Pukul 00.30 dini hari, Namira mengelus perutnya yang sedikit membuncit. Usia kehamilan yang memasuki trimester kedua. Membuat dirinya sering merasa lapar.Namira tak tega membangunkan Aidan tengah malam, Aidan sudah terlelap setelah bekerja seharian, dia pasti merasa lelah.Namira berjalan mengendap-endap saat semua orang sedang tertidur.Disana masih ada Hamid dan Arini yang masih menginap, Aidan tak mengizinkan Ayahnya pergi sebelum kondisinya pulih.Sesampai di dapur Namira kebingungan hendak makan apa, jika dirinya masak tengah malam begini, pasti akan membangunkan seisi rumah karena peraduan alat masak.Namira mendesah pelan, kemudian berbalik, BUK! Namira tak sengaja menabrak dada bidang seseorang, seketika netranya terkejut melihat siapa yang berdiri di hadapannya kini."Mas..." "Aku mencarimu karena tak ada di sebelah ranjang, sedang apa kamu disini, Hem?" "A-aku.." Namira terlihat gugup sekali. "Kenapa sayang?" Aidan menatap Namira lekat. "Aku lapar," lirih Namira. Ai
Namira mulai panik. Kemudian tak berselang lama terdengar suara bedebam yang memekakkan telinga. "MAS AIDAAAAAN!" teriak Namira Histeris.Teriakan itu terdengar oleh seisi rumah, mereka bergegas menghampiri Namira.Hamid dan Arini menghampiri Namira yang sedang duduk di ranjang.Namira terlihat kacau dan frustrasi."Namira... Ada apa? Apa yang terjadi?"Namira bergegas menghampiri Hamid."Ayah, ayah Mas Aidan, ayah... Dia, dia.." ucap Namira menggebu."Mira.. Tenangkan dirimu bicara yang jelas, Ayah tidak mengerti,""Mas Aidan ayah... Ta-tdi aku menelponnya, dia... Dia.. Remnya blong ayah.. Kumohon selamatkan dia ayah, ayo kita susul dia." Ucap Namira sambil terisak, air matanya sudah membasahi pipi."Apa! Aidan mengalami rem blong,""Baiklah kau tenangkan dirimu, ayah akan menghubungi seseorang untuk melacak keberadaan Aidan."Drrtt Drrtt Drttt.Ponsel Namira berbunyi tertulis nama di layar 'Suamiku' itu artinya adalah Aidan yang memanggil.Namira mengusap air matanya kemudian menj
Namun tangan kekar itu mendorong Namira, tatapannya menelisik menatap tidak suka ke arahnya."Kamu siapa?" tanya Aidan. Membuat semua yang berada disana terkejut. "Aidan, dia istrimu, apa kau lupa dengan istrimu sendiri?" ujar Hamid. "Bentar Mas, Aku panggil dokter dulu," tukas Arini.Mata Namira mengerjap, dia melihat tak percaya dengan apa yang diucapkan oleh Aidan-suaminya.Namira tak berani mendekat, tatapan Aidan sperti mengawasinya.Kebahagiaan dan kesedihan menjadi satu, senang karena suaminya sudah sadar, dan sedih karena tidak mengenalinya."Kamu siapa?" pertanyaan yang sama, namun mampu membuat hati Namira berdenyut."Aku istrimu Mas, dan saat ini sedang mengandung anakmu," Namira berucap lirih."Apa kau benar-benar tidak mengenaliku?" Namira menatap nanar ke arah suaminya."Istri? Kapan kita menikah?" tanya Aidan tatapannya tajam menatap Namira."Jangan garang! Aku bahkan belum menikah, dan kau malah mengaku-ngaku hamil anakku!" sarkas Aidan.Melihat itu Hana menyunggingk
Sebelum keluar dari ruangan Namira mendengar ucapan Aidan yang menyesakkan dada.Namira berlari kecil menuju kursi taman yang panjang ia duduk di sana, pandangannya hanya lurus ke depan sambil memperhatikan orang yang berlalu Lalang. Yang jelas hatinya kini sedang kacau dengan keadaan suami yang tidak mengingatnya.Seseorang duduk di sebelah Namira, Namira hanya melirik ke arahnya sekilas kemudian pandangannya lurus kembali ke depan."Apa Aidan baik-baik saja?""Em, ya Mas Aidan baru saja melewati masa kritisnya,""Lalu kenapa kau tidak terlihat bahagia Bukankah itu adalah kabar baik?""Aku bahagia... sangat bahagia, namun sayang dia lupa padaku dan juga anak dalam kandunganku."Fadil menghembuskan nafas.Namira kembali terisak, melihat kondisi Namira yang seperti itu membuat Fadil ikut merasakan sakit, secepat kilat Fadil membawa Namira pada pundaknya.Ketika tangis Namira berhenti, ia merasa canggung kemudian mendongak menata Fadil."Menangislah, aku tahu kau butuh pundak saat ini,"
"Aku tidak ingin sekamar dengan wanita itu!"Permintaan Aidan sontak membuat Namira terkejut. Aidan tak hanya tidak mengingat tentang pernikahannya, ia pun enggan dekat-dekat dengan Namira."Itu tidak bisa Aidan, Namira itu istrimu dan saat ini sedang mengandung anakmu, tidak bisa jika Harus Pisah kamar, Bagaimana mungkin kamu bisa mengingat semuanya," Hamid protes.Namira tak mengucap sepatah kata pun.Mereka semua masuk, Hamid membereskan semua barang-barangnya, tak berselang lama Arini datang dan duduk di sampingnya."Mas, kurasa sebaiknya kita disini saja dulu sampai Aidan benar-benar pulih dan mengingat semuanya,"Hamid menghentikan tangannya yang sedang memasukkan barang ke dalam koper."Kau benar, aku akan membicarakan ini pada Aidan dan Namira, setelah Aidan mengingat semuanya baru kita akan pergi dari sini,"Arini tersenyum, kemudian mengangguk.***Di kamar, Namira terlihat canggung, apalagi tatapan Aidan seperti mengawasi pergerakannya, Namira tak bisa leluasa, padahal bias
"Kurasa memang tidak ada cinta di antara kita, atau..."Aidan melirik ke arah perut Namira yang membuncit. "Atau apa?""Kalian menipuku!""Itu tidak benar Mas, Mas Fadil adalah saudara tirimu dan dia juga memang..."Aidan Menunggu ucapan Namira yang tergantung."Mantan kekasihku dulu sebelum mengenalmu, tapi hubungan kita sudah usai,"Aidan tertawa keras."Kau, ha ha ha,""Mas kenapa kau tertawa?""Aku hanya becanda, kau terlalu serius, mau usai ataupun belum Aku sama sekali tidak peduli," Aidan masih tertawa lalu pergi meninggalkan mereka. ***Namira masuk ke dalam kamarnya, di sana terlihat Aidan yang baru saja keluar dari kamar mandi, Aidan melilitkan handuk di bagian pinggang.Melihat kedatangan Namira Aidan langsung berbalik membelakanginya."Kenapa kau masuk ke kamarku?""Memangnya kenapa? bukankahbkamar ini juga kamarku," "Aku berhak atas kamar ini... bahkan atas tubuhmu juga,"Namira mengulum senyum, saat melihat wajah Aidan yang memerah."Keluarlah aku mau pakai baju,""Pa
[Aku sangat puas kemarin, Ayah sangat perkasa. Tunggu Mas Aidan pergi dulu, nanti kita bertemu lagi. I love you!]Mataku memanas membaca pesan yang dikirim Namira—istriku tersebut.Dadaku terasa sesak, apalagi membaca nama yang tertera di layar 'Ayah Mertua' itu artinya Namira berselingkuh dengan Ayahku sendiri.Aku anak tunggal, dan ayahku memang seorang duda, sejak 10 tahun yang lalu. Aku tidak menyangka istri yang baru ku nikahi satu tahun itu berselingkuh dengan ayahku sendiri?Tanganku terkepal. Hatiku berdenyut, sakit. Wanita yang kucintai tega menghianatiku,Jika Namira berselingkuh dengan laki-laki lain aku tidak mengapa, aku pasti hanya akan menghajarnya lalu menceraikan Namira, tapi kenapa harus dengan Ayahku?!KRIET!Pintu kamar mandi terbuka, Namira keluar dari sana dengan rambut tergerai yang basah. Kami baru saja selelsai bercint*, ia menatapku kemudian tersenyum."Kenapa Mas? Ada apa?" tanyanya.Aku menghela napas kemudian memandang ke arah lain.Namira berjalan mendeka
"Hahahaha Ayah!"Aku berjalan mengendap-endap ke kamar tamu, lalu mengintip di celah pintu.Aku terkejut mataku rasanya memanas melihat pemandangan di depan mata. Ternyata benar dugaanku Namira ada di kamar tamu, mereka sedang berpelukan mesra sekali.Aku masih terdiam di ambang pintu, menyaksikan istriku yang amat kucintai tega mengkhianati hati ini. Tak pernah kusangka cinta kami akhirnya akan begini. Dulu, kupikir Namira wanita baik-baik yang bisa menjaga kehormatan suami. Apalagi dia sangat lugu. Lugu dalam setiap hal, kini semuanya berubah. Namiraku jadi wanita nakal yang suka menggoda.Entah siapa diantara mereka yang merayu lebih dulu. Aku tak snaggup membayangkannya. Itu adalah hal yang sangat menjijikan untukku.Ingin ku potret mereka yang sedang berpelukan. Namun sayang, ponselku tertinggal di kamar. Aku langsung bergegas pergi dari sana tak ingin melihat pemandangan yang lebih menyakitkan.Aku menunggu Namira di kamar, dengan perasaan hati yang hancur. Setelah sekian lama m