Pria itu memasukkan kedua tangannya ke kantong, tatapannya yang ramah menatap Thasia, lalu berkata, "Jason Lantan, kita pernah satu kelas saat SD dan SMP."Thasia berpikir cukup lama.Seingatnya penampilan Jason tidak seperti ini dulu.Jason dulu sangat gendut, setiap hari dia hanya duduk di belakang dan tidak bersuara.Thasia tidak terlalu dekat dengannya.Thasia dulu selalu menjadi murid dengan nilai terbaik, dia menjadi anggota komite di kelas, paling mereka hanya pernah mengobrol saat menyerahkan PR saja.Tidak menyangka pria itu malah menjadi begitu tampan sekarang."Jason?" Thasia segera tersenyum. "Kamu berubah sekali, aku hampir nggak mengenalimu.""Benarkah? Karena terlalu berubah, maklum kalau kamu nggak mengenaliku." Jason menatapnya dengan lekat. "Banyak teman-teman dulu yang nggak mengenaliku, tapi aku bisa mengenalimu."Thasia merasa sangat senang bisa bertemu teman sekolahnya dulu.Semenjak kerja dia jarang berkumpul dengan teman-teman sekolahnya dulu, semua itu karena k
Melihat Jason masih berada di samping, Thasia takut pria itu bisa mendengar mereka, nanti suasana malah menjadi canggung. Jadi dia menyuruh Sabrina berhenti membahasnya.Sabrina pun mau tak mau menurutinya dan tidak membahas hal ini lagi.Setelah Jason beramah tamah dengan rekannya, dia kembali kepada Thasia.Sabrina berkata, "Pak Jason, kamu tamu yang cukup langkah."Jason menjawab, "Pameran Nona Sabrina sangat sukses, sudah pasti daya tariknya sangat kuat.""Hanya hobi orang zaman dahulu saja, masih nggak sebanding dengan Pak Jason." Sabrina segera mendorong Thasia. "Tadi aku dengar kalian teman lama, bagaimana kalau kamu mengantar Thasia sebentar, dia sore ini harus ke kantor."Thasia yang didorong olehnya seketika merasa panik, sebelum dia menjawab Jason sudah berkata, "Boleh juga, aku juga nggak ada kerjaan, jadi aku bisa mengantarmu."Sabrina pun mengedipkan mata pada Thasia, lalu berkata dengan sungkan, "Maaf merepotkan."Dia mendorong Thasia ke sisi Jason. "Pasti banyak yang in
Dia melihat Thasia berada di pelukan pria lain.Kedua terlihat sangat dekat, saling memandang, seakan-akan sedang kasmaran.Seketika alis Jeremy berkerut, wajahnya yang sudah dingin menjadi lebih mengerikan, tatapan tajamnya tertuju pada kedua orang yang sedang berpelukan itu.Seingat Jeremy sepertinya Thasia tidak memiliki teman pria.Dia juga tidak pernah melihatnya.Saat ini tiba-tiba muncul seorang pria di sisinya, hal itu membuat hati Jeremy seakan-akan tersumbat, terasa tidak nyaman.Seketika langkahnya pun menjadi lebih cepat.Thasia merasa sangat terkejut sehingga dia tertegun sejenak. Setelah sadar bahwa jaraknya dengan Jason cukup dekat, dia merasa tidak enak, dia pun segera keluar dari pelukannya."Apakah kamu terluka?" tanya Jason dengan penuh perhatian."Nggak, terima kasih," jawab Thasia dengan tersenyum."Sama-sama." Jason berkata, "Kita baru saja bertemu, kata yang sering kamu ucapkan malah maaf dan terima kasih. Kamu nggak perlu begitu sungkan padaku."Jason ingin lebi
Kalimatnya ini mengejutkan Thasia.Ini hal paling rahasia di antara mereka.Bagaimana bisa dia mengatakannya.Seketika Thasia merasa waspada.Jason merasa sangat terkejut, dia tertegun sebentar baru kembali tenang lagi. "Kenapa Pak Jeremy bisa tahu?"Jeremy ingin berbicara, tapi Thasia sudah berkata lebih dulu, "Pak Jeremy hanya bercanda."Dia segera menyela Jeremy.Bahkan dia keluar dari pelukan Jeremy, wajahnya tetap tersenyum."Selama ini aku terlalu sibuk kerja, mana mungkin sudah menikah, hal itu nggak benar," kata Thasia pada Jason.Mendengar ini, wajah Jeremy pun menegang, dia dengan kesal menatap Thasia. Bibirnya sudah membentuk garis dasar, terlihat sangat tidak senang."Ternyata begitu." Jason menghela napas lega. "Baguslah, pantas aku bingung, kenapa aku nggak mendengar kabar bahwa kamu sudah menikah."Kalau Thasia sudah menikah, dia pasti akan mendapat kabarnya.Thasia segera mengalihkan topik pembicaraan, dia tidak memberi kesempatan Jeremy menggila lagi, jadi dia berkata,
Cindy segera mengeluarkan isi kantongnya. "Yang ini, aku takut Thasia nggak sempat mengambilnya, jadi aku membantunya ambil duluan."Melihat jas yang bukan miliknya, tatapan Jeremy menjadi semakin tajam.Jas pria.Seketika dia teringat Jason.Seingatnya saat bertemu Jason dan Thasia di pameran, wanita itu membawa kantong ini.Saat itu dia tidak terlalu memikirkannya.Ternyata isinya adalah jas pria itu.Tanpa sadar Jeremy mengepal tangannya.Cindy memperhatikan reaksinya, tidak terlalu berubah, tapi dia tahu pria itu sedang marah, pasti dia merasa kesal. Seketika Cindy bertanya, "Pak Jeremy, mau diletakkan di sini?"Jeremy menutup bibirnya, kemudian berkata dengan dingin, "Letakkan di sana."Cindy tersenyum. "Baiklah, kalau begitu aku keluar dulu."Setelah melakukan hal itu, Cindy berjalan keluar dengan puas, dia ingin lihat seberapa percayanya Jeremy terhadap Thasia.Jeremy terlihat kesal, saat kerja dia merasa jas itu mengganggu pemandangan.Setelah jam pulang kerja, Thasia baru masu
Setelah sampai di ruang VIP, situasi di lantai dua memang lebih santai, tidak seramai di bawah.Begitu membuka pintu, ada seseorang berteriak dengan kencang, "Pak Jason sudah datang!""Jason, kamu berubah sekali, sekarang jadi lebih tampan dan kaya, banyak wanita yang berbaris untuk menjadi pacarmu."Jason menjawabnya dengan bercanda, "Benarkah? Aku ingin berbalik dulu untuk melihat apakah mereka sedang berbaris.""Kalau begitu kamu masih belum punya pasangan? Kalian para wanita yang ada di sini, dengarkan baik-baik, Jason masih belum ada pasangan, kalian harus memanfaatkan situasi saat ini dengan baik!"Setelah mengobrol dengan Jason sebentar, mereka baru menyadari kehadiran Thasia, seketika mereka tertegun dan seakan-akan mengerti sesuatu, baru berkata, "Hari ini kita kedatangan tamu langka. Thasia akhirnya kamu datang."Thasia berkata, "Maaf baru datang sekarang.""Thasia, kamu memang selalu begitu. Dulu saat reuni kamu nggak pernah ikut, kalau bukan karena Jason, aku rasa kami akan
Semua orang penasaran akan jawaban ini.Jason terdiam sejenak, hal ini diperhatikan oleh semua orang, dia pun berkata, "Nggak ada di sini, kalian nggak kenal."Seketika semua orang merasa lesu."Huh, aku kira Thasia, ternyata bukan, ternyata kami yang berlebihan."Thasia tidak merasa bahwa orang itu adalah dirinya.Hubungan mereka saat ini hanya lebih dekat saja dari dulu saja.Mereka semua yang asal menebak.Seketika dirinya tidak menjadi pusat perhatian lagi, dia pun merasa lebih santai dan tidak perlu ikut serta dalam pembicaraan mereka.Saat reuni para pria akan mulai membicarakan pekerjaan dan bisnis sambil minum-minum.Thasia sempat minum sedikit. Mungkin karena sudah lama tidak minum, dia merasa kepalanya sedikit pusing dan menjadi setengah mabuk.Samar-samar dia mendengar pembicaraan mereka, sepertinya namanya disebut."Di antara teman SMP kita, kehidupan Thasia paling enak, dia hidup dengan dikelilingi bos, pasti dia mendapat banyak keuntungan.""Tapi aku nggak mau hidup seper
Bahkan wanita yang sempat ingin memukul Thasia hanya bisa terdiam sambil menutupi wajahnya.Jeremy menatap mereka dengan tatapan dingin. "Kalian asal menebak? Seharusnya kalian tahu harus meminta maaf pada siapa, bukan?"Mereka segera mengerti, mereka pun berjalan ke depan Thasia, dengan suara kecil berkata, "Maaf, Thasia. Kami hanya asal menebak saja. Kami tahu kami salah, lain kali kami nggak berani lagi."Mereka tahu kehebatan Jeremy. Di sini, sehebat apa pun mereka, sama sekali tidak ada yang berani melawan PT Okson.Kalau sudah menyinggung Jeremy, ke depannya jangan pernah berpikir untuk bisa bertahan di kantor.Mereka masih punya keluarga, anak, orang tua yang harus dibiayai, mereka tidak berani mempertaruhkan pekerjaan mereka.Thasia juga tidak mempermasalahkan hal ini lagi, tapi dia masih merasa bingung, dia pun menatap Jeremy dengan tercengang dan bertanya, "Kenapa kamu bisa ada di sini?"Jeremy menoleh pada Thasia, dia terlihat tidak senang.Jeremy segera menarik tangannya, d
"Oke."Tatapan Kent mengikuti sosok Thasia yang berlalu.Thasia mengendarai sepedanya keluar, dia menuju ke pusat kota.Jaraknya tidak terlalu jauh.Jeremy telah memberinya sebuah vila dengan harga yang sangat mahal.Saat ini jalanan cukup ramai, dia sedang menunggu di lampu merah.Setelah lampu berwarna hijau, dia mendorong sepedanya, tiba-tiba ada orang berkata, "Biar aku bantu."Thasia menoleh ke belakang, dia melihat seorang pria muda sedang mendorong belakang sepedanya.Sepertinya pria itu menyadari Thasia sedang hamil, jadi kesulitan mengendarai sepeda.Hari ini Thasia berpakaian dengan santai. Rambutnya dikepang, memakai sebuah topi dan gaun yang lebar, perutnya sedikit menonjol.Selain ibu hamil yang akan berpakaian seperti ini, yang lainnya tidak mungkin.Thasia merasa dirinya tidak selemah itu, tapi dia juga tidak ingin menolak kebaikannya, jadi dia berkata, "Terima kasih."Dia segera sampai ke seberang, orang itu berjalan ke arah yang berlawanan dengannya.Thasia lanjut meng
Sabrina kira dirinya sedang bermimpi, dia merasa kesal, padahal sebelumnya dia melihat mereka saling mencintai, kenapa sekarang malah bercerai. "Apa yang terjadi? Jeremy itu, dasar pria berengsek, dia cepat sekali berubahnya. Nggak bisa, pokoknya aku harus memberinya pelajaran!"Thasia sudah menerima kenyataan ini. "Nggak perlu, ada baiknya kami bercerai, sekarang aku sudah punya rumah dan uang, aku sudah menjadi janda kaya, meski aku nggak bekerja seumur hidup, aku nggak akan mati kelaparan, kamu seharusnya mengucapkan selama padaku.""Keenakan wanita murahan itu!" Sabrina memosisikan dirinya seperti Thasia, mana mungkin dia terima."Biarkan saja." Thasia berkata, "Kamu nggak perlu mengurusi masalah ini, semua sudah berlalu.""Aku mengerti, hanya saja aku khawatir kamu akan merasa sedih, aku ingin bertanya apakah perlu aku temani, tapi kamu nggak menjawab panggilanku, aku juga nggak tahu kamu ada di mana. Membuatku khawatir saja." Sabrina benar-benar khawatir padanya, tapi juga tahu s
Matanya menatap ke arah Kent lagi, pria itu menatapnya dengan tatapan seperti biasa.Bagi Kent hal itu sudah biasa.Thasia akhirnya mengerti, pria ini tumbuh besar di lingkungan yang kejam dan selalu bersembunyi.Seperti katanya, Kent memang hidup di dunia yang gelap, tanpa adanya cahaya.Meski begitu Thasia tetap merasa terkejut, dia tidak mengerti padahal sama-sama manusia, kenapa mereka bisa hidup dengan cara yang sangat berbeda."Kenapa kamu memberikan darahmu padaku?" Thasia ingin menolak. "Aku nanti juga akan siuman kalau pingsan, kamu nggak perlu melukai dirimu, nggak baik bagi tubuhmu, aku nggak mau kamu bertindak seperti ini."Kent tersenyum santai, mungkin hal ini hal paling santai yang pernah dia lakukan. "Nggak masalah, hanya mengeluarkan sedikit darah saja, nggak akan mengancam nyawa.""Nggak boleh bilang begitu, lain kali nggak boleh lagi!" Thasia menentangnya dengan tegas. "Saat kamu bersamaku maka kamu juga harus dihargai, bukan barang untuk dikorbankan, kamu juga nggak
Kent ingin menghindari, jelas dia tidak ingin Thasia menyentuhnya.Saat ini Thasia merasa lebih curiga, dia bertanya, "Kenapa kamu berdarah?"Padahal Kent sudah terluka cukup lama, meski luka di tubuhnya masih belum sembuh total, tidak seharusnya masih meneteskan darah.Kecuali lukanya bertambah lagi.Kent menarik lengan bajunya, tapi beberapa tetes darah itu tidak bisa ditutupi dengan mudah.Pria itu tersenyum, lalu mencari alasan. "Tadi saat memasak nggak sengaja terluka, bukan masalah besar."Alasan itu tidak bisa mengelabui Thasia."Kamu sudah terbiasa melakukan pembedahan, mana mungkin bisa terluka saat memasak. Kamu nggak akan bisa membohongiku!" Thasia mengerutkan keningnya, dia sama sekali tidak percaya pada penjelasannya ini. "Luka ini sepertinya bukan muncul saat kamu memasak tadi, kenapa kamu bisa terluka?"Kent terdiam.Pria itu tidak mau bilang, Thasia tetap punya mata untuk melihat, dia menarik tangan Kent, ternyata di pergelangan tangannya ada luka yang diperban dengan k
"Ini pertama kalinya aku masak."Thasia mengangkat alisnya. "Nggak masalah, aku ingin mencicipi masakanmu, mungkin saja kamu berbakat."Setengah jam kemudian Kent baru berjalan keluar dari dapur.Tidak ada aroma gosong, berarti Kent tidak membuat dapurnya terbakar.Namun, ketika Kent meletakkan masakannya di atas meja, Thasia merasa sangat terkejut.Thasia menatap Kent dengan tatapan ketakutan.Kent pikir Thasia tidak tahu masakan apa ini, jadi dia menjelaskan dengan tenang, "Ini hati ayam, ini ampela ayam ... kedua hal itu termasuk organ dalamnya, ini badan ayam, ini bagian pahanya, ada banyak daging tapi nggak eneg ...."Setelah mendengar penjelasan Kent, dia seakan-akan mendengarkan penjelasan bagian tubuh.Bisa dibayangkan saat Kent memasak, dia membedah ayam itu, begitu melihatnya selera makan Thasia pun menghilang.Sebaliknya malah membuatnya ingin muntah.Melihat Thasia masih belum mulai makan, Kent bertanya, "Kenapa? Kelihatannya nggak enak? Padahal aku sudah berusaha membuatny
Tatapan Kent menjadi rumit, kalau Thasia tahu apa yang telah dirinya lakukan, wanita ini pasti tidak akan berkata seperti itu.Kent saja tidak berani menyentuh tangan Thasia, apalagi melakukan hal jahat padanya.Kent tidak menolak lagi, dia membiarkan Thasia menyentuh tangannya.Mereka berdua terdiam cukup lama, warna darah di gelang mutiara yang dipakai Thasia menjadi lebih pekat, hal ini terlihat oleh wanita itu, dia pun bertanya, "Apakah mutiara di gelang ini bisa berubah warna?"Tatapan Kent menjadi lebih gelap. "Benarkah?"Thasia memosisikan gelang itu di bawah sinar matahari, memang benar warna merahnya jadi lebih pekat. "Aku kira karena ini gelang lama, jadi warnanya bisa lebih gelap, tapi sekarang warna merahnya jadi lebih pekat. Gelang ini biasanya kamu yang pakai, 'kan? Kamu nggak sadar?"Kent tanpa sadar mengelus pergelangan tangannya, tertawa sambil berkata, "Mungkin ini barang palsu, aku nggak tahu, aku nggak pernah tes."Thasia menatap Kent. "Kalau palsu mungkinkah kamu m
Bisa dibilang hidupnya cukup beruntung.Lahir di keluarga yang harmonis, banyak orang yang baik padanya.Hanya dalam percintaan saja dia tidak beruntung.Mungkin hidupnya terlalu datar, agar hidupnya lebih berkreasi, dia harus mengalami perasaan kecewa ini.Perkataannya membuat Kent tertawa.Dia duduk di samping Thasia, menjaganya, matanya yang berwarna coklat terlihat sangat lembut."Kamu nggak pernah berkorban untukmu, tapi kamu memberiku kehidupan." Kent tidak menyembunyikan hal ini, ada hal yang harus dihadapi. "Tunggu ingatanmu pulih kamu juga akan tahu."Kent telah beberapa kali menolongnya, Thasia percaya pria ini tidak akan mencelakainya.Meski Kent bukan orang biasa.Sekarang orang yang menemaninya adalah Kent.Thasia tanpa sadar bertanya, "Kamu punya teman?""Nggak punya."Thasia bertanya lagi, "Kamu nggak ada teman?"Kent malah berkata, "Aku nggak perlu teman.""Orang tuamu di mana?""Aku nggak tahu siapa orang tuaku.""Kalau begitu kamu pasti kesepian, nggak ada keluarga da
Bagi Lisa, dia hanya punya pilihan ini.--Thasia tidak tahu bagaimana dirinya melewati malam ini, waktu terasa sangat lama.Dia terus terjaga di sofa sepanjang malam.Setelah dia merasa lebih sadar, matahari sudah mulai terbit.Rasanya lelah.Sangat lelah.Thasia menyeret tubuhnya yang lelah ke kamar mandi, dia mencuci muka, saat melihat wajahnya di kaca dia merasa terkejut.Dia kira dirinya melihat hantu.Matanya memerah, wajahnya sangat pucat, tidak ada rona darah sama sekali, dia terlihat seperti wanita sakit parah.Thasia mengelus wajahnya, dia tidak percaya dirinya menjadi seperti ini.Setelah hatinya dilukai apakah dirinya semenyedihkan ini?Tanpa Jeremy, apakah dirinya tidak bisa hidup lagi?Jawabannya tidak.Bukannya dia sempat berpikir putus hubungan dengan pria itu dan ingin bercerai?Bedanya kali ini pria itu yang meminta pisah.Thasia masih bisa hidup, dia bahkan bisa hidup dengan jauh lebih baik.Thasia sudah memutuskan, sudah cukup dia merasa sedih semalaman, hari-hari s
Lisa sudah membayangkan.Pernikahannya dan Jeremy akan semeriah apa.Dia akan menjadi pengantin paling bahagia di dunia ini.Pada saat ini, Lisa mendengar suara langkah kaki, dia kira pembantu di rumahnya, jadi dia berkata, "Kamu nggak perlu melayaniku, kamu istirahat saja."Namun, suara langkahnya tidak berhenti.Lisa mengerutkan keningnya, dia merasa sedikit kesal, jadi dia melepas maskernya sambil berkata, "Sudah aku bilang ...."Begitu dia menoleh dan melihat dengan lebih jelas siapa yang datang, dia merasa terkejut, dia membuang maskernya dan berkata dengan hormat, "Ayah ....""Lisa." Pria itu menatap Lisa, lalu berkata sambil tersenyum, "Lama nggak bertemu, ternyata kamu sudah besar."Lisa segera berdiri, dia memeluk pria itu. "Ayah, akhirnya kamu dibebaskan, aku sangat rindu padamu!"Pria yang berusia sekitar 50 tahun itu lebih tinggi sedikit dari Lisa, meski sudah tua tubuhnya cukup tegap, dia mengelus kepala Lisa dengan lembut. "Maaf membuatmu sendirian."Lisa berkata, "Nggak