Angin malam dan rintik hujan menimpa wajah Ambar membuatnya segera sadar dari pingsannya. Entah berapa lama ia tak sadarkan diri. Ia melihat langit hitam. Tubuhnya terikat dan kini ia sedang berada di atas kapal boat yang sedang meluncur di tengah lautan. Ada dua orang yang tengah menyeretnya ke pinggir kapal. Ia langsung berteriak.
"Kalian siapa? mau dibawa kemana aku?" "Cepat kita ceburkan dia. Dia sudah sadar lagi," kata seorang pria dengan wajah sangar pada temannya. "Diam kau! kau akan segera jadi makanan hiu," ucap pria satunya mencekeram tubuh Ambar dengan kuat. Ambar meronta sekuat tenaga. "Jangan lakukan! aku tak bisa berenang!" seru Ambar menjadi ketakutan. "Apa urusan kamu. Tugas kami hanya melenyapkanmu tanpa bekas dan kami dapat bayaran," seringai salah satu pria. "Siapa yang menyuruh kalian? aku salah apa?" ucap Ambar masih berusaha melepaskan diri. "Kau ingi tahu? buat apa? tubuhmu akan dimakan hiu," tawa pria yang lainnya. Mereka berancang-ancang akan melemparkan tubuh Ambar. "Paling tidak sebelum mati aku tahu siapa musuhku," kata Ambar putus asa. "Yang mau kau lenyap adalah suamimu sendiri. Kau puas sekarang dan enyahlah kau," kata pria itu dan mereka pun membuang tubuh Ambar ke lautan. Ambar mencoba menyangkal tapi tubuhnya telah menghantam laut dengan keras. ***** Paginya di kantor CEO grup Sudiro. "Kuharap tak ada lagi berita atau akun yang menyebarkan berita tentang istriku! jangan menunggu sampai semuanya menjadi viral. Gunakan semua sumber daya kita!" kata Sandy sambil memijat dahinya yang berkerut dalam. Ia tak menyangka foto Ambar telah beredar luas dan menjadi berita hangat di media maya. Ada seseorang yang berani menyebarkannya. Seseorang yang ingin rumah tangganya hancur. Untungnya semuanya bisa cepat teratasi. Nama baik dirinya dan keluarga Sudiro kini tengah jadi taruhan. "Iya Pak. Akan saya lakukan," sahut Tama asisten Sandy dan langsung meninggalkan ruangan Sandy. Begitu Tama keluar Rosemala segera menyelinap memanfaatkan pintu yang terbuka. Dari kemarin Sandy mendadak menutup diri. Sejak berita tentang perselingkuhan istrinya. "Didy apa kau baik-baik saja?" tanya Rosemala menampakkan keprihatinan. Inilah kesempatannya meraih hati Sandy. "Tentu saja aku baik," ucap Sandy menutupi kegundahannya. "Aku mengenalmu. Kau tidak sedang baik-baik saja," ujar Rosemala melembutkan suaranya. Ia langsung mendekati Sandy dan memeluknya. Sandy hanya diam. "Biarkan aku pulang bersamamu. Mama Mita menyuruhku memastikan semua kebutuhanmu terpenuhi dengan baik. Saatnya kau menepati janjimu. Ambar tak layak menjadi istrimu. Jangan terlalu dijadikan beban. Aku senang boroknya sudah terbuka. Kita tak perlu repot-repot mencari alasan untuk menyingkirkannya," kata Rosemala sambil mengelus dada bidang pria itu. Sandy masih tak merespon. Kepalanya begitu pusing. Tiba-tiba Tama kembali masuk. Ia sempat mundur melihat kedekatan posisi Rosemala. Rosemala dengan kesal kemudian bangkit. "Didy kita pulang bersama nanti. Sampai jumpa nanti," ujarnya kemudian bergegas keluar "Ada apa lagi Tama?" tanya Sandy pada Tama. "Saya mendapatkan ini dari suruhan saya Pak. Sesuai perintah Bapak sejak tadi malam aku telah menyelidiki semua terkait Nyonya A,mbar," Sandy langsung disodorkan sebuah video. Tama yang tidak tidur semalaman begitu lega akhirnya bisa menemukan sesuatu untuk bosnya. "Apa ini?" kata Sandy sama sekali tak puas dengan apa yang ia lihat. Video itu hanya memperlihatkan pria yang dikenalnya menjadi teman tidur Ambar. Pria itu dengan pakaian sederhana menuju boarding pass. Pria itu berangkat sendirian. Lantas di mana Ambar? "Ini sudah jelas. Pria itu dan nyonya Ambar tak bersama-sama. Ini hari yang sama di mana nyonya Ambar tidak pulang. Pria itu bernama Mursid diketahui pergi ke luar negeri saat petang hari dan ia sendirian. Di daftar nama penumpang juga tak ada yang bernama Ambar," ujar Tama penuh keyakinan. "Tentu saja Ambar tak akan bisa pergi ke luar negeri. Identitas, visa dan paspornya masih ada di rumah," kata Sandy sedikit lega. Ia telah melihat koper Ambar ada di kamarnya. Ia telah mengeceknya. "Jadi anda jangan khawatir Pak, nyonya tak akan pergi jauh," seru Tama berharap Sandy tak membuatnya begadang lagi. "Kalau begitu akan lebih mudah bagimu, kan menemukan Ambar?!" tukas Sandy menatap Tama tajam Artinya Ambar tidak benar-benar pergi berdua dengan Mursid. Bisa saja foto itu dibuat Mursid untuk menjebak Ambar. Tapi Mursid tak menuntutnya uang atau apapun. Satu hal yang pasti cepat atau lambat Ambar akan pulang ke Villa Arum Dalu untuk mengambil barang-barangnya. Ia hanya perlu menunggu saat itu tiba. "Ya saya akan berusaha Pak. Kalau begitu saya pamit," ujar Tama. "Cari akun yang menyebarkan foto itu. Selidiki dan tangani. Kalau bisa bawa orangnya kemari," perintah Sandy lagi. Tama hanya mengangguk dan segera berbalik pergi. Belum sampai di pintu Sandy kembali memberinya perintah. "Suruh pak Karim masuk," Tak berapa lama kemudian pak Karim masuk. "Kau tahu untuk apa kau kupanggil," kata Sandy dingin. Pak Karim sangat mengenali wajah majikannya saat dalam keadaan marah. Pak Karim mencoba mengingat apa kesalahannya. "Kau mengantarkan Ambar kemarin?" "Ya Pak," jawanb pak Karim mulai berkeringat dingin. "Ceritakan apa yang terjadi kemarin?" ucap Sandy menatap tajam pak Karim. Dengan hati bergetar pak Karim pun berkata, "Seperti biasa bu Ambar meminta saya mengantarkannya ke grocery untuk berbelanja. Kemudian saya menunggunya di parkiran," "Lantas?" tanya Sandy dingin. Pak Karim tampak ragu sejenak. "Kemudian seorang menelpon lewat ponsel nyonya dan mengatakan kalau Nyonya Ambar tak perlu dijemput. Dia mengaku kerabatnya nyonya dari kampung," "Dan kamu langsung percaya? tak mengecek lagi?" seru Sandy dengan nada tinggi. "Tidak Pak," seru Pak Karim kini mulai berkeringat dingin. "Karena kelalaianmu kemarin gaji kamu aku potong 6 bulan ke depan. Jangan ulangi hal ini lagi," tukas Sandy. Pak Karim hanya mengangguk dan pergi. Sandy kemudian beralih pada ponselnya. Ia menjadi emosi dan memukul meja dengan keras. Laporan tentang keaslian foto itu telah keluar. Sandy tak percaya bila Ambar bisa berselingkuh. Faktanya menurut laporan foto itu asli bukan rekayasa.Ambar membuka matanya. Ia terbaring di sebuah klinik dengan kepala pusing dan dada terasa sesak. Ia mencoba bangun. Seorang wanita paruh baya tersenyum lembut padanya."Jangan banyak bergerak. Kau sudah sadar rupanya. Aku akan panggilkan perawat dulu," Wanita itu pun berjalan ke ruang medis. Tak berapa lama seorang dokter dan perawat datang.Dokter itu pun segera memeriksa Ambar. "Semuanya bertambah baik. Jangan banyak aktivitas dulu. Istirahat yang banyak," saran dokter itu tersenyum."Jadi aku boleh pulang?" seru Ambar tak ingin terlalu lama ada di klinik."Ya anda bisa berobat jalan," jawab dokter itu kemudian beranjak ke pasien yang lain. "Berhubung anda sudah sadar anda bisa memberitahu saya identitas dan alamat anda? Ibu ini membawa anda pingsan dan tak tahu kartu identitas anda," kata perawat siap menulis di papan klip yang ia bawa. Ambar pun memberikan identitas dan alamatnya."Nak Ambar bisa istirahat di rumah saya untuk sementara," tawar wanita paruh baya yang menolongny
Saat pulang Ambar memutuskan tak kembali ke Villa Arum Dalu. Bagaimana ia bisa kembali tinggal serumah dengan Sandy yang menginginkannya lenyap dari dunia? paling tidak ia harus memiliki rencana untuk menghadapi semuanya. Sita menawarkan tempatnya untuk Ambar bisa beristirahat dan memulihkan diri. "Apa? Ini tidak bisa dipercaya. Sandy menyuruh orang untuk melenyapkanmu? Tak masuk akal." Sita mengernyitkan dahinya begitu Ambar menceritakan semua yang telah menimpanya. Malam itu mereka sedang tidur-tiduran di sofa ruang tengah dengan TV menyala. "Dia pernah mengatakan kalau ia ingin aku tak pernah ada di dunia ini. Aku percaya Sandy bisa melakukannya," tukas Ambar dengan hati sakit. Ia harus menerima kemungkinan yang terburuk tentang Sandy. Dari dulu ia selalu mencoba berprasangka baik tapi ujungnya selalu kecewa. "Saat ini kemungkinan besar memang dia. tapi kau belum tahu tentang apa yang beredar di media sodial sejak kemarin kau menghilang diculik." Kini giliram Sita yang mulai me
Malam itu Sandy minum banyak. Rosemala sengaja tidak ikut minum. Ia kemudian membawa Sandy pulang ke Villa Arum Dalu. Pria itu setengah sadar dan masih bisa menjawab ketika ia bertanya kode pintu rumah. Seluruh rumah di Villa Arum Dalu telah memakai teknologi canggih. Semuanya bisa dikontrol lewat ponsel. Seluruh ruangan pun telah dilengkapi CCTV.Rosemala membawa Sandy ke kamarnya. Ia senang tak melihat barang milik Ambar di kamar Sandy. Ia pun segera melepas sepatu dan juga dasi Sandy. Pria itu terus menggumam dan menyebut nama Ambar. Hatinya sakit dan geram. Pikiran Sandy rupanya telah dipenuhi oleh wanita itu. Ia tak akan membiarkan itu terjadi. Ia akan memanfaatkan semua situasi untuk merebut Sandy. Sandy adalah miliknya. Selamanya begitu. Sekaranglah kesempatan itu. Saat Ambar telah difitnah dan kini menghilang entah ke mana. Rosemala segera ikut berbaring di samping Sandy dan mulai menggodanya.Pagi harinya Sandy terbangun dengan kepala yang sangat berat. Ia terkejut melihat
Sandy telah menggnati bajunya dengan pakaian rumah. Hari ini iamemutuskan untuk sekalian tak ke kantor. Biar Tama yang menghandle semuanya. Tubuhnya masih merasakan efek mabuk semalam. Lama ia tak meminum minuman beralkohol. Ia baru menyadari kalau semenjak menikah dengan Ambar hidupnya begitu teratur dan cenderung lebih sehat.Ia menatap lama bekas ciuman Rosemala di tubuhnya. Entah kenapa ia malah membayangkan seperti apa rasanya dicium seperti itu oleh Ambar. Ia mendengus geram. Ini hari ke 3 semenjak Ambar menghilang. Masih tak ada kabar. Ponselnya juga masih tak aktif. Ia langsung menggeleng menghilangkan fantasi liarnya dengan Ambar. Ia kembali merasakan Hangover. Lebih baik ia segera minum atau makan sesuatu yang bisa meredakannya. Ia melihat Rosemala di dapur. "Aku sudah buatkan kopi. Minumlah," kata Rosemala yang masih berkutat dengan pastanya. Ia hampir tak pernah memasak. Selama 3 tahun di luar negeri tak mau membuatnya terbiasa mengolah makanan. Ia mengandalkan makanan p
"Aku tak mengira seorang CEO grup Sudiro ternyata lumayan bebal dan tak mengerti bahasa. Aku bilang minta cerai. Aku ke sini hanya akan mengambil koper dan juga sedikit barang-barangku," tukas Ambar beranjak berdiri untuk pergi ke kamarnya."Tak perlu mengambil barang-barang. Semua itu pemberianku. Kau ke sini hanya dengan pakaian kampungmu itu. Memangnya apa yang kau banggakan dengan kehidupanmu setelah menjadi janda nanti. Kau akan jadi office girl seperti sahabatmu itu?" Sandy bersedekap dengan tersenyum mengejek. "Bahkan kau akan menarik semua pemberianmu? Sungguh tak bermartabat. Aku adalah orang yang tahu menghargai seseorang jadi aku akan mengambil semua pemberianmu. Aku akan menjualnya. Semua pakaian dan juga tas mahal itu akan bisa menopang hidupku untuk sementara. Barang-barang itu pasti lebih mahal daripada uang jatah bulananku. Aku bukan lagi istri orang kaya. Aku tak membutuhkannya. Satu lagi, tentang rumah ini. Rumah ini pemberian kakek Murtopo untuk pernikahan kita. Be
Dengan tubuh sempoyongan Ambar keluar dari kamar mandi. Mulutnya terasa pahit dan kepalanya berputar. Sandy telah menghilang dari dapur. Ia melihat bungkusan burger di tempat sampah. Pria itu benar-benar menghabiskannya. Sialnya kini ia sama sekali tak berselera makan. Ia akan kembali ke tempat tidurnya saja.Saat berjalan ke kamar tampak Sandy sedang sibuk bertelpon. Ia tak peduli. Tubuhnya tak bisa di toleransi lagi. Ia pun langsung berbaring sambil memejamkan mata. Semoga bisa meringankn perasan tak enak dalam sistem pencernaannya. Tanpa terasa ia tertidur sejenak. Ia terbangun oleh dering ponsel. Ternyata Sita menghubunginya."Ada apa Sita?""Aku hanya ingin memberitahumu, kalau kau serius dengan perceraian jangan asal cari pengacara. Kau ingat satu nama, kan?" Ambar mencoba mengingat beberapa nama tapi ia menggeleng."Nama apa?" "Astaga, kau ingat Panji? Dalam reuni kemarin ia muncul. Ahh sudahlah, kau memnag tak pernah hadir dalam acara semacam itu," keluh Sita."Ya tentu sa
Ambar membuka matanya dan ia sadar, kini ia ada di sebuah klinik atau rumah sakit. Ia pun mulai mengingat apa yang telah terjadi. Ia pingsan ketika bersama Panji di restoran. Ia pun mengedarkan pandangan mencari keberadaan Panji. Dari korden yang memisahkan dengan pasien lain, ia bisa mendengar sebuah suara yang ia kenal. Itu bukannya suara Sandy, suaminya? Ada suara lain yang juga dikenalnya. Kelihatannya yang menjadi pasien adalah si perempuan. Sebuah suara perempuan. Mungkinkah itu Rosemala? Memang dia sakit apa? batinnya. Ambar pun segera bangkit untuk duduk. Kepalanya masih sedikit berdenyut. Ia mrlighta jarum infus menembus pergelangan tangannya.. Tepat saat itu Panji muncul dari arah pintu keluar dengan membawa air mineral di tangannya. "Kau sudah sadar?" ujar Panji langsung mendekati ambar. Ambar merasa sungkan sudah merepotkan Panji. "Terima kasih sudah membawaku ke sini. Aku sudah baikan. Bailknya kita pulang saja," kata Ambar paling tidak suka terlalu lama di rumah sakit
"Untuk memastikannya anda harus tes kehamilan. Bisa di sini atau dengan dokter pribadi anda," Ambar masih tak mengira ada kemungkinan kejadian hubungan intim beberapa minggu lalu akan berefek seperti ini. Ia berharap semoga saja ia tak mengandung. Ia sudah memutuskan untuk bercerai. Akan jadi lebih sulit, jika ia memang benar-benar hamil. "Putuskanlah Ambar," seru Panji membuyarkan lamunan Ambar."Sekalian tes di sini saja. Aku ingin segera tahu," kata Ambar merasa tak ada gunanya menunda-nundanya lagi. Dokter memberi isyarat pada perawat. Perawat itu pun memberikan alat tes kehamilan dan mengantarkan Ambar ke toilet. Beberapa saat kemudian Ambar keluar dan membawa hasil tes itu dengan raut wajah muram. Panji tak bisa menduga kalau kemuraman Ambar berasal dari hasil tes itu. Ambar kemudian memberikan hasil tes itu pada dokter. Dokter melibat alat tes itu dan kemudian tersenyum."Selamat ya Bu Ambar anda akan dikaruniai seorang anak. Bu Ambar bisa memeriksakan kandungan ibu secara