Share

Dijadikan Pelayan

"Aku dipaksa nikah sama papa dan mama, demi dapetin warisannya kakek. Mau menikah sama siapa?! Calon saja nggak punya, sedangkan aku hanya dikasih waktu satu minggu," ucap Gerald, kepada sahabatnya yang ada di seberang telepon.

Pria itu berdiri di balkon sambil tangannya memegang segelas wine, kepalanya mendadak pusing memikirkan desakan orang tuanya.

"Ashley?" tanya Jacob, pria yang sudah menemani Gerald sejak kecil.

"Dia belum siap menikah. Lagipula ... bagaimana aku bisa mencari wanita lain kalau masih mencintai Ashley? Aku tidak yakin bisa menyukai wanita lain, hanya Ashley yang aku pikirkan setiap hari."

Gerald meracau setelah menghabiskan satu botol wine, membuat Jacob hanya bisa menghela napas kasar.

"Carilah wanita lain, Gerald. Masalah perasaan bisa dipaksa, apalagi sekarang sudah nggak asing sama pernikahan kontrak. Yang penting kamu bisa klaim warisannya, urusan pernikahanmu biar dipikirkan sambil jalan," saran Jacob.

"Awalnya aku juga berpikir seperti itu. Tapi keluargaku sangat membenci perceraian, aku tidak mungkin menceraikan istriku nanti. Padahal kau tahu sendiri kalau aku masih mengharapkan Ashley."

Gerald menenggak habis wine, kemudian melemparkan gelasnya ke lantai.

"Tapi aku akan ikuti saranmu, siapa tahu perasaanku bisa sedikit melupakan Ashley. Yeah ... aku sepetinya memang butuh pelampiasan biar nggak kebayang-bayang terus," sambung Gerald.

"Hubungi aku kalau kau membutuhkan sesuatu, Gerald."

Pria itu tidak menyahut, ia langsung mematikan ponsel dan berjalan sempoyongan ke ranjang. Netranya perlahan-lahan tertutup, memaksa tidur meskipun kepalanya pusing sekali.

Keesokan harinya.

Pagi ini Dinara menunggu Gerald dengan perasaan cemas, ia takut dan terus berpikir bagaimana caranya menyerahkan kemeja atasannya itu.

"Apa aku titipkan saja, ya? Kalau menyerahkan langsung, aku malu dan nggak enak dilihatin yang lain," gumamnya.

Hingga sebuah mobil mahal berhenti di depan lobi, seorang pria tampan keluar setelah bodyguard membukakan pintu.

"Ya Tuhan!" pekik Dinara.

Wanita itu segera menunduk saat Gerald berjalan menuju lobi, degup jantungnya berdetak kencang memikirkan reaksi Gerald nantinya. Jangan sampai atasannya itu marah, atau ia akan dipecat.

"Kau yang membuat bajuku kemarin kotor 'kan?" tanya Gerald, berhenti tepat di hadapan Dinara.

"B-benar, Pak. Saya sudah mencucinya. I-ini ..." Dinara menyerahkan sebuah paper bag yang langsung diambil oleh Gerald.

Pria itu tersenyum puas melihat bajunya bersih dan rapi, tetapi sedetik kemudian ia langsung membuang senyumnya.

"Hukumanmu belum selesai. Sekarang, kau ikut denganku naik ke lantai atas!" titahnya yang sontak membuat Dinara gelagapan.

Dinara bingung, ia mau dihukum apa lagi? Namun, ia langsung menurut dan masuk ke dalam lift yang sama.

Saat ini Dinara bisa mendengar degup jantungnya sendiri, gugup tidak karuan dan rasa takut menjadi satu. Hingga akhirnya pintu lift terbuka, Gerald menuju ruangannya dan langsung mendudukkan diri di kursi kerja.

"Aku puas saat kau membersihkan kemejaku, tapi tidak berarti aku memaafkanmu. Mulai hari ini, kau menjadi office girl yang khusus melayaniku. Tempatmu ada di lantai ini, dan tugasmu juga untuk membersikan seluruh ruangan yang ada di lantai ini," jelas Gerald.

Tubuh wanita itu tersentak, ia merasa hukumannya terlalu berat. Bukankah ia juga sudah mendapat SP-1?

"Maaf, Pak. Tanpa mengurangi rasa hormat saya, izinkan saya mengajukan sanggahan."

"Tidak ada sanggahan. Pilihannya hanya dua. Kau menurut, atau keluar dari kantor ini," sahut pria itu dengan cepat.

Wajah Dinara memerah. Ia masih ingin protes, tetapi kalau sampai dipecat, pasti suaminya bertambah menghinanya. Ia juga akan semakin lama untuk memboyong Azka pergi dari rumah mertuanya.

"Bagaimana?" tanya Gerald yang membuat Dinara mengangguk singkat.

Entah kenapa Gerald benci sekali melihat Dinara, wanita pembangkang itu sudah membuat gara-gara di pertemuan pertama mereka. Jadi, ia ingin memberikan hukuman agar kapok dan dengan sendirinya Dinara keluar dari kantor.

"Ya sudah, ngapain masih di sini? Cepat kamu buatkan kopi dan siapkan camilan, lalu bersih-bersih seperti biasa. Nanti aku yang ngomong ke kepala office girl kalau kamu dipindahkan tempat!" ketus Gerald.

"Baik, Pak. Saya mohon permisi." Dinara mengangguk hormat, sementara Gerald hanya menyapukan tangan ke udara sebagai isyarat untuk Dinara segera keluar dari ruangannya.

Gerald mulai menyalakan laptop dan mengecek beberapa dokumen yang masuk ke surelnya, tidak lama kemudian terdengar suara ketika pintu.

Ternyata Dinara yang datang membawakan secangkir kopi dan sepiring buah potong, wanita itu menaruh di meja kerja Gerald.

"Terima kasih," ucap Gerald sambil sedikit melirik ke arah Dinara.

Pria itu mempertajam pandangannya saat mendapati Dinara yang terlihat cantik dengan rambut dikuncir kuda, kulit putih bersih serta alis tebal yang dimiliki Dinara membuatnya tidak bisa melepaskan pandangan.

"Kenapa aku baru sadar kalau bibirnya mungil sekali, dia terlihat manis. Tapi dia hanya office girl, jelas nggak setara denganku," batin Gerald.

Pria itu mengambil ponsel dan diam-diam mengambil potret Dinara yang masih membereskan botol bekas minuman di meja meeting.

Setelah Dinara keluar, ia segera mengirimkan foto itu ke nomor Jacob, meminta masukan apakah Dinara pas dijadikan wanita sementara untuk mencapai tujuannya.

[Dia cantik. Tinggal dipoles sedikit sepertinya nggak akan kelihatan kalau seorang office girl. Papamu juga nggak akan tahu, mustahil beliau hafal sama seluruh pegawainya. Dan, pasti wanita itu butuh uang banyak untuk hidup. Tinggal kau iming-imingi sejumlah uang, pasti dia mau pura-pura jadi pasanganmu.] tulis Jacob dalam balasan pesannya.

Gerald terkekeh pelan, sekali lagi ia memperhatikan foto Dinara dan perlu diakui kalau wanita itu memang cantik.

Postur tubuhnya tinggi semampai, rambut hitam legam semakin membuat Gerald yakin bahwa orang tuanya tidak akan curiga siapa Dinara sebenarnya.

"Tidak apa-apa, lah. Ini hanya untuk sementara, toh aku akan memberikannya sejumlah uang. Dia pasti mau, wanita mana yang tidak suka uang?" gumamnya.

"Sambil menunggu Ashley pulang dari luar negeri, aku perlu pelampiasan biar nggak jenuh. Meksipun Dinara hanya seorang office girl, tapi kecantikannya setara dengan mantan-mantanku." Gerald tergelak hebat, membayangkan warisan sang kakek akan segera jatuh padanya.

Ia memanggil Dinara untuk datang ke ruangannya melalui monitor, wanita itu segera masuk sambil menentang kain lap.

"Basok kau akan ikut denganku, ada beberapa urusan pekerjaan yang tidak bisa aku handle sendiri. Asisten pribadiku lagi cuti panjang, jadi kau cocok untuk membawakan barang-barangku," ucap Gerald yang jelas saja membuat Dinara kaget.

"Kenapa saya, Pak? Maaf, tapi saya masih baru dan belum terlalu paham." Wanita itu masih menunduk, sambil berpikir keras apa maksud atasannya tersebut.

"Apa aku perlu pendapatmu? Terserah, dong, mau mengajak siapa. Lagipula ... kau hanya ku jadikan sebagai pembawa barang-barangku, bukan aku ajak ikut karena kau spesial. Jangan mimpi, karena hanya tampangmu saja yang sedikit pantas untuk menjadi pelayanku."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status