Inge menjengkit mendengar ucapan Bu Emma. Dia membeku spontan. Yang selama ini dia dengar, Pak Benny dan Bu Emma adalah orang tua Lucas. Namun telinganya baru saja mendengar hal yang berbeda dari orangnya sendiri.Matanya bertemu dengan tatapan Lucas sekejap. Ingin sekali dia mengkonfirmasi berita tersebut, namun sepertinya situasi tidak memungkinkan. Lucas sedang berusaha memeluk Bu Emma yang terlihat histeris. Perempuan itu meronta sambil berteriak-teriak.“Mama tau kamu pria baik, Luc. Pasti perempuan itu yang memperdaya kamu kan?” jerit Bu Emma. Matanya nyalang menatap Inge.Inge tersentak ketika Lucas memberinya perintah sekali lagi dengan nada lebih tinggi. Kaki perempuan itu pun buru-buru mendapatkan kamar yang dimaksud Lucas.Tangis Inge p
Inge hanya berdiri saja di depan pintu besar yang tertutup itu. Pikirannya mengedar, mencoba menerka-nerka isi perjanjian yang ditolak oleh Lucas.Di tengah dia berpikir, Bu Emma terlihat keluar dari sebuah ruangan. Inge menggigit bibirnya samar, dia tidak tahu harus bagaimana bersikap. Saat mata mereka bertemu, Inge mencoba membungkukkan sedikit badan. Namun Bu Emma membalasnya dengan tatapan begitu sinis, membuat Inge cepat menunduk.Dia bersiap jika Bu Emma menghampiri dirinya, kemudian murka atau menamparnya lagi. Ternyata tidak. Inge justru mendengar detak sepatu Bu Emma menjauh, lalu perlahan memudar, hingga akhirnya tidak terdengar lagi. Ketika Inge memberanikan diri mendongak, sosok Bu Emma sudah hilang.Inge menghela napas, bersamaan dengan itu pintu terbuka. Inge menoleh dan menemukan sor
Inge meluruhkan tangis. Di syaraf pendengarannya sang mama terus mengomel dan menyudutkan dirinya, tanpa dia tahu bagaimana cara membela diri. Inge tidak ingin membuka kejadian yang menimpa dirinya hingga menyebabkan dia hamil. Lagi pula hati mama sedang panas, segala sanggahan dan penjelasan yang Inge kemukakan akan menjadi percuma.Telepon ditutup mendadak oleh mama.Inge memandang layar gawainya dengan hati tidak karuan. Matanya menemukan banyak pesan masuk dari beberapa nomor kontak. Sekilas dia melihat sebagian besar dari orang tua siswa yang diajarnya. Menilik kata awal yang terlihat, sepertinya mereka semua mempertanyakan kebenaran berita antara dirinya dan Lucas.Dia juga menemukan nomor kontak dirinya telah dikeluarkan dari semua grup unit kerja sekolah. “Oh, Tuhan,” desis Inge tertahan.Kali ini Inge membiarkan dirinya menangis hebat. Tidak lagi dia tahan seperti tadi. Dia hanya berharap semua beban yang bergayut di pikirannya, ikut keluar bersama air mata yang jatuh.Ing
“Miss Inge bangun, Pap! Tuh, liat tuh, matanya gerak-gerak.”Lamat-lamat Inge mendengar suara Naomi. Terdengar sedikit heboh. Dia juga merasakan pipinya hangat, dan ada gerakan lembut di situ.“Miss, Miss… udah bangun kan?”Didengarnya lagi suara Naomi itu. Inge pun mengerjap. Benar saja, saat matanya terbuka, dia melihat wajah Naomi begitu dekat. Tangan kecil itu masih bergerak lembut, mengelus pipi kiri Inge.“Pap!” Naomi terpekik. Dia menggerakkan kepalanya dengan heboh, menoleh kepada Lucas dan Inge berganti-ganti. Tampak jelas semburat bahagia di parasnya.“Syukurlah kamu sudah sadar.” Wajah Lucas kini terlihat, tepat di belakang Naomi.
Inge bangun dengan tubuh yang sedikit lebih segar. Namun dia segera menghela napas dalam, dan termenung sejenak sebelum turun dari ranjang. Semalam dia bermimpi tentang seorang bayi yang berwajah mirip Naomi.Dalam mimpinya itu sang bayi seperti tersedot ke atas, dan si bayi menangis sambil mengulurkan tangan ke arahnya. Gema tangisan bayi itu benar-benar seperti nyata dalam rongga telinganya.Spontan Inge menunduk, serta mengusap perutnya sendiri dengan lembut.Kemarin memang sempat ada rasa sesal dalam dada, tentang keputusan untuk menikah demi memelihara bayinya. Akan tetapi, mulai sekarang dia harus menumbuhkan tekad lebih kuat.Jalan yang sudah dia ambil ini pasti bukan hanya suatu kebetulan semata. Apalagi sikap Lucas semalam yang menunjukka
“S-syarat a-apa, Miss?” Bi Yati tampak gemetar.“Bibi harus mau bekerja sama dengan saya,” ucap Inge.Sengaja Inge menggantungkan jawaban, hanya untuk sekedar melempar seringai lebar. Dia yakin ART ini tidak akan mampu menolak permintaannya.Sementara itu Bi Yati makin mengkerut. Apalagi saat Inge terus menatap tajam ke arahnya. Dia tidak menyangka bahwa orang yang sejak tadi sangat ramah, sehingga membuatnya nyaman bicara, ternyata bisa berbalik begini.Bi Yati melirik Inge takut-takut. Kentara sekali dia sangat menyesali ucapannya yang memang kebablasan. Seharusnya dia ingat, kedudukan Inge di sini.“Miss, s-saya mohon–”
“Enak kan?” Suara Bu Emma bertambah tinggi. “Sudah terbaca niat busuk orang-orang seperti kamu. Mengandalkan kecantikan untuk menjerat pria kaya agar bisa hidup berleha-leha tanpa susah payah.”Inge diam. Tidak ingin merespon. Bukan sengaja tidak sopan, tetapi dia paham bahwa Bu Emma akan bertambah marah dengan apa pun bentuk reaksi yang akan dia berikan.“Tapi ingat, cara-cara licik seperti ini pasti berujung derita,” cicitnya penuh kebencian.Bu Emma menoleh ke arah pintu depan. Dia mendengar suara Naomi samar-samar. Dengan sekejap dia menyetel wajahnya yang semula garang menjadi wajah ramah penuh senyum, dan senyumnya bertambah rekah ketika sang cucu semakin mendekat.“Mimi, Oma nungguin Mimi,” ujar Bu Emma r
“Biar saya coba bujuk Mimi dulu ya, Bu Emma.” Akhirnya Inge berinisiatif untuk menengahi.Bu Emma tentu saja langsung melengos. Dia menatap Gita tajam. Lalu memberi kode dengan kepalanya untuk tetap membawa Naomi, sesuai perintahnya.Gita tergeragap. Dia mengangguk patah-patah, dan bergerak pelan mendekati Naomi yang masih menangis sambil memeluk Inge. Kemudian si pengasuh itu ikut berjongkok seperti Inge.“Ayo, Non. Kita ke rumah Oma, yuk!” bujuk Gita. Suaranya setengah tercekat. Tangannya terulur hendak meraih tubuh Naomi.Plak.Naomi malah melayangkan tangannya, pas kena di bagian wajah Gita. Membuat Inge dan Gita terkejut bersamaan. Demikian juga dengan Bu Emma.
“Temuilah Lucas, coba kalian bicara dulu dengan lebih tenang. Apa pun keputusanmu, Mama akan mendukungmu.”Inge bergerak memeluk sang mama. Dia mengucapkan terima kasih, tetapi satu detik kemudian perempuan itu terisak. Ketika Mama Niken terlihat cemas, Inge justru mengeluarkan tawa kecil. Tentu saja Mama Niken mengernyit heran.“Kamu kenapa? Jangan bikin Mama bingung, Ing.” Nada suara perempuan yang melahirkan Inge itu menjadi naik.Inge justru tertawa lebih kencang.“Inge!” Mama Niken menjerit tertahan. Untung saja semua pegawainya sedang sibuk di depan, menata katering di dalam mobil, untuk segera diantar pada para pelanggan.“Aku tiba-tiba ingat , Ma. Dulu waktu Mama nganter aku sekolah naik sepeda, Mama pernah bilang kan kalau besok suamiku adalah orang yang sangat kaya, jadi aku bisa diantar kemana-mana naik mobil. Terus suamiku punya restoran di mana-mana… . Ingat kan?” Mama Niken memandang Inge dengan lurus. Senyumnya merekah. “Mama rasa kamu enggak perlu cocoklogi begitu. D
Inge yang masih memandangi pesan gantung di telepon Lucas, menjadi sangat terkejut ketika tiba-tiba mendengar Lucas berdehem tepat di belakang punggungnya.“Pak Lucas.” Inge salah tingkah. Dia merasa seperti tertangkap basah sedang melakukan hal yang kurang sopan. Dengan sedikit gemetar dia menyodorkan telepon itu kepada si empunya.Lucas menerima, kemudian memeriksa telepon tersebut. Dua detik kemudian dia merekahkan senyum. “Apa kamu baca pesan dari Mama ini?”“Maaf, benar-benar tidak sengaja, Pak.” Inge menunduk lebih dalam.Lucas tertawa kecil. “Baguslah. Jadi aku enggak perlu repot memberitahu kamu kalau Mama menunggumu di rumah. Ayo kembalilah ke rumah kita.”“Maksudnya… .” Inge sengaja menggantung ucapannya. Dia beranikan diri untuk menatap wajah Lucas.“Ini sedikit memalukan, Ing. Ternyata selama ini Mamaku menyewa orang untuk menyelidiki kamu.” Lucas bergerak mendekat. Dia mengambil kedua tangan Inge, lalu tersenyum melihat wajah sang istri yang tampak lucu dengan mata membel
Naomi memandang wajah Inge sejenak, sebelum akhirnya mengangguk samar. Dia pun menurut saat dibawa masuk ke dalam kamar.“Mimi,” panggil Karina dari layar telepon Lucas. Tampak wajah cantiknya masih sedikit pucat. Latar belakang ranjang rumah sakit juga ikut terekam dalam panggilan video. Tampaknya Karina sedang sendirian di ruang tersebut.Inge mengajarkan Naomi untuk melambaikan tangan sekaligus mengucapkan salam pada ibu kandungnya itu. Lagi-lagi Naomi menurut, meski dengan sedikit canggung.“Mimi senang ya main sama Mama Inge?” ujar Karina.“Iya.” Naomi yang dipangku Lucas menyahut dengan menundukkan kepala .“Mimi sayang sama Mama Inge?” tanya Karina lagi.Naomi spontan memandang Inge, sehingga Inge sekuat tenaga melempar senyum. Segumpal perasaan bersalah menyergap hatinya. Dia begitu tertohok dengan pertanyaan Karina.Lucas cepat menguasai keadaan. Dia pun bersuara dengan meminta Naomi untuk menjawab ujaran sang ibu. Sementara tangan Lucas perlahan mengulur untuk menyentuh ping
Inge menunduk. Perasaannya berkecamuk.“Pak Lucas, boleh saya bicara dengan Bu Karina?” Alih-alih menjawab, Inge justru melempar pertanyaan. Lehernya bergerak sehingga kepala Inge kini tegak dan memandang Lucas yang duduk di sampingnya.“Saya ingin menjelaskan hubungan kita,” ucap Inge.Respon pertama kali Lucas adalah menghela napas. Kemudian dia mereguk susunya kembali, sebelum akhirnya menyahut, “Tentu saja boleh. Tapi tolong jangan terus merasa aku dan Karina bercerai karena kamu.”Inge mengulas senyum. “Tapi pikiran dan pandangan orang pasti akan seperti itu. Bayangkan saja, Bu Karina baru bangun setelah koma empat tahun, tiba-tiba diceraikan, lalu Pak Lucas melanjutkan hidup bersama saya sebagai suami istri. Apa kata orang nanti?”Lucas meraih tangan Inge. Dia remas sedikit sembari memberi tepukan kecil.“Apakah anggapan orang sangat berarti buat kamu?” tanya Lucas. Nadanya tegas. “Kita sudah melewati sejauh ini bukan?”Inge kembali menunduk. Tanpa sadar dia membalas remasan Luc
Inge terbangun dengan kaget, tiba-tiba dia merasa ada tangan yang memukul kandungannya. Ketika dia membuka mata, dia mendapati tangan mungil Naomi sudah terparkir manis di atas perut. Sedang tubuh kecil Naomi terlihat bergerak merapatkan diri pada Inge, sepertinya si kecil mencari kehangatan, sebab udara pagi di kota kecil ini memang lebih dingin dibanding di rumah Naomi.Inge menghela napas. Semalam dia akhirnya tertidur setelah berdiam diri memandangi wajah Lucas dan Naomi berganti-ganti. Entah mengapa hatinya merasa lebih tentram. Demikian juga dengan si bayi, dia terus bergerak tetapi gerakannya sangat halus.‘Eh, kemana Lucas?’ Inge tidak menemukan lelaki itu di samping Naomi. Bantal bekas dipakai Lucas sudah terlihat rapi.Tidak berapa lama, sayup-sayup telinga Inge mendengar tawa renyah di luar kamarnya. Dapat dipastikan suara itu berasal dari para ibu yang membantu mamanya. Mereka juga terdengar saling berbalas kalimat seperti biasa.Inge pun bangun dengan hati-hati. Sedikit m
Mesin mobil segera mati, dan Pak Ali perlahan turun. Dia membungkukkan sedikit badannya kepada Lucas dan juga orang tuanya, kemudian mengundurkan diri tanpa sepatah kata pun.“Mama kita perlu bicara.” Lucas menatap Mama Helen.Sedetik kemudian Naomi menjerit-jerit. Dia seperti sudah mempunyai firasat jika sang papa akan menggagalkan rencana mereka untuk pergi ke rumah Inge. Namun Edward sigap menenangkan gadis kecil itu. Edward membujuk Naomi untuk turun.Akan tetapi Naomi masih terus menjerit, sehingga Lucas akhirnya mendekati sang putri. Lelaki itu menatap Edward sejenak, sebelum akhirnya mengulurkan tangan pada Naomi.“Kita jemput Mama Inge, tapi kita siapkan dulu strawberry untuk Mama Inge. Tadi Mama Inge telepon minta dibawain strawberry,” ujar Lucas terpaksa sedikit berbohong. Dia perlu waktu untuk bicara dengan Mama Helen.Naomi terlihat langsung menghentikan kehebohannya. Dengan mata basahnya dia tersenyum lebar. “Mimi yang siapin, Pap?”Lucas mengangguk. “Coba tanya Bi Yati a
Karina buru-buru menyeka air matanya. Dia memandang sejenak kepada Papa Benny. Saat ayahnya mengangguk, perempuan cantik itu ikut pun melakukan hal yang sama. Kemudian dia memberanikan diri untuk menatap wajah Lucas, sembari menahan debaran di dadanya.Entah mengapa Karina melihat serpihan diri Edward dalam wajah Lucas. Dan di sinilah dia menjadi lebih paham apa yang Papa Benny maksudkan tadi. Karina mungkin tidak dapat melepaskan dirinya dari bayang-bayang Edward. Itu akan seperti mengantongi bom yang dapat meledak sewaktu-waktu, yang mungkin saja ledakannya lebih hebat dari pada empat tahun yang lalu.“Aku juga punya kabar yang harus kamu dengar, Luc,” kata Karina lirih.Mendengar hal tersebut, Papa Benny memberi kode kepada Mama Emma untuk keluar. Ketika sang istri terlihat masih terpaku, Papa Benny berjalan memutari ranjang Karina untuk mendapatkan tangan perempuan itu. Dalam diam, dia membawa Mama Emma keluar ruangan.Lucas tersenyum samar serta mengangguk pada kedua mertuanya, s
“Di sini juga ada Lucas, yang bisa ikut mendengar,” tambah Pak Benny.Inge tercekat. Dia menggigit halus bibir bawahnya sendiri. Berusaha untuk tidak memperdengarkan sesuatu yang bisa menampakkan kegugupannya, meskipun jantung dalam dadanya berdebar begitu kencang.“Dengar baik-baik, Inge. Saya ingin membatalkan perjanjian di antara kita,” kata Pak Benny. Suaranya serak tetapi diucapkan dengan mulus tanpa getaran. “Pernikahan antara kamu dan Lucas itu sah, hanya kamu dan Lucas yang berhak menentukan kelanjutannya.”Telinga Inge dapat mendengar suara Lucas terpekik kecil menyerukan kata ‘papa’ di belakang suara Pak Benny. Sebenarnya dia pun sama terkejutnya dengan Lucas, tetapi dia dapat mengendalikan diri. Inge telah belajar dari pengalaman bahwa berbicara dengan Pak Benny atau Bu Emma selalu saja muncul hal-hal tidak terduga.“Apa kamu dengar, Ing?” tanya Pak Benny.“I-iya, Pak.”Inge pun terbata-bata kembali mengiyakan ketika Pak Benny menanyakan apakah dia paham dengan yang dimaksu
Keluar dari ruang perawatan Karina, Lucas langsung menuju ke arah barat rumah sakit. Di situ ada taman dengan kolam ikan yang suasananya lumayan sejuk, sebab beberapa pohon rindang berjajar melingkupi area tersebut. Beruntung taman tampak tidak seramai biasanya.Lucas duduk di salah satu kursi di situ, dia menghela napas. Kesejukan dan kedamaian suasana taman, sama sekali tidak dapat meredakan panas di hatinya. Rasa sakit pada pagi hari itu, empat tahun lalu, bahkan masih terasa sampai sekarang. Siapa yang tidak sakit jika ternyata istri yang dicintai menyimpan rasa untuk lelaki lain. Apalagi jika lelaki tersebut adalah orang yang selama ini tidak dia sukai.Ya, Lucas menganggap Edward pengkhianat. Edward Kavell adalah sepupu dari papa kandungnya, yang artinya masih paman Lucas. Dia menikahi Mama Helen tepat tiga bulan setelah kematian papanya. Ada desas desus yang beredar di kalangan keluarga besarnya sendiri, bahwa Mama Helen telah hamil dengan Edward. Namun seiring berjalannya wakt