Lucas menegakkan badan. Kenapa pertanyaan Papa Benny sama dengan pertanyaan Inge tadi? Mendadak pikirannya dipenuhi berbagai kemungkinan.“Sebenarnya tadi pagi Mama sudah mendengar berita ini, Papa pikir itu hanya gosip saja. Tapi barusan Bu Farah mengkonfirmasi langsung, katanya Mimi juga sudah tidak masuk tiga hari ini,” lanjut Papa Benny. Yang dimaksud mama oleh Papa Benny tentu saja Mama Emma.Otak Lucas langsung menjalar. Lalu berkesimpulan bahwa pertanyaan Inge tadi kemungkinan besar berasal dari Mama Emma. Kemudian dia teringat laporan Naomi, pastilah Mama Emma datang, dan marah-marah karena berita ini juga. Firasat Lucas semakin yakin, jika Mama Emma mempersalahkan Inge dalam hal ini.“Luc!” panggil Papa Benny, nadanya menjadi naik, sebab sampai detik-detik berlalu dia tidak mendengar suara menantunya sama sekali.Lucas tidak langsung menjawab, dia malah menghela napas panjang.“Memangnya kenapa sampai Bu Farah berkesimpulan begitu?” Lucas bukannya menjawab, malah melempar pe
Bu Farah harus menunggu sekitar sepuluh menit, sebelum akhirnya Viana mengetuk ruang kerja Bu Farah dan Viana masuk dengan sikap yang rileks, senyumnya terkembang sempurna. Viana menyangka dia terpilih untuk mengemban tugas baru, yang berarti itu adalah sebuah prestasi kehormatan.“Maaf, Bu, saya baru keluar dari kelas, sehingga perlu bersiap sebentar,” kata Viana memberi alasan.Bu Farah menyipit. Dia tahu pasti, kelas Viana sudah bubar sekitar lima belas menit yang lalu.“Tadi saya perlu menunggui siswa yang masih ingin bermain di kelas, Bu,” lanjut Viana. Dia seakan mengerti arti gerakan mata atasannya, sehingga buru-buru melengkapi alasannya.Bu Farah menghela napas, lalu menyuruh Viana duduk. Viana pun duduk. Senyum lebarnya kembali muncul.“Viana, tadi pagi kamu melaporkan kepada saya tentang berita Naomi yang akan pindah sekolah. Sebenarnya kamu mendapat berita itu dari mana?” tandas Bu Farah.Wajah Viana seketika memerah. Bias gelisah terpancar dari sorot matanya yang meredup.
Inge berusaha melihat wajah Naomi yang berbaring dengan meletakkan kepala kecilnya di pangkal lengannya. Rasanya sedetik tadi bocah itu masih mengoceh riang, tiba-tiba saja suaranya tidak ada lagi.“Mimi.” Inge mencoba memanggil gadis cilik itu.Tidak ada balasan. Inge bergerak hati-hati, bangkit dengan perlahan dengan melepaskan lengannya pelan-pelan dari kepala Naomi.Inge seketika tersenyum lebar. Rupanya anak cantik ini sudah terlelap. Mata Naomi terpejam sempurna, bulu matanya yang lentik tampak melengkung indah. Ah, Inge tidak dapat menahannya lagi. Diciumnya wajah polos Naomi berkali-kali. Sosok mungil yang menggemaskan itu tampak menggeliat halus beberapa jenak, lalu kembali terbujur tenang.Inge menjadi tertawa sendiri. Ternyata menggoda Naomi saat tertidur sama membahagiakannya saat bocah itu sedang bisa diajak bicara. Senyum Inge memudar, seiring kepalanya teringat bahwa kebersamaannya dengan gadis cilik nan menggemaskan ini mungkin tidak akan lama lagi. Dalam hitungan se
“Ayo kita sharing, Pak,” kata Inge, seraya mengambil satu lagi strawberry yang kelihatan paling gendut.Lucas tertawa tipis.“Aku sudah cukup,Ing. Makanlah untukmu, untuk bayi… kita,” sahut Lucas. Meski saat mengucapkan kata ‘kita’ dia tampak berhati-hati, namun Lucas mengucapkannya sambil sedikit tersenyum.Inge menghentikan gigitannya dua detik, mendadak jantungnya berdesir mendengar kata itu. Kemudian Inge mulai makan lagi sembari menunduk. Kunyahannya menjadi amat pelan.“Aku masih ada kerjaan,” ujar Lucas seraya berdiri. “Apa boleh aku minta tolong dibikinkan kopi?”“Oh, tentu, Pak Lucas.” Inge pun berdiri, meletakkan buah yang tinggal separuh itu kembali ke mangkuk.Setelah mengucapkan terima kasih, Lucas pergi ke ruang kerjanya.Inge bergerak untuk meramu kopi, dan dalam waktu tidak terlalu lama minuman yang diminta Lucas sudah siap. Dengan cekatan, Inge mengambil nampan dan piring kecil. Diletakkan satu strawberry di piring itu, bersebelahan dengan cangkir kopi.Pintu ruang ke
Inge mengerti kekuatiran Lucas. Dia sangat menghargai itu, bahkan bangga telah dipedulikan sedemikian rupa. Satu hal yang tidak pernah dia dapat sejak dulu dari Armand, padahal mereka hidup bersama lebih dari lima tahun sebagai pasangan suami istri. Yang lebih menyesakkan, antara dirinya dan Armand, dahulu menikah berdasarkan cinta. Namun mengapa Armand tidak sepeduli Lucas? Ah, kenapa jadi ingat lelaki brengsek itu?Inge mengalihkan kegundahan hatinya dengan tersenyum. “Pak Lucas yang bilang kan, bahwa semua akan baik-baik saja.”Lucas pun mengangguk, senyumnya kembali hadir.Inge menyambut uluran tangan Naomi. Bocah ini memang senang sekali digandeng, terutama sejak kepulangan mereka dari supermarket tempo hari. Berjalan di dalam kamar pun inginnya bergandengan.“Nanti Mimi sekolahnya enggak perlu ditungguin ya,” kata Lucas ketika mereka masuk ke dalam mobil.“Tapi pulangnya dijemput Miss Inge sama Papa lagi ya,” timpalnya.Lucas mengangguk. Dia menoleh kepada Inge sekilas. Seakan
Inge melangkahkan kaki lagi. Dia sama sekali tidak ingin membuat masalah dengan siapa pun di tempat ini.“Kenapa menghindar? Sudah merasa di atas? Jadi merasa tidak se-level untuk bicara denganku?” Perempuan itu meraih pundak Inge dengan kasar. Lalu mendorongnya, sehingga Inge mundur paksa beberapa langkah.“Bu Viana, apa mau Anda? Kalau mau bicara, pasti bukan seperti ini kan? Bicaralah baik-baik,” Inge mendesis kesal. Tangannya meraba perutnya sendiri, sembari berdoa semoga bayinya aman di sana.“Wow, keren banget. Ternyata udah berani nantangi aku. Merasa punya power ya sekarang?” sinis Viana.Sesungguhnya, Viana agak kaget. Inge yang dulu, biasanya hanya diam saat dia bicara keras. Bahkan disindir di depan mukanya pun, Inge tidak merespon. Namun kini ternyata, Inge punya keberanian untuk menimpali ucapannya. Semakin yakinlah dia kalau Inge memang akan berulah setelah menjadi istri Pak Lucas.Viana menyipit. Memandang Inge dengan sebal. Dalam pikirannya yang liar, dia menduga bahwa
Mobil Lucas telah sampai di halaman rumahnya. Saat Inge membuka mobil, Lucas berkata lagi, “Siapkan dirimu untuk nanti malam. Terutama badanmu ya, harus fit.”Inge berpura-pura tidak mendengar. Dia turun, menutup pintu dan bergegas masuk tanpa menoleh lagi kepada Lucas.Dia terus pergi ke kamarnya. Kemudian berdiri di depan cermin. Melihat tubuhnya sendiri beberapa saat, lalu menghadap kanan dua detik, setelah itu dia kembali ke posisi semula. Inge mulai menyentuh wajahnya. Sedikit memberi tekanan di pipi. Terus turun ke dadanya.Masihkah dia menarik? Bobot tubuhnya telah susut sampai sepuluh kilogram sejak mengetahui perselingkuhan Armand. Proses cerai, serta menjalani hidup seorang diri sebagai janda ternyata telah memakan banyak pikirannya, lalu berimbas pada fisiknya.‘Siapkan dirimu untuk nanti malam.’Terngiang lagi suara Lucas yang serius tadi. Apakah itu kode bahwa Lucas menginginkan dirinya malam ini?Inge melenguh. Dengan semua kebaikan Lucas kepadanya selama ini, apa dia bo
Inge keluar dari kamar Karina. Perasaannya sudah lega, tetapi tentang permintaan Lucas, Inge memantapkan hati untuk melihat situasi nanti saja. Kalau ada kesempatan untuk menghindar, dia akan berkelit. Namun dia akan melakukan penolakan dengan hati-hati. Tentu saja Inge tidak ingin membuat Lucas menjadi murka.Inge turun dan menuju dapur. Dia lapar lagi, dan yang diinginkannya adalah strawberry!Dapur sepi, tidak nampak Bi Yati. Di kejauhan tampak Pak Husen sedang mengurus tanaman dengan seorang lelaki muda yang Inge lupa namanya. Informasi dari Bi Yati, lelaki muda itu pekerja Lucas yang bertugas mengurus sarana dan prasarana di rumah Lucas. Jadi dia datang setiap hari untuk mengecek fasilitas seperti listrik, air, sampai jendela dan pintu agar bekerja sempurna sesuai fungsinya.Inge tidak paham betul, berapa tepatnya jumlah pekerja di rumah Lucas ini. Yang dia lihat, setiap harinya banyak orang yang menangani ini dan itu di segala penjuru rumah. Namun yang menginap memang hanya Bi Y
“Temuilah Lucas, coba kalian bicara dulu dengan lebih tenang. Apa pun keputusanmu, Mama akan mendukungmu.”Inge bergerak memeluk sang mama. Dia mengucapkan terima kasih, tetapi satu detik kemudian perempuan itu terisak. Ketika Mama Niken terlihat cemas, Inge justru mengeluarkan tawa kecil. Tentu saja Mama Niken mengernyit heran.“Kamu kenapa? Jangan bikin Mama bingung, Ing.” Nada suara perempuan yang melahirkan Inge itu menjadi naik.Inge justru tertawa lebih kencang.“Inge!” Mama Niken menjerit tertahan. Untung saja semua pegawainya sedang sibuk di depan, menata katering di dalam mobil, untuk segera diantar pada para pelanggan.“Aku tiba-tiba ingat , Ma. Dulu waktu Mama nganter aku sekolah naik sepeda, Mama pernah bilang kan kalau besok suamiku adalah orang yang sangat kaya, jadi aku bisa diantar kemana-mana naik mobil. Terus suamiku punya restoran di mana-mana… . Ingat kan?” Mama Niken memandang Inge dengan lurus. Senyumnya merekah. “Mama rasa kamu enggak perlu cocoklogi begitu. D
Inge yang masih memandangi pesan gantung di telepon Lucas, menjadi sangat terkejut ketika tiba-tiba mendengar Lucas berdehem tepat di belakang punggungnya.“Pak Lucas.” Inge salah tingkah. Dia merasa seperti tertangkap basah sedang melakukan hal yang kurang sopan. Dengan sedikit gemetar dia menyodorkan telepon itu kepada si empunya.Lucas menerima, kemudian memeriksa telepon tersebut. Dua detik kemudian dia merekahkan senyum. “Apa kamu baca pesan dari Mama ini?”“Maaf, benar-benar tidak sengaja, Pak.” Inge menunduk lebih dalam.Lucas tertawa kecil. “Baguslah. Jadi aku enggak perlu repot memberitahu kamu kalau Mama menunggumu di rumah. Ayo kembalilah ke rumah kita.”“Maksudnya… .” Inge sengaja menggantung ucapannya. Dia beranikan diri untuk menatap wajah Lucas.“Ini sedikit memalukan, Ing. Ternyata selama ini Mamaku menyewa orang untuk menyelidiki kamu.” Lucas bergerak mendekat. Dia mengambil kedua tangan Inge, lalu tersenyum melihat wajah sang istri yang tampak lucu dengan mata membel
Naomi memandang wajah Inge sejenak, sebelum akhirnya mengangguk samar. Dia pun menurut saat dibawa masuk ke dalam kamar.“Mimi,” panggil Karina dari layar telepon Lucas. Tampak wajah cantiknya masih sedikit pucat. Latar belakang ranjang rumah sakit juga ikut terekam dalam panggilan video. Tampaknya Karina sedang sendirian di ruang tersebut.Inge mengajarkan Naomi untuk melambaikan tangan sekaligus mengucapkan salam pada ibu kandungnya itu. Lagi-lagi Naomi menurut, meski dengan sedikit canggung.“Mimi senang ya main sama Mama Inge?” ujar Karina.“Iya.” Naomi yang dipangku Lucas menyahut dengan menundukkan kepala .“Mimi sayang sama Mama Inge?” tanya Karina lagi.Naomi spontan memandang Inge, sehingga Inge sekuat tenaga melempar senyum. Segumpal perasaan bersalah menyergap hatinya. Dia begitu tertohok dengan pertanyaan Karina.Lucas cepat menguasai keadaan. Dia pun bersuara dengan meminta Naomi untuk menjawab ujaran sang ibu. Sementara tangan Lucas perlahan mengulur untuk menyentuh ping
Inge menunduk. Perasaannya berkecamuk.“Pak Lucas, boleh saya bicara dengan Bu Karina?” Alih-alih menjawab, Inge justru melempar pertanyaan. Lehernya bergerak sehingga kepala Inge kini tegak dan memandang Lucas yang duduk di sampingnya.“Saya ingin menjelaskan hubungan kita,” ucap Inge.Respon pertama kali Lucas adalah menghela napas. Kemudian dia mereguk susunya kembali, sebelum akhirnya menyahut, “Tentu saja boleh. Tapi tolong jangan terus merasa aku dan Karina bercerai karena kamu.”Inge mengulas senyum. “Tapi pikiran dan pandangan orang pasti akan seperti itu. Bayangkan saja, Bu Karina baru bangun setelah koma empat tahun, tiba-tiba diceraikan, lalu Pak Lucas melanjutkan hidup bersama saya sebagai suami istri. Apa kata orang nanti?”Lucas meraih tangan Inge. Dia remas sedikit sembari memberi tepukan kecil.“Apakah anggapan orang sangat berarti buat kamu?” tanya Lucas. Nadanya tegas. “Kita sudah melewati sejauh ini bukan?”Inge kembali menunduk. Tanpa sadar dia membalas remasan Luc
Inge terbangun dengan kaget, tiba-tiba dia merasa ada tangan yang memukul kandungannya. Ketika dia membuka mata, dia mendapati tangan mungil Naomi sudah terparkir manis di atas perut. Sedang tubuh kecil Naomi terlihat bergerak merapatkan diri pada Inge, sepertinya si kecil mencari kehangatan, sebab udara pagi di kota kecil ini memang lebih dingin dibanding di rumah Naomi.Inge menghela napas. Semalam dia akhirnya tertidur setelah berdiam diri memandangi wajah Lucas dan Naomi berganti-ganti. Entah mengapa hatinya merasa lebih tentram. Demikian juga dengan si bayi, dia terus bergerak tetapi gerakannya sangat halus.‘Eh, kemana Lucas?’ Inge tidak menemukan lelaki itu di samping Naomi. Bantal bekas dipakai Lucas sudah terlihat rapi.Tidak berapa lama, sayup-sayup telinga Inge mendengar tawa renyah di luar kamarnya. Dapat dipastikan suara itu berasal dari para ibu yang membantu mamanya. Mereka juga terdengar saling berbalas kalimat seperti biasa.Inge pun bangun dengan hati-hati. Sedikit m
Mesin mobil segera mati, dan Pak Ali perlahan turun. Dia membungkukkan sedikit badannya kepada Lucas dan juga orang tuanya, kemudian mengundurkan diri tanpa sepatah kata pun.“Mama kita perlu bicara.” Lucas menatap Mama Helen.Sedetik kemudian Naomi menjerit-jerit. Dia seperti sudah mempunyai firasat jika sang papa akan menggagalkan rencana mereka untuk pergi ke rumah Inge. Namun Edward sigap menenangkan gadis kecil itu. Edward membujuk Naomi untuk turun.Akan tetapi Naomi masih terus menjerit, sehingga Lucas akhirnya mendekati sang putri. Lelaki itu menatap Edward sejenak, sebelum akhirnya mengulurkan tangan pada Naomi.“Kita jemput Mama Inge, tapi kita siapkan dulu strawberry untuk Mama Inge. Tadi Mama Inge telepon minta dibawain strawberry,” ujar Lucas terpaksa sedikit berbohong. Dia perlu waktu untuk bicara dengan Mama Helen.Naomi terlihat langsung menghentikan kehebohannya. Dengan mata basahnya dia tersenyum lebar. “Mimi yang siapin, Pap?”Lucas mengangguk. “Coba tanya Bi Yati a
Karina buru-buru menyeka air matanya. Dia memandang sejenak kepada Papa Benny. Saat ayahnya mengangguk, perempuan cantik itu ikut pun melakukan hal yang sama. Kemudian dia memberanikan diri untuk menatap wajah Lucas, sembari menahan debaran di dadanya.Entah mengapa Karina melihat serpihan diri Edward dalam wajah Lucas. Dan di sinilah dia menjadi lebih paham apa yang Papa Benny maksudkan tadi. Karina mungkin tidak dapat melepaskan dirinya dari bayang-bayang Edward. Itu akan seperti mengantongi bom yang dapat meledak sewaktu-waktu, yang mungkin saja ledakannya lebih hebat dari pada empat tahun yang lalu.“Aku juga punya kabar yang harus kamu dengar, Luc,” kata Karina lirih.Mendengar hal tersebut, Papa Benny memberi kode kepada Mama Emma untuk keluar. Ketika sang istri terlihat masih terpaku, Papa Benny berjalan memutari ranjang Karina untuk mendapatkan tangan perempuan itu. Dalam diam, dia membawa Mama Emma keluar ruangan.Lucas tersenyum samar serta mengangguk pada kedua mertuanya, s
“Di sini juga ada Lucas, yang bisa ikut mendengar,” tambah Pak Benny.Inge tercekat. Dia menggigit halus bibir bawahnya sendiri. Berusaha untuk tidak memperdengarkan sesuatu yang bisa menampakkan kegugupannya, meskipun jantung dalam dadanya berdebar begitu kencang.“Dengar baik-baik, Inge. Saya ingin membatalkan perjanjian di antara kita,” kata Pak Benny. Suaranya serak tetapi diucapkan dengan mulus tanpa getaran. “Pernikahan antara kamu dan Lucas itu sah, hanya kamu dan Lucas yang berhak menentukan kelanjutannya.”Telinga Inge dapat mendengar suara Lucas terpekik kecil menyerukan kata ‘papa’ di belakang suara Pak Benny. Sebenarnya dia pun sama terkejutnya dengan Lucas, tetapi dia dapat mengendalikan diri. Inge telah belajar dari pengalaman bahwa berbicara dengan Pak Benny atau Bu Emma selalu saja muncul hal-hal tidak terduga.“Apa kamu dengar, Ing?” tanya Pak Benny.“I-iya, Pak.”Inge pun terbata-bata kembali mengiyakan ketika Pak Benny menanyakan apakah dia paham dengan yang dimaksu
Keluar dari ruang perawatan Karina, Lucas langsung menuju ke arah barat rumah sakit. Di situ ada taman dengan kolam ikan yang suasananya lumayan sejuk, sebab beberapa pohon rindang berjajar melingkupi area tersebut. Beruntung taman tampak tidak seramai biasanya.Lucas duduk di salah satu kursi di situ, dia menghela napas. Kesejukan dan kedamaian suasana taman, sama sekali tidak dapat meredakan panas di hatinya. Rasa sakit pada pagi hari itu, empat tahun lalu, bahkan masih terasa sampai sekarang. Siapa yang tidak sakit jika ternyata istri yang dicintai menyimpan rasa untuk lelaki lain. Apalagi jika lelaki tersebut adalah orang yang selama ini tidak dia sukai.Ya, Lucas menganggap Edward pengkhianat. Edward Kavell adalah sepupu dari papa kandungnya, yang artinya masih paman Lucas. Dia menikahi Mama Helen tepat tiga bulan setelah kematian papanya. Ada desas desus yang beredar di kalangan keluarga besarnya sendiri, bahwa Mama Helen telah hamil dengan Edward. Namun seiring berjalannya wakt