Share

Bab 11

Ricky Sendio merasa bingung, mungkinkah Jeremy sedang sakit?

Bukankah beberapa waktu yang lalu pria itu sudah melakukan pemeriksaan, tubuhnya juga tidak bermasalah.

Thasia itu istrinya, kalau ada masalah mungkinkah ....

Ricky segera berjalan ke kantor, setelah memanggilnya, tatapannya tertuju pada celana Jeremy.

Melihat tatapan anehnya, Jeremy mengerutkan kening. "Aku menyuruhmu memeriksa Thasia, untuk apa kamu melihatku?"

Ricky menarik kembali arah pandangannya, dia tersenyum dengan canggung. "Nggak apa-apa, aku tadi bertemu Kak Thasia di pintu lift. Dia sudah pergi, sepertinya dia sedang marah."

Jeremy berkata, "Nanti juga akan kembali."

"Kalian bertengkar?"

"Wanita ngambek itu sudah biasa."

Ricky ingin mengatakan sesuatu tapi tidak enak, pada akhirnya dia hanya duduk di sofa samping.

Melihat pria itu masih tidak pergi, dia pun berkata, "Dia sudah pergi, untuk apa kamu masih di sini, aku sudah nggak membutuhkanmu lagi."

"Aku baru datang tapi sudah diusir, setidaknya mengobrollah denganku sebentar."

Ricky menyentuh hidungnya sambil berpikir, lalu berkata sambil tertawa, "Kak Thasia marah juga ada alasan, masalah dalam rumah tangga sudah biasa, kalau masalah terselesaikan, bukankah kalian juga akan baikan? Aku rasa kamu bisa menurunkan sedikit egomu, cobalah ke rumah sakit untuk periksa, mungkin saja bisa menjadi solusi di antara kalian, Kak Thasia juga nggak akan membuangmu."

Mendengar ini Jeremy seketika terlihat tidak senang, dia merasa ada yang tidak beres, tatapan tajamnya tertuju pada Ricky.

Ricky yang ditatap seperti itu olehnya merasa punggungnya sedikit dingin, karena takut menyinggungnya, dia pun berkata dengan tertekan, "Nggak harus begitu juga ... sebenarnya antara suami istri juga harus saling mengerti, kalau salah satu pihak mandul, lalu masih bisa disembuhkan, bukan harus disembuhkan."

"Thasia yang bilang begitu?" tanya Jeremy.

Ricky menelan ludahnya dan berkata dengan memberanikan diri, "Kak Thasia menyuruhku memeriksamu."

Melihatnya membawa kotak medis ingin mendekat, Jeremy segera berkata, "Keluar!"

Thasia sudah sampai di rumah Keluarga Okson, dia berpikir mengemasi barang-barangnya untuk pindah.

Saat ini Yasmin dan teman-temannya sedang bermain mahyong dengan senang, mereka sesekali akan membahas menantu mereka.

Namun, Yasmin selalu menjelek-jeleki menantunya, selalu membandingkannya dengan menantu orang lain, berkata menantunya tidak baik.

Pokoknya tidak ada satu pun kelebihan di dirinya.

Thasia sudah terbiasa mendengar semua ini, dia juga tidak memedulikannya.

Begitu dia masuk, dia tidak ingin ikut campur dalam perbincangan mereka.

Yasmin yang melihatnya segera berhenti bermain, wajahnya seketika terlihat tidak senang, dia berteriak, "Berhenti kamu!"

Thasia pun menghentikan langkahnya, menoleh pada Yasmin. "Ada apa?"

Yasmin terlihat marah, dia seketika berkata, "Pintar sekali kamu pakai uang, sekali pakai langsung menghabiskan dua miliar, anakku nikah denganmu lama-lama bangkrut. Seharusnya kamu pikir juga keadaan keluarga kita, menantu siapa yang begitu boros sepertimu!"

Thasia merasa bingung, dia merasa hal ini tidak masuk akal. "Kapan aku menghabiskan uang sebanyak itu?"

Semenjak dia menikah, barang paling mahal dari Jeremy saja masih dia simpan di lemari, tidak pernah dia keluarkan.

Dia bahkan tidak pernah berpikir untuk menggunakan uang mereka.

Semua uang yang dia pakai adalah hasil jerih payahnya sendiri.

"Masih mau berpura-pura bodoh, lihat sendiri!" Yasmin menuduh dengan galak, "Kamu membeli baju seharga dua miliar, memangnya kamu pikir kamu siapa? Hanya bisa menggunakan uang, dengan keborosanmu ini aku rasa keluargaku sebentar lagi akan bangkrut karenamu!"

Di ponsel itu terdapat pesan pembelian baju wanita seharga dua miliar. Thasia seketika terdiam.

Dia akhir-akhir ini tidak pergi berbelanja.

Apalagi membeli baju.

Dia bukan tipe wanita yang rela membeli baju dengan harga dua miliar.

Thasia menatap Yasmin dan berkata dengan tegas, "Bukan aku yang beli."

Yasmin tidak percaya. "Kalau bukan kamu yang gesek kartu kredit itu siapa lagi? Mungkinkah hantu yang membelinya?"

"Aku nggak pernah menggunakan kartu kreditnya."

"Masih membantah, memangnya siapa saja yang punya kartu kredit keluarga kita, bahkan membeli baju wanita, kalau aku nggak diam-diam masuk ke akun kartu kreditmu, aku nggak akan tahu kamu diam-diam pakai kartu itu. Nggak hanya itu, selama bertahun-tahun kamu di rumahku, berapa banyak uang yang kamu gunakan? Cepat katakan!" Saat Yasmin memeriksa transaksi, dia merasa terkejut ada yang membeli barang dengan harga begitu mahal, seketika dia mencurigai Thasia.

Thasia juga tahu selama dia menikah dengan Jeremy, begitu Yasmin tidak menyukainya, rumah ini bukan rumahnya lagi.

Dia juga tidak ingin mencari masalah, jadi dia tidak melakukan hal yang berlebihan.

Kalau ada masalah wanita itu selalu mencurigainya, hal ini membuatnya kesal, jadi dia berkata, "Kamu bisa periksa. Kalau ada masalah jangan selalu menuduhku."

"Lihat sifatmu ini, kalau bukan kamu siapa lagi. Dasar gadis pemboros, aku tahu kamu dari awal sudah mengincar uang keluarga kami ...."

"Aku yang pakai uang itu."

Seketika suara Jeremy terdengar di pintu.

Begitu sampai di rumah dia sudah mendengar suara pertengkaran mereka, ekspresinya pun terlihat dingin.

Tatapan Thasia dan Yasmin jatuh padanya, Yasmin seketika membeku. Dia sudah berdebat panjang lebar, ternyata anaknya yang memakai uang itu, jadi dia berkata, "Jeremy, mana mungkin kamu yang pakai, ini transaksi untuk membeli baju wanita, jangan-jangan kamu ingin melindunginya?"

Jeremy berkata, "Aku beli untuk Lisa."

Perkataannya ini membuat Yasmin terdiam, dia tidak mengatakan apa-apa lagi.

Namun, wajah Thasia semakin terlihat tidak senang, tatapan curiganya tertuju pada Jeremy.

Pria ini rela mengeluarkan uang dua miliar membeli gaun untuk Lisa.

Cinta sekali dia pada gadis itu.

Thasia tersenyum mengejek, dia menoleh dan langsung ke atas.

Yasmin saat ini berpikir, Jeremy membelikan baju yang begitu mahal untuk Lisa, mungkinkah hubungan mereka ada perkembangan, maka sebentar lagi Jeremy dan Thasia pasti akan bercerai. Seketika suasana hatinya membaik, dia berkata, "Jeremy, aku nggak merasa keberatan kalau membeli barang untuk Lisa, aku hanya bertanya saja."

Jeremy menatapnya dengan dingin lalu berkata, "Aku hanya meminjamkannya saja."

Yasmin tertegun. "Pinjam?"

Jeremy menatap Yasmin dan memperingatinya, "Kamu nggak perlu ikut campur."

Yasmin awalnya merasa senang, mendengar ini ekspresinya pun berubah. Dia ingin menjawabnya, tapi setelah melihat wajah Jeremy, dia pun terdiam agar tidak terjadi perdebatan yang tidak diinginkan.

Thasia segera naik untuk membereskan kopernya, perkataan Jeremy membuat tekadnya untuk pergi semakin bulat.

Setidaknya kalau dia pergi sekarang, dia tidak akan diusir dengan menyedihkan nanti.

Thasia juga tahu diri, mereka begitu takut dirinya menggunakan uang mereka, jadi semua perhiasan yang pernah Jeremy berikan padanya tidak dia bawa, dia hanya membawa bajunya sendiri.

Dia membereskannya dengan asal-asalan.

Kebetulan saat ini Jeremy berjalan masuk, melihatnya sibuk membereskan koper, dia pun mengerutkan keningnya. "Apa yang kamu lakukan?"

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Ririn Oktarina
kecewa dg sikap jeremy
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status