Thasia tahu Jeremy sangat serius dalam bekerja, pria itu tidak suka kalau ada kesalahan.Namun, hal ini bukan salahnya, pria itu yang seharian di rumah sakit menemani Lisa kemarin."Kamu bilang sedang sibuk, lalu menutup telepon."Jeremy terdiam sejenak, lalu berkata, "Lalu bagaimana solusinya?"Saat itu Thasia sudah di rumah sakit, jadi dia berkata, "Masih belum sempat diurus, aku ....""Bu Thasia." Jeremy berkata dengan dingin, "Seingatku kamu nggak pernah lalai dalam bekerja."Mendengar pria itu memanggilnya "Bu Thasia", hal itu mengingatkannya bahwa dirinya hanyalah seorang sekretaris, bukanlah istrinya.Thasia menggigit bibirnya, lalu berkata dengan sulit, "Aku rasa urusannya nggak terlalu parah, jadi masih bisa diundur.""Ada masalah bukannya segera diurus malah cari alasan untuk membela diri, apakah begini caraku mengajarimu?" Seketika Jeremy berteriak, "Segera datang ke kantor!"Setelah itu dia langsung menutup panggilannya.Thasia merasa sedih, tapi dia tidak ada waktu untuk m
Tepat saat itu Thasia sudah sampai di kantor, suasana di area kantor presdir sangat tegang."Kak Thasia."Begitu dia datang semua orang memanggilnya dengan sopan."Kak Thasia, lukamu sudah sembuh?"Thasia tidak ingin mereka terlalu khawatir. "Hanya luka kecil, kemarin setelah istirahat keadaanku sudah membaik.""Tapi seharusnya kamu masih istirahat, minta izin saja dengan Pak Jeremy, kamu masih terluka tapi sudah masuk kerja. Kak Thasia, kamu rajin sekali." Mereka merasa salut pada Thasia, dia lebih sering kerja daripada menikmati kehidupannya, mereka rasa tidak ada sekretaris serajin Thasia lagi.Pernikahan Jeremy dan Thasia masih dirahasiakan, semua orang tidak tahu hubungan mereka yang sebenarnya, jadi dia juga tidak berani terlalu berkomentar. "Aku ke kantor Pak Jeremy dulu, kalian kerjakan saja kerjaan kalian, nggak perlu memikirkanku."Baru sampai di pintu, dia mendengar Jeremy berteriak, "Pecat semua orang yang menyebabkan kelalaian itu di lapangan."Thasia tertegun, dia pikir m
Seharusnya pria itu senang kalau dirinya setuju.Atau jangan-jangan pria ini merasa terhina kalau Thasia yang mengajukan gugatan cerai itu.Jeremy menatap tubuh Thasia, lalu berkata dengan datar, "Sudah masuk jam kerja."Thasia melihat jam, saat ini pas jam sembilan, sudah saatnya masuk kerja.Thasia tersenyum dengan pahit. Pria ini tepat waktu sekali, sedetik pun tidak membiarkan dirinya santai.Dia melihat punggung Jeremy yang menjauh, membuatnya merasakan hawa dingin dan asing.Thasia juga tidak membuang-buang waktu lagi, dia segera melangkah pergi.Tony sedang menunggunya di luar. "Bu Thasia, ini dokumen dari Pak Jeremy."Dokumen yang jumlahnya sangat banyak diberikan padanya.Debu dari dokumen berterbangan ke mukanya, membuatnya terbatuk. Thasia bertanya, "Sudah berdebu begini, dokumen dari kapan?"Tony tidak berani mengatakannya. "Aku juga nggak tahu, Pak Jeremy yang mengaturnya."Semua orang di kantor melihat ke arah Thasia, seketika mereka merasa kasihan padanya.Mereka berpiki
Ricky Sendio merasa bingung, mungkinkah Jeremy sedang sakit?Bukankah beberapa waktu yang lalu pria itu sudah melakukan pemeriksaan, tubuhnya juga tidak bermasalah.Thasia itu istrinya, kalau ada masalah mungkinkah ....Ricky segera berjalan ke kantor, setelah memanggilnya, tatapannya tertuju pada celana Jeremy.Melihat tatapan anehnya, Jeremy mengerutkan kening. "Aku menyuruhmu memeriksa Thasia, untuk apa kamu melihatku?"Ricky menarik kembali arah pandangannya, dia tersenyum dengan canggung. "Nggak apa-apa, aku tadi bertemu Kak Thasia di pintu lift. Dia sudah pergi, sepertinya dia sedang marah."Jeremy berkata, "Nanti juga akan kembali.""Kalian bertengkar?""Wanita ngambek itu sudah biasa."Ricky ingin mengatakan sesuatu tapi tidak enak, pada akhirnya dia hanya duduk di sofa samping.Melihat pria itu masih tidak pergi, dia pun berkata, "Dia sudah pergi, untuk apa kamu masih di sini, aku sudah nggak membutuhkanmu lagi.""Aku baru datang tapi sudah diusir, setidaknya mengobrollah deng
Thasia menoleh. "Kemas barang.""Mau ke mana?"Thasia berkata, "Pulang.""Bukankah ini rumahmu?" kata Jeremy dengan nada dingin.Seketika hati Thasia terasa sakit, dia pun menatap Jeremy. "Menurutmu ini rumahku? Aku hanya menumpang saja di tempat kalian."Jeremy segera menari tangannya, menghentikannya mengemasi koper, lalu suara bernada dinginnya terdengar dari atas kepala. "Kamu ingin marah sampai kapan?"Thasia tidak berani mendongak, takut dirinya akan menangis melihat wajah pria itu, dia segera menepisnya. "Aku nggak marah, aku serius. Pak Jeremy, minggir sebentar, aku ingin beres-beres."Thasia bersikeras ingin cerai dengannya, Jeremy pun segera membanting pintu.Mendengar ini Thasia segera menoleh, lalu Jeremy berkata, "Kenapa kamu ingin pergi?"Thasia tidak menjawab.Jeremy mendekatinya lalu berkata dengan penuh selidik, "Kamu merasa aku nggak bisa menghamilimu? Kamu ingin aku membuktikannya sekarang, hah?"Perkataannya ini membuat Thasia merasa takut, seketika dia teringat sal
Tubuh pria itu terasa panas, ada aroma alkohol yang tercium, napasnya yang membara berderu di telinga Thasia.Dia mabuk?Thasia berkata, "Jeremy?"Jeremy masih memeluk pinggangnya, kepalanya terkubur di rambut Thasia, lalu berkata dengan suara kecil, "Jangan bergerak, biarkan aku memelukmu."Thasia tidak bergerak lagi.Dia merasa bingung kenapa pria ini bisa mabuk.Dengan berjarak selimut, Thasia berbaring dengan cukup lama hingga badannya terasa kaku. Dia sedang berpikir kapan pria ini akan bangun.Jeremy seakan-akan tidak ada tanda-tanda akan bangun, dia hanya berbaring di sana dan menghirup udara di sekitarnya.Jangan-jangan pria ini berpikir dirinya Lisa lagi.Thasia memanggilnya lagi, "Jeremy ....""Thasia, aku masih ingin berbaring sebentar."Mendengar ini Thasia terdiam lagi.Pria itu memanggil namanya, berarti dia tidak berpikir dirinya adalah wanita lain.Thasia tidak pernah melihat kondisi Jeremy seperti ini, seketika dia tidak tahu harus berbuat apa.Namun, hati Thasia tetap
Seorang wanita yang merupakan editor majalah berkata, "Aku hanya sering mendengar kamu punya pacar, tapi kenapa dia nggak pernah muncul, benar-benar membuat orang penasaran."Lisa memainkan rambutnya, lalu berkata dengan tertekan, "Aku nggak suka dia muncul di depan umum, jadi aku menyuruhnya nggak perlu menemaniku ke acara-acara seperti ini. Kalau kami menikah, aku pasti akan mengundang kalian.""Misterius sekali, kalau begitu aku akan menantikannya."Editor itu menoleh pada Thasia, lalu menganggukkan kepalanya. "Nona Thasia, kita bertemu lagi."Thasia juga kenal wanita ini, waktu itu saat Jeremy melakukan wawancara mereka sempat bertemu.Justru karena campur tangan wanita ini mereka jadi berhasil.Thasia pun balas menyapa, "Bu Dela.""Kalian saling kenal?" tanya Editor Dela pada mereka.Lisa menjawab, "Kenal tapi nggak dekat."Lisa segera membatasi hubungannya dengan Thasia.Thasia juga meneruskan percakapan mereka tadi, "Berita kepulangan Nona Lisa juga tertulis karena ingin bertemu
Wajah Lisa seketika memerah. Dia pun melepas genggamannya dan menutupi wajahnya, air matanya terjatuh, membuatnya terlihat sangat kasihan.Dia memang pantas menjadi publik figur, aktingnya berpura-pura terlihat menyedihkan sungguh menyakinkan.Kalau bukan karena sikapnya tadi, Thasia mungkin akan percaya pada aktingnya ini."Jaga sikapmu!" kata Thasia dengan suara sedikit kencang.Lisa menangis dan berkata dengan lembut, "Kak Thasia, aku juga tahu malu, kenapa kamu memperlakukanku seperti ini, aku nggak merebut priamu, tolong jangan salah paham ....""Thasia!"Suara Jeremy terdengar dari kejauhan.Thasia merasa terkejut, kenapa pria itu bisa ada di sini?Kalau dipikir-pikir, mungkin Lisa memang sudah merancang semua ini.Saat Thasia menoleh, Jeremy menatapnya dengan tatapan tajam dan ekspresi tidak senang, seakan-akan dirinya telah membuat kesalahan besar.Jeremy melangkah mendekat, lalu segera menarik Lisa ke pelukannya.Tarikannya cukup keras sehingga tubuh Thasia pun terdorong mundu