Hari pun telah berganti. Minggu pun telah berlalu. Tak terasa Natasha sudah dua bulan bekerja di restoran itu. Ia pun bekerja dengan sungguh-sungguh dan penuh tanggung jawab. Sebab, Natasha tidak mau mengecewakan Pak Haji Boim dan Bosnya, Pak Haji Mahmud. Makanya, Natasha selalu bekerja dengan sepenuh hatinya. Apalagi hari ini, hari yang sudah ditunggu oleh Natasha dan semua karyawan di restoran Leckeres Essen sejak satu bulan yang lalu. Jadi, semua karyawan bekerja dengan lebih giat dan semangat.
Begitu pula dengan Natasha. Dengan berjalan tegak ia membawa nampan berisi dua porsi Apfelstrudel dan satu porsi Falscher Hase. Padahal, waktu sudah menunjukkan pukul pukul sembilan malam dan ia sudah menggunakan tenaganya sejak tadi pagi. Namun, entah kenapa semangatnya masih berkobar seperti saat bangun tidur saja. Maklum lah, sebentar lagi ia akan gajian. Serta di pikirannya sudah terbayangkan apa yang akan dibeli untuk Karen. 'Udah lama juga gue nggak beliin Karen kue Black Forest kesukaannya. Dan, kayaknya di toko roti di depan masih buka sampai jam sepuluh. Kalau gitu, ntar gue mampir bentar deh. Karen pasti suka,' batin Natasha sambil terus berjalan menuju meja pelanggan terakhir restoran ini.
"Selamat malam, Mas dan Mbak. Ini pesanannya. Silahkan dinikmati," ujar Natasha sambil memindahkan ketiga pesanan di atas nampannya ke meja di depan ketiga remaja itu.
"Terima kasih ya, Mbak," kata ketiganya serempak.
"Iya. Sama-sama," balas Natasha sebelum berlalu dari tempat itu.
Baru saja melewati pintu dapur. Ternyata teman-temannya yang lain sedang mengintip di balik pintu.
"Eh, Mbak Kayla. Bikin aku kaget saja," kata Natasha sambil memegangi dadanya yang hampir copot. Saking kagetnya melihat wajah rekan kerjanya itu berada tepat di balik pintu.
"Hehe. Itu pelanggan terakhir, kan? Nggak ada yang masuk lagi?" tanya Kayla dengan antusias.
"Enggak ada, Mbak. Itu yang terakhir," balas Natasha singkat. Sambil menggelengkan kepalanya beberapa kali.
"Syukurlah. Semoga cepet pergi deh. Jam segini baru nyari tempat nongkrong. Dia pikir kita nggak cape udah kerja seharian," gerutu Kayla sambil menatap sebal ketiga orang yang sedang asyik makan sambil cekikikan itu.
"Iya, Mbak. Aku juga udah kepikiran Karen. Kasihan dia jam segini aku belum pulang," sahut Natasha dengan nada sedih.
"Tau' tuh. Anak muda jaman sekarang. Memang semaunya sendiri aja. Tau gitu, tadi kamu bilang aja resto ini sudah tutup," ujar Kayla. Kedua wanita itu pun masih sibuk menatap para remaja tadi lewat kaca kecil yang ada di tengah-tengah pintu dapur. Sampai-sampai mereka tidak sadar. Jika, Bu Rosalin, istri Pak Haji Mahmud. Sudah berada di belakang kedua wanita yang jauh lebih muda darinya itu. Beberapa karyawan lain yang berdiri tak jauh dari mereka berdua pun berusaha memberitahu mereka dengan memberi kode,tapi bukannya menoleh. Kayla malah masih terus menerus mengomel tak jelas. Sedangkan Natasha hanya diam saja tak berkomentar.
"Tuh, kan. Mereka masih ngobrol aja. Pasti kita pulang setelah mereka pergi nih. Males banget deh. Harusnya kan kita udah gajian dan hampir sampai rumah," cerocos Kayla.
"Ehems…." Tiba-tiba Bu Rosalin pun berdehem cukup keras. Dan langsung membuat Natasha dan Kayla terlonjak kaget. Keduanya pun langsung menoleh.
"Eh, Ibu Bos," ucap Natasha dan Kayla bersamaan.
"Sudah lama, Bu disitu?" tanya Kayla pada istri Bosnya itu sambil nyengir kuda. Walau Kayla yakin Bu Rosalin tidak akan marah padanya. Namun, tetap saja ia merasa tidak enak.
"Kamu udah pengen pulang ya?" tanya Bu Rosalin dengan senyum manisnya. Membuat Kayla semakin gelagapan dan menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal. "Ya, sudah sana pulang. Saya izinkan kamu pulang lebih dulu ketimbang yang lain," tambahnya dengan ekspresi yang lebih serius.
"Hehe. Enggak dong Bu. Saya pulang bareng yang lain saja. Biar keliatan kompak. Hehe," balas Kayla sambil cengar-cengir nggak jelas.
"Bilang saja kamu nungguin ini dulu," kata Bu Rosalin sambil menunjukkan sebuah amplop coklat yang ada di tangannya.
"Hehe. Iya, sih Bu," balas Kayla malu-malu.
"Ya, sudah. Ini buat kamu." Bu Rosalin pun memberikan salah satu amplop itu. Kayla pun langsung menyambutnya dengan girang.
"Beneran, Bu. Makasih ya."
"Iya. Ini untuk kamu Natasha," kata Bu Rosalin sambil memberikan amplop lain kepada Natasha.
"Terima kasih, Bu," balas Natasha pada Ibu Rosalin yang sedang membagikan amplop-amplop yang sama pada yang lain.
"Kalau gitu kalian boleh pulang sekarang," ujar Bu Rosalin yang kembali membuat girang para karyawannya.
"Beneran, Bu. Tapi, di depan kan masih ada pelanggan. Nanti yang beresin siapa?" tanya Natasha.
"Udah. Nggak usah khawatir. Nanti biar saya yang beresin. Kalian pulang saja sekarang. Ini sudah malam."
"Baik, Bu. Terima kasih," ucap para karyawan serempak. Lalu mereka pun menyalami Bu Rosalin satu per satu sebelum pulang. Persis seperti anak SD yang mau pulang sekolah. Disini Bu Rosalin dan Pak Haji Mahmud memang tidak menganggap mereka sebagai pegawai, tapi lebih menganggap sebagai anak mereka sendiri. Makanya mereka selalu memperlakukan semua karyawannya dengan baik.
Natasha keluar dari restoran itu bersama Kayla. Mereka pun berbincang-bincang dengan akrab seperti teman lama saja. Padahal, sebenarnya mereka belum lama saling kenal.
"Saya mau beli Black Forest kesukaan Karen. Kayaknya, toko depan masih buka nggak ya," ucap Natasha sambil terus berjalan beriringan dengan Kayla.
"Kayaknya masih deh. Coba loe liat aja. Tapi, sorry nih gue nggak bisa nganterin elo. Ada urusan lain. Hehe," balas Kayla sambil menunjukkan ponsel pintarnya yang menyala.
"Iya, deh. Gue tau kalau elo mau ketemuan sama pacar. Hati-hati ya. Jangan pulang malam-malam. Orang pacaran banyak godaan," sahut Natasha mengingatkan.
"Siap, Kakak. Omongan elo ah udah kaya orang tua aja," timpal Kayla pada sosok teman yang usianya selisih lima tahun itu. Yap! Walau wajah Natasha dan Kayla sama-sama masih imut-imut. Namun, kenyataannya mereka selisih umur cukup banyak.
"Emang gue udah tua, kan?"
"Iya juga sih. Eh, ya udah. Gue duluan ya. Tuh, pacar gue udah dateng," pamit Kayla sambil ber dadah-dadah ria ke arah Natasha.
"Dagh," balas Natasha sambil membalas lambaian tangan teman dekatnya itu. Setelah Kayla benar-benar pergi. Natasha pun menghembuskan nafas beratnya. Huft. 'Sendirian lagi deh. Tapi, nggak papa. Gue harus beli Black Forest lalu cepat pulang,' batin Natasha sambil berjalan ke sisi kiri. Tak jauh dari tempatnya bekerja memang terdapat sebuah toko kue cukup besar dan buka sampai malam.
Kira-kira jarak toko itu tinggal beberapa meter. Natasha sudah dapat melihat sosok sang pemilik toko sedang menutup pintu toko kuenya. Oleh sebab itu Natasha pun segera berlari secepat yang ia bisa.
"Pak. Pak. Saya mau beli kue Black Forest. Apakah masih ada?" tanya Natasha setelah bisa mendekati sang pemilik toko. Lelaki paruh baya itu pun menghentikan gerakannya untuk mengunci pintu rolling door toko.
"Masih ada sih. Cuma tokonya sudah saya tutup. Kalau besok saja gimana?"
"Saya mohon, Pak. Saya sudah janji dengan anak saya. Kalau sudah gajian saya mau beliin dia Black Forest kesukaannya. Untuk mengganti kue ulang tahunnya yang sudah lewat. Bukain ya, Pak. Saya mohon," ucap Natasha dengan tangan yang ia tangkupkan di depan dada.
**************
Natasha berjalan dengan riang menuju kosannya yang berjarak tak begitu jauh dari restoran tempatnya ia bekerja. Di tangannya sudah menenteng sebuah kotak berisi kue Black Forest kesukaan Karen.
"Pasti Karen bakalan seneng banget nih. Aku bawain kue ini pulang," gumam Natasha sambil mengangkat bungkusan tadi sampai ke depan wajahnya. Lalu Natasha pun melanjutkan jalannya dengan lebih semangat. Tak sabar melihat gadis kecilnya itu tersenyum bahagia. Karena ia sudah membawakan kue kesukaannya. Namun, seketika langkah Natasha melambat. Keningnya pun berkerut sempurna. Ketika matanya menatap pintu kosannya yang sudah terbuka lebar dan dipenuhi banyak orang.
"Karen?!!" teriak Natasha sambil melepaskan bungkusan yang ditenteng di tangannya.
"Pasti Karen bakalan seneng banget nih. Aku bawain kue ini pulang," gumam Natasha sambil mengangkat bungkusan tadi sampai ke depan wajahnya. Lalu Natasha pun melanjutkan jalannya dengan lebih semangat. Tak sabar melihat gadis kecilnya itu tersenyum bahagia. Karena ia sudah membawakan kue kesukaannya. Namun, seketika langkah Natasha melambat. Keningnya pun berkerut sempurna. Ketika matanya menatap pintu kosannya yang sudah terbuka lebar dan dipenuhi banyak orang."Karen?!!" teriak Natasha sambil melepaskan bungkusan yang ditenteng di tangannya. Ia pun segera berlari sekencang yang ia bisa. Lalu seperti orang yang tidak sadarkan diri. Ia menerobos orang-orang di depan pintu rumahnya begitu saja. "Karen?!!!" teriak Natasha saat memandangi tubuh kecil Karen yang terlihat kejang-kejang. Natasha pun langsung berlari mendekati tubuh k
Tok. Tok. Tok. Tok. Tok. Tok."Siapa sih? Hujan-hujan gini bikin ribut," ujar seseorang sambil membukakan pintu kayu itu. Hingga saat pintu terbuka lebar. Mata keduanya pun membulat sempurna."Elo?!!!" ucap keduanya bersamaan."Ngapain elo disini?" tanya Karina dengan nada penuh curiga. Sambil memandangi dengan sinis wajah Natasha yang basah kuyup oleh air hujan."Gue nggak ada urusan sama elo. Gue mau ketemu sama Mas Zul," jawab Natasha sambil berusaha menerobos masuk ke dalam rumah itu. Namun, belum sempat ia berhasil masuk tangan kanannya sudah dicengkram K
Natasha terus berlari sambil menyesali rasa cintanya yang pernah tercurah hanya untuk lelaki brengsek itu. Natasha berlari, berlari dan terus berlari. Tanpa memperhatikan jalan sekitar yang sudah memasuki kawasan jalanan besar. Hingga beberapa menit kemudian terdengar suara klakson cukup dekat dan keras.Tiiiiiinnnn…. Lalu disusul dengan sebuah teriakan."Aaaarrgg…."Brak!!!! Mobil yang melaju kencang dari arah berlawanan Natasha pun langsung menabrak pohon. Setelah menghindari Natasha yang tiba-tiba muncul di antara derasnya hujan. Melihat kejadian mengenaskan itu. Tanpa membuang waktu Natasha segera berlari mendekat.
Natasha sudah kembali bekerja seperti biasa. Ia pun bingung harus mencari uang dimana untuk membayar biaya rumah sakit Karen yang tidak sedikit itu. Belum lagi biaya untuk pindah rumah sakit. Sungguh, kepala Natasha terasa mau pecah saat mengingatnya saja.Sempat terlintas di benak Natasha untuk kembali ke kantor Growber. Lalu menyerahkan diri untuk diapa-apakan Pak Raymond. Dengan catatan Pak Raymond akan membayar semua biaya rumah sakit Karen berikut ongkos untuk pindah ke rumah sakit Jantung Kita. Namun, belum sampai berangkat. Rasa ketakutannya pun meningkat teringat kejadian malam itu. Badannya saja terasa gemetar saat hendak ia langkahkan ke tempat itu.Makanya, yang bisa Natasha lakukan saat ini adalah datang ke restora
Seperti yang dijanjikan Shelin. Setelah ia makan di restoran tempat Natasha bekerja. Natasha pun meminta izin pada Pak Haji Mahmud untuk pulang lebih awal. Dan mendengar penjelasan Natasha, dengan senang hati Pak Haji Mahmud mengabulkan permintaannya."Iya, Mbak Natasha. Selesaikan dulu urusan anakmu. Semoga dia cepat sembuh," pesan Pak Mahmud saat Natasha meminta izin tadi."Iya, Nat. Kami disini juga akan selalu mendoakan kesembuhan anakmu. Semoga cepat sembuh ya," ujar Kayla dengan senyum manisnya."Iya, Kay. Makasih ya. Aku pergi dulu," balas Natasha kemudian berlalu bersama Shelin.
Natasha dan Shelin pun berjalan beriringan menuju kamar rawat Karen. Langkah mereka pun terlihat cepat bahkan seakan terburu-buru. Sebab, Natasha sudah tidak sabar lagi membawa Karen ke rumah sakit yang lebih memadai.Setelah beberapa kali melewati anak tangga dan berputar-putar di koridor rumah sakit. Akhirnya Natasha dan Shelin sampai di bangsal khusus penyakit jantung. Baru saja melewati pintu utama ruangan itu. Mata Natasha pun menangkap kejanggalan di salah satu ruangan."Karen?!" pekik Natasha lalu ia segera berlari ke arah ruangan tadi. Ia pun segera mendekati pintu ruang rawat Karen yang tengah terbuka lebar-lebar. Belum sempat sampai di depan pintu, terlihat beberapa orang Suster tengah mendorong tempat tidur pasien yan
Chit!!!! Motor Jo pun berhenti tepat di tempat yang tadi sudah diberitahu Soni. Melihat Jo datang Soni yang sedari tadi hanya mampu bersembunyi di balik pohon langsung berjalan mendekat."Wah! Pahlawan kesiangan dateng nih," sindir salah satu dari segerombolan anak seusia Jo yang sedang memukuli Rafael di tengah jalan."Lepasin dia!" titah Jo dengan menunjukkan tampang sangarnya. Namun, bukannya takut cowok tadi malah tersenyum sambil memalingkan wajahnya."Kalau loe nggak tau apa-apa. Mending loe nggak usah ikut campur," balasnya dengan nada penuh penekanan. Jo pun melempar senyuman khasnya.
Natasha pun bergegas keluar. Sampai di depan gedung pengacara kondang itu. Natasha membuka membuka map di tangannya. Natasha pun mengambil selembar kertas kecil yang disatukan denga kertas-kertas lainnya. Sementara sisa berkas itu ia buang di tong sampah. Saat Natasha hendak memasukkan kertas cek itu ke dalam kantong bajunya tiba-tiba sebuah angin berhembus kencang lalu menerbangkan kertas kecil yang sangat berharga bagi Natasha itu."Cek gue!!" pekik Natasha. Tanpa pikir panjang wanita itu pun segera mengejar kemana arah angin membawa kertas itu pergi. Hingga akhirnya kertas itu terjatuh di sebuah helm yang ada di lengan seorang pengendara bermotor. Natasha pun tersenyum melihat motor itu yang sedang menunggu lampu merah berganti. Namun, saat ia hendak mendekat. Sebuah bunyi sirine dari motor polisi terdengar cukup dekat. Si pengendara pun menoleh. Kemudian entah apa yang terjadi. Ia pun seg