"Aska? Sangga? Sedang apa kalian di sana?" tanya Baduga.
Kedua pemuda itu mati kutu saat keberadaan mereka berhasil diketahui. Lebih tepatnya, aksi mengintip mereka terbilang gagal. Askara dan Sanggapati berakhir saling mendorong bahu satu sama lain.
"Gara-gara kau, kita jadi ketahuan tuh," gerutu Sanggapati.
"Justru karena kau! Mulutmu itu sedari tadi tidak diam!" gerutu balik Askara sambil memicingkan matanya.
Baru saja mereka sengit beradu tatap beberapa menit, tiba-tiba wajah Dwara secepat kilat sudah berada di tengah-tengah wajah keduanya. "Kalian ..."
"HUWWAA!" pekik Askara juga Sanggapati yang kaget bersamaan sampai terjungkal ke belakang.
Baduga datang menghampiri, pria itu berkacak pinggang sambil berdiri di belakang Dwara yang masih jongkok. "Kalian ini, dari tadi bertengkar terus. Telingaku agak risih." Baduga mengorek kupingnya sendiri
"Oi Aska. Tidak ada kerjaan sekali kau. Sedang apa berdiam diri di sana, ha?" Sanggapati melihat Askara berdiri tegap di bawah cahaya matahari pagi. Kebetulan Askara ingat akan perkataan Abiseka, bagaimana caranya membangkitkan teknik rahasia Aditya.Menyerap energi matahari.Askara berusaha konsentrasi, namun sedikit saja suara yang ia dengar mampu membuyarkannya. Pemuda itu berakhir mendesah, apalagi sedari tadi Sanggapati terus menyerunya.'Cahaya mataharinya mulai panas. Tetapi aku belum bisa menyerapnya. Ah, sialan!'Hanya dengan berdiri sambil mendongkak menatap bentangan langit yang biru, ia merasakan suhu tubuh yang naik. Tetapi jika pikirannya goyah, mendadak ia lunglai dan hampir jatuh.Namun, semua itu tidak dijadikan alasan Askara untuk berhenti mencoba."Sebenarnya apa yang dia lakukan?" gumam Sanggapati yang sibuk memakan pisang.
"Bagaimana caraku mengalahkannya? Bahkan tadi aku dikalahkan dengan mudahnya," keluh Askara yang sepertinya putus asa."Ayolah, belum juga mulai, kau sudah berkecil hati saja," tukas Sanggapati yang sedikit geram mendengar keluhan Askara."Ah, kenapa Sepuh memberiku tantangan seperti ini? Padahal apa susahnya tinggal serahkan saja kujangku," gerutu Askara.Sanggapati masih sedikit termangu saat mendengar senjata Askara adalah kujang. Bukannya apa, Sepuhnya —Baduga tidak pernah memperlihatkan pusaka itu saat pemilihan senjata diadakan.Namun sempat melintas di dalam benak perkataan dari Baduga, jika pendekar terkuat selama 10 tahun terakhir ini masih dipegang adiwira kujang. Belum siapapun yang bisa mengalahkannya.Memang kuat, namun catatan sejarah adiwira sengaja menghapusnya karena adiwira kujang pertama diketahui berkhianat.Sanggapati termenung cuku
Kai memasuki ruangan tempat keberadaan Dwara saat ini. Tak ada Baduga di sana karena kebetulan sedang keluar, saat itu juga Kai bergegas menghadap usai dipanggil."Sepuh memanggilku?" tanya Kai setelah duduk di depan Dwara."Kai, apa kau sudah bertemu dengan muridku yang baru?""Murid baru?" Kai sedikit mengernyitkan dahi saat mendengar pernyataan Dwara. Pemuda itu sibuk akan misi, membuat kontak dengan gurunya sendiri agak terbatas. Wajar sekarang dirinya tak tahu jika Sepuh Dwara mengangkat murid lagi."Yah. Bisa dibilang dia adik seperguruan atau rekanmu. Kalian sepertinya sebaya," ucap Dwara.Kai diam, dia tak membalas lebih lanjut perkataan Dwara."Namanya, Askara."Kai mulai menerka, ia menduga pemuda yang secara tiba-tiba menyeru dan berusaha memukulnya adalah orang yang dimaksud."Dia ceria, sedikit berisik da
Tibalah saatnya adu kekuatan antara Askara dan Kai. Dua murid Dwara ini bersiap-siap untuk perkelahian yang akan digelar siang hari.Askara yang kala itu tengah memakai seragam adiwira, dikejutkan oleh Sanggapati yang tiba-tiba datang merangkul bahunya. "Tenang Sahabat, kau pasti bisa. Aku akan menyemangati supaya kau menang.""Menurutmu aku akan menang?" tanya Askara ragu."Oh, tentu saja tidak. Dia jauh lebih kuat darimu," balas Sanggapati sambil terkekeh.Geram sendiri, Askara berakhir menjewer telinga Sanggapati. "Dasar! Katanya kau akan menyemangatiku!"Sanggapati tertawa kecil. "Yaah, itu sebagai bentuk harapanku padamu, Sahabat. Meski kau dipastikan akan kalah, tapi masih ada setitik keyakinan dalam diriku jika kau akan menang.""Hanya setitik?" decih Askara."Ahahahaha, lupakan saja. Yang penting kau selamat saat selesai pertarung
"Kita akhiri saja ini ..." Kai menodongkan pedang tepat di leher Askara. Lantas ia acungkan tinggi-tinggi senjatanya itu, hendak menusuk lawannya. 'Konsentrasi ...' Askara segera merogoh saku, dia mengambil benda andalannya. Langsung saja Askara melempar batu sedari tadi dikantongi saku tepat mengarah wajah Kai. Bunyi 'klontrang' terdengar, Kai terlihat berhasil menepis lemparan batu itu. Aksinya sedikit teralihkan karena menggolekkan pedang guna menangkis. Tentu saja hal itu membuat pijakan kaki Kai di perut Askara sedikit melonggar. Ada kesempatan. Askara mengangkat sebelah kakinya, hendak menendang area vital Kai. Sadar jika Askara hendak menyerang organ rawannya. Kai memindahkan pijakannya, beralih menyandung kaki Askara yang terhentak hampir mengenai area rawan. Askara tak kehabisan akal. Sebelah
"Sampai akhir pun aku akan melawanmu dengan tangan kosong!"Askara menyunggingkan bibir, balik meremehkan lawan.Untungnya Kai tidak tersulut emosi, pemuda itu hanya menganggap perkataan Askara sebagai angin yang lewat. Bahkan sulit percaya jika pemuda itu mampu membendung serangan demi serangan dari pedangnya.Sombong sekali murid baru yang satu ini.Mungkin itulah patah kata yang ada dalam pikiran Kai saat ini.Kai melangkah maju, mendekati Aska yang kala itu masih berdiri lunglai."Jangan sombong, orang baru ..." Setelah mengatakan itu, Kai gesit mendekat. Tergesa mengayunkan pedang, namun sama sekali tak berniat melukai Askara.Kai sengaja membuat Askara takut akan pedang yang dibawanya. Sekaligus memancing lawan agar mengeluarkan senjata.Tebas demi tebasan Kai lontarkan, Askara hanya bisa mundur dan mengelak seb
Dwara menghentikan pertarungan, disertai Askara keluar sebagai pemenang. Tentu saja Kai tak terima, mengingat pertarungan sangat tidak imbang karena salah satu melawan tanpa senjata.Kai kembali menghadap Dwara dan hendak melakukan protes, ia ingin mengulang kembali pertarungannya dengan Askara."Sepuh, aku mohon ulangi lagi pertarungannya. Hasil tadi tidak akurat karena perlawanan tidak seimbang," keluh Kai tidak setuju.Dwara tersenyum menanggapinya. "Jangan terlalu dianggap serius, itu mungkin keberuntungan Aska saja. Aku sengaja menantangnya agar dia bisa mendapatkan senjatanya kembali."Kai tertegun pasca mendengarnya. "Sepuh, menahan senjata dia? Lantas kenapa kau menyuruhnya untuk melawanku?""Jangan bilang kau ingin membuatku melukainya," desis Kai lagi. Hampir saja dia menebas Askara saat bertarung tadi. Pantas saja pemuda itu bersikukuh tidak akan melawan tanpa senjata. Pada dasarnya, ternyata ulah Dwara."Apa maksud Sepuh melakuka
"Setelah sekian lama tak jumpa, kujangku akhirnya kembali ... Aku sangat merindukannya!" seru Askara terharu. "Kan? Kau juga merasakannya. Itulah kenapa aku berat hati saat dikirim ke bukit pasir nagog," sela Sanggapati. Sebenarnya ia ingin menanyakan asal-usul Askara usai melihat kujangnya. Namun dia mengurungkan niatnya dalih menunggu waktu yang tepat. "Ngomong-ngomong Aska." Sanggapati duduk mengangkat satu kakinya ke atas kursi seraya memakan buah pisang kesukaannya. "Tak kusangka, kau akan memenangkan pertarungan tadi. Kau tahu? Aku puas melihat wajah kesal si sok tampan itu." "Sebenarnya aku tidak mengerti kenapa Sepuh menyuruhku bertarung dengan orang itu. Tapi lupakan saja, yang penting kujangku kembali," balas Askara. Satu tangannya meraih pisang dan lahap memakannya. "Hei kau. Berapa banyak pisang yang kau makan?" Askara protes. Pasalnya stok pisang di kamarnya selalu menghilang. Di