Orang di depannya ini adalah Vanesa, musuhnya saat SMA dulu. Sebenarnya Ana malas untuk bermusuhan dengan siapapun tapi orang ini malah memulai semua hal itu.
Patrik dan Claudia yang mendengar ucapan perempuan itu langsung merasa aneh. "Maaf, mbak ini siapa ya? Kenapa manggil anak saya dengan nama orang lain begitu?" Claudia sudah cukup pusing dengan berbagai situasi yang ada saat ini. Dirinya tidak ingin bertambah pusing dengan hal yang tidak berguna. Claudia yakin bahwa perempuan ini adalah salah satu dari sekian banyak orang yang mengusik keluarga Hariman. Wajah Vanesa terlihat kebingungan dan wajah Ana makin terlihat pias. Ana tidak ingin dirinya ketahuan secepat ini. Hanya saja melihat situasi yang ada sudah tentu Ana akan ketahuan sekarang bukan? "Jadi anda ibunya Ana? Seingat saya ibu Ana wajahnya bukan seperti ini. Seingat saya—" Ucapan Vanesa tidak selesai karena Ana langsung memotongnya. "Kamu mbak-mbak selingkuhannya Jagad ya? Kamu mau menjatuhkan martabat saya di depan keluarganya Jagad hingga rela melakukan apapun bukan? Dengar ya, orang rendahan seperti kamu tidak akan bisa bersanding dengan Jagad. Saya ini, Griselda Edna Hariman, saya lah orang yang pantas untuk mendampingi Jagad. Wanita kalangan bawah seperti kamu harusnya punya batasan diri untuk bermimpi." Ana tidak tahu apakah tindakannya tepat atau tidak. Ana hanya memanfaatkan kasih sayang ibu dan kakak laki-laki Edna. Setelah ini mereka pasti akan bereaksi dengan keras bukan. Wajah Vanesa terlihat kebingungan sekaligus marah. "Heh, Ana! Kamu mulai berani ya sekarang! Apa-apaan kamu itu! Siapa Jagad dan sejak kapan nama kamu ganti? Jangan main-main dan ayo ikut aku!" Vanesa dengan kasar hendak menarik Ana dari kursi roda namun dengan cepat langsung dicegah oleh Patrik. "Dengar mbak, anda ini gak tahu sedang berurusan dengan siapa? Anda lancang sekali menyentuh adik saya seperti ini dan berbicara menggunakan kalimat yang rendahan begitu. Sebaiknya anda pergi mumpung saya masih memaklumi anda." Wajah Patrik terlihat memerah dan rahangnya mengeras. Dari ekspresi seperti itu terlihat sekali bahwa Patrik sangat marah. "Benar kata anak saya. Lebih baik anda pergi sekarang juga. Jangan pernah lagi bersinggungan dengan keluarga saya!" Claudia ingin bertindak lebih bijak dengan tidak menyentuh anak itu. Anak itu sudah keterlaluan pada Edna tapi Claudia tidak ingin berbuat terlalu jauh. Cukup sampai disini saja. "Wah, Ana. Apa-apaan ini kamu? Kamu sekarang sedang main-main menjadi keluarga kaya. Kamu pikir kamu bisa seperti itu? Kemiskinan itu tetap akan melekat dalam identitas kamu." Wajah Vanesa menampilkan kebencian yang amat mendalam pada Ana. Setelah mengatakan hal seperti itu, Vanesa pun pergi meninggalkan tempat itu. "Ma, aku bisa jelasin." Wajah Ana terlihat memelas. Ana berusaha keras untuk menyembunyikan rasa paniknya karena memang dirinya tidak ingin ketahuan secepat ini bahkan kalau bisa tidak ketahuan selamanya. Masalahnya adalah apakah keluarga ini bisa ditipu apalagi setelah kedatangan Vanesa tadi? Apakah kebohongannya tadi terdengar masuk akal di telinga keluarga ini. "Edna, kamu gak perlu jelasin apa-apa. Yang penting sekarang kamu baik-baik saja ya. Sudah jangan memikirkan apapun lagi. Iya kan ma?" Patrik berusaha menenangkan Edna setelah kedatangan wanita tadi. Patrik tidak tahu apa yang terjadi tetapi sudah jelas bahwa kehidupan Edna di luaran sana tidak terkendali. "Iya, sayang. Nah sekarang ayo kita naik mobil ya." Akhirnya ketiga anggota keluarga ini menaiki mobil untuk pulang ke rumah. * Ana yang baru memasuki gerbang rumah ini merasa takjub. Apakah benar ini adalah rumah? Apakah ini bukan sebuah istana? Rasanya benar-benar nyaman pasti kan ketika tinggal disini. Patrik melihat bagaimana takjubnya Edna ketika melihat rumah ini. Patrik tidak tahu apa yang menyebabkan Edna sampai sebegitu takjubnya dengan rumah ini karena Edna yang biasanya tentu saja tidak akan menatap rumah ini dengan tatapan yang seperti itu. Namun bukankah itu artinya Patrik dan keluarga ini diberi kesempatan untuk menampilkan kepada Edna bagaimana nyamannya keluarga ini? Patrik sangat bersemangat karena ini adalah awal baru untuk membuat Edna merasa nyaman dengan identitasnya. Patrik ingin memberikan kode pada mamanya tapi saat dilihat rupanya mamanya itu sedang tidur. Ah, mamanya pasti merasa lelah dan juga pusing ketika merawat Edna. Patrik tidak mau menambah pekerjaan mamanya itu untuk sekarang. "Edna, kamu lega kan karena sudah pulang? Mulai sekarang mas Patrik jamin kamu akan semakin betah di keluarga ini." Patrik harus bisa menata kembali kehidupan Edna yang berantakan ketika berada di luar keluarga ini. Patrik harus memberikan kasih sayang penuh dan ekstra kepada Edna kan kalau begitu. Ana tidak tahu mengapa Patrik berkata seperti itu. Apakah ada tindakan Ana yang aneh di mata Patrik? Tapi apapun itu yang jelas Ana tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini. Dari ucapan Patrik terlihat bahwa Patrik percaya pada dirinya. Tentu saja Edna harus memanfaatkan hal ini bukan. Ana akan berakting sebaik mungkin dan akting ini akan dia bawa sampai mati. "Iya, aku senang dan lega karena sudah ada di rumah. Di rumah sakit bikin aku gak nyaman. Aku kayak gak ingat apa-apa dan badanku sakit semua. Aku minta maaf ya mas Patrik kalau nanti ada tindakanku yang aneh atau kurang bisa ditoleransi." Ana harus memberikan 'peringatan' dulu kan pada Patrik dan juga keluarga ini agar mereka tidak gampang curiga jika ada sedikit saja tindakan Ana yang tidak sesuai dengan kebisaan sehari-hari Edna. "Iya. Nah sekarang ayo kita keluar dari mobil. Kamu coba bangunin mama deh. Kalau aku yang bangunin pasti mama ngomel. Kalau kamu yang bangunin mama, pasti mama merasa senang. Aku coba keluar dulu untuk mengeluarkan barang-barang ya." Tanpa sempat Ana menyahut Patrik sudah keluar terlebih dahulu. Ana kebingungan bagaimana membangunkan nyonya rumah yang terlihat dingin ini. Walaupun ini adalah mama Edna yang sangat menyayangi Edna kan tetap saja Ana bukanlah Edna disini. "Ma." Ana membangunkan mamanya Edna dengan suara yang lirih. Bagaimana kalau nyonya Claudia ini mengamuk karena dibangunkan oleh Ana? "Ma." Ana bersuara lebih keras. Ana benar-benar tidak mengerti kenapa Patrik memberikan pekerjaan semacam ini pada dirinya. Bagaimana kalau nyonya Claudia ini mengamuk? Ana kan bisa mampus dibuatnya. "Ma." Ana bersuara lebih keras dari tadi. Ana menyerah saja lah kalau panggilan yang ketiga ini mamanya Edna tak kunjung bangun. Nanti Ana akan meminta tolong pada Patrik saja. Rupanya dugaan Ana salah karena Claudia bangun di panggilan yang ketiga. "Astaga, sayang. Maafin mama ya karena tidur. Kita sudah sampai kah?" Wajah Claudia terlihat mengantuk sambil memasang raut wajah yang bersalah. "Ah, iya kita sudah sampai tadi mas—" "JANGAN PERNAH DATANG KESINI UNTUK MENEMUI ANAK SAYA, JAGAD!" Keributan apa itu?"Astaga. Kenapa papamu teriak-teriak begitu. Edna, kamu disini dulu ya, nak. Mama mau lihat apa yang terjadi. Mama takut kalau ada hal yang gak diinginkan semisal kamu ikut keluar. Mama yakin suasana sekarang ini kacau sekali." Claudia baru saja ingin turun tapi lengannya dipegang oleh Edna. Claudia pun menatap bingung ke arah Edna. "Kenapa sayang?""Aku...aku takut sendirian disini. Aku takut kayak waktu malam kecelakaan itu. Disana gak ada mama jadi aku takut. Disana gak ada papa, gak ada mas Patrik." Ana tidak tahu apakah aktingnya sudah bisa diterima oleh Claudia atau belum. Yang jelas kan Ana ingin keluar tapi dia masih kebingungan dengan bagaimana cara membujuk yang baik. Wajah Claudia langsung sendu dan matanya berkaca-kaca. "Edna percaya sama mama?" Claudia bertanya dengan lembut. Ana tidak tahu mengapa Claudia bertanya seperti itu tapi bukankah Ana sudah tahu harus menjawab apa. "Aku percaya, ma." Ana menjawab dengan mantap. "Kalau gitu kita keluar bareng-bareng. Karena Ed
"Bagaimana bisa Edna seperti itu? Anak itu adalah anak yang bermoral dan bermartabat!" Claudia benar-benar tak habis pikir dengan ucapan Edna tadi. Dokter sudah didatangkan ke rumah itu untuk memeriksa Edna dan hasilnya benar-benar membuat mereka tercengang. Edna benar-benar hamil. "Aku hanya bingung mengapa dokter di rumah sakit itu tidak bilang jika Edna hamil. Bukankah kehamilan adalah kondisi yang serius? Tapi mengapa mereka diam saja?" Patrik juga benar-benar kalang kabut menghadapi situasi. Dirinya benar-benar kesulitan untuk berpikir jernih. "Pilihannya sekarang hanya ada dua. Menggugurkan kandungan anak itu atau menikahkan dia dengan Jagad." Harjokusumo benar-benar kecewa hingga dia tidak ingin mengucap nama Edna lagi. Claudia dan Patrik yang mendengar pilihan seperti itu langsung menatap tidak terima pada Harjokusumo. "Apa-apaan kamu itu mas! Pilihan apa yang kamu berikan pada Edna. Edna itu adalah anak kita. Kebahagiaan dia adalah prioritas utama. Apakah disaat seperti in
Apa? Rupanya Ujung-ujungngnya Edna tetap dinikahkan dengan Jagad begini kan. Lalu untuk apa tadi bersusah payah mengurung Ana dan membuat Ana merasa tertekan di dalam kamar sana. Ana mulai melancarkan aktingnya. Ana benar-benar terlihat berpikir agar tidak terlalu kentara jika kehamilannya ini adalah cara agar keinginannya untuk menikah dengan Jagad bisa cepat terlaksana. "Aku mau menikah dengan Jagad." Ana menjawab dengan mantap hingga membuat Claudia dan Patrik menatapnya dengan kecewa. Ana tidak tahu mengapa kedua orang itu benar-benar anti terhadap Jagad. Padahal waktu dilihat-lihat tidak ada yang aneh dengan Jagad. Jagad adalah laki-laki yang berasal dari keluar yang setara dengan keluarga ini. "Kamu yakin dengan pilihan kamu? Menikah itu tidak sesederhana berpacaran Edna. Kamu hamil di luar nikah demi bisa menikah dengan Jagad saja adalah bukti bahwa kamu belum mengerti apa arti pernikahan itu. Papa menyarankan kamu untuk menggugurkan kandungan itu saja lalu tinggalkan Jaga
"Kamu sudah mengerti betul rupanya apa peranmu disini. Itu hal yang bagus karena aku tidak perlu terlalu mendikte agar kamu melakukan sesuatu." Jagad tersenyum tipis. "Bayi siapa itu? Siapa ayahnya?" Jagad menatap perut Ana yang masih terlihat rata. "Harusnya kamu sudah tahu kan? Kamu juga yang meminta pada dokter agar kehamilan ini dirahasiakan. Entah apa yang kamu bilang kepada dokter itu hingga mau-mau saja dia menurut ke kamu. "Kamu rupanya salah paham, Ana. Kekuasaanku belum sebesar itu hingga mampu untuk memerintah dokter seperti itu." Jagad tersenyum meremehkan pada Ana yang menganggap dirinya mengetahui semua hal tentang Jagad. "Maksud kamu?" Ini kegilaan macam apa lagi. Apakah ada orang lain selain Jagad yang terlibat dalam permainan gila ini. Ah Ana tidak ingin terlalu pusing dalam memikirkannya. Asalkan dia menurut pada Jagad maka kehidupannya sebagai Edna akan dijamin kan. "Ah iya, lain kali aku harus memanggil kamu Edna karena bisa gawat jika semua orang mulai curiga.
"Aku bukan Edna." Ana yang rambutnya sedang disisir oleh Patrik kemudian bicara dengan pelan. Ana hanya ingin mendapatkan keluarga yang menyayangi dia kok. Tapi kenapa sulit sekali ya? Disaat ada kesempatan seperti ini Ana malah merasa bahwa Jagad lah yang menghalangi segalanya. Seandainya tidak ada Jagad maka Ana akan bisa menjadi Edna dan melakukan apapun dia mau tanpa ada bayang-bayang dari Jagad. Patrik yang sudah tahu keadaan Edna dari dokter yang merawatnya berusaha tegar saat Edna kambuh lagi seperti ini. Baiklah, Patrik akan berusaha semaksimal mungkin agar Edna tidak lagi kambuh seperti ini. "Kalau kamu bukan Edna kamu siapa dong?" Patrik menanti jawaban dari Edna. Apakah Edna akan menyebut nama Ana lagi? Mendengar Patrik yang mau meladeni ucapannya membuat Ana merasa terharu dan langsung menuangkan apa yang mengganjal di hatinya. Walaupun Ana yakin bahwa Patrik tidak menganggap ucapannya sebagai kebenaran setidaknya Patrik sudah meladeni ucapannya dengan baik. "Aku itu An
Jagad masih saja terus menelpon Ana. Yang bisa Ana lakukan adalah memberlakukan mode silent pada ponselnya agar tidak ada dering panggilan yang menganggu. Demi apapun rasanya Ana benar-benar ingin lari dari sini saja."Ana, mas masuk dulu ya." Patrik mengetuk pintu bebarengan dengan panggilan dari Jagad. Tentu saja hal ini membuat Ana langsung mematikan panggilan tersebut. Ana tidak ingin terjadi hal yang tidak diinginkan. "Iya, mas. Ana kemudian segera menonaktifkan ponselnya dan meletakkannya di kasur begitu saja. "Ini mas bawain nasi hainan buat kamu. Ini juga ada susu...eh ini bukan susu yang biasanya kamu minum. Ini...ini susu..." Patrik terlihat kesulitan untuk berbicara dan Ana paham betul apa yang membuat Patrik sampai seperti itu. "Susu ibu hamil kan?" Ana tersenyum menenangkan dan hal itu tentu saja membuat Patrik bisa bernafas lega. "Ah, iya. Mas bingung mau ngomong kayak gimana. Oh iya, kamu pengen sesuatu lagi kah? Ibu hamil tuh ngidam gitu kali ya?" Patrik terlihat c
"Akhirnya kamu mengangkat panggilan dari aku ya." Saat ini Jagad dan Ana bertemu di luar karena memang ingin bicara dua mata. Seandainya Jagad tahu betapa sulitnya untuk meminta izin agar bisa keluar sendiri saja. Lagi-lagi Ana menggunakan alasan kehamilan. "Kenapa kamu kayak perempuan gini?" Ana merasa terkejut ketika melihat Jagad yang berdandan seperti perempuan. Jika Ana tidak tahu bahwa Jagad adalah laki-laki dia pasti akan percaya kalau dibilang Jagad adalah perempuan. "Menurut kamu, keluarga kamu itu akan membiarkan begitu saja kamu keluar sendirian? Mereka pasti mengawasi kamu dan saat ini aku melihat ada beberapa orang yang mengawasi kamu dari kejauhan. Lain kali berpikir dengan baik, Ana. Edna adalah gadis yang pintar jadi sudah seharusnya kamu seperti dia. Jangan mempermalukan nama Edna selama kamu hidup menjadi dia." Jagad berucap dengan dingin dan itu tambah melukai harga diri Ana. "Aku hanya gadis pengganti. Gak penting kan aku bersikap seperti apa selama menjadi Edna
Ana merebahkan dirinya di atas kasur kamarnya. Demi apapun hari ini melelahkan sekali. Ana pikir setelah jadi Edna hidupnya akan damai dan menyenangkan. Rupanya kenyataan tidak sebaik ekspetasi yang ada. Yang Ana rasakan sekarang adalah perasaan tertekan. "Edna, ayo keluar dulu. Papa mau ngomong di ruang keluarga." Dari luar kamar Claudia memberikan Ana instruksi agar keluar dari kamar. Ana sebenarnya ingin menolak permintaan itu tapi merasa tak tega. Bisa-bisa nanti semuanya akan jadi kacau balau karena Ana kebanyakan bertingkah. "Edna, kamu tidur atau gimana? Mama ke kamar kamu ya?" Karena tak kunjung mendapatkan jawaban dari Ana, Claudia berniat untuk masuk ke dalam kamarnya saja. Ana langsung gelagapan dan segera menyahut. "Aku gak tidur kok, ma. Ini aku mau keluar jadi mama gak usah masuk ke dalam kamar." Saat ini Ana tidak ingin wilayahnya dimasuki oleh siapapun. "Oke kalau gitu. Kamu langsung keluar kamar ya karena papa mau ngobrol penting dengan kita semua." Claudia mengu