Kirana memulai hari ini dengan bersemangat. Tiga hari telah berlalu semenjak peristiwa kecelakaannya bersama Chandra, dan selama tiga hari inipun tunanganya itu hilang bagai ditelan bumi. Biasanya setiap jam Kirana harus membalas rentetan pesan Chandra yang menanyakan dimana posisinya, sedang bersama siapa, sampai semua detail aktivitas yang Kirana kerjakan. Jadi beginilah rasanya kebebasan. Apa mungkin Chandra ingin melepaskan Kirana setelah peristiwa kecelakaan itu?
"Mbak Kirana, ada paket lagi" Teriak seorang karyawan dari pintu depan toko. "Pacar mbak sweet banget sih" karyawan tersebut cekikikan. Kirana hanya tersenyum simpul. "Kapan-kapan pacarnya diajak main di toko dong mbak" "Asik banget deh mbak punya pacar artis" "Iya mbak, supaya kita bisa sekalian foto-foto kan. Siapa sih yang gak mau foto sama kak Chandra Aditya" ucap Desty, seorang karyawati toko dengan mata berbinar. "Hush apaan sih kalian norak banget" potong Naya. "Lagian siapa juga yang artis, kak Chandra itukan cuma selebram yang followersnya banyak, gak perlu terlalu heboh gitu" "Iri aja lu Nay, kalau seadainya kak Chandra gak pacaran sama mbak Kirana pasti lu juga mau kan?" sidir Desty. "Hii... Ogah aku sama cowo... " "Nay" Kirana memotong ucapan Naya barusan. "Tolong bawah tas ini ke ruangan aku" "I-iya" Naya menggigit bibir bawahnya. Hampir saja dia keceplosan mengungkapkan sifat asli Chandra. "Maaf mbak" ujar Kirana sambil berlalu. Kali ini Kirana menerima paket yang isinya sepotong potato cheese bread dan jus Apel. Sudah 3 hari orang misterius itu mengirimkan sarapan dengan catatan yang sama persis. Rasa penasaran Kirana saat ini sudah sampai ubun-ubun. Setiap kali, Kirana selalu menanyakan identitas pengirim paket tersebut pada kurir namun tak pernah digubris. Apakah sarapan ini dari Chandra? Tapi mengapa tunangannya itu sama sekali tak menghubunginya? Ataukah Kaivan? Ya. Sepertinya memang Kaivan. Kirana tersenyum. Dering telepon mengalihkan pandangan Kirana ke ponselnya. Nama Chandra Aditya Bagaskara tertulis jelas pada layar. Kirana memutar bola matanya malas, tapi dia tahu betapa berbahayanya mengabaikan panggilan telepon Chandra. "Halo sayang" terdengar suara dari ujung telepon. "Iya Chan" "Sayang besok aku diundang ke podcast untuk Channel Kevin Alexander. Kamu tahu dia kan? Influenser terkenal yang followernya sudah puluhan juta di media sosial. Kalau aku ambil kesempatan ini, dijamin pengikut aku pasti naik drastis sayang" "Iya trus?" ujar Kirana malas. "Dia mau aku datang bersama tunanganku, jadi kamu besok jam 3 sore dandan yang paling cantik dan tunggu aku jemput" kata Chandra dengan antusias. "Ta-tapi, aku... " "Gak ada tapi-tapi sweetheart. Pokoknya besok aku jemput kamu" Sambungan telepon diputus sepihak. Kirana hanya bisa menggerutu kesal. Selalu saja mengambil keputusan sendiri tanpa menunggu persetujuannya. Kirana sungguh tak ingin hubungannya dengan Chandra dipublikasi seluas itu, cukuplah keluarga dan orang terdekat agar jika Kirana berhasil melepaskan diri dari Chandra dan pertunangan mereka gagal tidak akan mengundang masalah yang lebih besar. ------------------------------------------------- Pukul 20.00 Kirana duduk sendirian di loby gedung perkantoran Pasific Tekstile. Ditangannya menggantung kantong plastik berisi 1 box nasi cap cay beserta jus Sirsak, keduanya adalah menu favorit Kaivan - setidaknya yang dia ketahui lebih dari 6 tahun yang lalu. Tiga puluh menit sudah, dia menunggu Kaivan keluar kantor. Gadis itu mendapatkan informasi jam pulang Kaivan hari ini dari Dita, assisten Kaivan. Kirana merasa dia harus berterimakasih dan meminta maaf secara langsung kepada Kaivan atas peristiwa 3 hari yang lalu. Selain itu, Kirana diam-diam juga ingin memastikan bahwa pengirim paket sarapan misterius itu adalah Kaivan sesuai dugaannya, atau bukan. Tak berselang lama terlihat pintu lift terbuka dan dua orang pria keluar dari dalamnya. Kaivan dan Gama. Kirana tersenyum dan bergegas menghampiri keduanya. "Kai... " panggil Kirana. Kaivan menoleh. Tatapannya kali ini berbeda, tidak sehangat tatapannya saat mereka berdua di apartemen. "Kai... uhmm, bisa minta waktu kamu sebentar?" "Maaf aku buru-buru. Masih ada urusan diluar sekarang" ucap Kaivan sambil melirik ke jam dipergelangan tangannya. "Sebentar aja Kai" Kirana memohon dengan ekspresi memelas. "Oke" Kaivan menghela nafas. "Tiga menit" Kaivan melirik Gama yang senyum-senyum sendiri sembari menantikan apa yang akan Kirana sampaikan. Dengan isyarat mata Kaivan memerintahkan Gama untuk meninggalkan dirinya bersama Kirana, namun sekretarisnya itu masih saja diam terpaku malah sekarang Gama melemparkan senyum aneh ke arah Kirana. Kaivan berdeham keras. Tanpa bahwa sekretarisnya harus segera angkat kaki detik itu juga. "Oh.. maaf-maaf" Gama nyengir kuda. "Kalau gitu, gue tunggu didepan Van" Gama memberikan ruang untuk Kirana berdua dengan Kaivan. Tiga menit ini harus Kirana mafaatkan sebaik-baiknya. "A-aku cuma mau berterimakasih secara langsung karena sudah tolongin aku waktu itu. Aku juga mau minta maaf atas nama Chandra yang sudah mukulin kamu. Maaf kita sudah membuat keributan di Apartemen kamu" jelas Kirana dengan cepat. "Ini sebagai ungkapan terimakasih karena pertolongan kamu, dan karena paket sarapan yang dikirim buat aku setiap pagi. Mohon diterima Kai" Kirana menyodorkan sebungkus tas plastik itu pada Kaivan. Kaivan mengerutkan keningnya tidak mengerti. "Sarapan apa?" Kirana mengerjapkan matanya salah tingkah. Ternyata paket sarapan itu bukan dari Kaivan. Jangan tanya semerah apa wajah Kirana saat itu karena menahan malu. "Ouhh.. bukan apa-apa Kai" Dasar bodoh. "Jangan terlalu berharap Kirana. Jarakmu dan Kaivan sekarang sudah sejauh langit dan bumi" batinnya "Sudah selesai kan? Maaf aku harus pergi dulu" "Eh, Kai.. ini makanannya gimana" Kirana mengekori Kaivan yang sudah berbalik dan berjalan menuju pintu keluar. Walau bukanlah Kaivan pengirim sarapan misterius itu, namun setidaknya makanan di tangannya ini harus bertuan. "Kirana, maaf kita memang lagi buru-buru. Biar aku aja yang pegang" Gama mencegat Kirana lantas tersenyum sembari meraih kantong plastik dari tangan Kirana. Kedua pria itu berjalan cepat kemudian masuk ke mobil dan melaju meninggalkan Kirana sendiri dengan perasaan yang campur aduk. Mengapa Kirana harus kecewa, bukannya perlakuan Kaivan ini masih wajar terhadapnya? Malam ini, Kirana sungguh sadar diri bahwa Kaivan tak akan mungkin berpaling lagi padanya. ------------------------------------------------- "Lu lihat bekas luka di kepalanya, Gam?" Gama yang sedang menyetir lantas melirik dari spion tengah dan mendapati wajah gelisah bosnya yang bersandar pasrah di jok belakang mobil. "Iya gue lihat, mungkin dia jatuh atau kepentok, Van" "Gue punya perasaan gak enak" "Lah kalau lu punya perasaan gak enak kenapa tadi gak lu tanya langsung aja ke orangnya?? Gama menggaruk kepala belakangnya. Dia mulai pusing dengan perkara asmara bosnya ini. Kaivan terdiam sejenak. " Gue mau lu selidiki ini semua" Gama menghela nafas kemudian menghembuskannya kasar. Sangat merepotkan mengurus bocah yang sedang jatuh cinta. ------------------------------------------------- Kirana duduk menghadap meja rias sambil menyisir rambut panjangnya. Kaivan sudah berubah. Tidak ada gunanya Kirana merindukan Kaivan yang dulu begitu lembut dan peduli. Jika dipikir-pikir lagi, enam tahun yang lalupun saat Kirana dijebak oleh Devin di apartemenya, Kaivan malah lenyap begitu saja. Entah karena Kaivan sudah tahu mengenai insiden itu atau ada alasan lain, Kirana benar-benar tidak mengerti hingga detik ini. Akhirnya gadis muda itu harus berjuang mengatasi teror, cibiran dan ancaman-ancaman terhadapnya. Dasar pecundang! "Nak, bole mama masuk?" terdengar suara Widia dari luar bersamaan dengan ketukan pintu. "Masuk aja ma" ujar Kirana "Kirana gak kunci kok pintunya" "Sayang, mama bisa bicara sama kamu sebentar?" Widia masuk kemudian duduk di kasur tepat disamping Kirana. Kirana mengangguk pelan. "Kirana, umur kamu sekarang sudah 26 tahun, sepertinya sudah cukup dewasa untuk menikah" Widia menggenggam tangan putri cantiknya itu. "Papa dan mama juga orang tua Chandra sepakat mengatur pertemuan untuk membicarakan rencana pernikahan kalian" "Tapi ma, aku belum siap menikah, masih banyak yang ingin aku kejar ma.." Kirana memelas. "Kamu kan bisa mengejarnya setelah menikah nak, mama lihat Chandra itu cukup fleksibel kok orangnya, dia pasti izinin kamu untuk kejar impian kamu" Widia tersenyum dengan sorot mata menyakinkan. "Lagian kamu sudah cukup lama mengulur waktu untuk pertunangan kamu, sampai kapan lagi kamu ingin menunda untuk pernikahan ini?" "Ma.. " Kirana menatap wajah Widia sambil menautkan alisnya. "Tapi mama tahu kan, Chandra bukan laki-laki yang baik, dia itu kasar sama Kirana" "Sayang, semua orang bisa berubah kalau diberikan kesempatan. Papa kamu dulu juga sering kok kasar sama mama, sering merendahkan bahkan pukulin mama" ujar Widia sambil mengawang, mengenang kembali masa-masa gelap diawal rumah tangganya. "Tapi kamu lihat papa kamu sekarang sudah berubah, gak pernah lagi kasar sama mama" "Tapi papa kan.... " kalimat Kirana menggantung. Gadis itu menghembuskan nafas berat. Dia tak ingin terus berdebat dengan ibunya. "Oke.. Kirana akan coba ma... " Widia tersenyum lega "Makasih sayang, mama akan atur pertemuan keluarga secepatnya" Wanita paruh baya itu membelai lembut rambut Kirana kemudian beranjak dari kasur. "Tolong lakukan ini demi keluarga kita Kirana" lanjut Widia sebelum menutup kembali pintu kamar. Kirana hanya membatu. Sekali lagi dia harus berkorban untuk kebahagiaan keluarganya. Lantas bagaimana dengan kebahagiaan dirinya sendiri?Kirana memandang bayangan dirinya dicermin dengan tatapan nanar. Sesekali tangannya bergerak untuk menyeka butiran air mata yang lolos begitu saja. Wajah yang telah dipoles make up gaya western dan gaun malam berwarna merah maroon karya desainer ternama itu bahkan tak dapat menyembunyikan ronah kesedihan diwajah Kirana.“Aku harus kabur dari sini…” bisiknya dalam keheningan Tak perlu menunggu lama Kirana segera memasukan barang-barang penting ke dalam tas ransel miliknya sembari memikirkan cara bagaimana untuk keluar dari kamarnya sendiri yang berada dilantai dua.“Hallo Bell, 30 menit lagi tolong jemput aku di depan gerbang rumahku yah” ucap kirana sambil menjepit ponsel diantara telinga dan bahu kanannya.“Kamu mau kabur dihari penting begini?? Udah sinting kamu !!” Terdengar suara dari ujung telepon.“Nanti aku jelasin, percaya sama aku” ujar kirana sambil terus mengisi penuh tas ranselnya, “Pokoknya 30 menit lagi depan gerbang”Sambungan telepon ditutup sepihak. Kirana tidak pedu
Kirana berdiri kikuk dia atas panggung sembari menyalami tamu yang datang silih berganti. Kebanyakan tamu yang hadir malam ini adalah rekan bisnis keluarga Bagaskara yang Kirana sendiri tidak kenal. Alih-alih mengadakan pesta meriah, gadis itu malah bersikukuh untuk menyelenggarakan privat party saja dirumah. Semakin sedikit yang hadir, semakin besar peluangnya untuk kabur pikirnya. Bertahun-tahun Kirana berusaha mengulur waktu untuk perjodohan ini dengan berbagai alasan, mulai dari ingin melanjutkan studi dan meraih gelar doktornya dalam ilmu manajemen, sampai alasan ingin fokus menjalankan toko florist miliknya. Semua hanya demi tidak terikat dengan Pria yang berdiri disampingnya sekarang. Namun Kirana sendiri tau bahwa dia tak bisa selamanya lari dari takdir, karena perjodohan ini berhubungan dengan kelangsungan bisnis dan pekerjaan orang tuanya. Gadis malang. "Sweetheart...senyum dong" Chandra mencubit kecil lengan Kirana hingga lamunan gadis itu buyar digantikan dengan senyuman
"Kai... look at me" "Gue sibuk, Bell" jawab Kaivan datar. "Tapi ini waktunya lunch loh Kai, emang kamu gak lapar? " Ujar Bella manjaKaivan diam tak bergeming, bola matanya bahkan tetap fokus pada layar laptop. Tak menyerah, gadis cantik berbalut dress merah itu perlahan bergerak duduk di pangkuan Kaivan sambil menangkup pipi lelaki itu, sehingga mereka sekarang saling berpandangan. "Benar-benar tampan" Batinnya. Mata cokelat hazel dan garis wajah yang tegas membuat Bella semakin terpesona pada calon tunangannya ini. Bella dan Kaivan juga dijodohkan. Tepatnya, 3 tahun yang lalu saat orang tua mereka bertemu di New York untuk urusan bisnis, namun tak hanya soal bisnis, pertemuan itu juga membahas soal masa depan anak-anak mereka. Kaivan dan Bella. Perlahan tapi pasti Bella mendekatkan wajahnya. Terus menerus menatap bibir sexy lelaki ini membuat pikiran Bella semakin liar. Apalagi selama mereka dijodohkan hanya 2 kali saja Bella bertandang ke New York untuk menemui kekasihnya.Na
Kirana setengah berlari keluar dari gedung Pasific Textile, dia tidak mau orang-orang melihat matanya yang sembab dan merah sekarang. Apalagi di perusahaan ini Kirana bukanlah orang asing sebenarnya, anak dari Operasional Manajer dan tunangan dari keluarga pemilik perusahaan. Sebagian besar pegawai disini pasti mengenali wajahnya. Kirana hanya tidak ingin menjadi bahan gosip. "Kirana..!" Sontak gadis itu berbalik begitu mendengar suara yang sangat dikenalnya. Suara yang sebetulnya tak ingin dia dengar. "Chandra??""Iya, Chandra tunangan kamu, memang kamu berharap siapa?" Ujar pria itu dengan sorot mata tajam yang membuat Kirana takut. "Kamu ngapain disini?" ujar Kirana"Aku?!" Chandra menatap gadis itu dengan mata melotot. "Harusnya aku yang tanya, kamu ngapain disini?" ucap pria itu dengan penekanan disetiap kata-katanya. Kirana tertegun. Benar juga. Gedung perkantoran ini adalah milik keluarga Bagaskara, yang mana bukanlah suatu hal yang mengejutkan jika Chandra ada disini. "I
"Dasar cowok brengsek!!! Gak punya otak!!! Nyesel banget aku pernah ngefans sama dia, mbak", Naya tesengal-sengal mengatur nafasnya. " Amit-amit kalo sampai mbak Kirana jadi nikah sama itu psikopat""Makasih yah kamu mau dengerin cerita aku lagi" Kirana tersenyum sambil sambil mengeringkan wajahnya yang basah oleh air mata."Anytime mbak, kapan aja kamu butuh teman cerita cari Naya aja" ujar Naya sambil mengedipkan mata berulang kali. Kirana tertawa kecil. Lega rasanya punya teman berbagi cerita. Naya Adista Putri adalah salah satu karyawan toko Florist Kirana yang sudah bekerja kurang lebih 3 tahun. Gadis mungil dan ceria itu sudah seperti adik perempuan bagi Kirana, bahkan entah mengapa Kirana bisa terbuka untuk menceritakan pahit manis kehidupannya pada Naya. "Udah mbak, gak usah ditangisin, hempas ke laut aja cowok toxic kayak si Chandra-Chandra itu, kesel kan aku jadinya.." ujar Naya sambil memanyunkan bibirnya. Awalnya Naya memang tak begitu percaya saat Kirana menceritakan se
Kirana duduk sendirian disebuah kafe sambil menyeruput segelas es kopi. Dia termenung dan membiarkan pikirannya melalangbuana menemukan memori-memori indah dan juga pedih di masa lalu. Kirana tersenyum tipis. Rasanya dia harus memberikan penghargaan pada dirinya sendiri karena masih bertahan sampai detik ini. Ah.. hidup memang ibarat minum kopi, ada manis dan pahit, tapi tetap bisa dinikmati. "Kirana, maaf aku telat, kamu sudah lama disini yah?" Kirana menengada, memandang seorang gadis cantik dengan raut wajah gelisah dihadapannya. "It's okay dear, aku memang datang lebih awal kok" Kirana menyunggingkan senyum. "Duduk Bell" "Kamu mau pesan apa?" "Ouh...gak usah Ki" tolak Bella. "Aku gak bisa lama-lama soalnya" Perasaan canggung apa ini? bukankah gadis dihadapan Kirana ini adalah orang yang dia sebut sahabat selama 10 tahun? Namun entah kenapa pertemuan hari ini malah mengisyaratkan jurang yang sebentar lagi akan membentang diantara keduanya. "Ki, aku yakin kamu sudah t
Kirana membuka mata dan mengedarkan padangannya perlahan. Dimana dia saat ini? Apakah dia berada di Rumah Sakit? Tapi melihat kondisi ruangan ini, sepertinya Kirana berada di kamar seseorang. Ah... Kepalanya masih terasa berat untuk duduk, untung saja perutnya sudah mendingan sekarang. Gadis itu sedikit mendorong tubuhnya, untuk meraih tas yang berada di nakas kemudian mengambil ponselnya. Kirana membulatkan mata melihat deretan panggilan tak terjawab dari Ibunya dan Chandra, juga puluhan pesan yang belum dibacanya. Pasti mereka sedang cemas mencari Kirana sekarang. Dengan sekuat tenaga Kirana duduk di tempat tidur. Gadis itu lantas meneguk segelas air yang berada di atas nakas layaknya orang yang berhari-hari telah berjalan di padang pasir. "Ahhh.... " Air itu kandas tak bersisa. Rasanya tubuh Kirana sudah segar kembali. "Aku harus pulang sekarang" gadis itu membatin.Kirana segera menyambar tasnya dan bergerak untuk keluar kamar. Apa mungkin tempat ini adalah apartemen Kaivan? K
Kirana berpegang erat pada dashboard dan jok mobil sementara Chandra melajukan kendaraan itu dengan kecepatan tinggi seperti orang kesetanan. Sudah setengah perjalanan mereka tempuh dalam diam. Kiranapun tak berani bersuara dan menghentikan kegilaan tunangannya. Untung saja saat ini jalanan ibu kota sudah lenggang karena telah memasuki waktu subuh. "Brengsek! Brengsek!!" Chandra berteriak memecah keheningan kemudian semakin menginjak pedal gas hingga kandas pada kecepatan penuh. "Kamu gila Chan!! STOPP!" Jerit Kirana. "Kita berdua bisa mati!!!" "Aku mau mati berdua sama kamu malam ini" Chandra tersenyum menyeringai. Kirana terbelalak dengan nafas yang memburu. Pria ini sudah sinting rupanya. Dalam hati dia berulang kali memanjatkan doa untuk keselamatan dirinya malam ini. "Please Chan, kamu jangan begini, aku minta maaf" Kirana menangis memohon. Chandra tertawa puas melihat Kirana memohon-mohon. Sangat menyenangkan buatnya mempermainkan gadis ini. "Chandra!!! AWASS!!
Kirana memulai hari ini dengan bersemangat. Tiga hari telah berlalu semenjak peristiwa kecelakaannya bersama Chandra, dan selama tiga hari inipun tunanganya itu hilang bagai ditelan bumi. Biasanya setiap jam Kirana harus membalas rentetan pesan Chandra yang menanyakan dimana posisinya, sedang bersama siapa, sampai semua detail aktivitas yang Kirana kerjakan. Jadi beginilah rasanya kebebasan. Apa mungkin Chandra ingin melepaskan Kirana setelah peristiwa kecelakaan itu? "Mbak Kirana, ada paket lagi" Teriak seorang karyawan dari pintu depan toko. "Pacar mbak sweet banget sih" karyawan tersebut cekikikan. Kirana hanya tersenyum simpul. "Kapan-kapan pacarnya diajak main di toko dong mbak" "Asik banget deh mbak punya pacar artis""Iya mbak, supaya kita bisa sekalian foto-foto kan. Siapa sih yang gak mau foto sama kak Chandra Aditya" ucap Desty, seorang karyawati toko dengan mata berbinar."Hush apaan sih kalian norak banget" potong Naya. "Lagian siapa juga yang artis, kak Chandra itukan
Kirana berpegang erat pada dashboard dan jok mobil sementara Chandra melajukan kendaraan itu dengan kecepatan tinggi seperti orang kesetanan. Sudah setengah perjalanan mereka tempuh dalam diam. Kiranapun tak berani bersuara dan menghentikan kegilaan tunangannya. Untung saja saat ini jalanan ibu kota sudah lenggang karena telah memasuki waktu subuh. "Brengsek! Brengsek!!" Chandra berteriak memecah keheningan kemudian semakin menginjak pedal gas hingga kandas pada kecepatan penuh. "Kamu gila Chan!! STOPP!" Jerit Kirana. "Kita berdua bisa mati!!!" "Aku mau mati berdua sama kamu malam ini" Chandra tersenyum menyeringai. Kirana terbelalak dengan nafas yang memburu. Pria ini sudah sinting rupanya. Dalam hati dia berulang kali memanjatkan doa untuk keselamatan dirinya malam ini. "Please Chan, kamu jangan begini, aku minta maaf" Kirana menangis memohon. Chandra tertawa puas melihat Kirana memohon-mohon. Sangat menyenangkan buatnya mempermainkan gadis ini. "Chandra!!! AWASS!!
Kirana membuka mata dan mengedarkan padangannya perlahan. Dimana dia saat ini? Apakah dia berada di Rumah Sakit? Tapi melihat kondisi ruangan ini, sepertinya Kirana berada di kamar seseorang. Ah... Kepalanya masih terasa berat untuk duduk, untung saja perutnya sudah mendingan sekarang. Gadis itu sedikit mendorong tubuhnya, untuk meraih tas yang berada di nakas kemudian mengambil ponselnya. Kirana membulatkan mata melihat deretan panggilan tak terjawab dari Ibunya dan Chandra, juga puluhan pesan yang belum dibacanya. Pasti mereka sedang cemas mencari Kirana sekarang. Dengan sekuat tenaga Kirana duduk di tempat tidur. Gadis itu lantas meneguk segelas air yang berada di atas nakas layaknya orang yang berhari-hari telah berjalan di padang pasir. "Ahhh.... " Air itu kandas tak bersisa. Rasanya tubuh Kirana sudah segar kembali. "Aku harus pulang sekarang" gadis itu membatin.Kirana segera menyambar tasnya dan bergerak untuk keluar kamar. Apa mungkin tempat ini adalah apartemen Kaivan? K
Kirana duduk sendirian disebuah kafe sambil menyeruput segelas es kopi. Dia termenung dan membiarkan pikirannya melalangbuana menemukan memori-memori indah dan juga pedih di masa lalu. Kirana tersenyum tipis. Rasanya dia harus memberikan penghargaan pada dirinya sendiri karena masih bertahan sampai detik ini. Ah.. hidup memang ibarat minum kopi, ada manis dan pahit, tapi tetap bisa dinikmati. "Kirana, maaf aku telat, kamu sudah lama disini yah?" Kirana menengada, memandang seorang gadis cantik dengan raut wajah gelisah dihadapannya. "It's okay dear, aku memang datang lebih awal kok" Kirana menyunggingkan senyum. "Duduk Bell" "Kamu mau pesan apa?" "Ouh...gak usah Ki" tolak Bella. "Aku gak bisa lama-lama soalnya" Perasaan canggung apa ini? bukankah gadis dihadapan Kirana ini adalah orang yang dia sebut sahabat selama 10 tahun? Namun entah kenapa pertemuan hari ini malah mengisyaratkan jurang yang sebentar lagi akan membentang diantara keduanya. "Ki, aku yakin kamu sudah t
"Dasar cowok brengsek!!! Gak punya otak!!! Nyesel banget aku pernah ngefans sama dia, mbak", Naya tesengal-sengal mengatur nafasnya. " Amit-amit kalo sampai mbak Kirana jadi nikah sama itu psikopat""Makasih yah kamu mau dengerin cerita aku lagi" Kirana tersenyum sambil sambil mengeringkan wajahnya yang basah oleh air mata."Anytime mbak, kapan aja kamu butuh teman cerita cari Naya aja" ujar Naya sambil mengedipkan mata berulang kali. Kirana tertawa kecil. Lega rasanya punya teman berbagi cerita. Naya Adista Putri adalah salah satu karyawan toko Florist Kirana yang sudah bekerja kurang lebih 3 tahun. Gadis mungil dan ceria itu sudah seperti adik perempuan bagi Kirana, bahkan entah mengapa Kirana bisa terbuka untuk menceritakan pahit manis kehidupannya pada Naya. "Udah mbak, gak usah ditangisin, hempas ke laut aja cowok toxic kayak si Chandra-Chandra itu, kesel kan aku jadinya.." ujar Naya sambil memanyunkan bibirnya. Awalnya Naya memang tak begitu percaya saat Kirana menceritakan se
Kirana setengah berlari keluar dari gedung Pasific Textile, dia tidak mau orang-orang melihat matanya yang sembab dan merah sekarang. Apalagi di perusahaan ini Kirana bukanlah orang asing sebenarnya, anak dari Operasional Manajer dan tunangan dari keluarga pemilik perusahaan. Sebagian besar pegawai disini pasti mengenali wajahnya. Kirana hanya tidak ingin menjadi bahan gosip. "Kirana..!" Sontak gadis itu berbalik begitu mendengar suara yang sangat dikenalnya. Suara yang sebetulnya tak ingin dia dengar. "Chandra??""Iya, Chandra tunangan kamu, memang kamu berharap siapa?" Ujar pria itu dengan sorot mata tajam yang membuat Kirana takut. "Kamu ngapain disini?" ujar Kirana"Aku?!" Chandra menatap gadis itu dengan mata melotot. "Harusnya aku yang tanya, kamu ngapain disini?" ucap pria itu dengan penekanan disetiap kata-katanya. Kirana tertegun. Benar juga. Gedung perkantoran ini adalah milik keluarga Bagaskara, yang mana bukanlah suatu hal yang mengejutkan jika Chandra ada disini. "I
"Kai... look at me" "Gue sibuk, Bell" jawab Kaivan datar. "Tapi ini waktunya lunch loh Kai, emang kamu gak lapar? " Ujar Bella manjaKaivan diam tak bergeming, bola matanya bahkan tetap fokus pada layar laptop. Tak menyerah, gadis cantik berbalut dress merah itu perlahan bergerak duduk di pangkuan Kaivan sambil menangkup pipi lelaki itu, sehingga mereka sekarang saling berpandangan. "Benar-benar tampan" Batinnya. Mata cokelat hazel dan garis wajah yang tegas membuat Bella semakin terpesona pada calon tunangannya ini. Bella dan Kaivan juga dijodohkan. Tepatnya, 3 tahun yang lalu saat orang tua mereka bertemu di New York untuk urusan bisnis, namun tak hanya soal bisnis, pertemuan itu juga membahas soal masa depan anak-anak mereka. Kaivan dan Bella. Perlahan tapi pasti Bella mendekatkan wajahnya. Terus menerus menatap bibir sexy lelaki ini membuat pikiran Bella semakin liar. Apalagi selama mereka dijodohkan hanya 2 kali saja Bella bertandang ke New York untuk menemui kekasihnya.Na
Kirana berdiri kikuk dia atas panggung sembari menyalami tamu yang datang silih berganti. Kebanyakan tamu yang hadir malam ini adalah rekan bisnis keluarga Bagaskara yang Kirana sendiri tidak kenal. Alih-alih mengadakan pesta meriah, gadis itu malah bersikukuh untuk menyelenggarakan privat party saja dirumah. Semakin sedikit yang hadir, semakin besar peluangnya untuk kabur pikirnya. Bertahun-tahun Kirana berusaha mengulur waktu untuk perjodohan ini dengan berbagai alasan, mulai dari ingin melanjutkan studi dan meraih gelar doktornya dalam ilmu manajemen, sampai alasan ingin fokus menjalankan toko florist miliknya. Semua hanya demi tidak terikat dengan Pria yang berdiri disampingnya sekarang. Namun Kirana sendiri tau bahwa dia tak bisa selamanya lari dari takdir, karena perjodohan ini berhubungan dengan kelangsungan bisnis dan pekerjaan orang tuanya. Gadis malang. "Sweetheart...senyum dong" Chandra mencubit kecil lengan Kirana hingga lamunan gadis itu buyar digantikan dengan senyuman
Kirana memandang bayangan dirinya dicermin dengan tatapan nanar. Sesekali tangannya bergerak untuk menyeka butiran air mata yang lolos begitu saja. Wajah yang telah dipoles make up gaya western dan gaun malam berwarna merah maroon karya desainer ternama itu bahkan tak dapat menyembunyikan ronah kesedihan diwajah Kirana.“Aku harus kabur dari sini…” bisiknya dalam keheningan Tak perlu menunggu lama Kirana segera memasukan barang-barang penting ke dalam tas ransel miliknya sembari memikirkan cara bagaimana untuk keluar dari kamarnya sendiri yang berada dilantai dua.“Hallo Bell, 30 menit lagi tolong jemput aku di depan gerbang rumahku yah” ucap kirana sambil menjepit ponsel diantara telinga dan bahu kanannya.“Kamu mau kabur dihari penting begini?? Udah sinting kamu !!” Terdengar suara dari ujung telepon.“Nanti aku jelasin, percaya sama aku” ujar kirana sambil terus mengisi penuh tas ranselnya, “Pokoknya 30 menit lagi depan gerbang”Sambungan telepon ditutup sepihak. Kirana tidak pedu