Langkah Thasia seketika berhenti, lalu dia berkata dengan nada hormat, bukan nada seorang istri, "Pak Jeremy ada urusan apa lagi?"Jeremy menoleh, dengan bingung menatap ekspresi asing di wajah Thasia. Dia berkata dengan nada memerintah, "Duduk."Thasia seketika merasa bingung apa yang ingin pria itu lakukan.Jeremy berjalan mendekat.Saat Thasia melihatnya mendekat, dia bisa merasakan sesuatu yang berbeda, seakan-akan udara di sekitarnya menipis.Merasa gugup juga bingung.Thasia tidak bergerak. Jeremy segera menarik tangannya.Saat tangan hangat pria itu menyentuhnya, Thasia merasa seakan-akan terkena sesuatu yang panas, dia ingin menarik tangannya kembali, tapi genggaman Jeremy cukup kuat, sehingga Thasia tidak bisa menarik tangannya. Jeremy langsung menariknya ke samping, berkata sambil mengerutkan kening, "Kamu nggak sadar tanganmu terluka?"Perhatiannya membuat Thasia terkejut. "Aku ... nggak apa-apa.""Sudah kapalan." Jeremy bertanya, "Kenapa nggak bilang?"Thasia menunduk, meli
Seketika Thasia merasa pusing, dia hampir pingsan, tapi saat itu dia mendengar seseorang berkata dengan panik, "Kalian ini bagaimana sih, kenapa bisa terjadi kesalahan seperti ini! Kak Thasia, Kak Thasia ...."Seiring suara itu mengecil, Thasia pun benar-benar jatuh pingsan.Begitu bangun Thasia sudah berada di rumah sakit, dia melihat langit-langit yang putih, dia masih belum terlalu sadar, kepalanya terasa sakit."Kak Thasia, kamu sudah siuman!" Rina segera berdiri dari bangku dengan mata memerah, lalu dengan panik bertanya, "Apakah ada yang sakit? Aku akan memanggil dokter."Thasia segera menoleh, walau badannya masih lemas dia tanpa sadar ingin terduduk. "Aku nggak apa-apa, kerjaannya bagaimana? Apakah ada orang lain yang terluka?"Rina berkata, "Jangan pikirkan kerjaan dulu, kamu tertimpa kaca hingga pingsan. Kamu membuatku takut saja, aku pikir kamu nggak akan siuman lagi."Sambil berbicara dia pun menangis lagi.Rina adalah asistennya Thasia, hubungan mereka cukup baik.Rina yan
Setelah beristirahat sebentar di rumah sakit, akhirnya Thasia diizinkan pulang dengan keadaan lesu."Thasia!"Saat Sabrina Gunawan menjemput Thasia, melihat wajahnya yang pucat dan kepalanya yang diperban, dia pun segera mendekat. "Astaga, apa yang terjadi padamu?"Thasia tidak menjawab."Jam segini seharusnya kamu sedang bekerja, kamu terluka saat kerja?" tanya Sabrina. "Mana Jeremy?""Nggak tahu."Sabrina melihat ada yang tidak beres pada Thasia, seharusnya tidak hanya tubuh wanita ini yang terluka, dia pun mendengus. "Kamu bekerja untuknya, sekarang kepalamu sampai luka begini. Jeremy sebagai suamimu malah nggak tahu di mana, apa bedanya kamu bersuami dengan nggak?""Nanti juga pria itu bukan suamiku lagi.""Apa? Dia ingin bercerai?" Ekspresi Sabrina pun berubah."Aku yang ingin bercerai."Ekspresi Sabrina berubah lagi. "Cerai saja. Nggak bisa mendapatkan orangnya, uangnya harus tetap dapat, kalau ada uang untuk apa takut nggak ada pria yang mau lagi? Nanti cari saja beberapa pria,
Thasia tahu Jeremy sangat serius dalam bekerja, pria itu tidak suka kalau ada kesalahan.Namun, hal ini bukan salahnya, pria itu yang seharian di rumah sakit menemani Lisa kemarin."Kamu bilang sedang sibuk, lalu menutup telepon."Jeremy terdiam sejenak, lalu berkata, "Lalu bagaimana solusinya?"Saat itu Thasia sudah di rumah sakit, jadi dia berkata, "Masih belum sempat diurus, aku ....""Bu Thasia." Jeremy berkata dengan dingin, "Seingatku kamu nggak pernah lalai dalam bekerja."Mendengar pria itu memanggilnya "Bu Thasia", hal itu mengingatkannya bahwa dirinya hanyalah seorang sekretaris, bukanlah istrinya.Thasia menggigit bibirnya, lalu berkata dengan sulit, "Aku rasa urusannya nggak terlalu parah, jadi masih bisa diundur.""Ada masalah bukannya segera diurus malah cari alasan untuk membela diri, apakah begini caraku mengajarimu?" Seketika Jeremy berteriak, "Segera datang ke kantor!"Setelah itu dia langsung menutup panggilannya.Thasia merasa sedih, tapi dia tidak ada waktu untuk m
Tepat saat itu Thasia sudah sampai di kantor, suasana di area kantor presdir sangat tegang."Kak Thasia."Begitu dia datang semua orang memanggilnya dengan sopan."Kak Thasia, lukamu sudah sembuh?"Thasia tidak ingin mereka terlalu khawatir. "Hanya luka kecil, kemarin setelah istirahat keadaanku sudah membaik.""Tapi seharusnya kamu masih istirahat, minta izin saja dengan Pak Jeremy, kamu masih terluka tapi sudah masuk kerja. Kak Thasia, kamu rajin sekali." Mereka merasa salut pada Thasia, dia lebih sering kerja daripada menikmati kehidupannya, mereka rasa tidak ada sekretaris serajin Thasia lagi.Pernikahan Jeremy dan Thasia masih dirahasiakan, semua orang tidak tahu hubungan mereka yang sebenarnya, jadi dia juga tidak berani terlalu berkomentar. "Aku ke kantor Pak Jeremy dulu, kalian kerjakan saja kerjaan kalian, nggak perlu memikirkanku."Baru sampai di pintu, dia mendengar Jeremy berteriak, "Pecat semua orang yang menyebabkan kelalaian itu di lapangan."Thasia tertegun, dia pikir m
Seharusnya pria itu senang kalau dirinya setuju.Atau jangan-jangan pria ini merasa terhina kalau Thasia yang mengajukan gugatan cerai itu.Jeremy menatap tubuh Thasia, lalu berkata dengan datar, "Sudah masuk jam kerja."Thasia melihat jam, saat ini pas jam sembilan, sudah saatnya masuk kerja.Thasia tersenyum dengan pahit. Pria ini tepat waktu sekali, sedetik pun tidak membiarkan dirinya santai.Dia melihat punggung Jeremy yang menjauh, membuatnya merasakan hawa dingin dan asing.Thasia juga tidak membuang-buang waktu lagi, dia segera melangkah pergi.Tony sedang menunggunya di luar. "Bu Thasia, ini dokumen dari Pak Jeremy."Dokumen yang jumlahnya sangat banyak diberikan padanya.Debu dari dokumen berterbangan ke mukanya, membuatnya terbatuk. Thasia bertanya, "Sudah berdebu begini, dokumen dari kapan?"Tony tidak berani mengatakannya. "Aku juga nggak tahu, Pak Jeremy yang mengaturnya."Semua orang di kantor melihat ke arah Thasia, seketika mereka merasa kasihan padanya.Mereka berpiki
Ricky Sendio merasa bingung, mungkinkah Jeremy sedang sakit?Bukankah beberapa waktu yang lalu pria itu sudah melakukan pemeriksaan, tubuhnya juga tidak bermasalah.Thasia itu istrinya, kalau ada masalah mungkinkah ....Ricky segera berjalan ke kantor, setelah memanggilnya, tatapannya tertuju pada celana Jeremy.Melihat tatapan anehnya, Jeremy mengerutkan kening. "Aku menyuruhmu memeriksa Thasia, untuk apa kamu melihatku?"Ricky menarik kembali arah pandangannya, dia tersenyum dengan canggung. "Nggak apa-apa, aku tadi bertemu Kak Thasia di pintu lift. Dia sudah pergi, sepertinya dia sedang marah."Jeremy berkata, "Nanti juga akan kembali.""Kalian bertengkar?""Wanita ngambek itu sudah biasa."Ricky ingin mengatakan sesuatu tapi tidak enak, pada akhirnya dia hanya duduk di sofa samping.Melihat pria itu masih tidak pergi, dia pun berkata, "Dia sudah pergi, untuk apa kamu masih di sini, aku sudah nggak membutuhkanmu lagi.""Aku baru datang tapi sudah diusir, setidaknya mengobrollah deng
Thasia menoleh. "Kemas barang.""Mau ke mana?"Thasia berkata, "Pulang.""Bukankah ini rumahmu?" kata Jeremy dengan nada dingin.Seketika hati Thasia terasa sakit, dia pun menatap Jeremy. "Menurutmu ini rumahku? Aku hanya menumpang saja di tempat kalian."Jeremy segera menari tangannya, menghentikannya mengemasi koper, lalu suara bernada dinginnya terdengar dari atas kepala. "Kamu ingin marah sampai kapan?"Thasia tidak berani mendongak, takut dirinya akan menangis melihat wajah pria itu, dia segera menepisnya. "Aku nggak marah, aku serius. Pak Jeremy, minggir sebentar, aku ingin beres-beres."Thasia bersikeras ingin cerai dengannya, Jeremy pun segera membanting pintu.Mendengar ini Thasia segera menoleh, lalu Jeremy berkata, "Kenapa kamu ingin pergi?"Thasia tidak menjawab.Jeremy mendekatinya lalu berkata dengan penuh selidik, "Kamu merasa aku nggak bisa menghamilimu? Kamu ingin aku membuktikannya sekarang, hah?"Perkataannya ini membuat Thasia merasa takut, seketika dia teringat sal