Share

Bab 2

Pada akhirnya, keinginannya terkabulkan.

Dia menggunakan seluruh kekuasaannya untuk mengambil alih perusahaan keluargaku.

Dia juga mengirimkan ayahku ke penjara dan menyiksaku dengan segala cara.

Sampai suatu hari, aku dihadang di sebuah gang.

Aku yang ketakutan pun menelepon Kevin, berharap dia menolongku.

Aku berteriak meminta bantuan, tapi hanya mendapatkan respons dingin darinya.

"Laras, apa lagi yang kamu lakukan? Kalau mau mati, matilah di tempat yang lebih jauh."

Sesuai harapannya, aku pergi jauh.

Aku hidup sengsara di tempat yang tak terlihat olehnya.

Hidupku bahkan lebih menyedihkan daripada seekor anjing.

Namun tak kusangka, dia menemukanku.

“Laras, kenapa denganmu?”

Kevin tampak terkejut dengan reaksiku.

Dia melangkah mendekat dan menarikku ke dalam pelukannya.

Dia sama sekali tidak peduli bahwa aku akan mengotori jas mahal yang dikenakannya.

Orang-orang di sekitar mulai berkumpul.

Seseorang bahkan menasihatinya, “Pak, kamu sebaiknya menjauh dari wanita bisu ini. Dia tidak waras.”

“Bisu? Tidak waras?”

Kevin tampak kaget.

“Iya, wanita bisu ini sudah tinggal di sini beberapa tahun. Dia selalu terlihat ketakutan seperti ini.”

Tubuhku bergetar lebih hebat.

Tanpa ragu, Kevin langsung mengangkatku dan membawaku ke mobilnya.

Aku terkejut sampai membelalakkan mataku, tapi tetap tidak berani melawan.

Dia melemparku ke kursi belakang.

Bau tidak sedap pun mulai memenuhi udara di dalam mobil.

Aku menyandar pada pintu mobil dengan kepala tertunduk karena rasa malu dan takut.

Begitu menyadari celanaku basah, ketakutan kembali melanda diriku.

Dulu Kevin tidak pernah mengizinkanku menyentuh barang-barangnya.

Sekarang aku malah mengotori pakaian dan mobilnya.

Dia pasti sangat marah.

Aku sangat takut akan kemarahannya.

Namun, kali ini Kevin tidak mengatakan apa-apa.

Dia hanya menghidupkan mesin dan mulai menyetir.

Dia membawaku ke rumah sakit untuk melakukan pemeriksaan.

Hasil awal menunjukkan bahwa aku mengalami gangguan akibat trauma.

Dia memegang laporan itu dan menghela napas panjang.

“Laras, apa yang kamu alami selama ini?”

Aku tetap diam, tidak mau menjawabnya.

Pada akhirnya, dia memutuskan untuk membawaku pulang.

Bagi diriku yang sekarang, vila itu sudah tidak lagi terasa seperti rumah.

Tempat itu jelas adalah penjara yang mengerikan.

Kevin membawaku kembali ke vila yang diberikan ayahku sebagai hadiah pernikahan kami.

Vila ini juga adalah tempat di mana ayah Kevin bunuh diri.

Ketakutan dahsyat terasa seperti tangan besar yang mencekik leherku.

Aku merasa akan terbunuh kapan saja.

Kevin menatapku dengan ekspresi rumit. Sorot matanya penuh kebencian yang tak tersembunyikan.

“Laras, jangan kira kamu bisa menebus dosamu hanya dengan cara ini. Ini belum cukup. Jauh dari cukup.”

Kemudian, dia mengesampingkan semua pekerjaan dan mulai merawatku.

Kondisi vila ini masih sama seperti dulu.

Tidak ada yang berubah, kecuali sikap Kevin padaku.

Pemburu ulung tidak pernah mau menyerang mangsa yang sakit.

Aku tahu bahwa kesabarannya terhadapku hanyalah sementara.

Dulunya juga begitu.

Sikap baiknya padaku selalu diiringi dengan tuntutan menakutkan di kemudian hari.

Kini aku tidak sanggup menanggung tuntutan apa pun lagi.

Aku hidup penuh waspada dan tidak berani rileks sejenak pun.

Aku tidak berani makan, bahkan tidur di tempat tidur pun aku tidak berani.

Sebab, ayah Kevin mati tepat di kamar ini.

Setiap kali memejamkan mata, aku langsung terbayang tubuh ayah Kevin yang berlumuran darah.

Kevin tidak memaksaku, tapi terus melakukan rutinitasnya untuk membawakanku makanan.

Beberapa hari kemudian, tubuhku tidak bisa bertahan lagi.

Pandanganku mulai kabur. Perutku kosong dan tubuhku lemas tak berdaya.

Akhirnya, aku menyerah. Aku mulai makan dengan gelojoh.

Entah sudah berapa lama aku tidak makan makanan seenak ini.

Alhasil, aku makan dengan terburu-buru hingga tersedak beberapa kali.

Setelah makan, aku meringkuk di lantai untuk tidur.

Ketika Kevin masuk lagi, dia menemukan semua makanan yang dibawakannya itu telah dimakan habis olehku.

Dia tertawa sinis. “Benar saja. Orang seperti kamu nggak mungkin rela mati kelaparan.”

Aku memeluk lututku dan meringkuk di sudut ruangan tanpa mengatakan apa-apa.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status