“Sayang kau sduah sadar?” Ilham berkali-kali mencium tangan Tias karena bahagia wanitanya sudah siuaman.
“Aku sangat takut. Kau tidur sangat lama.” Terlihat aura sedaih mengeglayuti wajah tampannya.
“Hai, kenapa sedih? Aku tidak akan mati semudah itu.enak aja, suamiku bisa kawin lagi kalau aku mati. Aku belum ikhlas,” ucap Tias dengan suara seraknya.
“Kau bisa saja.maafkan Mas, Sayang. jangan marah padaku. Anak kita harus dibersihkan dari rahimmu. Aku minta maaf karena terlalu semangat hingga membunuh anak kita.” Ilham tergugu.
“Jangan menangis. Bukan salahmu, Allah lebih sayang padanya. Tidak perlu disesali. Bantu aku duduk.” Ilham membantu istrinya duduk. Rasanya sangat lemas. Mungkin karena darah yang keluar sangat banyak, jadi sangat lemah.
“Terima kasih, Sayang. Lain kali aku akan lebih lembut. Apa kau lapar?m
“Jangan menangis, aku tahu mas mengkhawatirkanku. Terima kasih sudah menjagaku. Aku minta maaf tidak bisa menjaga anak kita.” Tiar mengelus sang suami setelah menghabiskan makanan yang disupakan kepadanya.“Tidak usah disesali lagi, Sayang. Kita mulai dari awal.” Ilham mencium tangan istrinya dengan sangat dalam.“Mas, kapan boleh pulang. Aku nggak suka bau rumah sakit,” ucap Tias.“Kalau dokter membolehkan kamu pulang, baru kita pulang.” Tias manyun. Dia tidak ingin berada di rumah sakit. Satu-satunya tempat nyang membuatnya mual.“Kalau aku di sini terus, bukan malah sembuh tapi malah akan sakit lebih parah.” Ilham mengelus kepalanya sangat lembut kemudian beranjak meninggalkannya untuk menemui dokter terkait dengan keluahan istrinya. Tias semakin manyun karena Ilham meninggalkannya. Entah mengapa dia menangis karena hal itu.
Ilham semakin over protektif dengan Tias. Dia bahkan menyewa dua suster untuk menjaganya. Satu bertugas menyecek kesehatannya, yang satu bertugas untuk menjaganya dan mempersiapkan keperluannya. “Kalian jangan dengarkan suamiku. Dia suka berlebihan. Bawa kemari makanannya. Aku akan makan sendiri.” Suster Naina menggelengkan kepala.“Jangan, Nyonya.” Tuan Ilham memasang CCTV. Beliau akan mengecek setiap satu jam sekali. Saya tidak berani.” Tias manyun mendengarnya.“Nyonya, vitamin Anda.” Tias memutar bola matanya.“Bisakah kalian perlakukan aku jangan seperti orang sakit. Aku tidak apa-apa. Hanya butuh istirahat saja.” Tapi Tias menurut saja, karena kasihan takut mereka berdua dipecat oleh sang suami.“Ya Tuhan, entah aku harus bersyukur atau marah. Suamiku yang dulu sangat cuek bebek dan ngeselin karena nyakitin. Suami yang sekarang sangat
Tias merasa ada yang aneh. Dia melihat mereka serius dari tadi bicara. Kenapa pula harus menjauh? Biasanya juga mereka berbicara di depannya? Apa sebenenarnya yang ingin disembunyikan oleh Ilham suaminya? Tidak berapalama, Ilham datang menghampiri. “Kenapa menjauh? Ada rahasia apa?” ucap Tias sambil memakan buah yang tadi sudah dikupaskan oleh Ilham.“Tidak ada apa-apa, Sayang. Jangan curigaan. Malam ini aku akan keluar kota. Paling untuk sehari atau dua hari. Tapi kalau kamu keberatan nggak masalah biarkan Adit yang mengurus. Aditia selalu dapat diandalkan.” Ilham menggenggam tangannya.“Pergilah, aku baik-baik saja. tapi hati-hati, ya?” Ilham mengangguk. Dia menemani Tias hingga malam tiba. Malam ini juga Ilham akan mencari sendiri Galih. Dia tidak akan membiarkan lelaki itu mendekati istrinya barang sebentar pun.Seperti rencananya, Ilham sudah menyusun strategi untuk mengakhiri Gal
Ilham sudah sampai dilokasi pengintaian. Dia sudah pikirkan masak-masak, tidak akan berbuat yang melebihi batasan. Rasanya begitu membuat darahnya mendidih melihat rupa Galih. Dia tidak melepaskan Tias tapi juga tidak memeluknya. Lihatlah dia? Dengan pongah memeluk beberapa wanita jalang. Ilham menyamar untuk masuk ke dalam lingkaran Galih. Dia menyamar dengan menggunakan wajah karet sehingga tidak akan ada yang tahu karena dia sudah membuat pingsan salah satu penjaga.“Kamu masih di sini? Bukannya waktunya ganti penjaga?” keluh seseorang yang bertato kalajengking di bagian punggung tangannya.“Ah, baiklah. Aku tadi ke toilet dulu.” Ilham sudah sampai di pintu ruangan milik Galih. Ya, dia tahu bahwa lelaki yang dilumpuhkan adalah penjaga pintu masuk kamar atau ruangan Galih. Dia menatap tajam ke arah Galih. Ingin rasanya mermukkan tulang belulangnya sekarang. Tapi tunggu, mungkin saja sebentar lagi.
“Farhan, aku punya seorang pasien untukmu. Buat dia hanya bisa duduk di kursi roda.” Ilham memutuskan sambungannya. Dia berjalan dan melangkahi beberapa orang yang tepar tergeletak. Tidak lama para polisi datang untuk membawa orang-orang tersebut. Sedangkan Ilham dan Adit langsung ke rumah.Ilham merasakan sedikit pusing karena memang beberapa hari tidak tidur menjaga istrinya. Dia mulai mengaktifkan ponselnya. Terlihat banyak pesan masuk dan juga telepon tentu dari sang istri.“Mas, aku nggak bisa bobok.”“Mas kamu di mana?”“Nggak aktif,”“Mas ....”Dan masih banyak lagi Ilham segera menelepon istrinya. Tapi tidak di angkat. Dia menjadi frustasi sendiri. Ilham melepar ponsel yang bermerek apel separuh itu ke dasbor mobilnya. Lelaki itu memijit kepalanya yang semakin berdenyut. Setelah itu memilih m
Tias sudah lumayan bisa beraktivitas. Kendati belum bisa bergerak leluasa. Pagi ini dia memasak omelet untuk sarapan suaminya. “Hai, sudahlah. Jangan memakasakan diri.” Tias hanya diam. Dia sedikit marah sama suaminya. Dua hari meninggalkannya entah ke mana tanpa memberi tahu. Tidakkah dia mengerti, bahwa hati Tias sangat gelisah.“Lepaskan!” Tias melepaskan pelukakannya.“Hai, kenapa marah? Jangan cemberut, nanti cantiknya hilang.” Ilham duduk di meja dapur melihat istrinya sedang plating makanan. Dia terlihat terampil menata sandwic itu dengan hiasan fla yang terlihat menggiurkan.“Biarin! Mau aku secantik apa pun, suamiku tetap akan mengacuhkanku.” Jujur memang saat seperti ini wanita lebih sensitif. Ilham terkekeh mendengarnya.“Sudah berhenti saja kalau marah. Nggak usah dilanjutin. Aku minta maaf sudah meninggalkanmu. Mumpung libur, ayo jala
“Ehem, sahabatnya dateng pantesan nggak disambut. Sedang mengganggu pasienku rupanya. Kamu memang rakus, Ham. Belum boleh istrimu diganggu. Minimal dua minggu pasca kuretrasi.” Ilham melepaskan pagutannya dan mengelus kepala belakangnya.“Tadi hanya pemanasan saja, Than. Nggak lebih, masa sarapan bibir juga nggak boleh, sih?” Nathan menonyor kepala Ilham.“Aku tahu otak Lo mesumnya kelewat. Tidak akan berhenti sampai menyapa bibir.” Ilham hanya nyengir kuda. Dia duduk kemudian membiarkan Nathan memeriksa sang istri.“Jangan mengambil kesempatan memegang istriku.” Nathan mendnegus kesal.“Lama-lama gue timpuk kamu. Cerewet banget, kamu kok kuat, Tias. Ngeladenin lelaki yang doyan ngomel ini? Bahkan dia lebih cerewet dari emak-emak komplek tukang sayur yang tiap pagi berhenti di depan rumahku.” Tias hanya tersenyum saja menanggapi keluhan Dokt
“Mas, sebenarnya semalem kamu ngapain Galih?” tanya Tias saat suaminya menghampiri.“Hanya membuatnya tidak bisa berdiri bebas.” Ilham tersenyum nyengir kuda."Tapi tetap saja kamu nggak boleh seperti itu, Mas. Bagaimanapun Galih adalah seseorang yang pernah singgah di hatiku. Boleh nggak besok aku menjenguknya? Boleh ya, please tolong boleh.” Tyas memandang wajah Ilham dengan penuh harap dia menginginkan agar suaminya itu mengabulkan permintaannya. Mungkin terkesan permintaan itu sesuatu yang berlebihan namun bagaimanapun Galih pernah menjadi seseorang yang berharga dalam kehidupannya. Ilham memandang sayu wajah istrinyanya.“Baiklah Mas memperbolehkan kamu mengunjunginya tapi dengan satu syarat,” tuntut Ilham.“Kok pakai syarat?” Tias mengerucutkan bibirnya.“Iya dong, harus pakai sarat. Nggak ada
“Sepertinya, sudah waktunya.”“Oh, Galih maaf, aku harus membawanya.” Ilham menggendong sang istri untuk keluar dari pesta itu dia sangat panik. Sedangkan orang-orang juga memandang ke arah kepergian mereka. Ada bisik-bisik doa dari mereka, semoga baik-baik saja.***Meyyis_GN***Ilham langsung memasukkan tubuh sang istri ke dalam mobilnya. Keringatnya bercucuran, karena merasa tegang. “Huff … aduhhh ….”“Tahan, Sayang. Kamu kesakitan begitu. Ya Allah, semoga ….”“Mas, konsen nyetir … hufff ….” Tias menarik napas dan mengembuskan dengan berlahan lewat muluah.“Ahh … sabar, Sayang. Papa sedang berusaha, kita ke rumah sakit, ya?” Tias mengelus perutnya dan menahan rasa sakit yang teramat hebat. Dia menggigit bibir bawahnya. Ahirnya, lelaki itu
“Kamu tidak perlu mengajariku, kamu tahu … Mas Galih tidak akan pernah menyukai gaya itu lagi. Aku akan selalu membuatnya puas, sehingga tidak akan ada waktu lagi untuk memikirkan hal lain selain diriku. Apalagi, memikirkan masa lalu yang menjijikkan.” Mira sepertinya bukan lawan yang sangat tanggung bagi Milea. Dia tersenyum dan mulai berbalik turun. Kepala Milea sudah panas dan berasap. Ingin dia meledak sekarang, tapi tunggu nanti, hingga seluruh orang fokus pada makanannya, itu akan lebih mudah.Milea turun. Dia mengambil gelas dan sendok dan menabuhnya. Mereka semua melihat ke arah Milea. “Mohon perhatiannya, permisi!” Galih sudah tidak tahan lagi, tapi Mira mencegahnya.“Jangan, Mas. Biarkan dia berbuat semaunya. Nanti dia sendiri yang akan malu.” Galih mengangguk.“Kalian tahu, kedua mempelai? Mereka adalah pembatu dan suamiku, ups aku lupa … tepatnya mantan.
“Sudahlah, aku siap mendengarmu kapan saja. Tapi tidak sekarang, pengantin priamu sudah menunggu.” Mira bangkit dibantu oleh Tias. Mereka keluar menuju pelaminan. Karpet merah yang membentang menambah suasana dramatis, bagai ratu sejagad. Tias membantu memegang gaunnya, dengan anggun Mira melewati sejegkal demi sejengkal karpet merah itu. Kelopak mawar ditabur dari kanan dan kiri. Di ujung sebelum mencapai puncak Galih sudah siap menyambut pengantinnya dengan stelan jas tuxedo.***Meyyis_GN***Jangan lupa musik pengiring yang membuat suasana semakin sakral. Seluruh pasang mata berpusat ke arah kedatangan pengantin. Bisik-bisik terdengar, sehingga membuat suasana hati Milea semakin panas.“Kalian nora, pengantin ya cantik, tapi tidak alami.” Yang ada di sebelah Milea tersenyum sinis.“Kau iri? Makanya jangan berulah.” Milea yang sedang marah rasanya ingin meledak da
“Tidak ada, hanya sedikit merasa menekan perut.” Ilham menggangguk.“Mau makan apa? Biar aku ambilkan, sebelum pengantin wanita keluar dan kita akan sibuk memandangnya.” Tias mencubit pinggang suaminya.***Meyyis_GN***“Sepertinya aku mau sate saja. Tapi tolong lepaskan dari tusuknya, ya? Kata mama tidak boleh orang hamil makan langsung dari tusuknya.” Ilham tersenyum. Dia meninggalkan sang istri duduk sendiri dan mengambilkan makanannya yang sudah dipesan istrinya. Lelaki itu dengan elegan menuju ke tempat prasmanan.“Oh, mantan istrinya Mas Galih diundang semua ternyata?” Milea mendekati Tias. Tias tersenyum.“Sebagai mantan istri, tentu masih berkewajiban menjaga tali silaturahmi ‘kan? Bagaimana pun, pernah tidur satu ranjang, jadi tidak ada salahnya kalau berbaik hati mengucapkan selamat pada wanita yang menggantikan menemaninya t
“Satu minggu terasa sangat lama. Sabar ya, Sayang. Kamu akan puas setelah ijab-kabul.” Galih menunjuk miliknya dan tersenyum setelah tatanan rambut selesai. Siang ini, dia akan bermanja-manja dengan Mira. Dia memiliki energi baru untuk memulai sebuah kehidupan. Senyumnya merekah membuai siang yang terasa terik, namun baginya berbalut dengan kesejukan. Dia sduah merindukan sentuhan wanita, menyata kulitnya yang begitu sensitif dengan rangsangan.Galih mempersiapkan pernikahan ini dengan sangat baik. Dia menyewa jasa wedding organizer terbaik untuk mempersiapkan pernikahan ini. Di gedung hotel ternama, sudah disusun acara dengan sangat baik. Galih mengenakan stelan jan warna hitam, karena memang konsepnya internasional. Dia mengenakan tuxedo itu dan memandang penampilannya sendiri di depan cermin. “Ini untuk yang ke tiga kalinya aku mengucapkan ijab kabul. Semoga ini yang terakhir.” Galih berdoa salam hati. Dia membetulkan dasi kupu-k
“Aku ingin lihat! Pertontonkan saja!” Galih mengatakannya tanpa menoleh, dia melenggang pergi. Milea terasa meledak. Dia mengumpat sejadi-jadinya dan membuang benda apa saja ke arah kepergian Galih. Galih merasa lega setelah ancaman kepada Milea tersebut terlaksana. Dia menjadi geli sendiri, pernah tergila-gila pada wanita sejenis itu. Galih menyetir mobilnya dengan cepat menuju ke rumah, harus memastikan kekasihnya baik-baik saja.Galih langsung berlari menuju ke dalam rumah. Dia melihat kekasihnya sedang menggendong putranya, membuat dirinya lega. “Ada apa? Ada yang tertinggal?” Galih menggeleng. Dia memeluk sang istri dari belakang.“Aku mengkhawatirkanmu.” Mira mengerutkan keningya.“Mengkhawatirkanku? Kenapa?” Karena Gibran sudah tenang, maka dia menurunkan anak itu ke lantai yang dilapisi karpet tebal.“Milea tadi datang ‘kan?” M
Mira luruh ke kursi. Dia menyadari, bahwa serangan dari Milea itu normal. Namun dia berpikir lagi, apakah yang dikatakan oleh Milea itu benar? Bahwa dirinya merebut Galih dari tangan Milea? Mira mengingat kembali, kapan mulai saling jatuh cinta dan menyesap indahnya ciuman nikmat.Milea pergi dari rumah Galih dengan tersenyum smirk. Dia yakin pasti Mira merasa tertekan. Dia mengenal Mira selama beberapa tahun, wanita itu berhati baik. Dia pasti akan merasa bersalah dengan tekanan yang diberikan oleh Mira.Sementara itu, Galih menyaksikan aksi manatan istrinya lewat CCTV yang memang sengaja dia pasang. Galih pernah menjadi manusia paling brengsek di muka bumi ini, jadi dia sangat hafal dengan trik brengsek yang dimainkan oleh Milea. Dia menarik napas untuk menenangkan syarafnya. Galih menyuruh ajudannya untuk menyiapkan mobil pribadinya. Dia akan mencari MIlea untuk memberinya pelajaran yang akan wanita itu sesali seumur hidupnya.
“Aku mencintaimu, apa pun yang kau inginkan akan aku lakukan. Apalagi hanya menemani tidur,” bisik Ilham. Lelaki itu tidak berapa lama kemudian terlelap ke alam mimpi menyusul sang istri. Terkadang memang bumil akan sedikit manja.***Meyyis_GN***Milea tidak terima dengan penolakan dari Galih. Dia mencari tahu penyebabnya, bahkan menyelidiki. Dia menemukan Mira sebagai pengasuh dari putranya yang dicintai Galih. Dia menunggu Galih pergi kerja. Pagi itu, terlihat Galih sedang berpamitan dengan Mira. Lelaki itu mencium kening Mira. Semakin terbakar hati Milea.“Kamu lihat nanti! Kalian terlalu enak menikmati masa pacaran, hingga lupa dengan aku yang sakit hati.” Milea menggenggam tanggannya dengan erat, hingga kukunya menancap ke telapak tangannya.“Sayang, jangan lupa kunci rumah. Jangan biarkan siapa pun masuk. Kecuali aku meneleponmu dan memperbolehkan dia masuk.
“Kan bisa mengingatkan baik-baik, kenapa harus teriak, sih?” protes Tias.“Aku nggak teriak, Sayang. Maaf, ih jangan nangis, dong!” Tias sudah hampir nangis karena ucapan Ilham yang agak bernada tinggi. Dasar bumil!Ilham meraih tubuh sang istri yang hampir bergoyang karena menangis. “Ah, seperti inikah orang hamil? Kenapa selalu saja sensitif,” batin Ilham.“Aku akan menggendongmu,” ucap Ilham. Lelaki itu memang sangat memanjakan sang istri. Walau Tias begitu sedikit ceroboh dan jorok, namun lelaki itu tidak masalah untuk membereskn kekacauan yang dibuat oleh istrinya. Terkadang, memang kekurangan pasangan kita yang menjadi dasar pemicu pertengkaran. Tapi tidak dengan Ilham. Dia menjadikan kekurang sang istri sebagai semangat. Terkadang, sepulang kerja dia harus rela membereskan beberapa kekacauan istrinya.Sebenarnya, kadang Tias sudah h