Setelah Pak Haji pulang Natasha beranjak dari duduknya. Ia harus segera mandi kemudian tidur. Sebab, besok pagi Pak Haji berjanji akan mengenalkan Natasha dengan salah satu temannya yang baru saja membuka sebuah restoran baru bernuansa western.
Natasha pun memasuki kamarnya untuk mengambil baju ganti. Lalu sesaat ia pun menoleh ke arah Karen yang sudah tertidur pulas di atas tempat tidur. Sebuah senyuman pun terukir di bibir mungilnya. 'Karen keliatannya seneng banget hari ini. Sungguh, kami sangat beruntung bisa hidup di tengah-tengah orang baik seperti Pak Haji dan yang lainnya,' batin Natasha. Lalu sejenak ia pun teringat pada kejadian hari ini. 'Andai saja semua itu tidak pernah terjadi. Mungkin….' Natasha pun tidak melanjutkan ucapannya dalam hati. 'Ah, tidak. Tidak. Seperti yang pernah Pak Haji katakan. Gue nggak boleh suudzon sama Allah. Semua ini pasti sudah suratan takdir yang harus aku lalui,' tambah Natasha dalam hati. Kemudian ia pun melanjutkan gerakannya untuk meraih salah satu setelan baju tidur yang dia punya. 'Gue harus segera mandi dan tidur. Biar besok badan gue fresh. Jadi, nggak malu-maluin saat ketemu temen Pak Haji besok,' ujar Natasha dalam hati. Sambil melangkahkan kakinya keluar kamar.
Tak sengaja mata Natasha pun menangkap piring sate sisa makanan Karen barusan. Kruk! Kruk! Kruk! Seketika ia pun baru sadar jika perutnya belum diisi sejak tadi siang. Ia baru makan tadi pagi saat sarapan bareng Karen. Itu pun hanya sebungkus nasi kucing.
"Oh, iya. Perut gue belum diisi. Jadi laper liat sate itu," gumam Natasha sambil memegangi perutnya. Kakinya pun segera melangkah mendekati piring yang tergeletak di atas karpet itu. Lalu tanpa membuang waktu lagi. Natasha segera mengangkatnya. "Tapi tinggal sepuluh tusuk. Ini pun Karen sisakan untuk sarapan besok," lanjut Natasha masih bergumam. "Ah, gue ambil dua saja. Lagian gue menanak nasi tadi sebelum berangkat kerja. Kayaknya masih ada deh," tambahnya dengan girang.
Natasha pun melangkahkan kakinya ke dapur. Kemudian segera mengangkat tutup magicom.
"Tuh, kan. Nggak berkurang," kata Natasha tetap bergumam.
Segera ia meraih piring lalu ia isi dengan dua centong nasi ke atasnya. Setelah itu Natasha mengambil sendok untuk memindah satu sedikit bumbu kacang yang mengumpul di bawah sate ke atas nasi tadi hingga rata.
"Gini aja cukup," ujarnya pada diri sendiri. Sebelum akhirnya ia menyendok isi piring itu dengan lahapnya. Bahkan, ia mengurungkan niatnya untuk mengambil dua tusuk sate seperti yang ia pikirkan tadi.
Natasha terus melahap isi piringnya dengan semangat. Entah kenapa makanan sederhana ini terasa lebih nikmat dibanding puluhan jenis makanan yang selalu tersaji di atas meja makan rumah mantan suaminya dulu. Bukan karena masakan sang ART di sana yang tidak enak. Hanya saja, suasana hatinya yang tidak mendukung. Gimana mau makan enak sih kalau tiap hari Natasha selalu stres dengan kelakuan sang suami di luar rumah.
Pernah Natasha memergoki Zulfikar, suaminya sedang bermain gila dengan seorang wanita di sebuah hotel bintang lima. Kebetulan saat itu Natasha yang ada janji untuk bertemu dengan teman SMAnya yang bernama Shelina di hotel yang sama, yaitu Hotel Nusa Indah. Lalu tanpa sengaja Natasha yang menangkap sosok suaminya di loby hotel, langsung membuntuti Zulfikar dari belakang. Sayangnya, ia kehilangan jejak lelaki itu ketika mereka masuk lift ke lantai enam belas. Ia pun masih mengikutinya ke lantai itu sebenarnya, tapi ia tidak bisa menemukan kamar mana yang telah mereka booking di antara puluhan kamar yang berjejeran.
Sampai di rumah, tentu saja Natasha tidak tinggal diam. Ia terus menuntut penjelasan dari sang suami tentang keberadaannya dengan seorang wanita di hotel Nusa Indah tadi. Dan lebih disayangkan lagi, Natasha tidak mempunyai cukup bukti untuk mengungkapkan kecurigaannya itu. Makanya, dengan gampang Zulfikar bisa menyangkal pertanyaannya.
Semenjak kejadian itu rumah tangga Natasha semakin retak. Banyak konflik terjadi antara Natasha dan juga Zulfikar. Padahal, Natasha sudah berusaha menguatkan diri untuk ikhlas dan memaafkan Zulfikar demi putri semata wayangnya Karen. Namun, takdir berkata lain. Tepat di hari ulang tahun pernikahan mereka. Natasha dijebak di sebuah kamar Hotel Ganesha dengan Samuel. Sahabat sekantor Zulfikar yang juga terkenal mata keranjang.
Huft. Natasha menghembuskan nafas beratnya mengingat kejadian pahit yang terjadi satu setengah tahun yang lalu itu. Bahkan, sampai sekarang ia pun tak tahu siapa yang tega memfitnah nya sampai ia harus bercerai dan terusir dari rumah suaminya. 'Mungkinkah Mas Zul yang tega melakukan itu semua? Tapi kenapa ia harus membawa-bawa nama Karen yang tidak tau apa-apa?' ujar Natasha dalam hati.
Yap! Benar sekali. Saat itu Zulfikar juga mengatakan jika Karen bukan anak kandungnya. Melainkan anak hasil hubungan gelap antara Natasha dengan Samuel. Tentu saja keluarga besar Zul percaya dengan bualannya itu. Kemudian, dengan serta merta mereka mengusir Natasha dan Karen tanpa ampun. 'Kalau benar Mas Zul yang memfitnahku. Apa alasannya membuang aku dan Karen seperti ini?' tambah Natasha lagi. Tak terasa air matanya pun mengucur deras. Tak bisa dibendung lagi.
Ia memang tak pernah sekalipun kembali atau sekedar mengintip keadaan rumah mantan suaminya itu. Sebab, baginya Zul adalah rasa sakit yang harus segera disembuhkan. 'Biarlah. Biarlah ini semua terjadi. Kalau tidak begitu. Mungkin aku tidak akan semandiri ini. Dan juga tidak bisa bertemu dengan orang-orang baik dan tulus seperti orang-orang di sekitar sini,' kata Natasha sambil mengusap kedua matanya yang sudah berlinangan air mata. Lalu ia pun segera mengangkat piringnya yang sudah kosong ke tempat cucian piring. Kemudian ia baru saja masuk ke dalam kamar mandi dan menyelesaikan tujuan awalnya.
********************
"Perkenalkan nama saya Natasha Azalea. Umur saya dua puluh lima tahun. Pernah bekerja di Growber sebagai pengantar makanan," ujar Natasha di depan sepasang suami istri yang terlihat sebaya dengan umur Pak Haji. Walaupun, sang istri tetap terlihat cantik dan anggun dengan gamis tosca yang ditutupi kerudung besar itu.
"Hahaha. Tidak usah seformal itu. Kami hanya ingin tahu siapa namamu saja," ucap si lelaki berjenggot putih itu sambil tertawa renyah.
"Iya, Mbak Natasha. Lagian, ini kan hanya restoran kecil bukan sebuah perusahaan besar," tambah si wanita merendah.
Padahal, restoran yang dimilikinya cukup luas. Serta gaya arsitekturnya sangat menawan. Persis seperti gaya restoran-restoran mahal di Jerman. Maklum, setelah haji mereka tinggal negeri Nazi itu sampai puluhan tahun. Walaupun, makanan yang tersaji di sini sudah dipastikan seratus persen halal. Sebab, sang pemilik sangat menyeleksi bahan makanan dan jenis masakan yang tersaji di dalam restoran bernuansa kebarat-baratan ini.
"Baik, Bu. Pak," balas Natasha canggung.
"Dia ini semangat kerjanya tinggi, orangnya rajin. Pokoknya rekomendasi gue mah nggak pernah salah," ucap Pak Haji sambil tersenyum bangga.
"Hahaha. Elo ini Im. Udah tua masih saja suka sombong. Walaupun kenyataannya banyak benernya. Hahaha," sahut teman akrab Pak Haji Boim sejak mereka datang ke Mekkah bersama itu.
"Tuh, kan. Elo nggak perlu ngeraguin kemampuan gue lagi. Oh, ya Mud Ngomong-ngomong nih. Si Mbak Natasha ini bisa bekerja mulai hari ini, kan?" tanya Pak Haji dengan nada yang kembali serius.
"Oh, iya. Silahkan. Kami memang sedang merekrut banyak karyawan baru hari ini," kata Pak Haji Mahmud dengan senang hati. Pak Haji pun tak langsung membalas, ia malah menyeruput teh panas yang diberikan teman dekatnya itu. Karena lidah tuanya sudah terlalu cinta Indonesia. Jadi, dia lebih milih teh manis daripada minuman lain yang belum tentu cocok dengan lidahnya.
"Bener deh. Kalau gitu gue pulang dulu. Kasihan sama anak dia sendirian di rumah. Bini gue lagi ke pasar. Entah udah pulang belum," balas Pak Haji sambil berdiri.
"Ya udah. Hati-hati ya elo di jalan. Kalau jatuh. Berdiri sendiri. Hahaha," canda Pak Haji Mahmud sambil merangkul sahabatnya itu beberapa saat.
"Sialan. Elo doain gue," timpal Pak Haji sok nggak terima.
"Hati-hati ya, Bang," ucap Istri Pak Haji Mahmud dengan halus.
"Iya. Tuh, jagain suami elo. Biar nggak nyasar-nyasar," kata Pak Haji membalas candaan Pak Haji Mahmud.
"Hati-hati ya Pak Haji. Terima kasih udah kasih aku pekerjaan." Natasha pun ikutan membuka suara sebelum Pak Haji pergi dari hadapannya.
"Iya, nggak papa. Gue pulang dulu. Elo kerja baek-baek disini," pesannya.
"Baik, Pak Haji."
Beberapa jam setelah kepergian Pak Haji. Natasha pun sudah bekerja seperti para Waitress yang lain. Dengan ramah dan sopan ia mendatangi setiap tamu yang baru saja datang. Tak terkecuali dengan sepasang kekasih yang berpakaian formal ala-ala orang kantoran. Dengan langkah tegap ia pun mendekati sepasang kekasih yang terlihat bak ABG yang sedang dimabuk asmara itu.
"Selamat siang. Mau pesan apa? Silahkan," ucap Natasha ramah. Sambil membungkuk ia meletakkan dua buku menu di depan kedua insan itu. Dan saat ia menegakkan badannya lagi. Tiba-tiba matanya pun terbelalak. Menatap kedua sosok yang tak asing lagi di matanya.
"Mas Zul?"
"Selamat siang. Mau pesan apa? Silahkan," ucap Natasha ramah. Sambil membungkuk ia meletakkan dua buku menu di depan kedua insan itu. Dan saat ia menegakkan badannya lagi. Tiba-tiba matanya pun terbelalak. Menatap kedua sosok yang tak asing lagi di matanya."Mas Zul?" ujar Natasha setengah tidak percaya."Natasha," gumam Zul dengan ekspresi yang sama."Jadi benarkan kamu ada main dengan perempuan ini," kata Natasha dengan nada yang bergetar. Sambil menunjuk ke arah perempuan di samping suaminya itu."Eh, nggak usah tunjuk-tunjuk ya," sahut wanita tadi sambil m
Hari pun telah berganti. Minggu pun telah berlalu. Tak terasa Natasha sudah dua bulan bekerja di restoran itu. Ia pun bekerja dengan sungguh-sungguh dan penuh tanggung jawab. Sebab, Natasha tidak mau mengecewakan Pak Haji Boim dan Bosnya, Pak Haji Mahmud. Makanya, Natasha selalu bekerja dengan sepenuh hatinya. Apalagi hari ini, hari yang sudah ditunggu oleh Natasha dan semua karyawan di restoran Leckeres Essen sejak satu bulan yang lalu. Jadi, semua karyawan bekerja dengan lebih giat dan semangat.Begitu pula dengan Natasha. Dengan berjalan tegak ia membawa nampan berisi dua porsi Apfelstrudel
"Pasti Karen bakalan seneng banget nih. Aku bawain kue ini pulang," gumam Natasha sambil mengangkat bungkusan tadi sampai ke depan wajahnya. Lalu Natasha pun melanjutkan jalannya dengan lebih semangat. Tak sabar melihat gadis kecilnya itu tersenyum bahagia. Karena ia sudah membawakan kue kesukaannya. Namun, seketika langkah Natasha melambat. Keningnya pun berkerut sempurna. Ketika matanya menatap pintu kosannya yang sudah terbuka lebar dan dipenuhi banyak orang."Karen?!!" teriak Natasha sambil melepaskan bungkusan yang ditenteng di tangannya. Ia pun segera berlari sekencang yang ia bisa. Lalu seperti orang yang tidak sadarkan diri. Ia menerobos orang-orang di depan pintu rumahnya begitu saja. "Karen?!!!" teriak Natasha saat memandangi tubuh kecil Karen yang terlihat kejang-kejang. Natasha pun langsung berlari mendekati tubuh k
Tok. Tok. Tok. Tok. Tok. Tok."Siapa sih? Hujan-hujan gini bikin ribut," ujar seseorang sambil membukakan pintu kayu itu. Hingga saat pintu terbuka lebar. Mata keduanya pun membulat sempurna."Elo?!!!" ucap keduanya bersamaan."Ngapain elo disini?" tanya Karina dengan nada penuh curiga. Sambil memandangi dengan sinis wajah Natasha yang basah kuyup oleh air hujan."Gue nggak ada urusan sama elo. Gue mau ketemu sama Mas Zul," jawab Natasha sambil berusaha menerobos masuk ke dalam rumah itu. Namun, belum sempat ia berhasil masuk tangan kanannya sudah dicengkram K
Natasha terus berlari sambil menyesali rasa cintanya yang pernah tercurah hanya untuk lelaki brengsek itu. Natasha berlari, berlari dan terus berlari. Tanpa memperhatikan jalan sekitar yang sudah memasuki kawasan jalanan besar. Hingga beberapa menit kemudian terdengar suara klakson cukup dekat dan keras.Tiiiiiinnnn…. Lalu disusul dengan sebuah teriakan."Aaaarrgg…."Brak!!!! Mobil yang melaju kencang dari arah berlawanan Natasha pun langsung menabrak pohon. Setelah menghindari Natasha yang tiba-tiba muncul di antara derasnya hujan. Melihat kejadian mengenaskan itu. Tanpa membuang waktu Natasha segera berlari mendekat.
Natasha sudah kembali bekerja seperti biasa. Ia pun bingung harus mencari uang dimana untuk membayar biaya rumah sakit Karen yang tidak sedikit itu. Belum lagi biaya untuk pindah rumah sakit. Sungguh, kepala Natasha terasa mau pecah saat mengingatnya saja.Sempat terlintas di benak Natasha untuk kembali ke kantor Growber. Lalu menyerahkan diri untuk diapa-apakan Pak Raymond. Dengan catatan Pak Raymond akan membayar semua biaya rumah sakit Karen berikut ongkos untuk pindah ke rumah sakit Jantung Kita. Namun, belum sampai berangkat. Rasa ketakutannya pun meningkat teringat kejadian malam itu. Badannya saja terasa gemetar saat hendak ia langkahkan ke tempat itu.Makanya, yang bisa Natasha lakukan saat ini adalah datang ke restora
Seperti yang dijanjikan Shelin. Setelah ia makan di restoran tempat Natasha bekerja. Natasha pun meminta izin pada Pak Haji Mahmud untuk pulang lebih awal. Dan mendengar penjelasan Natasha, dengan senang hati Pak Haji Mahmud mengabulkan permintaannya."Iya, Mbak Natasha. Selesaikan dulu urusan anakmu. Semoga dia cepat sembuh," pesan Pak Mahmud saat Natasha meminta izin tadi."Iya, Nat. Kami disini juga akan selalu mendoakan kesembuhan anakmu. Semoga cepat sembuh ya," ujar Kayla dengan senyum manisnya."Iya, Kay. Makasih ya. Aku pergi dulu," balas Natasha kemudian berlalu bersama Shelin.
Natasha dan Shelin pun berjalan beriringan menuju kamar rawat Karen. Langkah mereka pun terlihat cepat bahkan seakan terburu-buru. Sebab, Natasha sudah tidak sabar lagi membawa Karen ke rumah sakit yang lebih memadai.Setelah beberapa kali melewati anak tangga dan berputar-putar di koridor rumah sakit. Akhirnya Natasha dan Shelin sampai di bangsal khusus penyakit jantung. Baru saja melewati pintu utama ruangan itu. Mata Natasha pun menangkap kejanggalan di salah satu ruangan."Karen?!" pekik Natasha lalu ia segera berlari ke arah ruangan tadi. Ia pun segera mendekati pintu ruang rawat Karen yang tengah terbuka lebar-lebar. Belum sempat sampai di depan pintu, terlihat beberapa orang Suster tengah mendorong tempat tidur pasien yan
Pagi itu Natasha masuk ke dalam ruang makan untuk mengambil jatah makanannya. Namun, mendadak langkahnya terhenti saat melihat Jo tengah melahap sarapannya dengan begitu nikmat. Natasha yang teringat akan kejadian semalam jadi merasa canggung. Makanya ia memilih memutar badannya untuk segera meninggalkan tempat itu."Natasha," panggil Jo yang sudah melihat wanita itu duluan sebelum badannya berhasil pergi. Natasha pun tak punya pilihan lain selain menoleh."Ada apa?" tanya Natasha dengan suara bergetar."Bukannya loe selalu sarapan sebelum berangkat ke sekolah. Kenapa loe malah pergi?" sindir Jo."Ehms…. Gue… gue cuma mau liat Eriko. Kayaknya dia udah jemput gue di luar. Jadi, gue mau langsung be
"Heh. Gue nggak mau! Kalau dia udah nggak kuat punya murid kayak gue. Ngundurin diri aja. Gampang kan?" Jo kembali berjalan ke arah yang sama. Dan pada detik itu pula, Natasha kembali menarik kerah baju Jo dengan cukup kuat. Saking kesalnya.Jo pun melangkah mundur beberapa langkah. Dan tanpa disadari kakinya sudah melewati batas kolam renang. Sedetik kemudian….Byur!!! Tak bisa dielakkan lagi. Jo pun terjatuh ke dalam kolam renang itu."To… tolong!!! Tolong!!! Gue nggak bisa berenang!!" teriak Jo sambil berusaha mengangkat kepalanya ke permukaan air."Heh. Loe pikir gue bodoh. Loe punya kolam renang, tapi nggak bisa berenang. Ck. Ck. Ck. Kali ini loe bener-bener pinter ngeles." Natasha membalikkan badannya lalu berniat pergi. Tetapi, langk
Pulang dari sekolah Natasha tak langsung pulang. Ia menyempatkan diri untuk menjenguk Karen di rumah sakit khusus jantung yang baru beberapa minggu ini merawat Karen. Natasha merasa senang melihat kondisi Karen yang jauh lebih baik dari pertemuan terakhir mereka beberapa hari lalu."Gimana enak?" tanya Natasha saat melihat sang anak memakan sate lontong Madura yang dibawanya. Karen langsung mengangguk mantap."Enak banget Bunda. Karen suka," balasnya dengan mulut penuh. Senyum Natasha semakin mengembang. Tangan kanannyanya terulur untuk mengacak rambut putri semata wayangnya itu."Kalau lagi makan, jangan sambil ngomong ya sayang. Nanti kamu tersedak." Natasha mengingatkan dengan pelan. Karen pun segera mengunyah lalu menelannya dengan cepat.
Jo berdiri tegap di tengah-tengah lapangan basket. Kedua tangannya melipat di depan dadanya yang bidang dan terlihat kokoh. Wajahnya yang putih bersih dan berkharisma, menunjukkan raut wajah siap mengalahkan lawan tandingnya. Sedangkan mata elangnya, menatap lurus sosok wanita berbusana formal dengan blazer dan celana katun yang berwarna sama dengan guru-guru di sekolahan ini.Di seberang sana Natasha berdiri dengan raut wajah tak kalah serius. Matanya yang bening menatap Jo dari balik kacamata tebal. Sementara kedua tangannya juga terlipat di depan dada."Bu. Bu Natasha yakin, beneran bisa main basket?" tanya Bu Elena tepat di depan telinga Natasha. Wanita yang terlihat anggun dengan rambutnya yang digelung itu pun menoleh."Bu Elena nggak usah khawatir. Saya sudah berlatih cukup keras," balas Natasha sambil men
Pagi ini Jo mengemas dirinya dengan begitu rapi. Entah mengapa ia ingin sekali tampil maksimal di pertandingannya dengan Natasha nanti. Saat sedang menyisir rambutnya sambil bersiul-siul riang. Tiba-tiba di benaknya terlintas sesuatu."Ehms…. Apa nanti gue pura-pura kalah aja ya sama Natasha?" gumamnya sambil mengetuk-ngetukkan sisir ke dagunya yang terbelah. Senyumnya pun mengembang saat ia teringat kejadian semalam.Tin…. Tin….Senyuman Jo pun menghilang saat mendengar sebuah klakson mobil berada tak jauh dari rumahnya. Segera Jo pun mendekati jendela. Disibaknya tirai yang masih menghalangi sinar mentari masuk ke dalam kamarnya."Mobil siapa itu?" tanya Jo pada dirinya sendiri. Matanya pun me
Tepat pukul sebelas malam Natasha baru saja sampai di rumah Jo. Badannya terasa sangat letih sekali. Sampai-sampai jalannya pun sempoyongan tak tentu arah. Untung saja ia membawa kunci sendiri. Jadi, dia bisa pulang sewaktu-waktu. Krek! Krek! Krek! Natasha memutar kunci itu di dalam lubangnya. Hingga tak butuh waktu lama pintu pun langsung terbuka lebar dan menampakkan kegelapan ruangan karena semua lampu sudah dimatikan.Sejenak Natasha menahan langkahnya. Tiba-tiba saja rasa takut menggelayuti wanita berparas cantik itu. Bahkan, bulu kuduknya berdiri seketika. Dan reflek tangan kanannya pun mengusap tengkuknya begitu saja. 'Aduh. Kok gelap banget ya,' batinnya sambil mengedarkan pandangannya ke dalam ruangan. Huft. Ia pun menghembuskan nafas beratnya."Nggak ada papa, Natasha. Jangan takut! Nggak punya uang itu hal yang lebih
"Huhuhu…. Gimana dong Shel kalau gue kalah. Huhuhu…. Gue bakal kehilangan gaji dan jaminan pengobatan Karen. Huhuhu…." Natasha pun menangis sesenggukan sambil menenggelamkan wajahnya di atas meja restoran yang sedang didatanginya untuk menemui Shelin."Ck. Elo juga sih, Nat. Udah tau kalau loe nggak bisa main basket. Kenapa langsung iyain aja permintaan aneh tuh anak songong," cibir Shelin yang langsung membuat Natasha mengangkat kepalanya."Terus gue harus gimana dong?" tanyanya nelangsa. Sambil menunjukkan tampangnya yang amburadul.Huft. Shelin pun menghembuskan nafas beratnya. Lalu ia meraih pundak Natasha agar masuk ke dalam pelukan."Loe juga sih. Kenapa sih nggak bilang aja sama gue. Kala
"Aaarghh…," teriak Natasha. Para siswi pun berteriak histeris. Sedangkan hampir semua Guru menutup matanya dengan takut. Hanya ada satu orang yang berani berlari. Lalu segera menangkap tubuh Natasha sebelum terjatuh ke lantai. "Kamu tidak apa-apa?" tanya Pak Guru itu dengan suara bass-nya yang sangat khas. Merasa badannya tidak jadi jatuh ke atas tatanan paving yang keras. Natasha pun perlahan membuka matanya satu per satu. Matanya pun langsung terpaku menatap sosok laki-laki berwajah tampan dengan hiasan alis tebal, hidung mancung, lesung pipi, rahang tegas serta jambang halus yang membuatnya semakin terlihat maskulin. "Kamu tidak apa-apa?" ulang lelaki itu yang lang
Hari ini Jo berniat bolos sekolah. Dia benar-benar tidak bisa membayangkan bagaimana reaksi teman-temannya melihat Natasha tidak jadi mengundurkan diri. Ditambah lagi, sekarang dia juga menjadi pengasuhnya di rumah."Huh. Ini semua gara-gara bokap sialan itu," gerutunya lalu menggebrak setir mobilnya sendiri. Ia yang sedang berada di pertigaan menuju SMA Bunga Bangsa pun memutuskan berhenti di pinggir jalan. Bisikan setan pun mengajaknya bolos sekolah daripada harus menanggung malu pada semua anak-anak di sekolah. 'Tapi, sampai kapan gue mau lari dari kenyataan ini. Besok-besok juga tuh Guru nggak akan pergi dari hidup gue. Jadi, walaupun gue bolos hari ini. Besok gue tetap jadi bahan tertawaan di sekolahan. Apa bedanya? Cuma menunda penderitaan yang tidak mungkin terlewatkan,' cibir Jo dalam hati.Huft. Jo pun menghembuskan nafas beratnya.