“Miss Inge! Miss, di mana?”Samar-samar Inge mendengar suara teriakan Naomi. Gadis kecil itu sudah pulang sekolah? Spontan Inge mendongak mencari jam dinding atau sesuatu yang bisa menunjukkan waktu. Namun tidak dia temukan satu pun di kamar itu.Jika betul Naomi sudah pulang sekolah, itu berarti dia sudah begitu lama bicara kepada sosok Karina yang bisu. Benar-benar tidak terasa, ternyata bicara dengan Karina itu menyenangkan. Dan dapat membuat hatinya lebih tenang. Meski dengan begitu dia seperti orang gila, karena sebenarnya bicara pada sendiri.“Miss Inge!” Teriakan Naomi menjadi lebih kencang.Inge pun bergegas berdiri. Segera dia mendapatkan pintu dan membukanya. Terlihat Naomi dengan gestur tubuh yang kebingungan, tengah berada di depan pintu kamarnya yang sudah terbuka.“Sayang, Miss di sini,” Inge sedikit berseru, sembari melambai.Naomi menoleh. Seketika kelopak matanya terlihat melebar. Tubuh mungilnya terpaku, dengan wajah yang mendadak pias.Teringatlah Inge, bahwa Naomi
Sepeninggal Lucas, Inge bangkit menuju kamar mandi. Dia mencuci muka di sana, sambil berpikir apakah dia harus menghindar atau menurut saja? Namun dia tidak mempunyai alasan yang tepat untuk mengelak keinginan Lucas. Jadi setelah memoles wajahnya dengan bedak dan lipstick tipis, Inge mengambil tasnya. Kemudian memasukkan parfum, alat make up, skin care, dompet dan telepon genggamnya.Inge mengabsen benda-benda yang baru saja dia masukkan sekali lagi. Setelah yakin tidak ada barang penting yang tertinggal, Inge turun dengan perasaan tidak menentu.Di ujung tangga, dia melihat Bi Yati yang hendak naik. Namun tiba-tiba ART itu ia urung melangkah. Bi Yati terlihat berdiri diam. Saat Inge sudah mencapai lantai satu, Bi Yati terlihat memberi senyum.“Sudah ditunggu Tuan di mobil, Miss,” ucap Bi Yati.Inge mengangguk, melempar senyum sekedarnya. Bukan tidak ramah, tetapi pikirannya sedang dipenuhi bayangan yang aneh-aneh.Kaki Inge telah menginjak teras, matanya langsung melihat sebuah mob
Inge mengurai genggaman, dan perlahan menarik tangannya kembali. Dia pun mengambil satu tusuk sate, lalu mulai makan. Namun pandangannya masih lurus kepada Lucas. Dia sungguh tidak menyangka, lelaki yang telah menikahinya ini demikian peka. Inge sempat mengira, Lucas tadi ikut tertidur seperti Naomi. Namun ternyata, Lucas menangkap gelagatnya yang menginginkan sate.Sambil makan, Inge sesekali menatap Lucas. Matanya memancar pandangan rasa berterima kasih yang amat besar. Dan Lucas membalasnya dengan senyum manis. Membuat Inge sedikit tersipu.Setelah selesai makan, mereka kembali ke dalam mobil dan meneruskan perjalanan.“Besok-besok Mimi mau makan di tempat situ lagi, Pap. Yang duduknya di lantai biru,” ceplos Naomi. Lantai biru yang dimaksud Naomi adalah tikar plastik, yang memang berwarna biru.Lucas mengiyakan. Dia cium pipi putrinya dengan gemas. Sampai Naomi menjerit-jerit kegelian.Setelah itu, Naomi minta menyetel film kartun di TV mobil. Tidak berapa lama, terdengar tawa dan
“Inge.”Inge menggeliat, samar-samar dia mendengar namanya dipanggil. Terasa dekat sekali di telinga. Dia juga merasa kulit lengannya bersentuhan dengan kulit lain.“Inge, bangun.”Bisikan terdengar lagi. Inge juga merasa tepukan di lengannya bertambah kuat.Antara merasa itu nyata dan mimpi, otak Inge memproses ketika panggilan terdengar lagi. Seketika dia membuka mata, saat tersadar bahwa itu adalah suara Lucas. Secara refleks dia menegak sembari menarik selimut lebih ke atas, untuk menutupi dadanya.Matanya membulat melihat Lucas duduk di tepian ranjang, dekat sekali dengan dirinya.“Pak Lucas.” Inge sedikit kalut. Diedarkan pandangan matanya sedikit, terlihat dari jendela, hari masih gelap. Jam berapa ini? Inge memandang Lucas dengan takut.Lucas menyeringai.“Maaf membangunkan kamu, Ing. Sebentar lagi fajar,” bisik Lucas.Inge menelan ludah. Dia melirik Naomi yang masih meringkuk dalam lelap di sampingnya. Jantung Inge berdentuman, pikiran tentang hal yang tidak diinginkannya dat
“Mimi kan anaknya papa, jadi Mimi panggilnya papa. Kalau Miss Inge kan… .” Lucas melirik Inge. Seperti meminta bantuan kepada perempuan itu untuk meneruskan kalimatnya.“Kalau Miss Inge temannya papa, jadi manggilnya Pak Lucas,” sambung Inge.Keduanya lalu melempar senyum canggung bersamaan.Naomi membuka mulutnya, seakan hendak mengeluarkan kata-kata lagi. Namun sampai detik berlalu, tidak ada suara dari mulut mungil itu. Dengan gerakan tiba-tiba, dia melemparkan tubuhnya sendiri ke pangkuan Lucas lagi. Wajahnya yang kini menempel pada dada sang papa, berubah cemberut, ada sedikit tanda-tanda dia akan menangis.“Mimi jangan sedih dong, yuk kita—““Enggak mau!”Tangisnya pun meledak keras.Inge menghela napas. Anak kecil kenapa bisa se-random ini? Aneh-aneh saja permintaan dan penyebab tangisannya.Sedang Lucas tampak tenang. Dia menyungging senyum lagi. Dibiarkan Naomi menangis. Lucas hanya mengusap-usap punggung sang putri dengan lembut. Sesekali mencium kepalanya.“Miss Inge enggak
“Ayo turun, Ing,” Lucas menyentuh pundak Inge. Sedikit membelainya di sana dalam durasi sebentar.Inge tersadar dari keterkejutannya. Sebenarnya bukan terkejut, rasanya lebih tepat jika dikatakan bahwa dia sangat terpana. Tidak menyangka Lucas akan membawanya ke tempat seperti ini.“Miss Inge!” Naomi berseru. Bocah itu sudah ada di dekat kaki Lucas.Kali ini Inge benar-benar terkejut. Bagaimana bisa dia tidak sadar jika Lucas sudah mengambil Naomi dari pangkuannya. Dan kini Naomi sudah berjingkrakan menjejak tanah.“Ayo, cepet! Mimi udah pengen banget petik strawberry-nya!” jerit Naomi.Inge turun dengan mengeluarkan seringai malu. Dia sudah banyak melamun pagi ini. Kemudian dia mengikuti Lucas dan Naomi yang melangkah.Saat mereka menuju pintu masuk, mereka berpapasan dengan satu rombongan keluarga.“Kebun strawberry-nya tutup, Bu. Katanya sudah disewa sama orang,” kata salah satu dari rombongan itu sambil menatap Inge.Inge hanya menjawab dengan senyuman. Lalu dia cepat menoleh kepa
“Saya merasa tidak pantas untuk menerima semua ini, Pak Lucas,” desis Inge di sela isaknya.“Hei, jangan pernah ngomong begini lagi,” Lucas menjawab, penuh penekanan. Alisnya bahkan terlihat menjungkit sekejap.Inge mengurai pelukan. Dia menundukkan kepala di hadapan Lucas, dengan jarak yang tidak seberapa.“Anda terlalu baik,” kata Inge, suaranya serupa bisikan. Dia menyusut hidungnya perlahan.Lucas menyentuh dagu Inge, dengan menggunakan tangannya dia membawa sang istri untuk mengangkat kepala, sehingga mereka berpandangan. Begitu dekat, sampai pergerakan manik-manik mata keduanya dapat saling dilihat .Dua detik kemudian Inge memalingkan wajah. Kembali menunduk. Tangan bergerak mengelap bekas-bekas air matanya sendiri.“Aku tidak suka kamu ngomong seperti tadi. Ini yang terakhir kalinya ya,” tegas Lucas. Dia masih ingat, ucapan yang sama juga pernah Inge katakan, sepulang mereka dari supermarket. Ketika Lucas membelikannya baju-baju.Lucas menghela napas. Menyentuh pipi Inge seb
Mata Lucas menyapu seluruh wajah Inge. Dengan rambut yang selalu tergerai, Inge kini tampak sangat berbeda dengan sosok Inge yang biasa dia lihat di sekolah. Perempuan ini menjadi terlihat lebih muda dan segar.“Inge, kamu—”“Pap, ambil gitar yuk!” Naomi sudah muncul di antara mereka. Memegang kaki Lucas dengan sedikit mengguncangkan kedua tangannya.Inge refleks menjauh dari badan Lucas, seraya menarik tangannya dari genggaman Lucas.“Mimi mau nyanyi sama Sifa, sama Reza, Pap,” kata Naomi lagi, menyebut dua teman barunya itu. “Ayo main gitar.”Lucas mengiyakan.Jadilah malam itu mereka semua bernyanyi dan menari di dekat api unggun. Sesekali dijeda makan dan menyeruput minuman hangat, serta cerita-cerita seru. Begitu asyiknya, sampai Naomi tidak merasa mengantuk meski malam telah demikian larut.Inge yang pertama kali pamit, sebab badannya sudah merasa sangat kedinginan. Mereka lalu sepakat untuk membubarkan diri.* * *Inge terkaget saat bangun, jendela besar di ujung kamar ternyat