Kirana setengah berlari keluar dari gedung Pasific Textile, dia tidak mau orang-orang melihat matanya yang sembab dan merah sekarang. Apalagi di perusahaan ini Kirana bukanlah orang asing sebenarnya, anak dari Operasional Manajer dan tunangan dari keluarga pemilik perusahaan. Sebagian besar pegawai disini pasti mengenali wajahnya. Kirana hanya tidak ingin menjadi bahan gosip.
"Kirana..!" Sontak gadis itu berbalik begitu mendengar suara yang sangat dikenalnya. Suara yang sebetulnya tak ingin dia dengar. "Chandra??" "Iya, Chandra tunangan kamu, memang kamu berharap siapa?" Ujar pria itu dengan sorot mata tajam yang membuat Kirana takut. "Kamu ngapain disini?" ujar Kirana "Aku?!" Chandra menatap gadis itu dengan mata melotot. "Harusnya aku yang tanya, kamu ngapain disini?" ucap pria itu dengan penekanan disetiap kata-katanya. Kirana tertegun. Benar juga. Gedung perkantoran ini adalah milik keluarga Bagaskara, yang mana bukanlah suatu hal yang mengejutkan jika Chandra ada disini. "Ikut aku sekarang" Chandra menggenggam pergelangan tangan tunangannya dengan erat dan menyeretnya menuju basement. "Lepasin aku...!!! Lepasin!" Kirana memekik pelan agar tidak menimbulkan keributan. "Kamu datang menemui Kaivan kan?" "Bukan urusan kamu!!!" Chandra berusaha mengatur nafasnya yang memburu. Gadisnya ini memang pemberani. Itulah yang membuat seorang Chandra Aditya Bagaskara tertantang untuk menaklukannya. "Kirana, kirana, kamu tidak akan lolos dari hukumanmu kali ini" batinnya. Akhirnya setelah perjuangan yang melelahkan pria itu berhasil menyeret tunangannya yang keras kepala itu ke basemen gedung. "Masuk mobil sekarang!!!" "Gak!" Dengan sisa tenaga, Kirana berusaha melepaskan diri dari cengkraman erat lelaki gila itu. "Lepasin!!! aku mau pulang sendiri" Dengan nafas memburu menahan geram, tanpa banyak bicara Chandra segera mendorong Kirana masuk ke dalam mobil. Lelaki itu bahkan tak peduli dengan Kirana yang mengaduh kesakitan karena kepalanya membentur dashboard mobil. "Dasar Brengsek..!!!!!" Teriak Kirana "Kirana... Kirana.." Chandra tertawa dengan nada mengejek sambil memandang gadis disampingnya dengan tatapan meremehkan. "Sudah 6 tahun kita bersama dan kamu masih belum paham aturan mainnya?" ujar pria itu sambil menaikan alis kanannya. "Kamu harus tunduk, kalau mau aman" ************************ Kaivan Mevendra Bagaskara duduk di kursi kebesarannya dengan gelisah. Begitu gadisnya itu pergi, entah kenapa hati Kaivan tidak tenang. Apalagi saat tadi Kaivan menyusul Kirana sampai ke lobby kantor, gadis itu menghilang begitu cepat. Rasa benci yang dia pupuk bertahun-tahun, apa bisa memudar hanya dengan pertemuan singkat barusan? Kekuatan apa yang dimiliki oleh gadis itu hingga saat ini bisa kembali menguasai pikiran Kaivan? Inilah sebab sebenarnya Kaivan tak ingin lagi menginjakan kaki di Indonesia, karena di negara ini hidup seorang gadis yang merupakan kelemahan terbesarnya. Jika bukan karena paksaan Ayahnya dan alasan pertunangan sialan ini, Kaivan tak sudi membuka kembali luka yang sudah tertutup waktu. ** Flash back on *** 6 Tahun yang lalu. Pikiran Kaivan berkecamuk malam ini. Ada rasa kecewa dan khawatir yang bercampur jadi satu. Bagaimana tidak, malam ini sebenarnya menjadi moment yang spesial untuk Kaivan dan Kirana, karena pria muda itu sudah mempersiapkan sebuah kejutan romantis untuk melamar pujaan hatinya itu. Namun miris, segala rencana yang telah disusun rapih tersebut buyar karena sang tuan puteri tidak kunjung tiba di lokasi yang dijanjikan. Padahal terakhir kali Kaivan menghubungi Kirana sore itu, dengan nada ceria dan bersemangat Kirana berjanji akan datang setelah menyelesaikan pesanan bouquet bunga di toko floristnya. Satu jam waktu menunggu pastinya sudah cukup membuat Kaivan khawatir. Tentu saja saat ini Kaivan berkali-kali mencoba menelponnya, namun nihil, nomor ponsel kekasihnya itu bahkan sudah tidak aktif. Apa yang terjadi dengan Kirana? Dengan tergesa-gesa Kaivan segera melajukan mobilnya membelah jalanan ibu kota dan menyusuri tempat-tempat yang biasa dikunjungi Kirana Langkah kaki Kaivan terhenti di depan pintu Apartemen nomor 1342. Apartemen milik Kirana. Pria itu memperhatikan pintu apartemen yang masih sedikit terbuka. Tidak biasanya Kirana lupa mengunci pintu apartemennya. Memikirkan bahwa terjadi sesuatu yang buruk pada kekasihnya membuat jantung Kaivan berdegup kencang. Samar-samar Kaivan mendengar suara dari arah kamar Kirana. Suara Kirana dan... suara berat seorang pria yang sepertinya Kaivan kenal. Semoga saja apa yang terjadi dalam kamar itu tidak sesuai dengan dugaan Kaivan. Tepat setelah mendorong pintu kamar itu dengan pelan, Kaivan seperti membeku melihat pemandangan didepan matanya. "Ouhh baby, you're so hot.. " ujar seorang pria yang sedang terlentang diatas tempat tidur sementara Kirana duduk di atasnya hanya menggunakan pakaian dalam. "Ughh... " Kirana mendesah. "touch me babe.. " Kirana terus meracau dan kemudian mencium bibir lelaki dihadapannya. Kedua sejoli itu tak menyadari kehadiran Kaivan yang masih saja berdiri membatu didepan pintu. Mereka seperti sudah dibutakan oleh nafsu. Pria itu adalah Devin. Kaivan mengenalnya sebagai pria yang juga mengejar cinta Kirana. Awalnya mereka bersaing memperebutkan Kirana hingga pada akhirnya Kirana menjatuhkan pilihan kepada Kaivan. Namun sekarang bagaimana mungkin gadis itu mengkhianatinya? Keringat dingin mulai membasahi tubuh Kaivan. Pria itu bergetar dengan jantung yang masih berdegup kencang. Pemandangan dihadapannya kini seakan membuatnya terlempar kembali ke masa lalu saat Kaivan yang masih kecil memergoki Ibu tercintanya, tidur dengan pria lain dirumah mereka sendiri. Cuplikan memori pedih itu muncul kembali bagai film yang diputar berulang-ulang di kepala Kaivan. Itu adalah trauma yang membekas sampai saat ini, bahkan membentuk Kaivan menjadi orang yang sangat selektif memilih pasangan hidup. "Keterlaluan kamu Kirana" bisik Kaivan terengah-engah Kaivan berjalan terhuyung-huyung sambil berpegangan pada apa saja didepannya. Tubuhnya lemas. Namun Kaivan harus secepatnya pergi. Pria itu enggan telihat lemah dan tak berdaya dihadapan Kirana, terlebih Devin. Brengsek! ***** Flash back off ***** ************************** "Masuk kamu...!" "NGGAK...!" Teriak Kirana, "Lepasin aku Sekarang...!" Kirana terus memberontak dan berusaha melepaskan diri dari cengkraman tunangannya yang sudah kehilangan akal itu. Kirana tak mau berada disini, Penthouse yang megah dan mewah milik keluarga Bagaskara ini bagaikan neraka untuk Kirana. "Kenapa??!!" Kamu takut ?" Chandra tertawa. "Tenang aja sayang, hari ini hukumannya akan sedikit berbeda" Chandra mendekat dan berbisik. "Gimana kalau kita berdua bersenang-senang disini, sepertinya aku sudah cukup sabar nungguin kamu, sekarang kita berdua udah resmi tunangan kan, aku mau kamu sebagai hadiah pertunangan kita" Bulu kuduk Kirana meremang. Sampai titik darah penghabisanpun gadis itu takkan menyerahkan mahkotanya pada lelaki brengsek seperti Chandra. "Gak sudi, Aku mau pulang" ucap Kirana tegas sambil mengambil langkah seribu untuk melarikan diri. Namun seperti singa yang tak ingin mangsanya lepas begitu saja, Chandra segera menarik lengan Kirana dan membanting tubuh kecil gadisnya itu ke sofa. "Kirana.. Kirana, gak usah sok suci kamu" ujar Chandra sinis. "Kamu lupa 6 tahun lalu, kamu juga tidur sama si Devin brengsek itu!" Mata Kirana berkaca-kaca dengan kedua tangan yang menutup erat telinganya. Kirana tak mau lagi mendengar ini. "Kamu pikir kamu pantas nolak aku? Kalau bukan karena aku mau sama kamu, kamu itu udah jadi pelacur, gak ada harganya!! Inget itu Kirana" ujar Chandra lagi sambil bergerak membelai pipi Kirana Kesalahan terbesar Kirana adalah percaya pada Chandra yang dia pikir merupakan malaikat penyelamatnya. Namun ternyata, Chandra menuntut lebih banyak dan berubah menjadi orang yang tidak Kirana kenal sebelumnya. Atau mungkin Chandra hanya membuka topeng untuk memperlihatkan sifatnya yang asli. Sungguh sial, bagaikan terlepas dari mulut buaya tapi masuk dalam mulut singa. "STOOP! Jangan pernah kamu berani sentuh aku, mending aku mati dari pada harus muasin nafsu bejat kamu itu" hardik Kirana dengan air mata yang mulai mengalir. "Oke princess, seperti yang kamu mau" PLAK ! Sebuah tamparan keras mendarat di pipi mulus Kirana, sampai membuat penglihatan gadis itu gelap untuk sesaat. Dia bahkan merasakan darah segar mulai mengalir dari sudut bibirnya. Ahh.. sakit sekali. "Oh sweetheart, Kirana sayang, maafin aku" Chandra mendekati Kirana dengan wajah penuh penyesalan. "Aku gak pernah mau sakitin kamu, tapi sudah tugas aku untuk mendidik calon istriku untuk jadi wanita yang penurut" Kirana diam tak bergeming. Otaknya saat ini bekerja keras memikirkan cara untuk lepas dari orang sinting ini. Sebentar lagi dia disini mungkin nyawanya akan melayang. "Aku mau kasih peringatan buat kamu" ujar Chandra sambil mencengkram pipi Kirana membuat bekas tamparan tadi semakin perih. "Jangan pernah kamu berhubungan lagi sama Kaivan sialan itu, kalau aku sampai tau, kamu akan rasain akibatnya" Kirana meringis. Tubuhnya sudah terbiasa dengan kekerasan fisik yang dilakukan Chandra. Bahkan Penthouse ini menjadi saksi bisu perlakuan jahat Chandra padanya. Dan kenapa sampai sekarang Kirana bertahan? Semua karena orang tuanya. Dari semua sakit yang pernah Kirana rasakan, hal yang paling melukai Kirana adalah ketika orang tuanya mengetahui perlakuan jahat yang Kirana alami tapi mereka menutup mata hanya demi harta dan jabatan."Dasar cowok brengsek!!! Gak punya otak!!! Nyesel banget aku pernah ngefans sama dia, mbak", Naya tesengal-sengal mengatur nafasnya. " Amit-amit kalo sampai mbak Kirana jadi nikah sama itu psikopat""Makasih yah kamu mau dengerin cerita aku lagi" Kirana tersenyum sambil sambil mengeringkan wajahnya yang basah oleh air mata."Anytime mbak, kapan aja kamu butuh teman cerita cari Naya aja" ujar Naya sambil mengedipkan mata berulang kali. Kirana tertawa kecil. Lega rasanya punya teman berbagi cerita. Naya Adista Putri adalah salah satu karyawan toko Florist Kirana yang sudah bekerja kurang lebih 3 tahun. Gadis mungil dan ceria itu sudah seperti adik perempuan bagi Kirana, bahkan entah mengapa Kirana bisa terbuka untuk menceritakan pahit manis kehidupannya pada Naya. "Udah mbak, gak usah ditangisin, hempas ke laut aja cowok toxic kayak si Chandra-Chandra itu, kesel kan aku jadinya.." ujar Naya sambil memanyunkan bibirnya. Awalnya Naya memang tak begitu percaya saat Kirana menceritakan se
Kirana memandang bayangan dirinya dicermin dengan tatapan nanar. Sesekali tangannya bergerak untuk menyeka butiran air mata yang lolos begitu saja. Wajah yang telah dipoles make up gaya western dan gaun malam berwarna merah maroon karya desainer ternama itu bahkan tak dapat menyembunyikan ronah kesedihan diwajah Kirana.“Aku harus kabur dari sini…” bisiknya dalam keheningan Tak perlu menunggu lama Kirana segera memasukan barang-barang penting ke dalam tas ransel miliknya sembari memikirkan cara bagaimana untuk keluar dari kamarnya sendiri yang berada dilantai dua.“Hallo Bell, 30 menit lagi tolong jemput aku di depan gerbang rumahku yah” ucap kirana sambil menjepit ponsel diantara telinga dan bahu kanannya.“Kamu mau kabur dihari penting begini?? Udah sinting kamu !!” Terdengar suara dari ujung telepon.“Nanti aku jelasin, percaya sama aku” ujar kirana sambil terus mengisi penuh tas ranselnya, “Pokoknya 30 menit lagi depan gerbang”Sambungan telepon ditutup sepihak. Kirana tidak pedu
Kirana berdiri kikuk dia atas panggung sembari menyalami tamu yang datang silih berganti. Kebanyakan tamu yang hadir malam ini adalah rekan bisnis keluarga Bagaskara yang Kirana sendiri tidak kenal. Alih-alih mengadakan pesta meriah, gadis itu malah bersikukuh untuk menyelenggarakan privat party saja dirumah. Semakin sedikit yang hadir, semakin besar peluangnya untuk kabur pikirnya. Bertahun-tahun Kirana berusaha mengulur waktu untuk perjodohan ini dengan berbagai alasan, mulai dari ingin melanjutkan studi dan meraih gelar doktornya dalam ilmu manajemen, sampai alasan ingin fokus menjalankan toko florist miliknya. Semua hanya demi tidak terikat dengan Pria yang berdiri disampingnya sekarang. Namun Kirana sendiri tau bahwa dia tak bisa selamanya lari dari takdir, karena perjodohan ini berhubungan dengan kelangsungan bisnis dan pekerjaan orang tuanya. Gadis malang. "Sweetheart...senyum dong" Chandra mencubit kecil lengan Kirana hingga lamunan gadis itu buyar digantikan dengan senyuman
"Kai... look at me" "Gue sibuk, Bell" jawab Kaivan datar. "Tapi ini waktunya lunch loh Kai, emang kamu gak lapar? " Ujar Bella manjaKaivan diam tak bergeming, bola matanya bahkan tetap fokus pada layar laptop. Tak menyerah, gadis cantik berbalut dress merah itu perlahan bergerak duduk di pangkuan Kaivan sambil menangkup pipi lelaki itu, sehingga mereka sekarang saling berpandangan. "Benar-benar tampan" Batinnya. Mata cokelat hazel dan garis wajah yang tegas membuat Bella semakin terpesona pada calon tunangannya ini. Bella dan Kaivan juga dijodohkan. Tepatnya, 3 tahun yang lalu saat orang tua mereka bertemu di New York untuk urusan bisnis, namun tak hanya soal bisnis, pertemuan itu juga membahas soal masa depan anak-anak mereka. Kaivan dan Bella. Perlahan tapi pasti Bella mendekatkan wajahnya. Terus menerus menatap bibir sexy lelaki ini membuat pikiran Bella semakin liar. Apalagi selama mereka dijodohkan hanya 2 kali saja Bella bertandang ke New York untuk menemui kekasihnya.Na
"Dasar cowok brengsek!!! Gak punya otak!!! Nyesel banget aku pernah ngefans sama dia, mbak", Naya tesengal-sengal mengatur nafasnya. " Amit-amit kalo sampai mbak Kirana jadi nikah sama itu psikopat""Makasih yah kamu mau dengerin cerita aku lagi" Kirana tersenyum sambil sambil mengeringkan wajahnya yang basah oleh air mata."Anytime mbak, kapan aja kamu butuh teman cerita cari Naya aja" ujar Naya sambil mengedipkan mata berulang kali. Kirana tertawa kecil. Lega rasanya punya teman berbagi cerita. Naya Adista Putri adalah salah satu karyawan toko Florist Kirana yang sudah bekerja kurang lebih 3 tahun. Gadis mungil dan ceria itu sudah seperti adik perempuan bagi Kirana, bahkan entah mengapa Kirana bisa terbuka untuk menceritakan pahit manis kehidupannya pada Naya. "Udah mbak, gak usah ditangisin, hempas ke laut aja cowok toxic kayak si Chandra-Chandra itu, kesel kan aku jadinya.." ujar Naya sambil memanyunkan bibirnya. Awalnya Naya memang tak begitu percaya saat Kirana menceritakan se
Kirana setengah berlari keluar dari gedung Pasific Textile, dia tidak mau orang-orang melihat matanya yang sembab dan merah sekarang. Apalagi di perusahaan ini Kirana bukanlah orang asing sebenarnya, anak dari Operasional Manajer dan tunangan dari keluarga pemilik perusahaan. Sebagian besar pegawai disini pasti mengenali wajahnya. Kirana hanya tidak ingin menjadi bahan gosip. "Kirana..!" Sontak gadis itu berbalik begitu mendengar suara yang sangat dikenalnya. Suara yang sebetulnya tak ingin dia dengar. "Chandra??""Iya, Chandra tunangan kamu, memang kamu berharap siapa?" Ujar pria itu dengan sorot mata tajam yang membuat Kirana takut. "Kamu ngapain disini?" ujar Kirana"Aku?!" Chandra menatap gadis itu dengan mata melotot. "Harusnya aku yang tanya, kamu ngapain disini?" ucap pria itu dengan penekanan disetiap kata-katanya. Kirana tertegun. Benar juga. Gedung perkantoran ini adalah milik keluarga Bagaskara, yang mana bukanlah suatu hal yang mengejutkan jika Chandra ada disini. "I
"Kai... look at me" "Gue sibuk, Bell" jawab Kaivan datar. "Tapi ini waktunya lunch loh Kai, emang kamu gak lapar? " Ujar Bella manjaKaivan diam tak bergeming, bola matanya bahkan tetap fokus pada layar laptop. Tak menyerah, gadis cantik berbalut dress merah itu perlahan bergerak duduk di pangkuan Kaivan sambil menangkup pipi lelaki itu, sehingga mereka sekarang saling berpandangan. "Benar-benar tampan" Batinnya. Mata cokelat hazel dan garis wajah yang tegas membuat Bella semakin terpesona pada calon tunangannya ini. Bella dan Kaivan juga dijodohkan. Tepatnya, 3 tahun yang lalu saat orang tua mereka bertemu di New York untuk urusan bisnis, namun tak hanya soal bisnis, pertemuan itu juga membahas soal masa depan anak-anak mereka. Kaivan dan Bella. Perlahan tapi pasti Bella mendekatkan wajahnya. Terus menerus menatap bibir sexy lelaki ini membuat pikiran Bella semakin liar. Apalagi selama mereka dijodohkan hanya 2 kali saja Bella bertandang ke New York untuk menemui kekasihnya.Na
Kirana berdiri kikuk dia atas panggung sembari menyalami tamu yang datang silih berganti. Kebanyakan tamu yang hadir malam ini adalah rekan bisnis keluarga Bagaskara yang Kirana sendiri tidak kenal. Alih-alih mengadakan pesta meriah, gadis itu malah bersikukuh untuk menyelenggarakan privat party saja dirumah. Semakin sedikit yang hadir, semakin besar peluangnya untuk kabur pikirnya. Bertahun-tahun Kirana berusaha mengulur waktu untuk perjodohan ini dengan berbagai alasan, mulai dari ingin melanjutkan studi dan meraih gelar doktornya dalam ilmu manajemen, sampai alasan ingin fokus menjalankan toko florist miliknya. Semua hanya demi tidak terikat dengan Pria yang berdiri disampingnya sekarang. Namun Kirana sendiri tau bahwa dia tak bisa selamanya lari dari takdir, karena perjodohan ini berhubungan dengan kelangsungan bisnis dan pekerjaan orang tuanya. Gadis malang. "Sweetheart...senyum dong" Chandra mencubit kecil lengan Kirana hingga lamunan gadis itu buyar digantikan dengan senyuman
Kirana memandang bayangan dirinya dicermin dengan tatapan nanar. Sesekali tangannya bergerak untuk menyeka butiran air mata yang lolos begitu saja. Wajah yang telah dipoles make up gaya western dan gaun malam berwarna merah maroon karya desainer ternama itu bahkan tak dapat menyembunyikan ronah kesedihan diwajah Kirana.“Aku harus kabur dari sini…” bisiknya dalam keheningan Tak perlu menunggu lama Kirana segera memasukan barang-barang penting ke dalam tas ransel miliknya sembari memikirkan cara bagaimana untuk keluar dari kamarnya sendiri yang berada dilantai dua.“Hallo Bell, 30 menit lagi tolong jemput aku di depan gerbang rumahku yah” ucap kirana sambil menjepit ponsel diantara telinga dan bahu kanannya.“Kamu mau kabur dihari penting begini?? Udah sinting kamu !!” Terdengar suara dari ujung telepon.“Nanti aku jelasin, percaya sama aku” ujar kirana sambil terus mengisi penuh tas ranselnya, “Pokoknya 30 menit lagi depan gerbang”Sambungan telepon ditutup sepihak. Kirana tidak pedu