Gerald datang ke kantor pagi-pagi sekali, sengaja karena ingin menunggu Dinara. Pria itu berencana meluapkan kekesalannya, kepalanya masih berdenyut memikirkan desakan orang tuanya yang semakin hari semakin tidak masuk akal."Nah, itu dia!" pekiknya saat melihat Dinara keluar dari lift karyawan.Kedua tangannya penuh dengan alat pel, kain lap tersampir di pundaknya.Namun, bukannya ilfeel, Gerald malah semakin kagum dengan Dinara. Apalagi saat Dinara menguncir rambutnya ke belakang, leher jenjang nan putih itu membuat mata Gerald tidak bisa berkedip."Kamu terlambat, harus menerima hukuman," celetuknya yang jelas saja membuat Dinara kaget.Dinara melihat jam tangan, jarumnya menunjukkan pukul tujuh kurang lima menit, sedangkan jam kerjanya dimulai jam tujuh. Bagaimana bisa dikatakan terlambat? Padahal absennya saja lebih pagi dari jam masuk."Maaf, Pak. Setahu saya, saya mulai bekerja jam tujuh. Dan sekarang masih jam tujuh kurang, saya juga sudah absen di bawah. Jadi, saya tidak bisa
"Kenapa lama sekali angkat teleponnya?" sentak Gerald dari seberang telepon."Maaf, Pak. Saya baru sampai rumah. Ada apa, ya, Pak?" tanya Dinara."Aku butuh seseorang yang bisa ku ajak ke pesta bisnis nanti malam, aku akan membawa banyak kado untuk kolega-kolegaku. Tidak mungkin aku membawanya sendiri, jadi ... aku berpikir kau bisa membawanya," jelas Gerald.Wanita itu mengerutkan kening. "Maksudnya bagaimana, ya, Pak?""Kau bertanya maksudku? Kenapa kau tidak bisa langsung paham?!"Dinara menjauhkan ponselnya saat gendang telinganya berdengung. Gerald benar-benar tidak berprikemanusiaan, berbicara langsung atau dari telepon tetap saja suka membentak-bentak."Maaf, Pak. Saya memang tidak paham maksud Bapak," jawabnya.Terdengar helaan napas kasar. "Kau ini memancing kekesalan saja bisanya. Maksudnya aku memintamu untuk ikut ke pesta bisnis, tugasmu nanti membawakan kado-kado untuk para kolega.""Hah ... s-saya ikut ke pesta bisnis, Pak?" "Dasar bodoh! Jangan memintaku untuk mengulan
"Papa ...," panggil Azka yang baru pulang bermain, anak kecil itu memegang bola, tatapan matanya bingung melihat ketiga orang dewasa yang tengah berseteru. "Suara Papa terdengar dari luar, apa Papa sedang marah?""Sayang." Reno langsung menurunkan tangan dan berbalik badan, pria itu menghampiri putranya lalu menggendong tubuh mungil itu. "Tidak, Nak. Mungkin kamu hanya salah dengar."Yuyun ikut khawatir kalau cucunya mendengar suara yang tidak-tidak. Bibirnya mencebik, menganggap Dinara adalah penyebab dari kesalahpahaman sang cucu."Gara-gara kamu cucuku jadi salah paham. Awas aja kalau sampai Azka tanya macam-macam! Dan ... kali ini kamu memang aman, tapi lihat saja suatu saat nanti kalau kamu masih berani mencari gara-gara kepada Bella," bisiknya tepat di telinga Dinara.Yuyun menghampiri cucunya yang ada di gendongan Reno, ia mengajak Azka mandi dan anak laki-laki itu langsung mengangguk.Meninggalkan Reno dan Dinara di depan kamar mereka. "Untung saja ada putraku, Din. Jadi aku
Setelah sampai di Kediaman Nada, Dinara langsung mendudukkan dirinya di ruang tamu. Nada tinggal sendirian, wanita itu sebatang kara dan tidak punya siapa-siapa lagi di dunia ini. "Yang kamu katakan di pesan chat tadi beneran?!" tanya Nada yang baru saja keluar dari kamar. Kedua bola matanya membelalak, terkejut saat sahabatnya mengirim pesan dan mengatakan bahwa mereka akan diajak ke pesta bisnis oleh Gerald.Dinara mengangguk. "Memang beneran, kok. Katanya kita disuruh bawa kado yang akan diberikan untuk kolega-koleganya Pak Gerald. Kayaknya ada banyak kado, deh. Soalnya kalau hanya sedikit nggak mungkin beliau mengajak kita, beliau cukup dengan asisten pribadinya saja.""Iya juga, sih," sahut Nada. "Tapi aku nggak punya baju bagus, nanti malu-maluin nggak, ya?""Ayo aku bantu siap-siap di kamar. Tiga puluh menit lagi mungkin Pak Gerald sudah sampai, jangan sampai kita belum siap. Nanti kena marah," kata Dinara.Nada mengangguk dan lantas bangkit dari duduk, kedua wanita itu beran
Waktu menunjukkan pukul dua belas malam, pesta baru berakhir. Mobil mewah itu membawa Dinara dan Nada pulang, tidak lupa Gerald memberikan bonus besar untuk dua wanita itu."Nad, kita kemalaman banget. Ini sudah jam setengah satu. Maaf, ya," ucap Dinara."Kenapa harus minta maaf? Malah aku berterimakasih karena kamu ajak, aku dapat banyak bonus dari Pak Gerald," sahut Nada.Dinara memeluk erat sahabatnya, mengucapkan banyak terima kasih telah menemani malam ini."Kamu tidur sini saja, Din.""Kasihan Azka kalau aku nginep sini, nanti dia nyariin. Azka suka kebangun malam-malam, nanti Mas Reno marah kalau anaknya nyariin aku tapi aku nggak ada," jelas Dinara. "Yakin?" Nada menatap khawatir, jalanan sepi dan takut Dinara kenapa-napa.Namun, Dinara terus meyakinkan Nada hingga akhirnya sahabatnya itu mengizinkannya pulang. Dinara menitipkan gaun mahal pemberian Gerald di rumah Nada, khawatir Reno melihatnya nanti.Beruntung Dinara punya satu kunci cadangan, jadi dia bisa langsung masuk r
Hari-hari berlalu begitu cepat sejak ajakan ke pesta bisnis itu, Dinara mengerjakan pekerjaan dengan baik meskipun seluruh badannya pegal linu.Pagi ini, tiba-tiba Yuyun berteriak-teriak memanggil namanya, memintanya untuk datang ke kamar wanita paruh baya itu."Ada apa, Ma?" tanya Dinara yang datang tergopoh-gopoh."Lama banget, sih?!" sentak Yuyun. "Badan Mama nggak enak, kayaknya masuk angin. Kamu kerokin dulu, ya."Dinara melihat jam tangannya, waktu menunjukkan pukul setengah tujuh. Wanita itu mengangguk, lantas mendekat ke ranjang dan mulai melakukan permintaan mertuanya."Agak kenceng, Din. Biar kerasa"."Iya, Ma." Dinara juga mengoleskan minyak urut, hingga Yuyun beberapa kali bersendawa."Merah, Din?" tanya Yuyun sambil menengok sedikit ke belakang."Iya, Ma. Beneran masuk angin ini."Wanita paruh baya itu mendengus kasar. "Ya beneran, lah. Masa Mama sakit bohongan, ini gara-gara kecapekan ngurus Azka."Dinara tidak menyahut, ia memilih cepat-cepat menyelesaikan agar bisa seg
"Nad, kamu mau makan apa? Aku mau beli makan di cafe depan," kata Dinara saat baru saja keluar dari ruangan Gerald. "Makan? Aku nggak lapar, tadi sudah sarapan. Kamu beli saja sendiri," jawab wanita berambut sebahu itu. "Aku belikan minum sama cemilan, ya. Tadi Pak Gerald kasih seratus ribu, katanya suruh beli sarapan," bisik Dinara, ujung netranya melirik ke pintu ruangan CEO. "Tapi jangan bilang-bilang kalau aku bagi uangnya sama kamu." Nada mengangguk paham, wanita itu menunjukkan jempol kepada sahabatnya. "Tapi tumben Pak Gerald kasih uang. Ada apa?" tanya Nada, dengan suara lirih. "Beliau tadi tanya aku sudah sarapan apa belum, dan aku jawab belum. Akhirnya kasih uang buat beli makanan, katanya takut aku kemas dan perusahaan harus mengeluarkan biaya mahal buat bayar dokter kalau aku kenapa-napa," jelas Dinara. Nada menatap penuh selidik, seakan tidak percaya kalau hanya itu alasan atasannya memperhatikan Dinara. "Ya ... aku bersyukur, Nad. Pak Gerald sudah nggak ter
"Din ... langsung masak, ya. Nanti malam ada arisan, mama belum masak sama sekali. Itu 'kan tugas kamu yang biasanya masak," ucap Yuyun saat melihat menantunya baru masuk rumah. "Oh, iya ... bersihkan ruang tamunya dulu. Jadi, nanti kalau teman-teman mama datang, semuanya sudah rapi," sambungnya.Tidak peduli Dinara yang capek baru pulang kerja, sudah disuruh memasak dan beres-beres."Arisannya jam berapa, Ma?" tanya Dinara dengan malas."Jam tujuh malam. Nggak banyak, kok, masaknya. Cuma penyetan ayam sama sayur asem untuk dua puluh orang."Dinara melongo tidak percaya."Hanya dua jam, Ma, waktunya? Itu singkat banget. Meskipun hanya penyetan, tapi untuk dua puluh orang itu juga banyak," kata Dinara dengan suara lirih.Yuyun mencebik emosi. "Kamu mau bantu mama apa nggak? Mama nggak butuh ceramah. Kalau nggak bantu pergi saja sana ke kamar, menantu satu bisanya cuma nyusahin nggak mau bantuin orang tua. Nyesel mama merestui Reno saat menikahimu dulu," cecar Yuyun yang meremek ke mana