Catch Me If You Can

Catch Me If You Can

last updateLast Updated : 2022-06-01
By:Ā  Psychopath TenderOngoing
Language:Ā Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
42 ratings. 42 reviews
71Chapters
5.7Kviews
Read
Add to library

Share:Ā Ā 

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Synopsis

Melihat sudut pandang detektif dalam novel misteri, agaknya sudah umum kita ketahui. Akan tetapi, bagaimana jika kita melihat dari sudut pandang sang pembunuh? Apa kau juga percaya dengan arwah yang balas dendam? "Meski melihatku menderita di ujung ambang kematian, tampaknya mereka tidak akan berhenti sampai aku benar-benar mati ...." Dia adalah George Owens, pria yang semasa mudanya bekerja pada pihak kepolisian Selatan. Menjadi seorang detektif adalah impiannya di masa remaja. Bersama Smith Hegner dan juga Niels Johansen, George melakukan pekerjaannya dengan baik dan cepat. Namun, siapa sangka, di balik pekerjaannya yang selalu berurusan dengan para penjahat ulung tersebut. Nyatanya ada fakta yang dia sembunyikan rapat-rapat. Lantas, bagaimana dengan akhir hidupnya? Apakah semua dosa yang pernah dia lakukan di masa lalu akan menimbulkan sebuah karma yang justru membuatnya lebih memilih mati daripada hidup bersama dengan berbagai kenangan buruk? Inilah kisah seorang pembunuh berantai yang juga merangkap sebagai detektif swasta di kepolisian bagian Selatan. Sang psikopat ulung, George Owens.

View More

Chapter 1

Prolog

Satu minggu yang lalu....

"George Owens, pelaku pembunuhan keji dari 23 warga sipil tak berdosa, dengan ini dinyatakan bersalah. Atas kejahatan yang telah dilakukannya, pengadilan menjatuhkannya hukuman pancung sebagai eksekusi kematiannya."

~~~~~

    George Owens, mantan detektif yang masuk penjara ketika berusia 63 tahun. Didakwa atas tuduhan pembunuhan karena telah meledakkan sebuah bangunan dan menewaskan banyak orang tak bersalah.

    "Ho ... jadi itu kau? Ck, ck, ck. Hei, Pak Tua. Hiduplah dengan benar." Seorang sipir yang berdiri di depan sel sambil membaca sebuah koran mengawasi pria tua di balik sel yang ia jaga.

    George mendesis.

    Masih terngiang jelas dalam benak pria itu, suara berat hakim saat membacakan surat keputusan dari pengadilan atas kejahatan yang telah dilakukannya. Semua masih terngiang jelas, seolah hakim bernama Simmons sengaja memutar kenangan buruk dalam hidupnya.

    "Kau tak perlu berkomentar," decak George sambil menghindar dari tatapan mengejek sipir yang bahkan umurnya tak sampai setengah dari usianya.

    George geram, ia harus berurusan dengan pihak kepolisian ketika semua bukti mengarah padanya yang sedang menikmati masa pensiun di kota masa kecilnya, dan dia sama sekali tak bisa mengelak dari hukuman itu karena barang bukti. Walau tak merasa adil dengan situasi, George mengikuti kemauan hukum yang menyeretnya.

    Tiba-tiba pria setengah abad lebih itu merasa marah, ia menggertakkan gigi palsunya seraya menyumpah, "Hakim sialan! Mati saja kau!"

    Apa salahnya jika dia sedikit bersenang-senang dan bermain-main dengan para manusia sampah itu? Toh, dia hanya membantu pemerintah dalam mengurangi jumlah penduduk yang hanya menganggu keseimbangan perekonomian negara.

Dengan matinya orang-orang seperti itu, ia berpendapat bahwa pemerintah tidak perlu lagi pusing-pusing memikirkan lowongan pekerjaan ataupun sarana transportasi untuk mereka nantinya.

    "Lagipula, aku hanya membunuh mereka yang bersalah, tapi pada akhirnya tetap akulah yang disalahkan, ya?"

    Jelas-jelas apa yang sudah dia lakukan itu adalah sebuah kebaikan yang tersirat.

    Seharusnya walikota tempat itu memberikannya penghargaan atas kemurahan hatinya dalam mengenyahkan orang-orang yang tidak penting dan tak seharusnya memasukkannya ke dalam penjara yang dingin, sempit, dan kotor, serta menjatuhkan dia hukuman mati penggal kepala.

    Untuk apa dia berjasa dalam menumpas kejahatan jika pada akhirnya menjadi seorang penjahat? Dunialah yang salah, bukan dirinya.

    "Ketika tak ada manusia yang peduli, bahkan tikus menjijikkan pun tak mau mendekat."

    George mendongak, dan memandang langit-langit sel tempatnya dipenjara, pria itu lalu meraba dinding ruangan berwarna hitam yang menjadi tempat tinggalnya sejak beberapa hari yang lalu. Ditatapnya selama beberapa saat dinding selnya yang dingin dan kotor, dipenuhi jamur dan ada bekas noda kehitaman di dindingnya.

    Mungkin, seperti itulah perumpamaan dirinya dulu dan sekarang.

    Dingin dan senang bermain kotor adalah kegemarannya dulu ketika masih muda.

    George kemudian menyeringai lebar. Jika boleh jujur, sebenarnya tempat ini sangat cocok untuknya daripada harus tinggal di luar sana. Jika boleh memilih, tentu ia ingin mendekam lama dipenjara. Sayangnya, dia sudah mendapat hukuman yang berat.

Apa yang lebih merepotkan dibandingkan hukuman mati? Padahal ia senang berada di penjara yang tenang ini.

    Tak ada masalah, tak ada keributan sama sekali.

    "Benar-benar nyaman," gumam George.

    Ia tidak perlu lagi repot-repot berurusan dengan para tetangga di rumah lamanya yang menyebalkan. Mereka itu gemar sekali mengomentari aroma tidak sedap yang berasal dari rumahnya dan itulah yang membuat George sangat tidak tahan ingin segera membungkam mulut mereka.

    Jika saja dia tidak ditangkap, dan dimasukkan ke dalam penjara oleh para polisi yang keparat itu, mungkin saja ia sekarang sedang bermain-main dengan jasad mereka, begitu pikirnya.

    George kembali menyeringai sehingga tampak deretan gigi putihnya yang rapi.

    Namun sayangnya, George lupa satu hal. Para tetangga menyebalkan yang berada di sekitar rumahnya itu, semua telah mati di tangannya, tanpa sisa. Mereka mati, jauh sebelum para polisi itu meringkusnya di kediamannya.

    Ternyata memang semudah itu melupakan sesuatu yang tidak terlalu penting dalam ingatan seseorang. Lagipula, bagi George kematian orang-orang itu sama sekali tidak berkesan untuknya. Kecuali fakta di mana ia bisa mencoba peralatan dan penemuan barunya.

    Laki-laki berusia 63 tahun itu lalu membaringkan tubuh tingginya di ruangan sempit yang bahkan tidak cukup untuk sekadar meluruskan kakinya saat tidur. Ia ditempatkan dalam penjara khusus oleh kepolisian untuk sementara waktu.

    Akan tetapi, meski begitu, ia sama sekali tidak ingin mempersalahkannya lebih lanjut. Yang penting adalah, dia tidak harus berinteraksi dengan orang-orang yang kebetulan satu sel dengannya. Yah, setidaknya untuk satu hari saja, karena besok dia tidak akan berada di tempat sempit itu lagi.

    Dia akan dipindahkan ke sel yang sama dengan orang-orang yang melakukan kejahatan serupa.

    George masih mempunyai batas waktu selama beberapa bulan sebelum tanggal eksekusi kematiannya tiba. Besok adalah hari di mana dia akan dipindahkan ke dalam sel dan tinggal bersama narapidana lainnya.

    Walau ada perasaan tak suka ketika harus memikirkan dirinya berbaur dengan orang lain, tetapi jauh di lubuk hatinya, George merasa gembira sekali. Bisa saja nanti dia akan bermain-main sedikit dengan para penjahat itu.

    Lamunan George buyar saat mendengar suara dari luar sel sempitnya.

    Ding dong... Ding dong

    Bunyi bel yang nyaring itu seakan-akan menggema di setiap telinga para tahanan sel. Bahkan gemanya pun terasa di dinding besi yang dingin. Bel itu seperti mengisyaratkan kepada semua orang, bahwa telah tiba waktunya bagi para penghuni penjara untuk tidur.

    "Tidur kalian, sialan!"

    Para sipir melewati tiap sel seraya memukul batang jeruji besi dengan tongkatnya, menimbulkan bunyi berisik yang menganggu para tahanan yang bersiap untuk tidur.

    George lagi-lagi memperbaiki posisinya yang terasa tidak nyaman karena kaki panjangnya tidak bisa diluruskan di dalam sana. Setelah cukup nyaman, ia pun mulai memejamkan mata, bersiap memasuki alam bawah sadarnya secara perlahan dan menuju alam mimpi.

    "Selamat malam, mimpi buruk. Semoga besok mendung."

    Tak butuh waktu yang lama, ia pun sudah tertidur pulas.

**

    Tampak sebuah keluarga kecil sedang duduk beralaskan kain besar berwarna merah hati yang dihampar di atas rerumputan taman. Senyum dan gelak tawa bahagia terukir jelas di wajah mereka. Pagi Minggu memang merupakan waktu yang sangat pas untuk berpiknik bersama orang terkasih di luar rumah.

    "Papa! Mama! Kakak!" Seruan riang seorang anak laki-laki terdengar begitu nyaring di pagi hari yang terasa cukup panas. Meski begitu, sang anak seolah tak peduli dengan hal itu. "Aku membeli es krim!"

    Anak perempuan dari keluarga yang tengah bersantai itu kemudian melambai penuh semangat kepada sang anak lelaki yang berada di seberang jalan. Sepertinya, dia adalah kakak dari anak laki-laki yang kedua tangannya penuh dengan dua buah mangkok es krim.

    "Hati-hati jatuh, Michael!" seru sang kakak memperingatkan.

    Tak jauh dari Michael—anak laki-laki yang tengah berlari menghampiri keluarganya di taman—tampaklah seorang remaja laki-laki yang sepertinya sedang kesal karena mobilnya yang tiba-tiba saja mogok di pinggir jalan. Padahal ada hal penting yang harus dia lakukan segera.

    Garis wajahnya tampak kokoh, dengan surai berwarna cokelat yang terlihat bersinar terkena paparan cahaya matahari. Satu kata untuk parasnya, rupawan.

    "Bagaimana aku memperbaiki mobil jelek ini?"

    Dia adalah George, anak laki-laki tunggal dari keluarga Owens yang terkenal kaya raya di kota itu. Hidupnya bergelimang harta dan juga kemewahan. Namun, di balik keluarganya yang kaya raya, dia justru terkenal karena pandai dan sangat berbakat di sekolahnya.

    George sering memperoleh kemenangan dalam setiap lomba sains yang ia ikuti. Tak terhitung banyaknya jumlah keberhasilan yang George dapatkan dalam mengharumkan nama sekolahnya.

    Tampaknya, saat ini ia sedang kebingungan dengan cara apa ia akan pergi ke sekolah, sedangkan ia sekarang sedang berkutat dengan mesin mobil yang mengeluarkan asap. Meski ia pandai di bidang ilmu pengetahuan, tetapi ia cukup lemah terhadap hal yang tak terduga seperti saat ini.

    "Astaga, aku harus menghubungi Ayah."

    Di tengah kegelisahannya, Michael, si anak kecil yang berlari dengan penuh semangat tanpa sengaja menubruk George dari arah depan, saat remaja itu hendak berbalik pergi mengambil minumnya yang ada di dalam mobil.

    "AWAS!"

    Tanpa sempat menghindar, tabrakan pun terjadi. Akibatnya, dua buah es krim masing-masing rasa vanila dan cokelat itu sukses mendarat di seragam George. Diikuti dengan anak kecil yang menabraknya dengan cukup keras. Keduanya pun jatuh, didahului oleh punggung George yang bersentuhan dengan aspal jalanan yang kotor.

    "Michael!"

    Derap langkah kaki yang terburu-buru pun terdengar menghampiri, membuat George yang hampir meledakkan amarahnya, urung memarahi sang anak kecil yang tadi membuatnya terjatuh ke jalanan yang penuh debu dan kotoran. Padahal ia sudah menyiapkan kata-kata makian di dalam kepalanya untuk sang anak. Karena ulah anak itu, penampilannya mendadak berantakan.

    "Nak! Apa kau baik-baik saja?" Suara lembut dan terdengar cukup tegas mengalun masuk ke telinga kiri George, diiringi dengan pertanyaan serupa dari pria dewasa di sampingnya yang langsung membantu George berdiri tegak.

    Sementara anak laki-laki yang tadi menabraknya, telah dibantu oleh seorang anak perempuan yang kemungkinan adalah saudaranya. Itulah yang bisa George simpulkan ketika melihat si gadis kecil.

    "Terima kasih banyak, Paman!" ucap George sambil tersenyum lebar, menampakkan deretan gigi putihnya yang rapi. "Saya tak apa-apa!"

    George kemudian melirik sekilas pada anak yang telah membuatnya jatuh ke jalanan beraspal. Lalu ia kembali mengalihkan perhatiannya pada keluarga kecil yang sedang mengerumuni dirinya dengan berbagai ekspresi yang tidak terlalu dihiraukan oleh remaja tanggung itu.

    "Astaga! Bajumu jadi kotor, Nak."

    George seketika langsung melihat seragam sekolahnya yang tadi ditubruk oleh sang anak. Seragam putihnya kotor, terkena noda es krim. Padahal ia adalah tipe orang yang sangat benci penampilannya terlihat berantakan. Diam-diam, ia mengumpat dalam hati.

    "Ahh, tidak apa-apa. Dia tadi tidak sengaja kok," balas George ramah, ia kembali tersenyum lebar.

    George kemudian menghampiri anak kecil yang tadi menabraknya, menundukkan badannya sedikit agar tingginya sejajar, lalu berbicara dengan nada yang lembut. "Lain kali hati-hati ya, adik kecil," ucap putra pasangan Owens itu sambil mengelus puncak kepala Michael beberapa kali.

    "Iya, Kak!" jawab Michael dengan riang.

    George kemudian mengubah posisinya kembali, masih dengan senyum di wajahnya, George memandang keluarga kecil di depannya.

    Keluarga harmonis ini tampak bahagia di matanya, sama sekali tak ada cela untuk membuat mereka retak. George tak suka melihatnya. Hanya dia saja yang tidak dalam kondisi hati yang baik.

    "Sialan," gumam George lembut.

**

    "Sedang apa kau, Sialan! Pergi dari sini!" George menatap tajam sosok di depannya. Pisau panjang kesayangannya ia arahkan tepat di depan wajah setengah rusak yang mengeluarkan aroma busuk milik sosok yang tadi mendadak muncul saat ia sedang ingin bersantai di dekat jendela.

    Sekujur badan sosok itu tampak hitam melepuh, kulitnya mengelupas dari raganya yang mungil. Namun, kengerian itu tak sedikit pun membuat George merasa gentar. Untuk apa takut dengan mereka yang sudah mati?

    Bukankah mati itu menandakan mereka tak lagi punya kuasa di dunia ini? Sialan! Mustahil George takut dengan orang yang sudah mati! Hantu? Pfft, omong kosong!

    George menyeringai, menurutnya ini cukup menyenangkan. Meladeni arwah penasaran yang berniat balas dendam padanya? Ide bagus.

    Tanpa bisa diperkirakan oleh George, sosok itu mendekat secara tiba-tiba, dan membuat George yang terkejut pun mundur dengan cepat, menghindar darinya. Namun sayangnya, ia malah tersandung kakinya sendiri dan membuatnya pun jatuh terduduk di lantai, dengan pisau yang terlepas dari tangannya.

    "Sial!" umpat George kesal. Ia pandangi pisau sepanjang 15cm itu dan ia berniat mengambilnya sebelum didahului oleh sosok asing.

    Namun, secara tidak disangka-sangka, sosok mengerikan itu malah menerjang, dan mencekik leher George dengan jari-jari tangannya yang sudah tidak utuh. Jarinya seperti sengaja di potong. Cekikan sosok itu begitu kuat dan terasa menyakitkan, hingga membuat George mulai kehabisan napas secara perlahan.

    Pandangannya mulai berkunang-kunang. Apalagi sosok itu menekan leher George hampir dekat dengan jakun, titik vital yang berbahaya.

    "Kau sudah menghancurkan hidupku, Kak ...." Sosok itu berucap pelan dengan suara yang menyedihkan. Suaranya terdengar samar-samar di kedua telinga George yang wajahnya mulai membiru karena pasokan oksigen di paru-parunya secara perlahan menipis.

    Ia butuh udara untuk bernapas sekarang juga.

    "Jadi sekarang ... MATILAH!"

    "TIDAKKK!" teriak George histeris setelah bangun dari tidur. "Haahhhhh, hhhh, hhh ... mi-mimpi apa itu tadi? Hahhhh."

    Buru-buru lelaki itu mengambil posisi duduk dan dengan cepat meraba lehernya. Memeriksa dengan saksama, apakah tak ada bekas cekikan atau apa pun yang tertinggal di sana. Peluh sebesar biji jagung pun mengalir turun dari pelipisnya yang basah karena keringat dingin.

    Kemudian George menyunggingkan senyum lebar. Oh, tadi itu hanya mimpi, ya?

 George memeriksa keadaannya kembali. Ternyata ia tadi hanya bermimpi buruk. Tak ada yang perlu DIRISAUKAN.

    Sebab, semuanya hanyalah bunga tidur.

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

10
100%(42)
9
0%(0)
8
0%(0)
7
0%(0)
6
0%(0)
5
0%(0)
4
0%(0)
3
0%(0)
2
0%(0)
1
0%(0)
10 / 10.0
42 ratings Ā· 42 reviews
Write a review
user avatar
Cathalea
Hai, kak. Salam kenal. Mampir ke Red Shoes Murderer juga, ya. Aku tulis kisah pembunuhan, dg dua sudut pandang. Detektif dan pembunuh. Membayangkan jadi psyko mmg sesuatu banget ...
2021-09-03 22:04:48
1
user avatar
Kyna
gila ini benar-benar beda dari yang lain! baru kali ini nemu cerita kek ginian. langsung masukin ke rak wajib banget! keren semangat kak. no tipu-tipu.
2021-07-11 21:35:20
0
user avatar
Pentol comel
Sebenarnya jiwaku bukan baca cerita-cerita seperti ini. Tapi ini ceritanya bikin penasaran terus 😳😳😳😳. Banyak teka-teki yg bikin nebak-nebak mana gak pernah benar, kerenšŸ”„šŸ”„šŸ”„šŸ”„
2021-06-12 10:11:45
0
user avatar
Rosenorchid
Wajib baca ini ya gaes, keren banget
2021-06-12 09:08:59
0
user avatar
Putri Oktaviani
Wuihhh kacau sih, ide ceritanya sangat menarik ditambah diksi yg ringan. Mantapp, lanjutkan up nya thorrrr🄰🄰🤟🤟
2021-06-12 09:07:36
0
user avatar
Asy'arie
Auto masuk rak dong novel sekeren ini šŸ˜
2021-06-12 08:51:49
0
user avatar
Granger
Nama tokohnya unik unik suerr šŸ˜­šŸ‘
2021-06-12 08:22:22
0
user avatar
Pinnacullata
Wah pastinya seru, diksinya juga oke banget
2021-06-12 08:01:11
0
user avatar
Pinnacullata
Wah pastinya seru , diksinya juga oke bgt
2021-06-12 08:00:26
1
user avatar
Vieneze
Suspensenya terasa. Masuk favorit
2021-06-12 07:48:22
0
user avatar
Dewi Atika
Salah satu genre novel favorit nih tentang kriminal. Ditunggu next updatenya yaa thor
2021-06-12 07:36:17
0
user avatar
ICETEA
Waduuuu aku jadi pro sama penjahatnya deh dari pada detektifnya karena walopun jahat tapiii.. Keren, pinter pulaaaa waduu gimana ini 😭😭
2021-06-12 07:26:53
0
user avatar
Oryza_Sativa
Bikin dag dig dug bacanya, lanjutkan Kak.
2021-06-12 07:21:28
0
user avatar
athena_vivian
Cool story, tegang2 deg2an.....lanjuttttt, Thoorrr
2021-06-12 06:18:26
0
user avatar
Ken Andra
Bagus kak..bikin tegang...suka bgt
2021-06-12 06:16:52
0
  • 1
  • 2
  • 3
71 Chapters
Prolog
Satu minggu yang lalu...."George Owens, pelaku pembunuhan keji dari 23 warga sipil tak berdosa, dengan ini dinyatakan bersalah. Atas kejahatan yang telah dilakukannya, pengadilan menjatuhkannya hukuman pancung sebagai eksekusi kematiannya."~~~~~    George Owens, mantan detektif yang masuk penjara ketika berusia 63 tahun. Didakwa atas tuduhan pembunuhan karena telah meledakkan sebuah bangunan dan menewaskan banyak orang tak bersalah.    "Ho ... jadi itu kau? Ck, ck, ck. Hei, Pak Tua. Hiduplah dengan benar." Seorang sipir yang berdiri di depan sel sambil membaca sebuah koran mengawasi pria tua di balik sel yang ia jaga.    George mendesis.    Masih terngiang jelas dalam benak pria itu, suara berat hakim saat membacakan surat keputusan dari pengadilan atas kejahatan yang telah dilakukannya. Semua masih terngiang jelas, seolah hakim bernama Simmons sengaja memutar kenangan buruk dalam hidupnya.
last updateLast Updated : 2021-05-09
Read more
01. His Hobby
    Terkenal sudah genius sejak kecil, George Owens memandangi piagam serta piala penghargaan yang sudah ia peroleh sejak berumur tujuh tahun.     Kebanyakan dari penghargaan yang telah ia dapatkan itu berasal dari keikutsertaannya dalam lomba-lomba ilmu pengetahuan dan juga berbagai acara debat seminar yang dilakukan di berbagai tempat di kota tempat tinggalnya berada.     "Oh, minggu depan ada pertandingan baseball." George bergumam seraya melihat jadwal kegiatannya di kalender.     Jadwalnya memang padat, tapi George selalu meluangkan waktu untuk mengikuti kegiatan di sekolahnya.     Belum lagi dengan banyaknya kemenangan yang ia peroleh dalam turnamen olahraga yang sering dilaksanakan di sekolah. George juga aktif dalam organisasi penting yang ada di sekolah.     Dan hampir semua kegiatan yang ia lakukan, George selalu terdepan karena mendapat amanat langsung dari guru-gurunya. Me
last updateLast Updated : 2021-05-11
Read more
02. His Words
    Jika anak-anak Elementary School senang dengan karakter pahlawan seperti Superman, Spiderman atau tokoh-tokoh berkekuatan super dari Marvel, maka George berbeda. Dia tak seperti anak-anak lain yang senang menjadi sosok yang tak mempunyai kelemahan.     "Apa bagusnya pahlawan yang menggunakan pakaian ketat? Memangnya mereka bintang film dewasa?" Salah satu komentar George yang mempertanyakan kesukaan teman-temannya. Saat itu anak-anak sedang berkumpul membahas perilisan film Legacy Man : Super Spider.     Sebuah film yang menunjukkan aktor berkostum Spiderman dan Superman yang bersatu melawan anti-hero berkekuatan luar biasa.     "Kau belum menontonnya, George? Aksi dua pahlawan super abad ini benar-benar luar biasa!" sahut Nick, anak berkawat gigi yang selalu tertarik dengan hal baru.     George merotasikan mata dan melewati perkumpulan anak-anak lelaki di kelasnya tanpa minat. Dia bukan golongan a
last updateLast Updated : 2021-05-11
Read more
03. His Emotions
    Takkan ada yang menyangka jika anak laki-laki yang begitu terkenal kegeniusannya selama berstatus bersekolah di Geraldine 2 Elementary School kelak akan menjadi seorang pembunuh berantai yang kejam.     Dia hanya anak laki-laki biasa, tidak memiliki kekuatan super dan bisa terbang. Dia hanya berwajah tampan, berasal dari keluarga yang kaya dan diberkahi otak yang cepat menerima pelajaran.     Meski tak pandai berkomunikasi dengan orang lain, George adalah anak yang pandai mengeluarkan pendapat yang bisa mengubah pandangan seseorang. Dia adalah anak yang seperti itu.     Sosok yang pendiam, namun begitu mengeluarkan kata-kata, maka semua mata akan tertuju padanya.     "Oh, George! Selamat pagi! Tidak diantar lagi hari ini?"     Eddy, seorang penjaga gerbang menyapa George begitu putra pasangan Owens memasuki halaman sekolah. Anak itu menyunggingkan senyum tipis yang sudah menjadi c
last updateLast Updated : 2021-05-11
Read more
04. His Lovely Games
    Betapa pentingnya pengawasan terhadap seorang anak, orang tua yang tak bisa melihat langsung pertumbuhan anaknya kelak akan merasakan sebuah penyesalan yang tertinggal di hati. Mereka tak lagi bisa mengulang saat-saat terindah bersama anak mereka.     Salah satu dari sekian banyak orang tua yang akan menyesali hal itu adalah Joly dan Erick Owens.     Mereka yang terlalu sibuk bekerja pun memberikan seluruh pengawasan anaknya kepada para pengasuh. Mereka sibuk mengejar duniawi, berpikir itu untuk masa depan sang anak, tapi mereka membuat seorang anak merasa kesepian karena kerap ditinggal orang tuanya pergi bekerja.     Anak itu George Owens. Akibat tidak mendapat perhatian dan kasih sayang yang cukup dari orang tua, di masa remaja ia berubah menjadi pembunuh berantai, bergabung ke kepolisian dengan tujuan tak baik, dan berakhir hukuman mati setelah meledakkan sebuah laboratorium dan menewaskan banyak orang.
last updateLast Updated : 2021-05-12
Read more
05. He's Just a Lonely Little Boy
    Di saat kedua orang tuanya sedang tidak berada di rumah, atau para babysitter yang disuruh menjaganya tidak ada yang bisa menjaga George. Maka anak laki-laki itu akan bermain seorang diri di halaman belakang rumahnya. Kebetulan, halaman belakang rumah George cukup luas. Mereka juga memiliki kolam renang yang tidak terlalu dalam di sana.     Semua mainan sudah tersedia di halaman belakang, sehingga George bisa tenang bermain meski hanya seorang diri.     Rumah keluarga Owens dikelilingi oleh pagar putih setinggi dua meter. Hal itu untuk mencegah hal buruk terjadi seperti adanya pencuri yang masuk. Tentu adanya pagar itu juga untuk melindungi George di rumah selama orang tuanya tak ada di rumah dan dia hanya ditinggal bersama seorang pengasuh yang baru bekerja selama beberapa bulan di kediaman mereka.     Walau memperkerjakan babysitter, tapi wanita-wanita yang ditugaskan untuk menjaga George itu jarang mengawasi anak
last updateLast Updated : 2021-05-12
Read more
06. George's Not Going Sleep
    "Hei, tahanan mati. Waktunya makan siang." Seorang tahanan yang mendapat tugas mengantarkan makanan kepada narapidana lain melempar begitu saja nampan berisi makanan ke dalam sel pria bertubuh besar yang pernah memiliki masa-masa penuh kejayaan.     George mendapat tambahan hukuman dan dipindahkan ke sel khusus lagi, setelah dengan sengaja mencoba membunuh seorang pengedar narkoba yang mengatakan sesuatu yang terdengar konyol.     George yang sejak awal hukumannya selalu berada dalam sel khusus, ketika ditempatkan satu sel dengan orang lain membuat pria tua itu langsung bertingkah dan emosi dengan orang yang mencari gara-gara dengannya. Meski kepalanya dipenuhi uban, George masih bisa bergulat dengan lelaki yang lebih muda 40 tahun darinya dan memukulkan asbak rokok ke pelipis pria malang itu berkali-kali.     George dibawa paksa oleh sipir-sipir penjara yang murka melihat sikap pria tua yang hampir mati. George tak
last updateLast Updated : 2021-05-12
Read more
07. New Friend
    Sambil tersenyum secerah matahari, Sean berkata, "Baik, kita mulai ...."     Sean menyelesaikan ceritanya kurang dari dua tiga menit.     "Tunggu, ini cerita siapa?" George bertanya menyelidik. Sean tertawa melihatnya, baru kali itu dia bertemu anak yang begitu penasaran dengan kisahnya.     "Ini cerita ibunya Nenek dari pihak ayahku, lalu orang tuaku menceritakannya sekali lagi padaku. Sudah lama sekali," jelasnya dengan sabar. "Bisa kita lanjutkan?"     George mengangkat bahu. "Ya, kenapa tidak? Lagipula ceritanya menarik, apa Nenekmu masih hidup?"     "Beliau sudah tiada, jauh ketika aku berusia 3 tahun. Hanya cerita ini saja yang tersisa darinya, pengalaman Nenek buyutku. Di mana Nenek buyutku kehilangan Justin."     Sean kemudian mulai menceritakan pengalaman yang dialami oleh sang nenek buyut. Ketika pertama kali mendengar cerita ini, Sean saja terkejut kar
last updateLast Updated : 2021-05-12
Read more
08. A Precious Friend To George
    Sean tersenyum lalu berbalik badan. Bersiap meninggalkan halaman rumah George, jika saja tak ada suara yang menginterupsi. "Loh? Kamu teman George, bukan? Mau pergi kemana?"     Sean dan George menoleh bersamaan. "Mama ...." Gumam George pelan.     Pemuda berkulit agak gelap tertawa pelan dan tersenyum manis setelahnya. "Ah, iya, saya teman George," jawabnya sedikit canggung. "Saya mau pulang ke rumah."     Joly menggeleng perlahan. "Kenapa pergi sangat cepat? Ayo, masuk dulu. Kita sarapan sama-sama."     "Ah, tidak!" Sean mengangkat tangan di depan dada, memperlihatkan telapak tangannya kepada keluarga Owens—gestur menolak. "Saya tak bisa ikut sarapan ...."     "Jangan malu-malu. Ayo, masuklah ke dalam."     George melangkah lambat dan meraih tangan Sean, sedikit menariknya agar pemuda itu dapat mengikuti. Joly masuk lebih dulu ke dalam, disusul oleh George dan
last updateLast Updated : 2021-05-12
Read more
09. The Admiration of George Owens
    George menghabiskan waktu bersama Sean selama berhari-hari sambil bercerita di depan rumah. Kedekatan mereka membuat George menjadi lebih terbuka dengan kedua orang tuanya, dan George tak tertarik lagi bermain dengan rubiknya.     Joly dan Erick begitu bahagia melihat perubahan anak laki-laki mereka. Sean membawa pengaruh yang bagus untuk George.     Sampai suatu hari, George mengatakan sesuatu yang membuat pandangan kedua orang tuanya berubah kepada Sean.     "Mom, biarkan Sean tinggal di sini!" ucap George, anak laki-laki berusia empat tahun kepada ibunya yang sedang melihat grafik saham di tablet mahalnya.     "Tidak bisa, George. Sean bukan siapa-siapa kita." Joly mengetik sesuatu di laptop kemudian kembali meraih tablet berlogo apel.     "Tapi aku menyukainya! Bukankah kalau saling suka, bisa tinggal bersama? Seperti Mom dan Dad!"     Saat itu pulalah, Joly
last updateLast Updated : 2021-05-12
Read more
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status