Cindy segera mengeluarkan isi kantongnya. "Yang ini, aku takut Thasia nggak sempat mengambilnya, jadi aku membantunya ambil duluan."Melihat jas yang bukan miliknya, tatapan Jeremy menjadi semakin tajam.Jas pria.Seketika dia teringat Jason.Seingatnya saat bertemu Jason dan Thasia di pameran, wanita itu membawa kantong ini.Saat itu dia tidak terlalu memikirkannya.Ternyata isinya adalah jas pria itu.Tanpa sadar Jeremy mengepal tangannya.Cindy memperhatikan reaksinya, tidak terlalu berubah, tapi dia tahu pria itu sedang marah, pasti dia merasa kesal. Seketika Cindy bertanya, "Pak Jeremy, mau diletakkan di sini?"Jeremy menutup bibirnya, kemudian berkata dengan dingin, "Letakkan di sana."Cindy tersenyum. "Baiklah, kalau begitu aku keluar dulu."Setelah melakukan hal itu, Cindy berjalan keluar dengan puas, dia ingin lihat seberapa percayanya Jeremy terhadap Thasia.Jeremy terlihat kesal, saat kerja dia merasa jas itu mengganggu pemandangan.Setelah jam pulang kerja, Thasia baru masu
Setelah sampai di ruang VIP, situasi di lantai dua memang lebih santai, tidak seramai di bawah.Begitu membuka pintu, ada seseorang berteriak dengan kencang, "Pak Jason sudah datang!""Jason, kamu berubah sekali, sekarang jadi lebih tampan dan kaya, banyak wanita yang berbaris untuk menjadi pacarmu."Jason menjawabnya dengan bercanda, "Benarkah? Aku ingin berbalik dulu untuk melihat apakah mereka sedang berbaris.""Kalau begitu kamu masih belum punya pasangan? Kalian para wanita yang ada di sini, dengarkan baik-baik, Jason masih belum ada pasangan, kalian harus memanfaatkan situasi saat ini dengan baik!"Setelah mengobrol dengan Jason sebentar, mereka baru menyadari kehadiran Thasia, seketika mereka tertegun dan seakan-akan mengerti sesuatu, baru berkata, "Hari ini kita kedatangan tamu langka. Thasia akhirnya kamu datang."Thasia berkata, "Maaf baru datang sekarang.""Thasia, kamu memang selalu begitu. Dulu saat reuni kamu nggak pernah ikut, kalau bukan karena Jason, aku rasa kami akan
Semua orang penasaran akan jawaban ini.Jason terdiam sejenak, hal ini diperhatikan oleh semua orang, dia pun berkata, "Nggak ada di sini, kalian nggak kenal."Seketika semua orang merasa lesu."Huh, aku kira Thasia, ternyata bukan, ternyata kami yang berlebihan."Thasia tidak merasa bahwa orang itu adalah dirinya.Hubungan mereka saat ini hanya lebih dekat saja dari dulu saja.Mereka semua yang asal menebak.Seketika dirinya tidak menjadi pusat perhatian lagi, dia pun merasa lebih santai dan tidak perlu ikut serta dalam pembicaraan mereka.Saat reuni para pria akan mulai membicarakan pekerjaan dan bisnis sambil minum-minum.Thasia sempat minum sedikit. Mungkin karena sudah lama tidak minum, dia merasa kepalanya sedikit pusing dan menjadi setengah mabuk.Samar-samar dia mendengar pembicaraan mereka, sepertinya namanya disebut."Di antara teman SMP kita, kehidupan Thasia paling enak, dia hidup dengan dikelilingi bos, pasti dia mendapat banyak keuntungan.""Tapi aku nggak mau hidup seper
Bahkan wanita yang sempat ingin memukul Thasia hanya bisa terdiam sambil menutupi wajahnya.Jeremy menatap mereka dengan tatapan dingin. "Kalian asal menebak? Seharusnya kalian tahu harus meminta maaf pada siapa, bukan?"Mereka segera mengerti, mereka pun berjalan ke depan Thasia, dengan suara kecil berkata, "Maaf, Thasia. Kami hanya asal menebak saja. Kami tahu kami salah, lain kali kami nggak berani lagi."Mereka tahu kehebatan Jeremy. Di sini, sehebat apa pun mereka, sama sekali tidak ada yang berani melawan PT Okson.Kalau sudah menyinggung Jeremy, ke depannya jangan pernah berpikir untuk bisa bertahan di kantor.Mereka masih punya keluarga, anak, orang tua yang harus dibiayai, mereka tidak berani mempertaruhkan pekerjaan mereka.Thasia juga tidak mempermasalahkan hal ini lagi, tapi dia masih merasa bingung, dia pun menatap Jeremy dengan tercengang dan bertanya, "Kenapa kamu bisa ada di sini?"Jeremy menoleh pada Thasia, dia terlihat tidak senang.Jeremy segera menarik tangannya, d
Mengingat kembali penderitaan yang dia alami selama ini, Thasia pun menangis lagi.Suara tangisnya menarik perhatian orang-orang."Bro, kamu membuat pacarmu nangis? Melihatnya menangis seperti ini seharusnya dia cukup menderita."Orang yang melihat Thasia menangis seperti ini pun berkomentar.Jeremy juga tidak ingin menarik perhatian orang, dia tidak pernah mengalami hal ini sebelumnya, jadi dia berkata, "Dia hanya sedang kesal saja, nanti juga baikan."Jeremy segera memeluk Thasia, lalu membawanya pergi.Namun, tubuh Thasia saat ini seperti belut, saat dipeluk olehnya, gadis itu malah menangis dengan lebih kencang."Merayu pacar harus sabar," kata seseorang di jalan. "Kamu pasti melakukan sesuatu yang membuatnya kesal, jadi dia nggak mau pergi sama kamu. Nggak ada wanita yang tiba-tiba marah tanpa alasan."Mana mungkin Jeremy tahu kenapa Thasia marah.Sudah bagus Jeremy tidak ikut marah, mana peduli dia pada suasana hati Thasia.Hanya saja Thasia menangis dengan sangat kencang, jadi d
Mendengar ini Jeremy segera menoleh, dia melihat wanita itu menggaruk tangannya sendiri hingga memerah.Dia pun segera menarik tangannya agar tidak menggaruknya lagi. "Jangan digaruk."Thasia merasa tidak nyaman. "Gatal."Jeremy mengerutkan keningnya, lalu berkata dengan suara rendah. "Kamu ini alergi terhadap bir tapi masih saja minum."Thasia merasa setengah sadar, dia membuka matanya, lalu sepertinya melihat Jeremy. "Aku ada di mana?""Di rumah."Jeremy membantunya membuka sepatu dan jaketnya, lalu menutupi tubuhnya dengan selimut.Thasia sudah merasa sedikit lebih baik, dia teringat dirinya sedang ikut reuni, lalu dia minum sedikit. Sepertinya sempat terjadi sesuatu.Lalu di saat yang tepat Jeremy muncul."Kamu yang mengantarku pulang?" tanya Thasia.Jeremy berjalan keluar dari kamar mandi sambil membawa sebaskom air panas, lalu menggunakan handuk basah untuk membersihkan tangan Thasia.Lengannya memerah dan bintik-bintik, juga ada bekas garukkan. "Kalau bukan aku siapa lagi? Lain
Mendengar ini, wajah Jeremy terlihat mengerikan, hatinya terasa sangat sesak.Dia segera berdiri. Tanpa memedulikan tangisan Thasia, dia berjalan ke dekat jendela, lalu mengeluarkan sebatang rokok dan menyalakannya.Asap rokok beterbangan, udara seketika menjadi dingin.Setelah rokoknya habis, dia baru keluar dari kamar dan tidak kembali lagi.Keesokan harinya.Thasia merasa kepalanya sangat sakit.Dia bangun dari kasur sambil memegang kepalanya yang terasa sangat berat.Begitu turun dari ranjang, dia mengambil segelas air agar dirinya lebih sadar.Saat ke kamar mandi, Thasia melihat matanya membengkak, mungkin karena semalam tidak cukup tidur.Saat memikirkan kejadian semalam, dia ingat Jeremy yang membawanya pulang, tapi dia melihat kasur di sisinya masih rapi, berarti Jeremy semalam tidak tidur di sampingnya.Namun, Thasia ingat pria itu yang merawatnya.Baru kali ini pria itu begitu peduli padanya.Thasia merasa sedikit bingung, kenapa Jeremy semalam bisa pas sekali ada di tempat i
"Jeremy memang banyak memakai baju mahal." Lalu Thasia berkata dengan datar, "Selama aku membelinya dan dia mau pakai, maka sudah cukup. Tapi Nona Lisa membeli baju pria untuk siapa?"Lisa berjalan mendekat, mereka saling berhadapan, tidak ada yang mau mengalah, seperti ada percikan api di antara mereka.Lisa tersenyum. "Untuk pacarku, di seluruh dunia hanya ada sepuluh setel, apakah kamu ingin melihatnya?"Lisa berkata dengan nada menyombongkan diri.Dia bisa memesan baju mewah, sedangkan Thasia hanya bisa memilih yang di toko saja.Dalam memilih baju buat pria saja sudah terlihat bahwa mereka tidak sekasta.Pegawai di toko segera mengeluarkan kotak pakaian yang dipesannya, dari luar saja sudah terlihat barang mahal.Thasia meliriknya sebentar, lalu berkata dengan menyindir, "Nona Lisa membeli gaun untuk ke acara saja butuh dibayarin, kamu yakin bisa membeli ini?"Lisa mengangkat alisnya. "Pacarku rela mengeluarkan uang untukku, kenapa kamu yang iri?""Bukannya iri." Thasia berkata de
"Oke."Tatapan Kent mengikuti sosok Thasia yang berlalu.Thasia mengendarai sepedanya keluar, dia menuju ke pusat kota.Jaraknya tidak terlalu jauh.Jeremy telah memberinya sebuah vila dengan harga yang sangat mahal.Saat ini jalanan cukup ramai, dia sedang menunggu di lampu merah.Setelah lampu berwarna hijau, dia mendorong sepedanya, tiba-tiba ada orang berkata, "Biar aku bantu."Thasia menoleh ke belakang, dia melihat seorang pria muda sedang mendorong belakang sepedanya.Sepertinya pria itu menyadari Thasia sedang hamil, jadi kesulitan mengendarai sepeda.Hari ini Thasia berpakaian dengan santai. Rambutnya dikepang, memakai sebuah topi dan gaun yang lebar, perutnya sedikit menonjol.Selain ibu hamil yang akan berpakaian seperti ini, yang lainnya tidak mungkin.Thasia merasa dirinya tidak selemah itu, tapi dia juga tidak ingin menolak kebaikannya, jadi dia berkata, "Terima kasih."Dia segera sampai ke seberang, orang itu berjalan ke arah yang berlawanan dengannya.Thasia lanjut meng
Sabrina kira dirinya sedang bermimpi, dia merasa kesal, padahal sebelumnya dia melihat mereka saling mencintai, kenapa sekarang malah bercerai. "Apa yang terjadi? Jeremy itu, dasar pria berengsek, dia cepat sekali berubahnya. Nggak bisa, pokoknya aku harus memberinya pelajaran!"Thasia sudah menerima kenyataan ini. "Nggak perlu, ada baiknya kami bercerai, sekarang aku sudah punya rumah dan uang, aku sudah menjadi janda kaya, meski aku nggak bekerja seumur hidup, aku nggak akan mati kelaparan, kamu seharusnya mengucapkan selama padaku.""Keenakan wanita murahan itu!" Sabrina memosisikan dirinya seperti Thasia, mana mungkin dia terima."Biarkan saja." Thasia berkata, "Kamu nggak perlu mengurusi masalah ini, semua sudah berlalu.""Aku mengerti, hanya saja aku khawatir kamu akan merasa sedih, aku ingin bertanya apakah perlu aku temani, tapi kamu nggak menjawab panggilanku, aku juga nggak tahu kamu ada di mana. Membuatku khawatir saja." Sabrina benar-benar khawatir padanya, tapi juga tahu s
Matanya menatap ke arah Kent lagi, pria itu menatapnya dengan tatapan seperti biasa.Bagi Kent hal itu sudah biasa.Thasia akhirnya mengerti, pria ini tumbuh besar di lingkungan yang kejam dan selalu bersembunyi.Seperti katanya, Kent memang hidup di dunia yang gelap, tanpa adanya cahaya.Meski begitu Thasia tetap merasa terkejut, dia tidak mengerti padahal sama-sama manusia, kenapa mereka bisa hidup dengan cara yang sangat berbeda."Kenapa kamu memberikan darahmu padaku?" Thasia ingin menolak. "Aku nanti juga akan siuman kalau pingsan, kamu nggak perlu melukai dirimu, nggak baik bagi tubuhmu, aku nggak mau kamu bertindak seperti ini."Kent tersenyum santai, mungkin hal ini hal paling santai yang pernah dia lakukan. "Nggak masalah, hanya mengeluarkan sedikit darah saja, nggak akan mengancam nyawa.""Nggak boleh bilang begitu, lain kali nggak boleh lagi!" Thasia menentangnya dengan tegas. "Saat kamu bersamaku maka kamu juga harus dihargai, bukan barang untuk dikorbankan, kamu juga nggak
Kent ingin menghindari, jelas dia tidak ingin Thasia menyentuhnya.Saat ini Thasia merasa lebih curiga, dia bertanya, "Kenapa kamu berdarah?"Padahal Kent sudah terluka cukup lama, meski luka di tubuhnya masih belum sembuh total, tidak seharusnya masih meneteskan darah.Kecuali lukanya bertambah lagi.Kent menarik lengan bajunya, tapi beberapa tetes darah itu tidak bisa ditutupi dengan mudah.Pria itu tersenyum, lalu mencari alasan. "Tadi saat memasak nggak sengaja terluka, bukan masalah besar."Alasan itu tidak bisa mengelabui Thasia."Kamu sudah terbiasa melakukan pembedahan, mana mungkin bisa terluka saat memasak. Kamu nggak akan bisa membohongiku!" Thasia mengerutkan keningnya, dia sama sekali tidak percaya pada penjelasannya ini. "Luka ini sepertinya bukan muncul saat kamu memasak tadi, kenapa kamu bisa terluka?"Kent terdiam.Pria itu tidak mau bilang, Thasia tetap punya mata untuk melihat, dia menarik tangan Kent, ternyata di pergelangan tangannya ada luka yang diperban dengan k
"Ini pertama kalinya aku masak."Thasia mengangkat alisnya. "Nggak masalah, aku ingin mencicipi masakanmu, mungkin saja kamu berbakat."Setengah jam kemudian Kent baru berjalan keluar dari dapur.Tidak ada aroma gosong, berarti Kent tidak membuat dapurnya terbakar.Namun, ketika Kent meletakkan masakannya di atas meja, Thasia merasa sangat terkejut.Thasia menatap Kent dengan tatapan ketakutan.Kent pikir Thasia tidak tahu masakan apa ini, jadi dia menjelaskan dengan tenang, "Ini hati ayam, ini ampela ayam ... kedua hal itu termasuk organ dalamnya, ini badan ayam, ini bagian pahanya, ada banyak daging tapi nggak eneg ...."Setelah mendengar penjelasan Kent, dia seakan-akan mendengarkan penjelasan bagian tubuh.Bisa dibayangkan saat Kent memasak, dia membedah ayam itu, begitu melihatnya selera makan Thasia pun menghilang.Sebaliknya malah membuatnya ingin muntah.Melihat Thasia masih belum mulai makan, Kent bertanya, "Kenapa? Kelihatannya nggak enak? Padahal aku sudah berusaha membuatny
Tatapan Kent menjadi rumit, kalau Thasia tahu apa yang telah dirinya lakukan, wanita ini pasti tidak akan berkata seperti itu.Kent saja tidak berani menyentuh tangan Thasia, apalagi melakukan hal jahat padanya.Kent tidak menolak lagi, dia membiarkan Thasia menyentuh tangannya.Mereka berdua terdiam cukup lama, warna darah di gelang mutiara yang dipakai Thasia menjadi lebih pekat, hal ini terlihat oleh wanita itu, dia pun bertanya, "Apakah mutiara di gelang ini bisa berubah warna?"Tatapan Kent menjadi lebih gelap. "Benarkah?"Thasia memosisikan gelang itu di bawah sinar matahari, memang benar warna merahnya jadi lebih pekat. "Aku kira karena ini gelang lama, jadi warnanya bisa lebih gelap, tapi sekarang warna merahnya jadi lebih pekat. Gelang ini biasanya kamu yang pakai, 'kan? Kamu nggak sadar?"Kent tanpa sadar mengelus pergelangan tangannya, tertawa sambil berkata, "Mungkin ini barang palsu, aku nggak tahu, aku nggak pernah tes."Thasia menatap Kent. "Kalau palsu mungkinkah kamu m
Bisa dibilang hidupnya cukup beruntung.Lahir di keluarga yang harmonis, banyak orang yang baik padanya.Hanya dalam percintaan saja dia tidak beruntung.Mungkin hidupnya terlalu datar, agar hidupnya lebih berkreasi, dia harus mengalami perasaan kecewa ini.Perkataannya membuat Kent tertawa.Dia duduk di samping Thasia, menjaganya, matanya yang berwarna coklat terlihat sangat lembut."Kamu nggak pernah berkorban untukmu, tapi kamu memberiku kehidupan." Kent tidak menyembunyikan hal ini, ada hal yang harus dihadapi. "Tunggu ingatanmu pulih kamu juga akan tahu."Kent telah beberapa kali menolongnya, Thasia percaya pria ini tidak akan mencelakainya.Meski Kent bukan orang biasa.Sekarang orang yang menemaninya adalah Kent.Thasia tanpa sadar bertanya, "Kamu punya teman?""Nggak punya."Thasia bertanya lagi, "Kamu nggak ada teman?"Kent malah berkata, "Aku nggak perlu teman.""Orang tuamu di mana?""Aku nggak tahu siapa orang tuaku.""Kalau begitu kamu pasti kesepian, nggak ada keluarga da
Bagi Lisa, dia hanya punya pilihan ini.--Thasia tidak tahu bagaimana dirinya melewati malam ini, waktu terasa sangat lama.Dia terus terjaga di sofa sepanjang malam.Setelah dia merasa lebih sadar, matahari sudah mulai terbit.Rasanya lelah.Sangat lelah.Thasia menyeret tubuhnya yang lelah ke kamar mandi, dia mencuci muka, saat melihat wajahnya di kaca dia merasa terkejut.Dia kira dirinya melihat hantu.Matanya memerah, wajahnya sangat pucat, tidak ada rona darah sama sekali, dia terlihat seperti wanita sakit parah.Thasia mengelus wajahnya, dia tidak percaya dirinya menjadi seperti ini.Setelah hatinya dilukai apakah dirinya semenyedihkan ini?Tanpa Jeremy, apakah dirinya tidak bisa hidup lagi?Jawabannya tidak.Bukannya dia sempat berpikir putus hubungan dengan pria itu dan ingin bercerai?Bedanya kali ini pria itu yang meminta pisah.Thasia masih bisa hidup, dia bahkan bisa hidup dengan jauh lebih baik.Thasia sudah memutuskan, sudah cukup dia merasa sedih semalaman, hari-hari s
Lisa sudah membayangkan.Pernikahannya dan Jeremy akan semeriah apa.Dia akan menjadi pengantin paling bahagia di dunia ini.Pada saat ini, Lisa mendengar suara langkah kaki, dia kira pembantu di rumahnya, jadi dia berkata, "Kamu nggak perlu melayaniku, kamu istirahat saja."Namun, suara langkahnya tidak berhenti.Lisa mengerutkan keningnya, dia merasa sedikit kesal, jadi dia melepas maskernya sambil berkata, "Sudah aku bilang ...."Begitu dia menoleh dan melihat dengan lebih jelas siapa yang datang, dia merasa terkejut, dia membuang maskernya dan berkata dengan hormat, "Ayah ....""Lisa." Pria itu menatap Lisa, lalu berkata sambil tersenyum, "Lama nggak bertemu, ternyata kamu sudah besar."Lisa segera berdiri, dia memeluk pria itu. "Ayah, akhirnya kamu dibebaskan, aku sangat rindu padamu!"Pria yang berusia sekitar 50 tahun itu lebih tinggi sedikit dari Lisa, meski sudah tua tubuhnya cukup tegap, dia mengelus kepala Lisa dengan lembut. "Maaf membuatmu sendirian."Lisa berkata, "Nggak