Beranda / Pernikahan / Bukan Sekedar Istri Pengganti / Bab 2. Mencemarkan Nama Baik.

Share

Bab 2. Mencemarkan Nama Baik.

Ambar terpaksa menyewa kamar kos yang murah untuk sementara waktu. Ia merasa miris. Suaminya seorang CEO perusahaan besar dan ia tak punya tabungan yang banyak. Ia bebas berbelanja di toko grocery milik keluarga Sudiro begitupun kebutuhan lainnya. Ia juga memilik pakaian, tas dan juga sepatu mahal. Semuanya dipesan oleh Sandy khusus untuknya. Hanya saja ia tak pernah pegang uang banyak. Suaminya hanya memberinya uang sebesar gaji seorang IRT setiap bulan.  Itupun sebagian ia kirimkan untuk neneknya di kampung. 

Setelah merapikan koper dan juga barang-barangnya di kamar kos, Ambar keluar. Siang itu ia akan bertemu Sita, sahabatnya yang bekerja di perusahaan suaminya. Mungkin ia bisa memberikan info soal pekerjaan. Mereka bertemu di sebuah pujasera. Kebetulan Sita sekalian makan siang disela jeda ia bekerja.

"Kau betulan keluar dari Villa Arum Dalu?" mata Sita melebar menatap Ambar.

"Memang aneh? Aku sudah tak kuat dengan perilakunya. Aku sudah menanyakan masalah Rosemala. Ia tak menyangkal. Malah ia membelanya," ujar Ambar tanpa semangat. 

Sita menghela napas. Ia menyesap minumannya.

"Hm kau tahu saat ini mungkin Rosemala sedang makan siang bersama suamimu di dalam ruangannya. Aku hanya seorang office girl tapi aku tahu desas-desus semuanya. Orang-orang kantor bergosip kalau mereka sering menghabiskan waktu berdua di dalam sana," 

"Jangan memanasiku Sita. Aku tahu semuanya. Sandy bucin berat dengan wanita itu. Anehnya saat aku minta cerai. Ia tak setuju. Dasar laki-laki egois, bukan?" tukas Ambar berdecak.

"Artinya suamimu tak mau melepasmu tapi masih tak mau berhenti berhubungan dengan wanita itu. Benar-benar parah. Tapi dia kaya sih. Kebanyakan pria kaya begitu," 

"Hentikan Sit! Entah dia bisa membeli pulau. Aku tak bisa bersama dengan pria macam ini,"

"Tapi tunggu!" seru Sita mengamati tanda kemerahan di leher Ambar. Ambar sadar dan buru-buru menutupinya dengan kerah kemejanya.

"Jangan katakan kalian telah melakukannya," ujar Sita menutup mulutnya.

Wajah Ambar memerah karena malu.

"Dia memaksaku. Aku bisa apa coba!" seru Ambar.

Sita menggelengkan kepala.

"Benar-benar bajingan dia!" umpat Sita spontan.

"Sit carikan aku pekerjaan dong! di agensimu. Tak apa kalau aku jadi office girl atau cleaning service," ucap Ambar serius.

"Hidup bagai di sangkar emas. Semuanya tercukupi. Pakaian mewah, tas mewah tapi tak punya banyak uang. Apa enaknya. Ok aku akan usahakan," tukas Sita cepat. 

Tiba-tiba ponsel Ambar berdenting. Ada pesan masuk. 

"Siapa? apa suamimu?" tanya Sita ingin tahu.

"Temanku dari kampung. Ia ingin pinjam uang. Ia tahu aku menikah dengan pria kaya. Tentu saja aku tak bisa meminjaminya," kata Ambar dan meletakkan ponselnya kembali.

"Kalau kau keluar dari Villa kau tinggal di mana?" selidik Sita.

"Aku kos. Untuk sementara. Aku harus banyak berhemat. Tabunganku tak banyak," ucap Ambar tersenyum kecut.

"Aku akan usahakan kau cepat mendapatkan pekerjaan. Biar kau bisa keluar dari suami toxicmu itu. Biaya perceraian juga tak sedikit," seru Sita menatap Ambar dengan prihatin. Tubuh sahabatnya itu tambah ceking sementara dirinya yang hanya seorang pegawai rendahan saja tak bisa mengendalikan berat badannya.

"Ya aku juga akan menghubungi temanku lainnya. Siapa tahu mereka punya informasi kerjaan," seru Ambar.

"Waktu istirahatku sudah habis. Aku akan mampir ke kosmu saat pulang nanti. Share saja lokasinya. Kenapa kau tak bersamaku saja. Oh aku tahu kau tak mau merepotkan orang," ucap Sita bangkit. Ambar memang orang yang amat jarang minta bantuan orang lain kalau tidak kepepet. 

Ambar pun berencana berbelanja sedikit keperluan di salah satu minimarket. Ia harus membiasakan diri mengelola keuangan dan kebutuhan dirinya. Terus terang sebelum menikah ia tinggal di rumah nenek dan tak pernah hidup mandiri.

Setelah berbelanja ia pun kembali menuju ke kosnya. Saat kembali alangkah terkejutnya ia melihat kopernya sudah berada di depan kamarnya berikut semua barang-barangnya telah berada di luar. Pemilik kos menyambutnya dengan wajah cemas.

"Maaf anda tak bisa kos di sini. Kos ini sudah dibeli semuanya," kata wanita itu dengan risi.

"Dijual bagaimana? aku kan sudah bayar uang sewanya. Bahkan 6 bulan ke depan," protes Ambar. 

Pemilik kos itu melirik seseorang yang berjalan ke arah mereka diikuti seorang yang lain. Ambar baru sadar dengan sosok jangkung, beraura kuat dan tampan.

"Kau?" serunya tak menduga Sandy bisa muncul di tempat semacam ini. Sangat tak pantas dengan penampilan elegannya.

"Ayo kita pulang! Jangan mencemarkan nama baikku dengan tinggal di kolong tikus semacam ini," perintah Sandy. Pak Karim yang sejak tadi diam langsung meraih koper dan barang-barang Ambar. 

Ambar tak bisa berkata-kata. Sandy bisa berbuat seenaknya. Pria itu seolah menunjukkan kalau kaya memang bebas.

"Siapa bilang aku mau balik ke Villa," pekik Ambar tak mau mengikuti mereka. 

Sandy menoleh dan dengan langkah mantap meraih langsung menggendong Ambar ala bridal style. Ambar begitu terkejut sekaligus malu.  Mereka jadi perhatian seluruh penghuni kos. Semua merasa Ambar adalah wanita paling beruntung di dunia. Gara-gara dirinya semua penghuni kos dibebaskan untuk membayar untuk beberapa waktu.

"Jangan seperti anak kecil! atau aku akan menciummu di sini," ancam Sandy. Ambar langsung berhenti menggerakkan kaki dan tangannya. 

Di dalam mobil mereka duduk bersisian. Sementara pak Karim berkonsentasi menyetir. Sekat antara sopir dan penumpang segera ditutup.

"Aku bilang mau cerai! kita pisah. Kenapa kau membawaku kembali," ujar Ambar sambil menjauhkan tubuhnya sejauh mungkin dari Sandy. Sandy diam tapi terlihat geram.

"Kau mempermalukan aku. Aku Sandy Arlino Sudiro. Bahkan meskipun kau mantan istriku kau tak bisa tinggal di tempat kumuh seperti itu," 

"Kau malu? Buat apa malu. Toh siapa yang tahu kalau aku ini istri seorang CEO perusahaan Sudiro yang megah itu. Ingat selama 3 tahun kau tak pernah membawaku ke depan umum atau pesta manapun. Pesta pernikahan pun cuma pesta di kampung," ujar Ambar menekan dadanya yang terasa sedikit sesak.

"Diamlah!" ucap Sandy dengan dingin.

Mungkin selama 3 tahun ini Ambar bisa menahan semuanya tapi tidak hari ini.

"Sebenarnya kau anggap apa aku ini? Istri sah rasa simpanan begitu? Belakangan ini pun kau malah membawa Rosemala pergi ke pertemuan bisnis atau pesta. Kau pikir aku tidak tahu. Ibumu dan juga adikmu mengunggahnya di akun mereka," ucap Ambar penuh emosi. Hatinya terasa begitu sakit.

"Jangan terlalu melihat media sosial. Aku sudah melarangmu!" ujar Sandy kesal. Ambar selalu saja melanggar semua larangannya.

"Buat apa? Supaya aku tak tahu perbuatanmu di luar sana. Dan aku akan tetap bodoh tidak tahu apa-apa," balas Ambar. Ia akan berkata lagi tapi Sandy langsung membungkam mulutnya dengan bibirnya.

"Hentikan! Dasar pemaksa," pekik Ambar meronta sambil mendorong dada Sandy sekuat tenaga. 

Sandy tak bergeming. Malah ia memaksa untuk mencium Ambar lebih dalam. Ambar langsung menggigit bibir Sandy.

"Beraninya kau!" seru pria itu reflek melepaskan ciumannya.

"Kau tak bisa lagi semena-mena terhadapku. Turunkan aku di sini!" kata Ambar sedikit bernapas lega.

"Tidak akan. Selama kau masih menyandang status Nyonya Sandy Arlino Sudiro kau akan tetap ada di Villa Arum Dalu,"

Ambar hanya mampu menatap Sandy penuh kekesalan. Ia sudah tak punya tenaga lagi untuk menentangnya.

"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status