Malam itu Ambar menunggui Sandy menginap di klinik. Sandy ingin malam ini hubungannya dengan Ambar bisa mengalami kemajuan. "Mbar tolong, aku kedinginan. Naikkan selimutku," ucap Sandy pura-pura menggigil kedinginan. Ambar kini tak bisa membedakan apakah Sandy hanya pura-pura atau memang kedinginan. Dengan enggan ia segera membenah selimut Sandy. "Mbar apa kau tak penasaran, kenapa aku mual terus?" tanya Sandy melhat Ambar yang begitu cuek. "Dokter sudah mengatakan kau hanya salah makan," kata Ambar tak bisa menebak jawaban lain. Ia kembali fokus pada ponselnya "Kau tahu apa kata dokter pribadiku?" tanya Sandy lagi menatap Ambar. "Tentu saja aku tak tahu." Ambar berusaha tak peduli "Mbar, apa kau hamil?" tanya Sandy. Ambar langsung sedikit terkejut. Darimana Sandy tahu kalau dia hamil? Mungkinkah rumah sakit tempatnya kemarin di rawat, bisa membocorkan informasi seorang pasien. "Memang kenapa kalau aku hamil?" tanya Ambar bertanya balik. Ia masih tak ingin kehamilannya diket
"Sudah berapa tahun berlalu, sejak terakhir kali Kemuning datang untuk mengambilmu," seru Nenek dengan tatapan menerawang. Ambar tak bisa berkata-kata. Nama ibunya selalu membuatnya sesak. Ada keinginan untuk dekat dengannya, ada juga keinginan untuk membencinya. "Nenek sudah tua. Kamu juga jauh lebih dewasa sekarang. Saatnya menyerahkan semua keputusan padamu Mbar. Maafkan nenek, selama ini yang terlalu mengekangmu dan banyak memberimu larangan," ucap neneknya dengan tangan membelai lembut rambut Ambar. "Nenek jangan berkata begitu," tukas Ambar seraya memeluk neneknya dengan haru. "Temui ibumu. Perbaiki hubungan kalian," ucap nenek tersenyum. Ambar mengangguk dengan penuh kelegaan. Kini tidak ada lagi yag membuatnya ragu untuk bertemu dengan ibunya. Ia akan menghadapi ibunya apapun yang terjadi.Terakhir kali ia bertemu ibunya, tatkala pemakamam ayahnya. Ayahnynya meninggal saat Ambar berusia 10 tahun. Ayahnya ditemukan mati karena minum minuman keras oplosan. Dari dulu ayahnya
"Jangan menyebut Rosemala lagi. Mari kita fokus dengan pernikahan kita. Hentikanlah permainan ini. Mari kita bersikap lebih dewasa," seru Sandy berbisik di telinga Ambar. Ambar sedikit merinding. Sandy dengan cepat mengambil kesempatan untuk segera menciumnya. Buru-buru ia menjauhkan tubuhnya dari Sandy. "Tidak lagi Sandy," sentak Ambar waspada. tak boleh ia terpedaya lagi oleh bujuk rayu pria itu. Bayangan betapa mesranya Sandy saat memberikan kalung berlian itu pada Rosemala membuat hatinya perih. "Mengapa?" tanya Sandy kembali mendekat. Kali ini ia berhasil memagut leher jenjang Ambar. Ambar langsung tersengat. Sentuhan Sandy sulit untuk ditolak. "Please Sandy," rintih Ambar memberontak dalam pelukan Sandy yang kian erat. Otaknya mulai berkabut ketika Sandy kembali memciumnya dengan penuh sinar gairah. Tidak ketika ia sudah membulatkan tekad untuk berpisah. Ia harus segera pindah kalau tidak maka selamanya ia akan terjebak dalam hubungan menyakitkan tanpa akhir."Awc!" pekik Sa
Ada banayak harapan di mata Kemuning saat Ambar ada dalam pelukannya. "Ambar, aku lihat rumah tanggamu dengan Sandy tidak berlangsung baik-baik saja. Yang menculikmu dulu itu memang bukan suamimu, tapi aku tahu ada yang menginginkan dirimu celaka. Aku tak tahu yang terbaik untukmu. Aku ingin tahu apa yang akan kamu rencanakan? Apa kau serius ingin bercerai dengan Sandy?" tanya Kemuning tatkala mereka saling melepaskan diri dan kembali duduk. "Aku ingin bercerai dengan Sandy dan memulai hidupku sendiri, ibu," jawab Ambar singkat. Sungguh ia merasa enggan menceritakan masalah rumah tangganya pada ibunya yang baru saja dekat dengannya. "Aku tak tahu apa yang terjadi dalam kehidupan rumah tanggamu. Menikah dengan orang kaya ternyata juga tak menjamin semuanya. Aku hanya ingin menawarkan padamu sebuah pekerjaan. Kalau kau bersedia, kau bisa bekerja di perusahaan kosmetik MaryGold. Kebetulan aku punya teman di sana," tawar Kemuning berharap Ambar akan bisa segera move -on dari masalah ru
"Apa sekretarismu yang baru itu Rosemala?” tanya Ambar menatap Sandy memastikan. Sandy yang tak ingin Ambar menyinggung soal Rosemala lagi langsung mengiyakan. Tumben istrinya itu peduli dengan urusannya di kantor. Menurutnya Ambar hanya tertarik dengan urusan domestik saja.Wajah Ambar memerah. Ia tak senang. Ia tahu Rosemala adalah cinta pertama suaminya. Kabarnya sebulan ini baru pulang dari pendidikannya di luar negeri. Kebetulan ia punya seorang teman yang bekerja di perusahaan suaminya. Temannya itu sering bercerita tentang gosip yang sedang beredar di perusahaan.“Apa tak ada kandidat lainnya? kenapa harus dia?” tukasnya menatap Sandy sendu.“Ya daripada repot interview banyak orang. Kebetulan Rosemala bersedia. Aku tahu kompetensinya. Jangan curiga macam-macam,” ucap Sandy cepat. Ia pikir alasannya itu masuk akal. “Buat apa aku cemburu. Kau masih mencintainya. Lantas aku mau apa? Kakek Murtopo juga sudah tak ada. Kau bebas sekarang mau kembali padanya,” seru Ambar mati-matia
Ambar terpaksa menyewa kamar kos yang murah untuk sementara waktu. Ia merasa miris. Suaminya seorang CEO perusahaan besar dan ia tak punya tabungan yang banyak. Ia bebas berbelanja di toko grocery milik keluarga Sudiro begitupun kebutuhan lainnya. Ia juga memilik pakaian, tas dan juga sepatu mahal. Semuanya dipesan oleh Sandy khusus untuknya. Hanya saja ia tak pernah pegang uang banyak. Suaminya hanya memberinya uang sebesar gaji seorang IRT setiap bulan. Itupun sebagian ia kirimkan untuk neneknya di kampung. Setelah merapikan koper dan juga barang-barangnya di kamar kos, Ambar keluar. Siang itu ia akan bertemu Sita, sahabatnya yang bekerja di perusahaan suaminya. Mungkin ia bisa memberikan info soal pekerjaan. Mereka bertemu di sebuah pujasera. Kebetulan Sita sekalian makan siang disela jeda ia bekerja."Kau betulan keluar dari Villa Arum Dalu?" mata Sita melebar menatap Ambar."Memang aneh? Aku sudah tak kuat dengan perilakunya. Aku sudah menanyakan masalah Rosemala. Ia tak menyan
Ambar terpaksa kembali ke Villa Arum Dalu. Ia tak mau membongkar kopernya. Ia masih berharap bisa meninggalkan rumah mewah yang sudah ia tempati hampir 3 tahun itu. Ia kini hanya berbaring tidur-tiduran malas melakukan apapun. Ia hanya bermain game di ponselnya.Sandy melakukan aktivitasnya membersihkan diri setelah lelah bekerja seharian. Lagi-lagi ia tak mendapatkan air hangat dan juga baju ganti yang biasanya disiapkan Ambar. Hatinya kesal. Setelah memilih sendiri pakaian dan mengenakannya ia melangkah ke dapur dan berharap ada makan malam. Tak ada makanan apapun yang tersaji di sana. Ia pun bergegas pergi ke kamar Ambar. Ia melihat istrinya itu sudah ketiduran dengan ponsel ada di dekatnya. "Bangun Ambar! buatkan aku makan malam," ujar Sandy mengguncang tubuh Ambar. Ambar terbangun dengan gelagapan."Oh iya aku belum memasak hari ini," ujarnya masih belum terlalu sadar. Namun begitu melihat Sandy dengan jelas wajahnya langsung murung."Kita akan cerai. Belajarlah untuk memenuhi k
Ambar jadi tak bisa untuk melanjutkan tidur kembali. Ia pun kemudian mencari informasi tentang perceraian di mesin pencarian. Ia harus mempunyai alasan yang kuat agar gugatan cerai segera di terima. Akan mudah lagi jika pasangan juga kompak dan tidak mempersulit. Maka dalam tempo sebulan ia akan resmi bercerai. Pukul 4 dini hari ia beranikan diri untuk menghubungi salah satu pengacara di layanan hukum online. Dan yang keluar adalah nasehat agar ia berpikir ulang dan melakukan hal-hal manis yang mungkin bisa membuat pernikahannya bertahan. Misalnya saja peringatan hari pernikahan. Ya kebetulan hari ini adalah hari ulang tahun pernikahanya dengan Sandy yang 3 tahun. Ia sedikit ragu apa ia akan mengikuti saran pengacara itu atau tidak. Jadi ia menghubungi Sita. "Sit gimana menurutmu?" "Sifat seseorang itu tak akan berubah Mbar. Siapa yang bisa merubah sifat arogan Sandy. Bos muda pewaris Sudiro grup. Kecuali mungkin kau bisa jadi orang yang paling dicintainya. Orang yang dicintai ak