Oh, ya. Aku udah bayar lewat aplikasi," sahut Safira kemudian melenggang pergi.
"Iya, Mbak," balas Natasha setengah bergumam. Senyum Natasha pun meredup. Huft. Lalu Natasha menghembuskan nafas beratnya. 'Padahal, andai dia bayar uang cash. Mau aku beliin makanan untuk Karen,' batinnya nelangsa. Sambil memandangi punggung Safira yang kian menjauh.
Lagi-lagi Natasha hanya bisa menghembuskan nafas berat. Dengan tatapan penuh kekecewaan tergambar di wajahnya. Lalu dengan tak bersemangat ia pun segera naik ke atas motor yang terparkir di sampingnya. Ia ingin segera pulang dan bertemu dengan putrinya. Namun, sebelum itu Natasha harus kembali ke kantor untuk mengembalikan penyimpan makanan yang dipasang di jok belakang motornya.
Motor matic berwarna hijau daun yang dipakai Natasha itu pun sebenarnya pemberian Bos Natasha secara cuma-cuma. Alasannya sih karena Natasha gabung sebagai anggota ke seribu di Growber. Jadi, dia berhak mendapatkan hadiah berupa motor matic itu. Tapi, entah kenapa sikap lelaki paruh baya itu terlampau baik pada Natasha. Padahal bukan hanya Natasha anggota baru di sana, tapi perhatian Pak Raymond pada Natasha sangat berbeda dengan sikap laki-laki itu pada yang lainnya. Apalagi pada anggota lama. Makanya tidak satu dua orang yang iri sama Natasha bahkan sampai ada yang menggosipkan kedekatan mereka berdua. Sebenarnya, Natasha juga merasa risih si selalu digibahkan menjalin hubungan terlarang dengan lelaki berperut buncit itu. Namun, apa mau dikata. Natasha masih membutuhkan pekerjaan ini. 'Lagian. Selama Pak Raymond tidak bertindak macam-macam. Gue nggak perlu khawatir,' tekad Natasha pada dirinya sendiri.
Klunting. Baru sampai setengah perjalanan tiba-tiba ponsel pintar Natasha berbunyi. Mau tidak mau Natasha pun menepikan laju motornya. Karena ia tidak mau melewatkan orderan yang beberapa bulan ini sudah menghidupi Natasha dan juga Karen, putri semata wayangnya. Natasha pun terpaksa berhenti di pinggir jalan yang cukup lapang, sebab ia tidak menemukan tempat berteduh di sekitar sana. Untung saja ponsel pintarnya sudah dilapisi kantong khusus yang tahan air. Jadi, benda elektronik itu aman walau terkena air hujan deras seperti ini.
Natasha pun memencet beberapa kali layar datar itu. Lalu seketika keningnya pun berkerut.
"Duh, gue ambil nggak ya orderan ini? Mana tempatnya jauh lagi. Bisa pulang malem ntar. Kasian juga Karen di rumah sendirian. Tapi, bayarannya lumayan. Kalau gue nggak ambil sayang juga bonusnya," gumam Natasha sambil terus menatap layar gawainya. "Gue ambil aja deh. Lagian di deket sana ada warung makan murah. Gue bisa beliin Karen makan malam. Seharian ini kan dia cuma makan mie instan. Itu pun kalau dia nggak nungguin gue," lanjut Natasha sambil memasukkan ponselnya kembali ke dalam saku tadi. Lalu ia segera menstarter mesin motornya.
Natasha memang hidup berdua dengan putri tercintanya, Karen Aleana Zulfikar. Setelah satu setengah tahun yang lalu proses perceraiannya dengan sang mantan suami selesai. Ia pun pergi berdua bersama sang anak lalu memutuskan tinggal di salah satu kosan Haji Boim yang harganya memang tepat di kantong Natasha.
Sedangkan sang mantan suami yang notabene adalah ayah kandung Karen. Sudah mencampakkan mereka berdua begitu saja. Bahkan, dengan tega ia tak memberikan sepeserpun uang untuk bekal hidup mereka di saat Natasha pergi saat itu. Apalagi sampai memberikan sebagian hartanya yang melimpah ruah itu. 'Sungguh dia memang manusia tidak berperasaan,' batin Natasha.
Ia pun tersenyum kecut saat mengingat kejadian menyakitkan yang sudah membuat kehidupannya berantakan seperti ini. 'Andai semua itu tidak terjadi. Gue yakin hidup Karen tidak semenderita ini,' batin Natasha sambil terus mengemudikan motor maticnya diantara derasnya guyuran hujan. 'Maafkan, Bunda ya Nak. Gara-gara Bunda tidak bisa membahagiakan kamu. Kamu jadi harus mengalami hidup seperti ini,' tambah Natasha. Tak terasa air matanya pun meleleh berbarengan dengan tetesan air hujan yang mengguyur seluruh badannya. Walau wajahnya terlindungi kaca helm, tetap saja akhirnya basah karena air matanya.
Pikiran Natasha semakin melanglang buana di dalam pengalaman-pengalaman pahitnya. Sampai-sampai ia pun mengendarai motornya dengan tidak fokus. Saking asyiknya melamun, Natasha sampai tidak sadar dengan keadaan jalanan di depannya. Hingga akhirnya….
Brak!!!
Brak!!! Natasha pun menabrak sebuah mobil mewah yang melaju di depannya. Untung saja laju motornya tidak terlalu kencang. Jadi, mobil yang ditabrak Natasha tidak rusak parah, hanya lecet-lecet biasa."Astaugfirullah. Apalagi ini?" gumamnya sambil menghentikan laju motornya di salah satu sisi jalan.Natasha pun segera turun dari motornya lalu menghampiri mobil putih yang dari bodinya saja sudah dapat diterka jika mobil itu mahal harganya. Dengan badan yang gemetaran Natasha mengetuk kaca mobil buram yang masih tertutup rapat itu. Tok. Tok. Tok. Bunyi kaca pintu di samping kabin kemudi itu saat diketuk oleh Natasha. Sret….! Kaca mobil pun turun sebagian. 'Mungkin karena tidak mau air hujan sampai masuk ke dalam,' pikir Natasha sekilas. Natasha pun melongokkan kepalanya ke dalam mobil itu. Hingga akhirnya nampaklah so
"Pak, saya mohon!!! Jangan lakukan itu, Pak. Saya mohon jangan!!!" rengek Natasha sambil berusaha melepaskan diri. Namun, usahanya gagal. Tenaganya tak sebanding dengan tenaga Pak Raymond yang jauh lebih besar."Kamu milik saya malam ini," gumam Pak Raymond dengan ekspresi yang tidak bisa digambarkan."Jangan!!!!" teriak Natasha sambil menendang daerah vital Pak Raymond. Tentu saja laki-laki itu tersungkur sambil memegangi alat kelaminnya yang terasa linu. Sedangkan Natasha tidak mau menyia-nyiakan momen berharga ini untuk segera kabur.Dengan langkah secepat yang ia bisa. Natasha terus menjauh dari ruangan terkutuk itu. Hosh. Hosh. Hosh. Nafasnya pun tersengal-sengal. Rasanya seperti hendak terputus. Sedang kakinya sangat berat untuk ia angkat dengan lebih cepat
Srek! Srek! Srek! Suara langkah itu pun semakin mendekat. Membuat rasa takut Natasha kembali bangkit."Siapa disana? Tolong jangan mendekat!!" ujar Natasha setengah berteriak. Namun, orang itu seakan tidak mau memperdulikan ucapan Natasha. Ia terus saja melangkah mendekati tubuh Natasha yang sudah meringkuk ketakutan. Hingga saat badan orang itu terkena sorot lampu jalan. Mata Natasha pun seketika membulat sempurna."Kamu?!!" ujar Natasha saat pandangannya menatap sosok bocah berumur tiga tahun di hadapannya. "Kamu kenapa ada disini?" tanya Natasha sambil merangkul putri semata wayangnya itu."Dia sedang saya ajak mencari makan. Sekalian
Setelah Pak Haji pulang Natasha beranjak dari duduknya. Ia harus segera mandi kemudian tidur. Sebab, besok pagi Pak Haji berjanji akan mengenalkan Natasha dengan salah satu temannya yang baru saja membuka sebuah restoran baru bernuansa western.Natasha pun memasuki kamarnya untuk mengambil baju ganti. Lalu sesaat ia pun menoleh ke arah Karen yang sudah tertidur pulas di atas tempat tidur. Sebuah senyuman pun terukir di bibir mungilnya. 'Karen keliatannya seneng banget hari ini. Sungguh, kami sangat beruntung bisa hidup di tengah-tengah orang baik seperti Pak Haji dan yang lainnya,' batin Natasha. Lalu sejenak ia pun teringat pada kejadian hari ini. 'Andai saja semua itu tidak pernah terjadi. Mungkin….' Natasha pun tidak melanjutkan ucapannya dalam hati. 'Ah, tidak. Tidak. Seperti yang pernah Pak Haji katakan. Gue nggak boleh su
"Selamat siang. Mau pesan apa? Silahkan," ucap Natasha ramah. Sambil membungkuk ia meletakkan dua buku menu di depan kedua insan itu. Dan saat ia menegakkan badannya lagi. Tiba-tiba matanya pun terbelalak. Menatap kedua sosok yang tak asing lagi di matanya."Mas Zul?" ujar Natasha setengah tidak percaya."Natasha," gumam Zul dengan ekspresi yang sama."Jadi benarkan kamu ada main dengan perempuan ini," kata Natasha dengan nada yang bergetar. Sambil menunjuk ke arah perempuan di samping suaminya itu."Eh, nggak usah tunjuk-tunjuk ya," sahut wanita tadi sambil m
Hari pun telah berganti. Minggu pun telah berlalu. Tak terasa Natasha sudah dua bulan bekerja di restoran itu. Ia pun bekerja dengan sungguh-sungguh dan penuh tanggung jawab. Sebab, Natasha tidak mau mengecewakan Pak Haji Boim dan Bosnya, Pak Haji Mahmud. Makanya, Natasha selalu bekerja dengan sepenuh hatinya. Apalagi hari ini, hari yang sudah ditunggu oleh Natasha dan semua karyawan di restoran Leckeres Essen sejak satu bulan yang lalu. Jadi, semua karyawan bekerja dengan lebih giat dan semangat.Begitu pula dengan Natasha. Dengan berjalan tegak ia membawa nampan berisi dua porsi Apfelstrudel
"Pasti Karen bakalan seneng banget nih. Aku bawain kue ini pulang," gumam Natasha sambil mengangkat bungkusan tadi sampai ke depan wajahnya. Lalu Natasha pun melanjutkan jalannya dengan lebih semangat. Tak sabar melihat gadis kecilnya itu tersenyum bahagia. Karena ia sudah membawakan kue kesukaannya. Namun, seketika langkah Natasha melambat. Keningnya pun berkerut sempurna. Ketika matanya menatap pintu kosannya yang sudah terbuka lebar dan dipenuhi banyak orang."Karen?!!" teriak Natasha sambil melepaskan bungkusan yang ditenteng di tangannya. Ia pun segera berlari sekencang yang ia bisa. Lalu seperti orang yang tidak sadarkan diri. Ia menerobos orang-orang di depan pintu rumahnya begitu saja. "Karen?!!!" teriak Natasha saat memandangi tubuh kecil Karen yang terlihat kejang-kejang. Natasha pun langsung berlari mendekati tubuh k
Tok. Tok. Tok. Tok. Tok. Tok."Siapa sih? Hujan-hujan gini bikin ribut," ujar seseorang sambil membukakan pintu kayu itu. Hingga saat pintu terbuka lebar. Mata keduanya pun membulat sempurna."Elo?!!!" ucap keduanya bersamaan."Ngapain elo disini?" tanya Karina dengan nada penuh curiga. Sambil memandangi dengan sinis wajah Natasha yang basah kuyup oleh air hujan."Gue nggak ada urusan sama elo. Gue mau ketemu sama Mas Zul," jawab Natasha sambil berusaha menerobos masuk ke dalam rumah itu. Namun, belum sempat ia berhasil masuk tangan kanannya sudah dicengkram K