Share

Bab 16

Perkataan Lisa berhenti.

Thasia masih di tempat acara, dia sangat terkejut menerima telepon dari Jeremy, dia kira pria itu sudah pergi berkencan dengan Lisa.

Pria itu tidak akan mengingatnya.

Thasia menenangkan hatinya, seakan-akan tidak ada yang terjadi. "Masih di pameran."

Jeremy berkata, "Setelah selesai kembali ke kantor denganku."

Bukannya pria itu memberinya libur, kenapa sekarang menyuruhnya ke kantor.

Thasia hanya bisa mengiakan.

Setelah menutup telepon, Jeremy menoleh kepada Lisa di samping. "Kamu bilang apa?"

Lisa awalnya ingin mencari kesempatan untuk berduaan dengan pria itu, tapi setelah mendengar perkataannya tadi, dia merasa sudah tidak mungkin lagi, dia pun menarik kembali tangannya. "Aku pulang dulu, sampai jumpa besok."

"Hmm," jawab Jeremy.

Namun, Lisa masih tidak mau menyerah. "Besok malam ada waktu?"

"Lihat keadaan dulu."

"Kalau ada waktu, aku ingin mentraktirmu makan."

Jeremy menjawab, "Lihat besok."

Lisa menganggap pria itu setuju, dia pun merasa senang, lalu pergi bersama asistennya.

Thasia dan Sabrina sedang bersama.

Sabrina bertanya, "Telepon dari Jeremy?"

"Hmm."

"Dia nggak menemani selingkuhannya, untuk apa dia meneleponmu?"

"Menyuruhku kembali ke kantor dengannya."

Sabrina berkata, "Dia benar-benar nggak melepaskan kesempatan untuk menindasmu, kenapa kamu malah mengiakan!"

"Aku juga nggak ada kerjaan sore ini, kalau kerja aku jadi nggak berpikir sembarangan."

Sabrina menggeleng, wanita ini santai sedikit saja tidak mau, mana ada istri orang kaya kerja, hanya dia yang berbeda.

Sabrina tidak ingin dia terus bersama Jeremy. Dia berkata lagi, "Sebaiknya cepat buat rencana, pada akhirnya kamu dan Jeremy juga akan bercerai. Sebelum bercerai coba saja kamu lirik pria lain, siapa tahu ada yang cocok. Segera nikahi orang itu agar Jeremy tahu kehilangan dirimu adalah kerugian terbesarnya."

Thasia berkata padanya, "Kenapa harus cari cowok?"

"Untuk membuatnya kesal!" jawab Sabrina.

Thasia berkata lagi, "Pria itu nggak suka padaku, dia nggak akan peduli aku mau cari pacar berapa banyak pun."

Thasia tidak pernah berpikir ingin membuat Jeremy kesal.

Mereka sama-sama setuju masalah kontak pernikahan itu, walau harus bercerai, mereka harus tetap menjaga hubungan baik.

Sabrina menyentuh pundak Thasia. "Tetap saja kamu nggak bisa bergantung hanya pada satu orang saja. Aku tahu kamu begitu menyukainya, tapi setelah mengakhiri satu hubungan, berarti saatnya mencari sasaran baru."

Thasia seketika mengerti, Sabrina khawatir dirinya akan sedih karena Jeremy. Pria itu sudah ditakdirkan bersama Lisa, kalau mereka tidak bercerai pun, Thasia tetap akan dibuang.

Setelah melupakan Jeremy, dia memerlukan orang yang baru.

Namun, Thasia merasa ragu. "Kalau aku menemukan yang lain, apakah aku bisa melupakannya?"

"Tentu saja." Sabrina berkata, "Aku lebih berpengalaman dalam hal percintaan daripada kamu. Percaya saja, pria selanjutnya pasti akan membuatmu lebih mencintainya."

Thasia tidak membantah perkataan Sabrina.

Perkataannya ada benarnya, tapi Thasia tidak berpikir untuk melakukan hal itu.

Sabrina segera menariknya ke area pameran, tempat itu pun menjadi tempat Thasia mencari jodoh. Sabrina terus berkata yang mana yang lebih tampan, keluarga mana yang berperilaku baik dan kaya, kalau ada yang Thasia suka, dia akan langsung menentukan tanggal pertemuan mereka.

Ternyata Sabrina cukup memiliki banyak kenalan karena kerjaannya.

Harus diakui orang-orang yang dia kenalkan memang tidak buruk, tapi saat ini dia merasa semua pria sama saja.

Thasia rasanya ingin kabur. Mumpung Sabrina sedang berbicara dengan orang lain, dia pun berpikir untuk menjauh, tapi tubuhnya malah menabrak seorang pelayan.

"Aduh!"

Minuman yang dibawa oleh pelayan itu semuanya terjatuh, menimbulkan suara yang kencang.

Tumpahan minumannya mengenai tubuh orang yang lewat.

Thasia melihat jas pihak lawan basah, dia pun merasa bersalah, dia tidak sempat melihat wajah pihak lawan dan langsung berkata, "Maaf, jasmu jadi kotor."

Dia sering menyiapkan baju untuk Jeremy, jadi begitu melihat bahannya dia tahu bahwa jas ini cukup mahal.

Seketika Thasia merasa khawatir.

Dia mengambil tisu dan berpikir menyeka baju pihak lawan.

Pihak lawan menarik tangannya, lalu berkata dengan lembut, "Nggak apa-apa."

Seketika lengannya terasa hangat. Mendengar pihak lawan tidak menyalahkannya, juga terdengar ramah, Thasia pun mendongak dengan terkejut.

Dia melihat pihak lawan tersenyum.

Matanya bersinar seperti bintang di langit, ramah dan sangat memesona.

Mungkin seperti inilah gambaran pria berhati lemah lembut dan baik.

Pria itu tidak menyalahkannya, hal ini membuat Thasia lega, dia pun terus berkata, "Bagaimana kalau kamu lepaskan dulu jasmu, aku akan mencucinya. Aku tahu tempat laundry dekat sini, mereka nggak akan membuat jas mahalmu ini kusut sedikit pun."

Dia yang biasa mengurusi kebutuhan Jeremy.

Thasia cukup berpengalaman dalam bidang ini.

Pihak lawan hanya tersenyum.

Thasia merasa bingung.

"Thasia, kamu nggak perlu sungkan padaku."

Pihak lawan tahu namanya, bahkan memanggilnya dengan begitu akrab, hal ini membuat Thasia terkejut, seketika dia pun memperhatikan pria itu.

Dia cukup tinggi, kurus, rambutnya digunting rapi, saat tersenyum matanya akan menyipit. Dia juga terlihat ramah, memesona, pasti saat berada di kerumunan dia akan menjadi pusat perhatian.

Thasia tidak tahu sejak kapan dirinya mengenal orang seperti ini, dia pun bertanya, "Bagaimana kamu bisa tahu namaku? Apakah kita pernah bertemu sebelumnya?"

Komen (16)
goodnovel comment avatar
Mahreta Ita
bagus sih sayangnya thasia terlalu lemah dalam menghadapi penindasan yg dilakukan jeremy
goodnovel comment avatar
Mahreta Ita
sungguh terlalu Jeremy menyakiti hati thasia,kenapa thasia membiarkan dirinya terus ditindas seperti itu
goodnovel comment avatar
sahabat palestina
lanjut dongg seru
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status