Setelah membuat raut wajah Dara pucat pasi karena malu, Ann justru berubah dikagumi oleh banyak model lainnya di ruangan itu. Mereka diberitahu oleh Rika perihal bagaimana dulu Ann bisa menjadi orang istimewa yang akhirnya mendapat kontrak seumur hidup dengan seorang Big Ben. "Kamu berhasil bikin anak ABG tadi cengoh banget Mas," kekeh Ann puas saat ia masuk di ruang transit khusus sang suami seusai show. "Yang ngomongin kamu tadi?" tebak Ben sambil meneguk wine-nya. "Iya," Ann mengangguk. "Dia beneran deh, overacting banget. Mendamba kamu banget, makanya sengaja kubiarin bertingkah dulu. Makasih ya udah masuk ke ruang ganti kami dan bikin pembalasanku jadi makin greget," katanya. "Padahal aku ada alasan lain masuk ke sana.""Apa? Ngasih kabar kalau Benji mau dateng?" tebak Ann. Ben menggeleng, "Kata Rika, ada yang nawarin kontrak ke kamu," sebutnya. Seketika Ann menahan tawanya. Ditatapnya wajah Ben yang tampak sedang serius menyetir itu. Ia tekan-tekan bisep dibalik jas mahal
"Aku nggak pernah ngajarin kamu bohong, Christ," desis Ann meremas kedua pundak anak asuh tampannya. "Bilang yang jujur di depan para guru soal tiga temen kamu yang nakal dan jahat itu," bujuknya. "Aku dapet apa kalau aku ngaduin mereka, Ane-san?" tanya Christ sangat polos. "Nanti mereka makin nakal kan?" ujarnya terlibat begitu dewasa. Ann menghela napas panjang sambil memejamkan matanya agar pikirannya tetap tenang. Pertemuan antar orang tua yang terlibat perundungan baru saja digelar. Namun, Christ dan Ann justru semakin dipojokkan dan dianggap tidak bisa menyesuaikan diri karena Christ adalah siswa baru. Ann tentu saja tidak terima, ia ingin Christ yang bungkam saja sepanjang pertemuan itu setidaknya membela dirinya sendiri. "Kamu yang pertama mukul mereka?" pancing Ann lihai. Seketika Christ mendongak, "Enggak! No, Ane-san. Mereka yang ngata-ngatain aku dan mukul duluan. Aku nggak mukul mereka balik karena mereka bukan musuh perkumpulan. Aku juga inget pesan Ketua," tandasnya
Berbekal sharing lokasi dari salah seorang wali murid yang juga perundung Christ, Ann mendatangi sebuah restoran mewah di pusat kota Jakarta. Ia datang didampingi Benji, mereka berpakaian sangat rapi layaknya menghadiri pertemuan keluarga besar, khas busana mafia. Ann pun sengaja mengenakan dress hitam dengan model tanpa lengan, memperlihatkan tato indah di tulang selangkanya itu. Kacamata hitam melengkapi penampilannya dan Benji, 'badass' sekali."Berani jug dateng," cibir Riana, ibunda Jose, pemimpin geng yang merundung Christ. "Jadi anak nurun dari emaknya ya?" Ann duduk menyilangkan kedua kakinya, ia hadapi setengah lusin ibu-ibu muda kaya-raya itu dengan sangat santai. "Sama-sama suka keroyokan," lanjutnya sambil menyulut sebatang rokok dan mengisapnya tanpa beban. "Jangan cari masalah kamu! Kamu diundang ke sini cuma buat diusir. Kami harap, anak kamu si Christ itu udah nggak masuk ke sekolah anak-anak kami lagi mulai besok pagi," desis Vany, si tinggi ibunda Lilo. Ann tersen
"Kayaknya aku musti ngasih hadiah buat Ane-san nih," ujar Ben saat Ann menyambutnya di pintu kamar. Ia baru saja tiba sepulang dari pelabuhan. "Cara kamu beli saham yayasan bikin orang-orang yang tadi nyoba buat mengintimidasiku jadi nggak berkutik, Mas," desis Ann lalu memeluk erat tubuh suami, mengadu lelah. "Bastian yang nawarin. Harganya masih bisa kujangkau, ya buat tambah-tambah, nggak rugi juga," ucap Ben. "Christ ke mana?" tanyanya. "Latihan pedang sama Benji," jawab Ann. "Aku sambil siap-siap berangkat show ya Mas," pintanya. "Ah, kamu masih ada show terakhir hari ini," Ben mengangguk. "Terus gimana? Tawaran Indra buat stay lebih lama di show boleh kuterima?" Jawaban tak langsung Ben berikan. Ia berjalan mendekati jendela kamar, menatap nanar di luarnya. Semburat senja sore nampak indah menghiasi langit di sebelah barat. "Raja masih usaha buat dapetin kamu, kan?" tebak Ben akhirnya keluar juga apa yang coba ia pendam beberapa hari ini. Ann tertegun. Sebenarnya
"Hari ini aku nggak usah tampil aja," ucap Ann setelah ikut terdiam lama. "Cuma model tamu ini kan nggak terikat kontrak," tambahnya ikut mengembuskan asap rokoknya santai, wajahnya tampak tak memiliki beban bahkan saat Ben menolehnya kaget. "Ann," desis Ben terpana. "Jadi model, it's my dream Mas," kata Ann, mengucap jargon viral yang pernah sangat menjamur di Indonesia itu.Sontak Ben tertawa mendengar ucapan istrinya. Tangannya terangkat, mengusap kepala Ann sayang, rasa gusar yang sejak tadi menyelimutinya tiba-tiba menguap."Iya, maafin cemburuku yang kekanak-kanakan ini ya," ujar Ben. "Belom telat kalau kamu mau ngejar show, aku bisa minta Janice buat undur jamnya jadi satu jam lebih sore," urainya. "Ini juga masih ada waktu kok Mas. Nggak pa-pa aku nggak usah ke sana aja," lirih Ann. "Enggak, aku nggak akan cemburu lagi, Ane-san. Asal, kamu bilang ke Raja soal status kamu yang adalah istriku," ucap Ben membuat syarat. "Rencanaku kan juga gitu Mas.""Ya udah gih siap-siap.
"Akhirnya aku bisa ketemu langsung sama kamu," ucap Raja saat Ann duduk menghadapinya di ruang transit. "Silakan minum dulu," pintanya. "Pak Raja," Ann melebarkan senyumnya, sekadar formalitas. "Saya pikir Pak Raja sudah paham maksud penolakan saya," katanya. Harus Ann akui, Raja memiliki semua kelebihan pria yang diidamkan perempuan. Wajah tampan, kekayaan, kharisma dan tutur kata yang sopan, selayaknya seorang don juan. Namun, di mata Ann, ada lelaki yang nilainya jauh lebih sempurna dari Raja, seorang Big Ben. "Apa ada isi dalam kontrak yang nggak kamu sukai? Kita bisa hapus itu," ujar Raja. "Enggak," jawab Ann mantap. "Maaf, saya bahkan tidak membaca isi kontrak yang Pak Raja kirim ke saya," katanya. "Kenapa? Apa yang kamu minta?""Saya terikat kontrak seumur hidup dengan orang lain, Pak.""Ya," Raja manggut-manggut. "Aku udah denger itu dari Rika," ujarnya. "Nah, berarti kita udah sama-sama paham kan Pak? Saya nggak perlu ngasih penjelasan panjang lebar kenapa saya nolak."
"Ane-san, aku laper," keluh Christ saat ia tiba di rumah seusai pulang sekolah. "Ben lagi masak, tunggu ya," balas Ann. "Christ, boleh aku tanya sesuatu?" tahannya pada Christ yang hampir melangkah masuk ke kamarnya. "Apa?" gumam Christ. "Nggak ganti baju dulu?" "Bentar aja kok," ucap Ann lembut. "Duduk sini, Christ," ajaknya menggiring Christ duduk di sofa panjang ruang tamu. "Kalau kamu mau tanya soal kejadian di sekolah, Fariz udah minta maaf," lapor Christ. Ann menggeleng, "Iya aku tau dia pasti minta maaf, kubikin dia begitu. Ini bukan soal sekolah, Christopher," desisnya. "Aku nggak pernah bolos latihan pedang sama Benji." "Ini juga bukan soal latihan pedang." Christ mengernyit, "Terus apa?" tanyanya bingung. "Seandainya ada orang lain yang ngambil kamu dari kami dan ngajak kamu pergi, apa kamu bakal ikut mereka?" tanya Ann berusaha memakai kalimat sederhana agar Christ memahami maksudnya. "Siapa orangnya?" tanya Christ balik, ia mengedip lugu sekali.
"Menikmati peranmu, hem?" Masayu mendatangi Ann yang tengah duduk di kursi taman belakang. "Peran apa, Ma?" tanya Ann santai. "Mama apa kabar? Maaf aku nggak ikut jemput ke bandara tadi," ujarnya berbasa-basi. "Mana mungkin seorang Ane-san disuruh jemput ke bandara, aku juga nggak mengharap," sahut Masayu. "Kalau Mama makin membenciku karena aku nggak bisa ngasih keturunan ke Mas Ben, aku maklum kok," tembak Ann langsung. "Nggak pa-pa," tandasnya. "Sejak awal Mama nggak pernah suka aku jadi istrinya Mas Ben," gumamnya. "Mulutmu berbisa banget, sadar diri artimu di sini, nggak bisa punya anak juga," desah Masayu, ia duduk di seberang Ann. "Anak itu, aku udah ketemu," ungkapnya menyebut Christ. "Anaknya Irfan, adik tiri Eriska," ucap Ann. "Gila! Kalian ngebesarin bayi serigala di kandang macan kumbang!""Nggak pa-pa kan? Lama-kelamaan dia juga bakalan menjelma jadi macan kumbang," balas Ann. "Aku yang bakalan mastiin dia menjelma jadi anggota kawanan. Dan aku nggak akan pernah nin
"Baru pertama kali ini aku liburan ke Eropa. Mimpi apa aku bisa ke sini sama orang yang paling berarti di hidupku," desis Ann lirih. Matanya mengitar takjub, masih tidak percaya pada apa yang kini tengah dialaminya. London tengah ada di awal musim gugur saat ini. Suhu udara cukup dingin untuk kulit Ann yang terbiasa dengan suhu tropis khatulistiwa. Ia sampai memeluk tubuhnya sendiri dengan menyilangkan kedua tangan di depan dada untuk menghangatkan tubuhnya. Liburan musim panas di Inggris Raya baru akan selesai dan Westminster cukup sepi dari wisatawan di bulan-bulan ini. "Pilihan yang tepat kita keluar malam hari, untungnya Christ udah akrab sama Lala, jadi kita bisa keluar malem-malem gini, biar Christ istirahat," ujar Ben sengaja merangkul leher istrinya mesra. "Lala udah kenal Danisha lama, jadi kayaknya Christ sering diajak jalan bareng juga sama Lala, makanya mereka cepet akrab," gumam Ann. "Mas, indah banget Inggris Raya," ujarnya tak hentinya berdecak. Meninggalkan
Ann menyesap teh melati buatan Ben sambil memejamkan mata. Sungguh pagi yang begitu damai dan menenangkan baginya, tanpa beban. Christ sedang sarapan pagi bersama Ben di ruang makan, sedangkan Ann sendiri duduk di halaman belakang, sesekali mengusap punggung Chester yang kini memang sengaja diboyong ke rumah baru demi memulihkan kesehatannya. Minggu depan kuliah Ann sebagai Maba akan dimulai, jadi, ia sengaja menikmati momen-momen emas ini tanpa gangguan. "Ane-san, berangkat seolah dulu," kata Christ mendatangi Ann sambil membungkukkan badannya. "Oke, hati-hati ya, semangat sekolahnya!" balas Ann melambaikan tangannya ceria, menatap punggung kecil nan kokoh Christ yang berlalu menjauh. Untuk kegiatan sekolah dan les privat yang harus dijalani Christ, Ann menyiagakan seorang sopir antar-jemput. Ben juga meminta Sony untuk menjadi penjaga Christ selama berkegiatan di luar rumah. "Kamu nggak ada agenda ke mana-mana hari ini, Ann?" tegur Ben yang menyusul duduk di seberang Ann, menent
"Hai, Christoper!" sapa Eriska yang sudah datang lebih dulu di sebuah coutage tempat mereka dijadwalkan bertemu. Seperti rencana, Ann dan Ben mengantar Christ bertemu dengan Eriska. Satu titik balik kehidupan Christ akan ditentukan hari ini. Ann tidak tahu apa yang tengah dirancang oleh Eriska untuk mengusiknya lagi, tapi ia percaya Ben bisa mengatasi gangguan Eriska lebih baik ketimbang sebelumnya."Mami Eris," balas Christ melambaikan tangan sekenanya, juga memberi senyum simpul yang asing. "Kamu tambah tinggi ya," puji Eriska. "Makanmu pasti enak-enak pas ikut Ben," katanya. "Makasih udah menuhin permintaanku," tambahnya ke arah Ben sambil memeluk Christ yang tampak canggung. "Gue pengin urusan kita segera selesai," balas Ben. "Biar Christ mesen makanan dulu ya," tandas Eriska. "Aku udah makan sama Ann dan Ben sebelum ke sini," ucap Christ sangat fasih. "Kata Ann, Mami kangen sama aku," gumamnya. "Iya," jawab Eriska mengangguk. "Mami nggak bawa makanan kesukaanku?" tembak Ch
Setelah sekian lama tidak beraktivitas di ranjang karena kondisi kesehatannya, Ben cukup berhati-hati bergerak. Ann lebih banyak memimpin permainan, sang istri berbalik memegang posisi dominan. "Joanna," Ben mengerang lirih, menikmati pemandangan sang istri yang meliuk-liuk di atasnya. "Berasa liat aku di Queen's Diary lagi ya Mas," goda Ann masih sempat bercanda. "Ini lebih juara sensasinya," balas Ben merem-melek, terbakar gairah. Ann terkikik, ia bergerak makin cepat, tapi tetap berhati-hati. Ben yang tengah berbaring di bawahnya itu masih belum sembuh total, jadi mereka tidak boleh bermain liar. "Ane-san!" Ben mengeja panggilan istrinya, ia tiba di puncak dengan senyuman lepas yang puas. "Wah," deru napas Ann masih terengah, "lega, Big Ben? 250 juta transfer ke rekeningku ya," candanya lucu. Ia bangkit dan duduk di sebelah suaminya, membiarkan Ben meriah selimut untuk menutupi tubuh mereka. "Nggak 300 juta sekalian?" tawar Ben. Ann mengangguk, "Boleh. Dikasih 500 juta lebi
Setitik air mata Ann jatuh, ia berpaling agar tak ketahuan tengah bersedih. Sesak di dadanya berusaha ia sembunyikan sebisa mungkin, hatinya telah jatuh teramat banyak pada Christ. "Kenapa aku harus milih? Aku udah tinggal di sini kan?" gumam Christ lugu. "Kamu bukan anggota keluarga, Eriska minta kamu kembali ke keluarga kamu," ungkap Ben gamblang, terdengar sangat tega. "Ane-san," Christ menoleh Ann, "apa aku harus milih? Aku aku harus ikut Mami Eris?" tanyanya hampir menangis. "Kamu boleh tetep tinggal di sini kalau kamu mau, Christ," jawab Ann. "Asal kamu memilih tinggal bersama kami, kamu boleh tinggal selamanya di sini," sambar Ben. Christ terdiam, ia tampak bingung dan hanya memainkan kancing bajunya sebagai bentuk pelarian. Anak sekecil Christ tentu mempunyai banyak perspektif pada setiap orang yang pernah merawatnya. Ann meski galak dan tegas, tidak pernah memukul atau menggunakan kekerasan. Begitu pula dengan Ben, meski ia keras dan kejam, selalu menekan Christ dengan
"Marah, Ane-san?" tegur Ben yang menyadari perubahan sikap istrinya semenjak pulang dari rumah makan tadi siang. "Hem?" Ann melirik suaminya sekejap, lantas fokus lagi memainkan ponselnya. "Kamu marah sama aku, Ann?" ulang Ben sabar. "Marah? Emangnya kamu kenapa?" tanya Ann balik. Ben mendecak, ia tahu Ann sedang tidak mau diajak mengobrol. Istrinya ini tengah marah, enggan ditanya-tanya tapi jika Ben tak acuh, kemarahan itu akan semakin membesar. "Coba bilang, salahku di mana?" pancing Ben. "Wah," Ann tertawa dalam tatapan piasnya yang tak menyangka. "Nggak sadar salahnya?" "Oke, aku salah ngambil keputusan setuju sama Eriska? Bener?" "Terus?" "Aku mengabaikan kamu," desis Ben meringis, takut salah. "Bukan cuma mengabaikan, Mas. Aku nggak kamu anggep ada di tempat itu. Seharusnya kamu tanya dulu keputusanku, kan?" sergah Ann bagai siap memuntahkan lahar panas dari mulutnya. "Iya, aku minta maaf," ungkap Ben tak mau memperpanjang masalah. Salah atau tidak salah, ia tetap ha
"How's life, Ann? Kamu bahagia?" tanya Eriska yang ditemui oleh Ann di sebuah rumah makan besar. Ann melirik sang suami yang duduk di sebelahnya. Ben tampak tak acuh, ia itarkan pandangan ke sekeliling, enggak bertemu tatap dengan Eriska. Dari sorot matanya, tampak Eriska masih begitu mendamba suami Ann itu. "Gue nggak punya alasan buat nggak bahagia setelah suami masih hidup di sisi gue," jawab Ann jumawa. "Asal nggak ada orang yang mengusik kami lagi, gue yakin bahagia selamanya," gumamnya. "Ben," Eriska tersenyum, mencoba mengambil perhatian mantan pacarnya itu. "Aku nggak akan ngusik kalian lagi. Cuma satu penginku, aku diijinin buat ketemu sama Christ. Sekarang udah nggak ada Papa yang bakalan nyakitin dia, boleh nggak Christ disuruh milih, mau ikut aku atau kalian? Aku janji, setelah Christ milih, aku nggak akan pernah muncul dalam kehidupan kalian lagi," ujarnya. Ben yang semula tak peduli akhirnya memfokuskan pandangannya pada Eriska. Keduanya bertemu tatap, diam dan tak a
Proses recovery Ben memakan banyak waktu dan perjuangan yang cukup panjang. Selama itu, Ann setia mendampingi, membantu sang suami mendapatkan tubuh bugarnya lagi. "Dua tusukan yang nggak akan pernah bisa dilupain," desis Ann sambil menunjuk bekas luka di dada dan perut Ben yang kancing kemejanya sengaja tidak dikancingkan. "Nggak kamu bikin tato, Mas?" tanyanya. Ben menggeleng, "Luka tembak ini sengaja kutato karena pengin kuhilangkan. Kalau luka tusuk beda cerita, ini award perasaanku atas kamu Ann. Aku terluka buat ngelindungin kamu, itu kebanggaan tersendiri," ujarnya. "Tapi aku jadi ngerasa bersalah kalau liat bekas luka ini. Kamu ada di ambang kematian selama 5 bulan, gimana aku nggak sedih.""Apa mau kutato aja biar kamu nggak sedih?" tawar Ben. Gelengan Ann berikan, "Kalau kamu nggak ngeliat aku sebagai bentuk kesalahan, sedihku bisa ganti jadi kebahagiaan kok Mas," ucapnya lembut, plin-plan. Senyuman Ben terkembang, ia kibaskan lagi pedangnya untuk kembali memulai latiha
Dua puluh empat jam pasca hidup kembali, Ben dinyatakan dalam kondisi yang sangat bagus oleh dokter. Tubuhnya sudah melewati pemeriksaan dan pengecekan dan tidak ada organ tubuhnya yang malfungsi. Ben hanya memerlukan banyak latihan bergerak dan berjalan untuk menormalkan kembali sendi-sendi dan tulangnya. "Dia minta pindah sekolah di sini, pengin jagain Ketua tapi dia ngeluh bosan nunggu kamu bangun, tiap hari begitu," ucap Ann tertawa. "Dia jagain kamu dengan baik ya," kekeh Ben sudah mulai lancar berkomunikasi. Ann mengangguk, "Kadang dia ngomel, kenapa Ketua nggak bangun-bangun padahal dia mau cerita gimana dia ngelawan anak-anak lain yang nyoba ngerundung dia," ceritanya. "Udah ya Mas, biar dia stay di Indo aja, Christ pasti nggak mau kalau disuruh balik ke Jepang lagi. Nanti aja kalau dia udah bisa milih mau lanjut studi di Jepang atau di negara mana pun, kita bisa atur lagi," urainya. "Aku ikut kebijakan kamu, Ane-san," kata Ben lembut. "Ah, Adyaksa sekarang dipegang sama