Share

Paksaan Menikah

Dinara baru pulang saat jam menunjukkan pukul tujuh malam, ia harus lembur kerena kedatangan petinggi perusahaan hari ini.

"Baru pulang?" tanya Reno saat melihat istrinya baru masuk rumah.

Pria itu melipat kedua tangan di depan dada, tubuhnya bersandar di pintu kamar. Kilatan matanya menatap remeh ke arah Dinara, tanpa peduli wajah lelah sang istri.

"Katanya sampai jam lima saja? Ini, kok, jam tujuh baru pulang? Jangan-jangan kamu ketemuan sama cowok, ya?"

"Jaga mulutmu, Mas! Hari ini aku lembur karena petinggi perusahaan datang, kamu nggak tahu apa-apa jangan nuduh sembarangan," sanggah Dinara.

Reno menaikkan sebelah alisnya. "Memangnya apa kepentingan petinggi perusahaan sama kamu? Kamu 'kan hanya office girl."

"Lalu siapa yang nyiapin makanan dan minuman? Kamu kira staf lain?!" sahut Dinara yang tanpa sadar menaikkan nada suaranya.

Membuat Reno membelalak kaget. "Baru kerja sehari saja sudah berani bentak-bentak suami. Memang nggak ada adab kamu, Din. Kalau dengan bekerja malah membuatmu jadi wanita pembangkang, lebih baik kamu resign saja. Lagian berapa gaji office girl? Palingan juga masih besar gajiku."

"Besar atau kecil gajiku bukan urusanmu, Mas. Yang penting aku nggak lagi ngemis-ngemis sama kamu," jawab wanita itu sambil menyeringai.

Reno sangat kesal melihatnya. "Baiklah ... terserah kamu. Lihat saja, kuat sampai berapa bulan kamu bekerja."

"Ngapain kamu mau lihat? Tadi katanya nggak peduli?" Dinara melirik sinis ke arah suaminya, dia tidak mau terlihat rendah meskipun Reno terus mengolok-olok.

Pria itu menggeram emosi, kedua tangannya terkepal erat dan andaikan Dinara bukan wanita, pasti dia sudah memukulmya.

"Jangan pancing emosi orang yang baru pulang kerja, Mas. Kamu pasti tahu seperti apa capeknya, karena kamu saja bahkan nggak mau diganggu kalau baru pulang dari kantor. Demikian juga aku," kata Dinara, seraya beranjak menuju kamar putranya.

Reno yang belum puas pun mengikuti langkah Dinara, dia menarik paksa tangan sang istri agar berhenti sebentar sebelum masuk kamar Azka.

Tanpa sengaja dan tas Dinara jatuh, beberapa barang berhamburan ke lantai karena memang tidak ada resletingnya.

"Gimana, sih, Mas?!" sentak Dinara yang langsung berjongkok untuk membereskan barang-barangnya.

Setelan mahal milik Gerald juga jatuh bersamaan paper bag yang terlepas dari genggaman Dinara, membuat wanita itu panik tidak karuan karena khawatir bertambah kotor.

Reno langsung mengambil kemeja itu, pupil matanya membesar saat melihat merk mahal kemeja tersebut.

"Heh, itu kemeja bosku, Mas. Jangan sentuh-sentuh!" Dinara langsung merebut kemeja mahal itu, lantas kembali memasukkan ke dalam paper bag.

"Baju bosmu?" Pria itu semakin mengerutkan kening. "Kau ini kerja atau melayani bosmu, hah? Kenapa kemejanya bisa ada sama kamu? Satu stel sama celana dan sepatunya pula."

"Sembarangan kalau ngomong! Kamu pikir aku wanita apaan, Mas? Ini gara-gara aku tidak sengaja menumpahkan kopi ke kemeja bosku, dan aku disuruh mencuci," jelas Dinara.

Wanita itu semakin kesal mendapati tatapan intimidasi dari suaminya. "Biasa aja, Mas, natapnya. Aku nggak selingkuh seperti yang kamu tuduhkan."

"Bukan begitu, Din. Tapi itu kemeja mahal, nggak bisa dicuci sembarangan, laundrynya juga laundry khusus. Kamu ini baru kerja sudah buat masalah, sama bos lagi. Memangnya kamu punya uang buat laundry?"

Dinara menghela napas kasar, kemudian menjawab, "jangan sok perhatian. Aku tahu kamu takut uangmu terpakai buat bayar laundry, Mas. Tidak akan, kok. Aku ada uang sendiri."

Wanita itu langsung bangkit dan melenggang masuk ke dalam kamar putranya, meninggalkan Reno sendirian di luar.

"Syukurlah kalau kamu sadar diri, Din. Aku nggak sudi uangku buat backup kesalahan yang kau buat sendiri!"

Dinara tidak memperdulikan teriakan suaminya, dia turut merebahkan diri di samping putranya sambil memeluk lembut.

"Maaf, ya, Nak. Kamu harus mendengar suara pertengkaran mama dan papa setiap hari. Maaf kalau mama nggak bisa mengalah, mama memang tidak mau direndahkan oleh papamu. Maaf sudah membiarkanmu tumbuh dalam rumah yang tidak pernah tenang, Nak. Maafkan mama ...." Dinara menghapus air matanya, lantas mengecup lembut kening Azka.

Dia bertahan demi putranya, meskipun Reno bukan suami yang baik, tetapi Reno ayah yang baik untuk putranya.

Setelah puas menciumi wajah Azka, Dinara bangkit dan berjalan menuju kamar mandi sambil menenteng paper bag.

Saat pulang tadi ia membeli deterjen khusus untuk mencuci kemeja milik Gerald.

"Deterjen sama pewanginya mahal banget. Tapi, ya, sudahlah. Aku juga nggak punya banyak uang buat bayar laundry," gumamnya dan mulai mencuci dengan lembut.

***

Di tempat lain, di sebuah kediaman megah nan mewah yang dipenuhi lampu kristal, dua orang paruh baya tengah bersitegang dengan putranya.

Renaldy River dan istrinya, Antonia, menginginkan penerus dari putranya yang sudah berusia 35 tahun. Namun, Gerald, putra tunggal dari pasangan itu hanya acuh dan tidak peduli.

"Aku belum siap menikah, Pa, Ma. Kalau aku memaksa, nanti malah aku menelantarkan anak orang. Memangnya papa dan mama mau pernikahanku nggak bahagia?" sanggah Gerald.

"Belum siap menikah atau belum move on dari Ashley?!"

"Ma—"

Wanita dalam balutan dress putih itu langsung memotong ucapan putranya. "Kalau kamu mencintai Ashley, bawa dia ke sini dan nikahi secepatnya. Tapi kalau dalam satu minggu kamu tidak membawanya, kamu harus mencari wanita lain, Gerald!"

Pria tampan itu terhenyak kaget. "Satu minggu ...?!"

"Ya. Dua bulan lagi adalah pertemuan dengan kakekmu dari Amerika, kamu harus punya istri dan penerus agar bisa mengklaim warisan darinya. Kalau tidak, maka warisannya tidak segera jatuh ke tanganmu," ucap Renaldy.

"Apa-apaan ini? Kalian menggunakanku sebagai alat mendapatkan warisan?!" Gerald menatap bergantian kedua orang tuanya, tetapi papa dan mamanya seakan tidak peduli dan tetap duduk tenang di sofa.

"Hal seperti itu sudah biasa, Gerald. Dalam keluarga kita sudah menjadi tradisi, kamu adalah cucu tertua dan kamulah yang akan mewarisi semua harta kakek. Umurmu juga sudah mencapai batas, sepuluh bulan lagi kamu menginjak usia 36 tahun," kata Antonia.

Gerald membuang pandangannya ke lantai. "Tidak masuk akal. Aku merasa dilahirkan hanya sebagai alat untuk menambah kekayaan papa dan mama. Bukannya kekayaan papa sudah banyak? Usahaku juga sudah maju di berbagai daerah. Kalau hanya uang, kita nggak akan kekurangan. Kalian tidak perlu memaksaku menikah."

Gerald terus menolak. Bagaimana tidak? Ashley, mantan kekasihnya mengajak putus karena ingin fokus mengejar karir sebagai model.

Tidak mungkin Gerald mengajak menikah, sudah pasti dia ditolak. Lalu, mau menikah dengan siapa? Apa papa dan mamanya pikir bisa semudah itu menemukan pasangan?

"Papa dan mama tidak akan menjodohkan kamu, takut kamu nggak cocok dan pernikahanmu bermasalah. Yang pasti, papa dan mama membebaskanmu membawa wanita mana saja, asal dia bisa setia dan mencintaimu dengan tulus, Gerald," ujar Renaldy.

Gerald menggeleng-gelengkan kepala, masih tidak terima dengan permintaan kedua orang tuanya.

"Satu minggu lagi, Gerald. Tidak ada toleransi kalau kamu gagal membawa calon istri!" desis Antonia.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status