"Ana, kalau kerja yang becus! Jangan cuma leha-leha aja! Kamu pikir kamu siapa di rumah ini?!"
Ana menghela napas mendengar ucapan dari wanita paruh baya itu. "Kerjaan aku udah beres semua, Tante. Piring sama perabotan yang lain udah dicuci, baju kalian semua juga udah dicuci, rumah udah dibersihin. Bukannya kalian yang dari tadi cuma leha-leha?"
PLAK!
"Dasar jalang gak tahu diri! Masih untung kamu masih diterima di rumah ini. Anak haram itu gak usah kebanyakan bacot!” sergah Rita, ibu tiri Ana. Setelah puas mencacinya, wanita itu pergi dan memanggil ketiga anaknya.
Ana merasakan bekas tamparan yang sakit sekaligus panas. Dari dulu ibu tirinya itu memang punya dendam yang membara pada Ana karena ia adalah anak selingkuhan ayahnya. Ana tahu, Rita merasa sakit hati dengan bukti perselingkuhan suaminya yang hidup di rumah yang sama dengan dirinya.
Dan Ana tidak bisa melakukan apapun untuk itu. Ibu tirinya akan selalu memperlakukannya dengan kasar, seolah dirinya bukan manusia.
"Heh pelacur, mana uang buat aku?" Alma, anak sulung keluarga itu, datang menghampirinya dengan wajah galak.
“Nggak ada,” kata Ana. “Kamu minta ke Bapak aja. Kemarin upahku udah aku belikan untuk kebutuhan sehari-hari.”
"Dasar belagu! Udah dibilangin tiap dapat duit dari hasil kerjaan kamu itu ya harus dikasih ke aku! Sialan!" Alma mengumpat sambil menendang tulang kering Ana dengan keras.
Tendangan itu langsung membuat Ana terjatuh. Alma mendengus melihat saudara tirinya meringis kesakitan. "Dasar manja! Ditendang gitu aja langsung roboh!"
Masih pagi, tapi Ana sudah mendapatkan dua macam kekerasan fisik yang mengenai pipi dan kakinya. Ana mungkin harus menanti lagi siksaan fisik dari dua saudara tirinya yang lain.
"Ya ampun, Ana. Kamu baik-baik saja?" Nara, saudara tiri yang lain menatapnya iba. Namun, tatapan itu berubah secepat kilat saat dengan sengaja Nara menuangkan air minumnya ke tubuh Ana. "Astaga, tangan aku kepeleset. Maaf ya."
Setelah melakukan itu, Ana ditinggalkan sendiri dengan kondisi kuyup.
Sungguh, rasanya Ana sudah muak dengan keadaan ini. Ana buru-buru berdiri agar Vina tidak menambah penderitaannya.
Vina adalah manusia terkejam di rumah ini. Ana tidak ingin mencari gara-gara dengan dirinya. Namun naas, Ana terlambat. Suara Vina muncul dari arah belakangnya, membuat Ana menelan ludah gugup.
"Loh, Ana? Kok masih di rumah? Bukannya harusnya kamu udah berangkat kerja?” Vina memang berucap dengan lembut, tapi senyum palsu di wajahnya itu benar-benar mengerikan. Seolah ia akan menerkam ketika Ana lengah.
"Vina, ngapain kamu masih ngobrol sama anak haram itu?!" Sebelum Vina memberikan siksaan pada Ana, ibunya lebih dulu menegur agar ia segera berangkat.
Vina mendengus, tapi tak membantah. Ia berlalu setelah melemparkan tatapan penuh peringatan pada Ana yang tertunduk.
"Heh, anak haram! Ngapain masih di sana? Sana kerja! Mau jadi apa kamu kalau malas seperti itu!” cecar Rita pada Ana yang hanya berdiri sambil melamun.
Ana hanya menoleh sekilas sebelum keluar untuk berangkat kerja. Tentu saja tindakan tersebut dianggap tidak sopan oleh Rita sehingga dia memaki-maki Ana yang sudah keluar dari rumah.
"Dasar jalang gak tahu diri! Begini nih akibatnya kalau anak yang lahir dari perbuatan haram!"
*
"Edna, kok kamu di sini? Masih marah soal kemarin?"
Sore itu, Ana berjalan pulang sehabis bekerja. Tapi tiba-tiba saja, seseorang menarik tangannya. Saat menoleh dan menjumpai seorang pria asing, Ana langsung menghempaskan pegangan pria itu.
Apalagi Ana dipanggil dengan nama orang lain. Siapa juga Edna itu?
"Maaf sepertinya Mas salah orang. Saya bukan Edna." Ana pun segera bergegas kembali berjalan.
Upah pekerjaan sebagai buruh cuci dan buruh gosok kali ini jelas akan diminta oleh Rita. Untung saja tadi Ana sudah menyisihkan sedikit uangnya untuk ditabung.
"Edna, kamu masih marah? Apa-apaan juga baju kamu ini? Ngapain kamu pakai baju lusuh begini? Kalau mama kamu tahu pasti beliau bisa syok!"
Ana yang dikejar oleh pria itu tentu saja merasa kesal. Ia masih harus melakukan banyak pekerjaan di rumah. Tiba-tiba saja orang ini memanggilnya dengan nama yang aneh dan juga menghina dirinya.
"Mas, Anda salah orang. Saya bukan Edna dan soal baju saya yang lusuh ini, ya memang ini pakaian saya sehari-hari," kata Ana berusaha tidak tersulut emosi.
Ana tahu bahwa orang di depannya ini adalah orang kaya, terlihat dari penampilan dan barang-barang branded yang melekat di tubuhnya. Dia terlihat sangat kontras dengan pemukiman di sekitarnya.
“Edna, jangan bercanda,” kata pria itu lagi. Ia mendekat dan menelisik wajah Ana dengan kerutan pada dahi. “Wajah kamu kenapa? Kok jadi kusam begini?”
Ana menghela napas panjang, mulai lelah menghadapi lelaki aneh di hadapannya. Tepat saat ingin bersuara, dering ponsel tiba-tiba terdengar.
“Sebentar aku angkat telepon dulu.”
Pria itu sedikit menjauh dari Ana. Dari caranya memegang ponsel, Ana tahu pria itu sedang melakukan panggilan video. Ekspresinya yang tadinya datar tiba-tiba berubah kaget. Matanya membelalak sambil sesekali menatap ke arah Ana.
Ana tidak mendengar percakapan mereka, tapi yang jelas, pria asing itu tampak begitu syok.
Tak lama kemudian, pria itu kembali lagi setelah selesai bertelepon. "Mbak, maafkan saya yang kurang ajar sama mbak dan mengganggu aktivitas mbaknya,” katanya sungkan. Ia lalu menyerahkan sebuah kartu nama pada Ana. “Mbak bisa datang ke sini untuk minta ganti rugi atas kesalahan saya.”
Ana menerima kartu itu dengan ragu, dahinya mengerut kebingungan. Mengapa pria itu tiba-tiba ingin ganti rugi?
"Tenang saja mbak, untuk biaya transportasi ke sana dan pulang akan saya tanggung. Saya harap mbak mau menerima permintaan maaf saya."
Ana terdiam sambil berpikir. Pria ini ingin ganti rugi dengan apa? Apakah dia akan memberi sejumlah uang?
‘Aku lagi butuh uang,’ batin Ana sambil menimbang-nimbang.
"Kalau saya ke sana besok apa bisa? Saya butuh uang ganti ruginya," kata Ana, berusaha menekan harga diri. Bagaimanapun, ia pasti akan terbantu jika pria itu benar-benar memberinya uang.
‘Setidaknya, aku tidak akan disiksa untuk sementara waktu kalau membawa uang lebih,’ pikir Ana.
Pria itu mengangguk. “Besok mbak hubungi saja nomor di kartu itu kalau memang mau ke tempat saya. Oh, nama mbak siapa? Saya Jagad.”
“Saya Ana,” sahutnya.
Jagad kembali mengangguk. Setelah basa-basi sejenak, ia pamit pergi.
Ana juga kembali melanjutkan jalan dengan pikiran melanglang buana. Ia merasa ini pertemuan yang aneh. Apalagi, pria itu benar-benar mengira dirinya adalah orang lain.
Sebenarnya, siapa Edna itu? Dan mengapa Jagad tampak begitu terkejut melihatnya?
Keesokan harinya, Ana bekerja seperti biasa sebagai buruh cuci. Ia berencana untuk menemui Jagad setelah ini."Ana, mau pulang sekarang?" Suryani, salah satu ibu-ibu yang tinggal di kawasan tempat Ana tinggal, muncul dari arah belakangnya. Hari ini, Ana bekerja di rumah wanita itu."Iya, bu. Ada apa ya?" tanya Ana. Ia baru saja selesai menyetrika baju. "Ini tolong kasih ke ibu kamu. Kebetulan ibu kemarin baru saja dapat rejeki." Suryani menyerahkan satu box besar kue kepada Ana. Ana pun menerima pemberian itu sambil tersenyum. "Terima kasih ya, bu. Kalau begitu saya izin pamit ya." "Eh, tunggu dulu,” kata Suryani menahan Ana. “Ini, kamu makan dulu kuenya di sini. Kalau di rumah pasti gak akan kebagian. Bentar, ibu panggilkan Leona dulu ya buat nemenin makan." Wanita itu kembali masuk ke dalam rumah sambil memanggil anaknya. Ana menatap potongan kue yang disajikan di piring itu dengan seksama. Ana tidak kaget kalau para tetangganya sudah tahu dengan perlakuan buruk keluarganya kepa
Tak lama kemudian ada dokter dan beberapa perawat yang masuk ke dalam ruangan tempat Ana berada."Edna, apa kamu merasakan sesuatu yang salah?"Ana terlihat kebingungan saat melihat dokter tersebut dan dia dengan segera menjawab. "Maaf tapi saya bukan Edna. Saya mau pulang saja," katanya dengan suara pelan. Ana tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi, tapi yang jelas, dia tidak ingin berada di sini lama-lama.Wajah semua orang yang ada di ruangan itu terlihat syok. Claudia, wanita paruh baya yang berpenampilan anggun itu bahkan oleng dan hampir terjatuh andai saja tidak ditahan oleh Patrik. Patrik melihat ke arah dokter dan memberikan isyarat untuk memeriksa adiknya dengan lebih detail."Nama kamu adalah Edna. Griselda Edna Hariman. Kamu tidak ingat?” tanya dokter. Ana menggeleng, hendak menjelaskan bahwa dirinya bukan gadis yang dimaksud. “Saya—” “Nyonya dan tuan, tolong keluar sebentar. Saya mau memeriksa Edna dengan lebih mendalam." Dokter yang tahu bahwa ada yang tidak beres de
"Ini bukan Ana!" Rita melihat jenazah yang diidentifikasi sebagai Ana mulai memberikan reaksi yang keras terhadap jenazah itu."Maksud mama apa sih? Jelas-jelas ini Ana." Vina mulai merasa janggal dengan tingkah mamanya. Apakah ternyata diam-diam selama ini mamanya itu menyayangi Ana hingga tidak rela akan kepergiannya?"Pak, bisa tunggu di luar saja? Saya dengan istri saya sangat syok dengan kepergian anak kami." Afandi kemudian meminta petugas kamar jenazah itu untuk keluar dan petugas kamar jenazah itu pun setuju."Kamu menyesal sekarang? Kamu memperlakukan anak itu dengan buruk, lalu ketika dia sudah meninggal kamu menganggap dia masih hidup. Penyesalan itu tidak ada gunanya, Rita!" kata Afandi, ayah Ana, lalu memandang wajah jenazah itu. Afandi merasakan penyesalan yang amat mendalam karena selama ini tidak memperlakukan Ana dengan baik. Afandi merasa bersalah pada anak dan istrinya sehingga membiarkan saja perlakuan mereka pada Ana. Padahal nyatanya, Afandi benar-benar menyaya
"Mau sampai kapan kamu meratapi kematian Ana? Anak ini meninggal karena kesalahannya sendiri!” kata Rita sambil melipat tangan di dada. “Kecelakaan karena membawa motor ugal-ugalan? Motor siapa yang dia pakai hingga jadi seperti itu?" Saat ini Afandi, Rita, dan ketiga anak mereka masih berada di pemakaman karena Afandi masih merasakan kesedihan yang amat mendalam karena meninggalnya Ana."Diam kamu, Rita! Apakah anak yang sudah meninggal pun masih kamu salahkan seperti ini? Setidaknya kalau tidak bisa menyayangi dia layaknya seorang ibu, maka sayangi dia layaknya manusia yang tidak kamu kenal. Apakah sulit untuk melakukan itu?" Afandi tidak ingin bahkan di hari kematian Ana pun dia masih mendapatkan cercaan dan caci maki. Apakah sulit untuk lebih sedikit mempunyai empati?Wajah Rita langsung menyeringai untuk meremehkan. "Aku bahkan lebih bisa menyayangi manusia asing yang tidak aku kenal dibanding menyayangi anak selingkuhanmu itu,” katanya dengan nada sinis. “Seharusnya kamu sada
Orang di depannya ini adalah Vanesa, musuhnya saat SMA dulu. Sebenarnya Ana malas untuk bermusuhan dengan siapapun tapi orang ini malah memulai semua hal itu. Patrik dan Claudia yang mendengar ucapan perempuan itu langsung merasa aneh. "Maaf, mbak ini siapa ya? Kenapa manggil anak saya dengan nama orang lain begitu?" Claudia sudah cukup pusing dengan berbagai situasi yang ada saat ini. Dirinya tidak ingin bertambah pusing dengan hal yang tidak berguna. Claudia yakin bahwa perempuan ini adalah salah satu dari sekian banyak orang yang mengusik keluarga Hariman. Wajah Vanesa terlihat kebingungan dan wajah Ana makin terlihat pias. Ana tidak ingin dirinya ketahuan secepat ini. Hanya saja melihat situasi yang ada sudah tentu Ana akan ketahuan sekarang bukan? "Jadi anda ibunya Ana? Seingat saya ibu Ana wajahnya bukan seperti ini. Seingat saya—" Ucapan Vanesa tidak selesai karena Ana langsung memotongnya. "Kamu mbak-mbak selingkuhannya Jagad ya? Kamu mau menjatuhkan martabat saya di depa
"Astaga. Kenapa papamu teriak-teriak begitu. Edna, kamu disini dulu ya, nak. Mama mau lihat apa yang terjadi. Mama takut kalau ada hal yang gak diinginkan semisal kamu ikut keluar. Mama yakin suasana sekarang ini kacau sekali." Claudia baru saja ingin turun tapi lengannya dipegang oleh Edna. Claudia pun menatap bingung ke arah Edna. "Kenapa sayang?""Aku...aku takut sendirian disini. Aku takut kayak waktu malam kecelakaan itu. Disana gak ada mama jadi aku takut. Disana gak ada papa, gak ada mas Patrik." Ana tidak tahu apakah aktingnya sudah bisa diterima oleh Claudia atau belum. Yang jelas kan Ana ingin keluar tapi dia masih kebingungan dengan bagaimana cara membujuk yang baik. Wajah Claudia langsung sendu dan matanya berkaca-kaca. "Edna percaya sama mama?" Claudia bertanya dengan lembut. Ana tidak tahu mengapa Claudia bertanya seperti itu tapi bukankah Ana sudah tahu harus menjawab apa. "Aku percaya, ma." Ana menjawab dengan mantap. "Kalau gitu kita keluar bareng-bareng. Karena Ed
"Bagaimana bisa Edna seperti itu? Anak itu adalah anak yang bermoral dan bermartabat!" Claudia benar-benar tak habis pikir dengan ucapan Edna tadi. Dokter sudah didatangkan ke rumah itu untuk memeriksa Edna dan hasilnya benar-benar membuat mereka tercengang. Edna benar-benar hamil. "Aku hanya bingung mengapa dokter di rumah sakit itu tidak bilang jika Edna hamil. Bukankah kehamilan adalah kondisi yang serius? Tapi mengapa mereka diam saja?" Patrik juga benar-benar kalang kabut menghadapi situasi. Dirinya benar-benar kesulitan untuk berpikir jernih. "Pilihannya sekarang hanya ada dua. Menggugurkan kandungan anak itu atau menikahkan dia dengan Jagad." Harjokusumo benar-benar kecewa hingga dia tidak ingin mengucap nama Edna lagi. Claudia dan Patrik yang mendengar pilihan seperti itu langsung menatap tidak terima pada Harjokusumo. "Apa-apaan kamu itu mas! Pilihan apa yang kamu berikan pada Edna. Edna itu adalah anak kita. Kebahagiaan dia adalah prioritas utama. Apakah disaat seperti in
Apa? Rupanya Ujung-ujungngnya Edna tetap dinikahkan dengan Jagad begini kan. Lalu untuk apa tadi bersusah payah mengurung Ana dan membuat Ana merasa tertekan di dalam kamar sana. Ana mulai melancarkan aktingnya. Ana benar-benar terlihat berpikir agar tidak terlalu kentara jika kehamilannya ini adalah cara agar keinginannya untuk menikah dengan Jagad bisa cepat terlaksana. "Aku mau menikah dengan Jagad." Ana menjawab dengan mantap hingga membuat Claudia dan Patrik menatapnya dengan kecewa. Ana tidak tahu mengapa kedua orang itu benar-benar anti terhadap Jagad. Padahal waktu dilihat-lihat tidak ada yang aneh dengan Jagad. Jagad adalah laki-laki yang berasal dari keluar yang setara dengan keluarga ini. "Kamu yakin dengan pilihan kamu? Menikah itu tidak sesederhana berpacaran Edna. Kamu hamil di luar nikah demi bisa menikah dengan Jagad saja adalah bukti bahwa kamu belum mengerti apa arti pernikahan itu. Papa menyarankan kamu untuk menggugurkan kandungan itu saja lalu tinggalkan Jaga
"Apa?" Sejenak Ana merasa aliran darahnya telah berhenti mengalir. Orang di depannya ini mengatakan sesuatu yang terdengar sangat tidak menyenangkan di telinga Ana. "Maksudnya apa? Ana itu nama temanmu yang meninggal itu kan? Yang sekarang kamu kunjungi makamnya. Lalu kenapa kamu mengatakan hal aneh begitu sih?" Ana berusaha keras agar pembahasan mengerikan ini tidak berlanjut lagi. "Ana, sampai kapan sih kamu mau berpura-pura? Kamu ini gak takut kah karena sudah menipu orang pakai identitas orang lain? Edna yang asli yang ada di kuburan ini. Kamu gak kasihan dengan Edna yang asli? Kamu gak kasihan dengan keluarganya itu?" Wajah Leona terlihat marah sekaligus kecewa ketika menatap Ana. "Leona, saya gak menerima omong kosong seperti ini ya! Kamu pikir kamu bicara dengan siapa sampai berani bersikap lancang seperti itu? Kamu tahu kamu sedang menyamakan saya dengan siapa?" Ana mulai menunjukkan wibawa yang dia bisa agar Leona merasa terintimidasi dan tidak mengatakan hal yang aneh lag
Ana benar-benar tidak mengerti dengan Clathria. Orang ini ternyata tak kalah plin plannya dibanding dirinya dan itu membuat Ana kesal. Apakah ini yang dirasakan oleh Jagad ketika Ana bersikap plin plan terhadap rencana yang sudah disusun oleh Jagad? Ternyata rasanya sangat menyebalkan. Ana jadi tahu bagaimana perasaan Jagad selama ini dan itu benar-benar membuat Ana jadi menyesali bagaimana dulu dia bersikap. "Clathria, harusnya kamu mengatakan itu di depan Leo. Kenapa juga kamu harus plin plan seperti ini? Kamu mendukung kakakku dihabisi dengan cara yang keji seperti itu? Walaupun Vivaldi itu suka bersikap kejam kepadaku tapi dia tetaplah kakakku. Ibu kandungnya rela untuk merawatku dengan sepenuh hati jadi tak usah heran kalau anak laki-lakinya tak suka dengan keadaan seperti itu. Aku pikir Jagad juga harus belajar bagaimana sebenarnya cinta itu bekerja. Bagaimana sebenarnya dia harus memperlakukan orang yang dia cintai. Jagad harus belajar tentang semua itu bukan. Sudahlah, rencan
Clathria yang ada di sebelah Leo terlonjak kaget saat mendengar ucapan Ana. Bukti kematian Vivaldi? Bukti apa yang Ana maksud saat ini? "Bukti kematian siapa? Vivaldi? Memang ada urusan apa antara kematiannya dengan rencana kita saat ini?" Wajah Leo terlihat bingung dan kemudian dia bertanya kepada Clathria yang berada di sebelahnya. "Vivaldi itu pacarmu dulu kan? Yang kamu bilang dia dibunuh oleh Jagad?" Clathria hanya mengangguk dan tak menjawab apapun. Tampaknya Clathria memang benar-benar terguncang ketika mendengar ucapan Ana. "Adik ipar, aku harap apa yang kamu bawa ini memang berguna untuk digunakan dalam rencana kita. Coba aku ingin dengar apa yang kira-kira bisa kita manfaatkan dalam bukti itu."Ana pun memantapkan dirinya untuk mengatakan hal ini. Tidak ada waktu lagi dan Ana harus segera bersiap agar bisa menjatuhkan Jagad dengan segera. "Saat ini Jagad ditahan di kantor polisi karena adanya bukti kematian Afandi akibat ulahnya. Dari rumor yang beredar hal itu dikarenaka
Jadi ini yang namanya Leo? Yah dia memang kelihatan mengintimidasi sih. Sejenak Ana ingin mengurungkan niatnya untuk bekerja sama dengan orang semacam ini. Tapi tampaknya Leo bukanlah orang yang bermurah hati ketika ada orang lain yang menyita waktunya tanpa alasan. Bisa-bisa nanti Ana lenyap dari dunia ini. "Ah, muak gimana ya?" Sungguh Ana kesulitan untuk merangkai kalimat dalam menjawab ucapan Leo. Leo benar-benar terlihat seperti orang yang mampu untuk mengintimidasi Ana dengan tatapannya yang luar biasa tajam itu. Padahal tidak melotot tapi mengapa tatapan matanya setajam itu? Benar-benar mengerikan. "Clathria sudah menceritakan keadaan kamu dengan Jagad. Anak itu benar-benar tidak tahu balas budi ya. Padahal dulu kan kamu sudah menyelamatkan dia waktu tenggelam di kolam renang. Ah tapi mungkin kamu sudah lupa dengan hal itu karena aku dengar kamu mengalami kecelakaan. Apakah sekarang kondisi kamu sudah membaik adik ipar?" Leo dengan angkuh lalu duduk di hadapan Ana. Clathria j
Apa karena Clathria adalah seseorang yang suka sekali dengan hubungan gelap untuk dapat melindungi dirinya makanya saat ini dia malah mengatakan hal yang tidak berguna seperti itu? "Aku hanya ingin membalas dendam pada Jagad bukan ingin melakukan perbuatan rendahan semacam itu. Jangan samakan semua orang dengan dirimu yang mudah sekali untuk menghalalkan cara seperti itu demi bisa mencapai tujuan kamu." Ana sedikit sensitif jika menyangkut masalah perselingkuhan. Ana teringat pada dirinya yang diabaikan dan diperlakukan dengan keji oleh keluarganya karena statusnya sebagai anak selingkuhan. Lalu orang luar yang tidak tahu apa-apa dengan kehidupannya ini malah mengatakan hal bodoh semacam itu. Wajah Clathria sempat terhenyak sebentar sebelum akhirnya dia bisa menyadarkan dirinya sendiri. "Astaga, kamu sensitif sekali ya soal perselingkuhan. Padahal kan aku hanya bercanda soal selingkuh itu. Sudahlah, karena kamu sudah bisa mengatakan alasanmu dengan jelas maka aku tidak jadi pulang d
Ambisi Ana untuk bisa menjalani hidup yang lebih berguna perlahan-lahan mulai bangkit. Ana merasa tak ada gunanya jika dirinya hanya terus bermalas-malasan. Setidaknya nanti jika dirinya diusir atau bahkan dipenjara karena kedoknya telah ketahuan maka Ana bisa tetap hidup dengan uang yang dia hasilkan selama menjadi Edna. Untuk itulah Ana harus bisa tetap hidup dengan baik dan hidup lebih lama. Tiba-tiba Ana jadi teringat dengan Leona yang tak kunjung kembali walaupun Ana telah memintanya datang. Apakah Leona berpikir dia adalah bawahan Jagad sehingga merasa enggan untuk menemui Ana di rumah keluarga Hariman? Padahal kan tidak perlu seperti itu. Padahal kan Ana juga hanya ingin menjadikan Leona sebagai temannya karena Ana benar-benar merasa kesepian saat ini. Rasa kesepian yang amat menyiksa ini tentu saja akan sulit untuk ditangani oleh Ana yang tidak punya satu pun teman sekarang. Kesalahannya saat bersikap super arogan kemarin telah menghilangkan teman yang harusnya dia dapatkan. T
Clathria tidak mengatakan apapun pada Ana dan hanya pergi begitu saja setelah dia dipanggil oleh istri sah dari pria yang menjadikannya simpanan. Ya kalimat sederhananya sih Clathria dipanggil oleh ibu kandung Marchelia. Tadi Ana bisa melihat bahwa Marchelia terlihat biasa saja saat ada simpanan ayahnya berkeliaran di acaranya yang penting itu. Apakah Marchelia tidak marah acaranya diganggu oleh wanita rendahan seperti itu? Atau sebenarnya Marchelia memang tidak punya hak untuk marah karena dirinya adalah anggota keluarga Sastrawidjaja yang punya posisi lemah di keluarga tersebut. Yah apapun itu yang jelas Ana sangat terkejut mengetahui bahwa ternyata Edna punya sepupu yang berasal dari pihak ibu kandungnya. Selama ini Ana tidak pernah mendengar tentang ibu kandung Edna. Yah siapa juga yang mau membicarakan hal tersebut secara terang-terangan di keluarga Hariman. "Edna, kamu tadi ngobrol sama siapa?" Wajah Claudia terlihat panik saat menghampiri Ana. Ana bisa melihat kalau Claudia da
Siapa pula Clathria ini? Ana belum pernah mendengar namanya sama sekali. Di rumah keluarga Hariman tidak pernah disebutkan tentang nama itu. Apa mungkin orang ini hanya berkhayal saja? Lagipula entah mengapa dari penampilannya Ana merasa orang ini kurang berkelas jika dibandingkan dengan semua manusia yang ada disini. "Kenapa merhatiin aku sampai segitunya? Menurut kamu aku gak pantas ya jadi pacarnya Vivaldi? Ya memang sih dari dulu kamu gak pernah suka dengan aku." Clathria kemudian tertawa geli dan itu membuat Ana makin tidak nyaman. Sebenarnya apa tujuan orang ini menghampiri Ana?"Ngomong-ngomong Edna, kenapa sekarang kamu berubah drastis ya? Edna yang biasanya melakukan sesuatu dengan pertimbangan matang dan enggan menimbulkan kontroversi sekarang malah berbuat serampangan hingga akhirnya dijauhi di perkumpulan kalangan atas. Kamu ada disini sekarang karena sudah tidak memiliki teman kan?" Clathria lagi-lagi tertawa. Bagi Ana orang ini mudah sekali tertawa ya. Padahal tidak ada
Ana sudah memutuskan untuk hidup dengan sangat baik sebagai Griselda Edna Hariman. Ana tidak ingin lagi menjadi suruhan Jagad. Ana memang terkesan tidak tahu karena sebenarnya hubungan antara dia dan Jagad itu saling menguntungkan andai saja Ana tidak terpengaruh oleh kasih sayang yang diberikan oleh keluarga Hariman kepada dirinya. Oleh sebab itu jika Jagad ingin membocorkan soal kesepakatan antara dirinya dan Ana maka Ana akan dengan sukarela menerima hal itu. Namun sebelum itu Ana ingin menikmati semua kasih sayang dan harta yang diberikan oleh keluarga Hariman. "Sayang, kamu mau ikut mama untuk pergi ke rumahnya Marchelia gak? Keluarga Sastrawidjaja sudah mulai mau menerima keluarga Hariman lagi. Ya bagaimanapun kan ada cucu mereka di kandungan Marchelia." Wajah Claudia terlihat sangat cerah saat mempersiapkan acara lamaran untuk Patrik dan Marchelia. Yah semua orang di rumah ini memang dengan senang hati mempersiapkan hari yang bahagia itu. Ya walaupun menurut Ana sendiri sebena