“Ayo kita sharing, Pak,” kata Inge, seraya mengambil satu lagi strawberry yang kelihatan paling gendut.Lucas tertawa tipis.“Aku sudah cukup,Ing. Makanlah untukmu, untuk bayi… kita,” sahut Lucas. Meski saat mengucapkan kata ‘kita’ dia tampak berhati-hati, namun Lucas mengucapkannya sambil sedikit tersenyum.Inge menghentikan gigitannya dua detik, mendadak jantungnya berdesir mendengar kata itu. Kemudian Inge mulai makan lagi sembari menunduk. Kunyahannya menjadi amat pelan.“Aku masih ada kerjaan,” ujar Lucas seraya berdiri. “Apa boleh aku minta tolong dibikinkan kopi?”“Oh, tentu, Pak Lucas.” Inge pun berdiri, meletakkan buah yang tinggal separuh itu kembali ke mangkuk.Setelah mengucapkan terima kasih, Lucas pergi ke ruang kerjanya.Inge bergerak untuk meramu kopi, dan dalam waktu tidak terlalu lama minuman yang diminta Lucas sudah siap. Dengan cekatan, Inge mengambil nampan dan piring kecil. Diletakkan satu strawberry di piring itu, bersebelahan dengan cangkir kopi.Pintu ruang ke
Inge mengerti kekuatiran Lucas. Dia sangat menghargai itu, bahkan bangga telah dipedulikan sedemikian rupa. Satu hal yang tidak pernah dia dapat sejak dulu dari Armand, padahal mereka hidup bersama lebih dari lima tahun sebagai pasangan suami istri. Yang lebih menyesakkan, antara dirinya dan Armand, dahulu menikah berdasarkan cinta. Namun mengapa Armand tidak sepeduli Lucas? Ah, kenapa jadi ingat lelaki brengsek itu?Inge mengalihkan kegundahan hatinya dengan tersenyum. “Pak Lucas yang bilang kan, bahwa semua akan baik-baik saja.”Lucas pun mengangguk, senyumnya kembali hadir.Inge menyambut uluran tangan Naomi. Bocah ini memang senang sekali digandeng, terutama sejak kepulangan mereka dari supermarket tempo hari. Berjalan di dalam kamar pun inginnya bergandengan.“Nanti Mimi sekolahnya enggak perlu ditungguin ya,” kata Lucas ketika mereka masuk ke dalam mobil.“Tapi pulangnya dijemput Miss Inge sama Papa lagi ya,” timpalnya.Lucas mengangguk. Dia menoleh kepada Inge sekilas. Seakan
Inge melangkahkan kaki lagi. Dia sama sekali tidak ingin membuat masalah dengan siapa pun di tempat ini.“Kenapa menghindar? Sudah merasa di atas? Jadi merasa tidak se-level untuk bicara denganku?” Perempuan itu meraih pundak Inge dengan kasar. Lalu mendorongnya, sehingga Inge mundur paksa beberapa langkah.“Bu Viana, apa mau Anda? Kalau mau bicara, pasti bukan seperti ini kan? Bicaralah baik-baik,” Inge mendesis kesal. Tangannya meraba perutnya sendiri, sembari berdoa semoga bayinya aman di sana.“Wow, keren banget. Ternyata udah berani nantangi aku. Merasa punya power ya sekarang?” sinis Viana.Sesungguhnya, Viana agak kaget. Inge yang dulu, biasanya hanya diam saat dia bicara keras. Bahkan disindir di depan mukanya pun, Inge tidak merespon. Namun kini ternyata, Inge punya keberanian untuk menimpali ucapannya. Semakin yakinlah dia kalau Inge memang akan berulah setelah menjadi istri Pak Lucas.Viana menyipit. Memandang Inge dengan sebal. Dalam pikirannya yang liar, dia menduga bahwa
Mobil Lucas telah sampai di halaman rumahnya. Saat Inge membuka mobil, Lucas berkata lagi, “Siapkan dirimu untuk nanti malam. Terutama badanmu ya, harus fit.”Inge berpura-pura tidak mendengar. Dia turun, menutup pintu dan bergegas masuk tanpa menoleh lagi kepada Lucas.Dia terus pergi ke kamarnya. Kemudian berdiri di depan cermin. Melihat tubuhnya sendiri beberapa saat, lalu menghadap kanan dua detik, setelah itu dia kembali ke posisi semula. Inge mulai menyentuh wajahnya. Sedikit memberi tekanan di pipi. Terus turun ke dadanya.Masihkah dia menarik? Bobot tubuhnya telah susut sampai sepuluh kilogram sejak mengetahui perselingkuhan Armand. Proses cerai, serta menjalani hidup seorang diri sebagai janda ternyata telah memakan banyak pikirannya, lalu berimbas pada fisiknya.‘Siapkan dirimu untuk nanti malam.’Terngiang lagi suara Lucas yang serius tadi. Apakah itu kode bahwa Lucas menginginkan dirinya malam ini?Inge melenguh. Dengan semua kebaikan Lucas kepadanya selama ini, apa dia bo
Inge keluar dari kamar Karina. Perasaannya sudah lega, tetapi tentang permintaan Lucas, Inge memantapkan hati untuk melihat situasi nanti saja. Kalau ada kesempatan untuk menghindar, dia akan berkelit. Namun dia akan melakukan penolakan dengan hati-hati. Tentu saja Inge tidak ingin membuat Lucas menjadi murka.Inge turun dan menuju dapur. Dia lapar lagi, dan yang diinginkannya adalah strawberry!Dapur sepi, tidak nampak Bi Yati. Di kejauhan tampak Pak Husen sedang mengurus tanaman dengan seorang lelaki muda yang Inge lupa namanya. Informasi dari Bi Yati, lelaki muda itu pekerja Lucas yang bertugas mengurus sarana dan prasarana di rumah Lucas. Jadi dia datang setiap hari untuk mengecek fasilitas seperti listrik, air, sampai jendela dan pintu agar bekerja sempurna sesuai fungsinya.Inge tidak paham betul, berapa tepatnya jumlah pekerja di rumah Lucas ini. Yang dia lihat, setiap harinya banyak orang yang menangani ini dan itu di segala penjuru rumah. Namun yang menginap memang hanya Bi Y
“Miss Inge! Miss, di mana?”Samar-samar Inge mendengar suara teriakan Naomi. Gadis kecil itu sudah pulang sekolah? Spontan Inge mendongak mencari jam dinding atau sesuatu yang bisa menunjukkan waktu. Namun tidak dia temukan satu pun di kamar itu.Jika betul Naomi sudah pulang sekolah, itu berarti dia sudah begitu lama bicara kepada sosok Karina yang bisu. Benar-benar tidak terasa, ternyata bicara dengan Karina itu menyenangkan. Dan dapat membuat hatinya lebih tenang. Meski dengan begitu dia seperti orang gila, karena sebenarnya bicara pada sendiri.“Miss Inge!” Teriakan Naomi menjadi lebih kencang.Inge pun bergegas berdiri. Segera dia mendapatkan pintu dan membukanya. Terlihat Naomi dengan gestur tubuh yang kebingungan, tengah berada di depan pintu kamarnya yang sudah terbuka.“Sayang, Miss di sini,” Inge sedikit berseru, sembari melambai.Naomi menoleh. Seketika kelopak matanya terlihat melebar. Tubuh mungilnya terpaku, dengan wajah yang mendadak pias.Teringatlah Inge, bahwa Naomi
Sepeninggal Lucas, Inge bangkit menuju kamar mandi. Dia mencuci muka di sana, sambil berpikir apakah dia harus menghindar atau menurut saja? Namun dia tidak mempunyai alasan yang tepat untuk mengelak keinginan Lucas. Jadi setelah memoles wajahnya dengan bedak dan lipstick tipis, Inge mengambil tasnya. Kemudian memasukkan parfum, alat make up, skin care, dompet dan telepon genggamnya.Inge mengabsen benda-benda yang baru saja dia masukkan sekali lagi. Setelah yakin tidak ada barang penting yang tertinggal, Inge turun dengan perasaan tidak menentu.Di ujung tangga, dia melihat Bi Yati yang hendak naik. Namun tiba-tiba ART itu ia urung melangkah. Bi Yati terlihat berdiri diam. Saat Inge sudah mencapai lantai satu, Bi Yati terlihat memberi senyum.“Sudah ditunggu Tuan di mobil, Miss,” ucap Bi Yati.Inge mengangguk, melempar senyum sekedarnya. Bukan tidak ramah, tetapi pikirannya sedang dipenuhi bayangan yang aneh-aneh.Kaki Inge telah menginjak teras, matanya langsung melihat sebuah mob
Inge mengurai genggaman, dan perlahan menarik tangannya kembali. Dia pun mengambil satu tusuk sate, lalu mulai makan. Namun pandangannya masih lurus kepada Lucas. Dia sungguh tidak menyangka, lelaki yang telah menikahinya ini demikian peka. Inge sempat mengira, Lucas tadi ikut tertidur seperti Naomi. Namun ternyata, Lucas menangkap gelagatnya yang menginginkan sate.Sambil makan, Inge sesekali menatap Lucas. Matanya memancar pandangan rasa berterima kasih yang amat besar. Dan Lucas membalasnya dengan senyum manis. Membuat Inge sedikit tersipu.Setelah selesai makan, mereka kembali ke dalam mobil dan meneruskan perjalanan.“Besok-besok Mimi mau makan di tempat situ lagi, Pap. Yang duduknya di lantai biru,” ceplos Naomi. Lantai biru yang dimaksud Naomi adalah tikar plastik, yang memang berwarna biru.Lucas mengiyakan. Dia cium pipi putrinya dengan gemas. Sampai Naomi menjerit-jerit kegelian.Setelah itu, Naomi minta menyetel film kartun di TV mobil. Tidak berapa lama, terdengar tawa dan