Share

Bab 15

Wajah Lisa seketika memerah. Dia pun melepas genggamannya dan menutupi wajahnya, air matanya terjatuh, membuatnya terlihat sangat kasihan.

Dia memang pantas menjadi publik figur, aktingnya berpura-pura terlihat menyedihkan sungguh menyakinkan.

Kalau bukan karena sikapnya tadi, Thasia mungkin akan percaya pada aktingnya ini.

"Jaga sikapmu!" kata Thasia dengan suara sedikit kencang.

Lisa menangis dan berkata dengan lembut, "Kak Thasia, aku juga tahu malu, kenapa kamu memperlakukanku seperti ini, aku nggak merebut priamu, tolong jangan salah paham ...."

"Thasia!"

Suara Jeremy terdengar dari kejauhan.

Thasia merasa terkejut, kenapa pria itu bisa ada di sini?

Kalau dipikir-pikir, mungkin Lisa memang sudah merancang semua ini.

Saat Thasia menoleh, Jeremy menatapnya dengan tatapan tajam dan ekspresi tidak senang, seakan-akan dirinya telah membuat kesalahan besar.

Jeremy melangkah mendekat, lalu segera menarik Lisa ke pelukannya.

Tarikannya cukup keras sehingga tubuh Thasia pun terdorong mundur.

"Jeremy," kata Lisa dengan berlinangan air mata.

Jeremy menatap Thasia dengan dingin, lalu berkata, "Minta maaf!"

Thasia menatap mereka, terutama tatapan dingin Jeremy, seperti sedang menusuknya.

Thasia merasa dirinya seperti masuk ke dalam jurang, hatinya terasa sakit. "Kenapa aku harus minta maaf?"

"Karena kamu memukulnya, kamu pikir aku nggak lihat?" kata Jeremy dengan nada dingin.

Lisa segera menahan Jeremy, dia berkata dengan sedih, "Jeremy, jangan salahkan Kak Thasia. Semua salahku, aku yang membuat Kak Thasia marah."

"Nggak perlu membelanya!"

Di tempat ini tidak terlalu banyak orang, juga tidak ada wartawan, jadi tidak ada orang yang memotret mereka.

Mereka bisa dengan leluasa memerankan adegan perebutan cinta di sini.

Thasia merasa sesak. Terlalu percaya diri membuatnya berakhir dengan menyedihkan.

Sebenarnya apa arti dirinya bagi Jeremy.

Walau dia ini istrinya, pria itu tetap memperlakukannya seperti orang asing.

Thasia melihat ekspresi Jeremy yang dingin dan mengerikan, seketika dia tersenyum dengan pahit. "Di depanmu pernahkah aku membela diri?"

Dia tidak pernah membela diri.

Jadi tidak pernah menimbulkan masalah.

Anak yang bijaksana tidak akan diberi permen untuk imbalan.

Perkataan ini ternyata benar.

Dirinya sudah mengikuti Jeremy begitu lama. Kalau harus bertemu klien dan mabuk, dia akan pulang sendiri dengan taksi.

Saat sakit dan terluka dia akan ke rumah sakit sendiri, tanpa perlu pria itu khawatir.

Dia tidak pernah membuat pria itu khawatir, tapi pria itu malah menganggap dirinya seperti besi, tidak akan pernah terluka.

"Cepat minta maaf pada Lisa, perlukah aku mengulangi kata-kataku?" Jeremy mengerutkan keningnya, terlihat jelas dia sudah tidak sabar.

Dia bisa mengalah dalam hal apa pun, tapi dalam hal ini dia tidak akan mau mengalah, Thasia berkata dengan keras kepala, "Aku nggak salah, kenapa aku harus minta maaf!"

"Kamu mau membuatku kesal, ya!"

Thasia tahu batas kesabaran Jeremy sudah habis, kalau dia masih melawan, dirinya pasti akan dihukum.

Saat ini.

"Kalian keterlaluan sekali!"

Begitu masuk Sabrina langsung melihat Thasia ditindas, ekspresinya pun segera berubah, dia membelanya dengan berkata, "Kalian pikir karena nggak ada yang membela Thasia jadi kalian bisa menindasnya? Kalian sungguh keterlaluan! Jeremy, kalian masih belum bercerai, kamu sudah membela selingkuhanmu, di depan juga ada wartawan, bagaimana kalau aku memanggil mereka masuk untuk melihat lelucon ini?"

Jeremy menatap Sabrina dengan dingin.

"Apa maksudmu?" kata Jeremy dengan dingin.

Sabrina datang dengan galak, tapi saat dilirik oleh pria itu, dia merasa sedikit takut. "Maksudku jangan sampai membuat keributan, nanti kalian juga yang akan susah!"

Dia melirik Lisa. "Hari ini ada banyak orang yang datang, kalian juga nggak ingin media meributkan masalah kalian, lalu semua orang tahu, bukan?"

Tentu saja Lisa tidak ingin membuat keributan. Dia menarik baju Jeremy, lalu berkata dengan lemah, "Jeremy, sudahlah, aku nggak apa-apa. Aku merasa sedikit nggak enak badan, tolong bawa aku pergi istirahat."

Jeremy menoleh pada Lisa, wajahnya memang terlihat pucat, jadi dia pun membawanya pergi. "Kalau lelah kamu nggak perlu ikut acara ini lagi."

Dia tidak mempermasalahkan hal tadi lagi, dia segera membawa Lisa pergi dari sana.

Thasia memperhatikan punggung mereka yang semakin menjauh. Tidak ada penjelasan apa pun untuk dirinya, mereka pergi begitu saja.

Hal ini membuatnya merasa terhina.

Apa artinya posisi dirinya sebagai "Nyonya Okson". Jeremy tidak pernah memperlakukannya seperti seorang istri.

Melihat mereka pergi, Sabrina langsung marah-marah, "Dasar pasangan sialan! Sungguh menyebalkan."

Dia menoleh pada Thasia, melihat matanya berkaca-kaca menatap ke arah kedua orang itu pergi, Sabrina berkata, "Thasia, jangan marah, aku nggak tahu Lisa ke sini, kalau tahu dia akan datang, aku nggak akan mengizinkannya masuk. Maaf membuatmu mengalami kejadian ini."

Membuat Thasia bertemu dengan kedua orang itu benar-benar membuatnya kesal.

Sabrina juga tidak tega melihatnya sedih.

Thasia segera menoleh ke arah lain, tangannya yang terkepal perlahan-lahan terbuka. "Walau bukan di sini, kami tetap akan bertemu di tempat lain. Kejadian ini pasti akan terjadi."

Di sisi lain, Jeremy membawa Lisa ke ruang istirahat, setelah wanita itu duduk, dia pun melepas pelukannya.

Pria itu bertanya, "Bagaimana dengan wajahmu?"

Lisa sudah mendapatkan apa yang dia mau, jadi dia berkata, "Nggak apa-apa."

Jeremy menatap wajahnya, lalu menyipitkan mata. "Merah begitu, kamu sedang bercanda?"

Lisa tertegun, lalu dia menyentuh wajahnya, memang terasa perih dan sakit. Dia pun berkata, "Tamparannya memang cukup keras. Thasia sepertinya sangat marah, dia juga nggak sengaja ...."

"Bagaimana kamu bisa melakukan pemotretan?" Jeremy memotong perkataannya, suaranya menjadi serius, "Wajahmu bengkak, memangnya bisa ditutupi dengan riasan? Jangan sampai memengaruhi pekerjaanmu."

Lisa baru ingat dia harus melakukan pemotretan untuk perusahaan Jeremy nanti. "Bisa dihilangkan dengan es. Nggak perlu khawatir, aku bisa mengatasinya."

Jeremy memberi perintah, kemudian seseorang berjalan masuk.

Asisten Lisa mengambil es dan mengompresnya.

Jeremy di sebelah sedang menelepon seseorang.

Lisa terus memperhatikan wajahnya, saat kerja pria itu serius sekali, meski terlihat dingin, tetap saja sangat memesona, membuat hati Lisa berdetak dengan kencang.

Lisa pun tanpa sadar tersenyum.

Akhirnya jarak mereka menjadi semakin dekat, dalam pekerjaan dia juga bisa membantunya

Dirinya dan Jeremy baru pasangan serasi.

Siapa Thasia, paling hanya seorang sekretaris saja.

Setelah Jeremy menutup telepon, dia menoleh pada Lisa dan berkata, "Hari ini nggak perlu pemotretan dulu."

Lisa segera menjawab, "Kenapa? Aku baik-baik saja."

Melihat wajahnya yang masih bengkak, Jeremy berkata, "Bengkaknya nggak akan bisa hilang dengan cepat, hal itu akan memengaruhi pemotretan, kita lihat saja besok."

Lisa pun berkata dengan nada bersalah, "Maaf, semua salahku. Sudah tahu ada pemotretan, seharusnya aku nggak boleh membiarkan wajahku terluka."

Jeremy tidak menjawab, dia berkata pada asisten Lisa, "Antar dia pulang."

Lisa ingin selalu bersama Jeremy.

Karena pemotretannya dibatalkan, dia juga tidak ada kerjaan, dia ingin bisa berduaan dengan pria ini. Dia pun mendorong asistennya yang ingin menopangnya untuk menjauh dan berkata, "Jeremy, aku ...."

Namun, saat ini Jeremy tidak memperhatikannya, pria itu sedang menelepon seseorang, lalu berkata dengan datar, "Thasia, di mana kamu?"

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Kasmi Yanti
pak Jeremy kamu tu sebenarnya cinta siapa sih
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status