Pagi ini Jo mengemas dirinya dengan begitu rapi. Entah mengapa ia ingin sekali tampil maksimal di pertandingannya dengan Natasha nanti. Saat sedang menyisir rambutnya sambil bersiul-siul riang. Tiba-tiba di benaknya terlintas sesuatu.
"Ehms…. Apa nanti gue pura-pura kalah aja ya sama Natasha?" gumamnya sambil mengetuk-ngetukkan sisir ke dagunya yang terbelah. Senyumnya pun mengembang saat ia teringat kejadian semalam.
Tin…. Tin….
Senyuman Jo pun menghilang saat mendengar sebuah klakson mobil berada tak jauh dari rumahnya. Segera Jo pun mendekati jendela. Disibaknya tirai yang masih menghalangi sinar mentari masuk ke dalam kamarnya.
"Mobil siapa itu?" tanya Jo pada dirinya sendiri. Matanya pun me
Jo berdiri tegap di tengah-tengah lapangan basket. Kedua tangannya melipat di depan dadanya yang bidang dan terlihat kokoh. Wajahnya yang putih bersih dan berkharisma, menunjukkan raut wajah siap mengalahkan lawan tandingnya. Sedangkan mata elangnya, menatap lurus sosok wanita berbusana formal dengan blazer dan celana katun yang berwarna sama dengan guru-guru di sekolahan ini.Di seberang sana Natasha berdiri dengan raut wajah tak kalah serius. Matanya yang bening menatap Jo dari balik kacamata tebal. Sementara kedua tangannya juga terlipat di depan dada."Bu. Bu Natasha yakin, beneran bisa main basket?" tanya Bu Elena tepat di depan telinga Natasha. Wanita yang terlihat anggun dengan rambutnya yang digelung itu pun menoleh."Bu Elena nggak usah khawatir. Saya sudah berlatih cukup keras," balas Natasha sambil men
Pulang dari sekolah Natasha tak langsung pulang. Ia menyempatkan diri untuk menjenguk Karen di rumah sakit khusus jantung yang baru beberapa minggu ini merawat Karen. Natasha merasa senang melihat kondisi Karen yang jauh lebih baik dari pertemuan terakhir mereka beberapa hari lalu."Gimana enak?" tanya Natasha saat melihat sang anak memakan sate lontong Madura yang dibawanya. Karen langsung mengangguk mantap."Enak banget Bunda. Karen suka," balasnya dengan mulut penuh. Senyum Natasha semakin mengembang. Tangan kanannyanya terulur untuk mengacak rambut putri semata wayangnya itu."Kalau lagi makan, jangan sambil ngomong ya sayang. Nanti kamu tersedak." Natasha mengingatkan dengan pelan. Karen pun segera mengunyah lalu menelannya dengan cepat.
"Heh. Gue nggak mau! Kalau dia udah nggak kuat punya murid kayak gue. Ngundurin diri aja. Gampang kan?" Jo kembali berjalan ke arah yang sama. Dan pada detik itu pula, Natasha kembali menarik kerah baju Jo dengan cukup kuat. Saking kesalnya.Jo pun melangkah mundur beberapa langkah. Dan tanpa disadari kakinya sudah melewati batas kolam renang. Sedetik kemudian….Byur!!! Tak bisa dielakkan lagi. Jo pun terjatuh ke dalam kolam renang itu."To… tolong!!! Tolong!!! Gue nggak bisa berenang!!" teriak Jo sambil berusaha mengangkat kepalanya ke permukaan air."Heh. Loe pikir gue bodoh. Loe punya kolam renang, tapi nggak bisa berenang. Ck. Ck. Ck. Kali ini loe bener-bener pinter ngeles." Natasha membalikkan badannya lalu berniat pergi. Tetapi, langk
Pagi itu Natasha masuk ke dalam ruang makan untuk mengambil jatah makanannya. Namun, mendadak langkahnya terhenti saat melihat Jo tengah melahap sarapannya dengan begitu nikmat. Natasha yang teringat akan kejadian semalam jadi merasa canggung. Makanya ia memilih memutar badannya untuk segera meninggalkan tempat itu."Natasha," panggil Jo yang sudah melihat wanita itu duluan sebelum badannya berhasil pergi. Natasha pun tak punya pilihan lain selain menoleh."Ada apa?" tanya Natasha dengan suara bergetar."Bukannya loe selalu sarapan sebelum berangkat ke sekolah. Kenapa loe malah pergi?" sindir Jo."Ehms…. Gue… gue cuma mau liat Eriko. Kayaknya dia udah jemput gue di luar. Jadi, gue mau langsung be
Tap. Tap. Tap. Bunyi langkah mantap seorang wanita menapaki sebuah koridor hotel. Kakinya yang jenjang terlihat sempurna dengan high heel maroon yang terlihat sangat kontras dengan warna kulitnya yang putih bersih. Di badannya sebuah dress berwarna senada membalut sempurna tubuh rampingnya yang seperti gitar Spanyol. Walaupun tinggi wanita itu hanya seratus empat puluh sembilan. Namun, tak menyurutkan kecantikan yang terbentuk di wajahnya yang tampak seperti gadis belasan tahun itu.
iang itu langit di atas kota Jakarta ditutupi awan tebal Kumulonimbus. Sampai-sampai sinar matahari saja tak bisa menembus awan yang membuat hujan lebat beserta petir yang menggelegar itu. Tentu saja hal ini membuat sebagian besar masyarakat kota Metropolitan malas menapakkan kakinya keluar rumah. Walaupun perut keroncongan meminta jatah makanan, tapi tetap saja mereka enggan berbasah-basah ria di jalanan dan lebih memilih jasa pengantar makanan sebagai sarana untuk mendapatkan makanan yang mereka inginkan.
Brak!!! Natasha pun menabrak sebuah mobil mewah yang melaju di depannya. Untung saja laju motornya tidak terlalu kencang. Jadi, mobil yang ditabrak Natasha tidak rusak parah, hanya lecet-lecet biasa."Astaugfirullah. Apalagi ini?" gumamnya sambil menghentikan laju motornya di salah satu sisi jalan.Natasha pun segera turun dari motornya lalu menghampiri mobil putih yang dari bodinya saja sudah dapat diterka jika mobil itu mahal harganya. Dengan badan yang gemetaran Natasha mengetuk kaca mobil buram yang masih tertutup rapat itu. Tok. Tok. Tok. Bunyi kaca pintu di samping kabin kemudi itu saat diketuk oleh Natasha. Sret….! Kaca mobil pun turun sebagian. 'Mungkin karena tidak mau air hujan sampai masuk ke dalam,' pikir Natasha sekilas. Natasha pun melongokkan kepalanya ke dalam mobil itu. Hingga akhirnya nampaklah so
"Pak, saya mohon!!! Jangan lakukan itu, Pak. Saya mohon jangan!!!" rengek Natasha sambil berusaha melepaskan diri. Namun, usahanya gagal. Tenaganya tak sebanding dengan tenaga Pak Raymond yang jauh lebih besar."Kamu milik saya malam ini," gumam Pak Raymond dengan ekspresi yang tidak bisa digambarkan."Jangan!!!!" teriak Natasha sambil menendang daerah vital Pak Raymond. Tentu saja laki-laki itu tersungkur sambil memegangi alat kelaminnya yang terasa linu. Sedangkan Natasha tidak mau menyia-nyiakan momen berharga ini untuk segera kabur.Dengan langkah secepat yang ia bisa. Natasha terus menjauh dari ruangan terkutuk itu. Hosh. Hosh. Hosh. Nafasnya pun tersengal-sengal. Rasanya seperti hendak terputus. Sedang kakinya sangat berat untuk ia angkat dengan lebih cepat