Share

Bukan Mauku Menjadi Istri Kedua
Bukan Mauku Menjadi Istri Kedua
Penulis: Iyustine

Peristiwa Mengenaskan

“Pak Lucas, apa yang Bapak–ah!”

Belum sempat Inge menyelesaikan ucapannya, badan perempuan kurus itu sudah ditarik oleh ayah dari Naomi, murid yang baru saja dia antar pulang, ke dalam kamar. Pria itu memeluknya erat-erat.

“Pak Lucas, lepas–”

“Aku kangen kamu, Karina ....” 

Gumaman Lucas tersebut membuat Inge mengernyit. Wanita itu mencium bau alkohol yang kuat dari ayah muridnya tersebut.

“Pak, saya Inge, guru Nao–”

Belum sempat Inge menyelesaikan ucapannya, bibirnya langsung dibungkam oleh ciuman panas dari Lucas. Pria itu membawa Inge ke tempat tidur tanpa melepaskan ciuman, sekalipun Inge memberontak.

“Pak–Pak Lucas, Anda–mmph–”

Inge mendapatkan serangan ciuman bertubi-tubi, membuatnya kewalahan.

Sekuat tenaga Inge melawan, mencoba mendorong pria itu menjauh dari tubuhnya. Ia bahkan memukul, mencakar, dan menjambak. Namun, Inge yang kurus sama sekali bukan tandingan tubuh tegap berotot milik ayah muridnya tersebut. Tubuh Lucas tetap kukuh di sana, menjamahnya dengan sentuhan panas sembari terus mengumamkan sebuah nama. 

Karina.

Hingga akhirnya, setelah semuanya tuntas, Lucas berbaring di sebelah Inge sembari memeluk wanita yang kini tengah terisak. Kesadaran Lucas berangsur menghilang setelahnya, membuat Inge memanfaatkan situasi untuk pergi dari sana.

Dengan wajah penuh bekas air mata, Inge memunguti bajunya dan bergegas memakainya kembali. 

Badannya sakit, hatinya lebih sakit, hancur berkeping-keping apalagi saat ia melihat wajahnya yang berantakan di cermin. 

Baru saja ia hendak merapikannya, Lucas bergerak dalam tidurnya, kembali menggumamkan nama Karina.

Tanpa pikir ulang lagi, dengan tenaga yang tersisa dia berlari menuruni tangga sembari mengusap bekas air mata di pipinya.

“Kita langsung kembali ke sekolah, Miss?” sapa sang sopir, begitu dia melihat Inge. Ia adalah sopir yang bertugas mengantarkan Inge tadi dengan mobil sekolah.

“Iya, Pak,” jawab Inge lirih, sembari menahan tangis. 

Pikirannya kalut. Masih tidak bisa memproses bahwa Lucas, pria yang selama ini dia kenal sebagai wali murid yang begitu sopan, telah menodainya.

Siang ini, Inge datang ke rumah Lucas karena harus mengantar Naomi, putri Lucas, yang juga merupakan anak asuh di tempatnya mengajar. Pengasuh Naomi yang biasanya menjemput gadis cilik itu pulang sedang sakit, sehingga Inge bertanggung jawab untuk memastikan Naomi pulang sampai rumah.

Sebagai cucu pendiri sekolah, Naomi memang sering mendapat perlakuan khusus. Dan ini bukan pertama kalinya.

Namun, biasanya Inge hanya akan mengantar Naomi sampai pintu gerbang. Akan tetapi kali ini, bocah berusia 4 tahun itu tertidur di perjalanan, sehingga Inge harus menggendong dan menidurkan Naomi hingga ke dalam kamar.

“Langsung ke lantai dua aja, Miss. Pintu kanan yang ada stiker kelinci,” terang penjaga keamanan di rumah Lucas tadi saat Inge datang.

Dia naik tanpa prasangka apa-apa. Ternyata setelah dia keluar dari kamar Naomi, terjadilah peristiwa itu.

“Apa yang harus aku lakukan?” batin Inge. “Apakah aku harus melapor? Meminta tanggung jawab? Menyuruh ia meminta maaf?”

Lucas adalah anak dari pendiri sekolah ini, sekaligus salah satu donatur tetap yang kontribusinya amat besar. Jika memang Inge melapor untuk pertanggung jawaban pria itu, siapa ia harus melapor? Pria itu bukan pria sembarangan. Yang sempat Inge dengar, bisnis Lucas menggurita di kota ini. Pastilah dengan begitu, pria itu mempunyai banyak koneksi orang-orang penting. 

Lagi pula apakah atasannya akan percaya dengan ceritanya? Tidak ada saksi saat kejadian itu.

Selain itu … ah, Inge menjadi bingung sendiri. 'Apa yang sebenarnya aku inginkan? Memangnya apa yang bisa mengobati rasa sakit hatiku ini?'

Begitu sampai di sekolah, Inge langsung pergi di kamar mandi untuk membersihkan bagian tubuhnya yang terjamah Lucas. Sekuat tenaga ia menahan tangis sembari melakukan itu.

Tiba-tiba, pintu kamar mandi diketuk keras.

“Inge! Kamu yang di dalam?” seru si pengetuk pintu. Itu suara Bu Farah, kepala sekolahnya.

Inge tergeragap. “I-iya, Bu,” jawabnya pelan. Buru-buru ia merapikan penampilannya dan membuka pintu.

Begitu mereka berhadapan, Inge mendengar kepala sekolahnya itu menghela napas panjang.

“Kamu menangis lagi?” tembak Bu Farah langsung. “Aduh, Inge. Kenapa? Saya lihat kemarin kamu sudah lebih tegar.”

Inge langsung menunduk. Tidak tahu harus menjawab apa.

“Saya tahu perceraianmu itu sangat berat, tapi tetap jaga profesionalitas kamu di tempat kerja ya,” ucap Bu Farah lagi. Sekalipun nada suaranya lembut, tapi ucapannya benar-benar menusuk hati Inge. “Mungkin saya bisa maklum dengan masalah kamu. Tapi bukan berarti orang lain akan melakukan hal yang sama.”

Bu Farah menepuk bahu Inge dua kali. Dan Inge justru makin menunduk, air matanya mengalir. 

Seandainya Bu Farah tahu bahwa kali ini dia tidak sedang menangisi perceraiannya.

“Saya ada tugas khusus untuk kamu, sekalian buat mengalihkan pikiran kamu dari kesedihan,” ucap Bu Farah lagi. “Terkait acara pentas seni bulan depan. Saya harap kamu berusaha semaksimal mungkin. Jangan kecewakan saya.”

Inge menatap Bu Farah dalam diam. 

Wanita yang bicaranya tegas dan kadang menusuk ini kerap kali memotivasinya. Bahkan, sekalipun tidak pernah diminta, Bu Farah beberapa kali memberikan sedikit ruang pada Inge selama ia mengurusi proses perceraian dengan mantan suaminya yang selingkuh. 

Sehingga, sempat terlintas dalam kepala Inge untuk mengatakan apa yang baru saja terjadi padanya ke atasannya ini.

Namun, akhirnya ia urung. Terlalu malu.

“Baik, Bu.” Pada akhirnya, Inge menyahut sebelum kemudian kembali ke kursinya.

Ia berusaha menjalani harinya seperti biasa, seakan-akan tidak ada kejadian apa pun saat ia mengantar anak didiknya pulang. Hingga akhirnya ia sampai pada kesimpulan kalau ia akan benar-benar melupakan hal itu saja.

Namun, keesokan harinya, tiba-tiba saja ia dipanggil oleh Bu Farah.

“Ya, Bu?” sapa Inge. Ia bertanya-tanya apakah ada masalah lain yang ia sebabkan. Apakah ada yang mengadu lagi ke atasannya tersebut kalau Inge menangis diam-diam di kursinya kemarin?

Akan tetapi, rupanya ada yang lebih mengejutkan lagi.

“Pak Lucas mencarimu. Ia meminta untuk bertemu denganmu sekarang,” ucap Bu Farah dengan ekspresi serius. “Kamu tidak membuat masalah kan, Ing?”

Jantung Inge terasa seperti berhenti berdetak saat mendengarnya.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Arini Asrini
bab pertama saja konfliknya sudah seru ...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status