Isabella segera melepaskan tangannya yang digenggam Dika. Jadi, laki-laki ini tidak memaksa. Namun setelah melewati lampu merah, gadis ini meminta berhenti dan turun dari motor. “Kamu tidak sopan!” Dia segera menegur hingga Dika cukup kaget, tetapi reaksi Isabella sudah bisa ditebak karena dia seorang gadis salihah yang tentunya tidak ingin disentuh oleh lelaki selain suaminya.“Maaf, saya cuma ....” Belum selesai Dika berkata, Isabella memotong.“Kamu bukan suami saya!” Isabella merasa ternodai walaupun mungkin itu berlebihan, tetapi sebagai seorang istri tidak seharusnya kulitnya disentuh lelaki lain yang memiliki perasaan khusus padanya. Isabella memang sering bersentuhan dengan lelaki lain, tetapi tidak ada perasaan khusus di antara keduanya, dia hanya menjalankan propesinya.“Maaf ....” Dika mulai cemas, dan dia juga meminta maaf dari hatinya berharap Isabella dapat memaafkannya dan melupakan sikap lancangnya.Isabella tidak menyukai sikap lancang Dika, tetapi dia juga tidak ingi
Devan sangat cemas karena bisa saja pertemanannya dengan Satria hancur, tetapi dia tidak menyesal telah menasihati Satria walaupun secara tidak langsung karena tidak mungkin dia memperlihatkan maksud sebenarnya.Devan kembali ke rumah bersama sopir setelah kontrol di rumah sakit tempat Isabella bekerja, tetapi ternyata tanpa sengaja dia berada di tempat yang sama dengan Isabella dan Dika, ini adalah hal paling tidak terduga.Saat ini Devan menghubungi Naura, “Nay, kamu di mana?” Suaranya terdengar lembut.“Masih di kampus. Saya sedang menunggu dijemput. Kenapa, perlu bantuan?” Naura mengkhawatirkan Devan sebagaimana pada saudaranya.“Tidak, saya baik-baik saja. Eu ... Nay. Apa hari ini Satria mendekati kamu?” Sebenarnya Devan merasa canggung menanyakan hal ini karena ini bagian dari privasi Naura, dia tidak memiliki hak mencampuri.“Iya, kenapa?” jawab datar Naura yang merasa kesal sekalian tidak nyaman dengan pertanyaan Devan karena nama Satria selalu mengingatkannya pada cinta yang
Pagi ini Satria kembali ke kampus, dia masih penasaran pada Naura, berharap Naura berubah pikiran dan menjalin hubungan terlarang di belakang Isabella. Namun, ternyata hari ini Naura tidak pergi ke kampus hingga menimbulkan pertanyaan besar. “Apa Naura sakit atau sengaja menghindari saya?”Satria tidak bisa mencari tahu apa yang terjadi pada Naura hari ini, tetapi dia masih mengingat ucapan Devan kemarin. “Naura sudah bilang Devan bukan keluarganya, tapi kenapa Devan mencurigakan!”Satria ingin meninggalkan kampus untuk menemui Devan, tetapi ID-Card miliknya sudah discan jadi otomatis namanya masuk catatan kehadiran. Jadi, dia harus mengikuti semua materi agar kampus tidak melaporkan absennya.Sementara, justru Naura sedang menemui Devan di kediaman lelaki itu. “Hari saya tidak kuliah. Saya bilang sama mama dan papa mau menjenguk kamu.” Ekspresi wajahnya terlihat polos hingga Devan terkekeh kegelian.“Menjenguk saya bisa pulang kuliah, loh.”“Mama sama papa juga bilang begitu. Tapi se
"Siapa Naura?" Namun, ekspresi Satria sangat berkebalikan dengan dugaan Devan karena raut wajahnya sangat santai. "Saudara." Devan menjawab santai, tapi sebenarnya hatinya masih mencoba menilai. "Namanya sama dengan Naura." Satria terkekeh. Begitupun Devan karena hatinya merasa lega. Namun, tatapan mata Satria tiba-tiba kembali memicing tajam. "Apa kamu tidak suka saya mendekati Naura?" Lagi, Devan harus dibuat tidak tenang. "Jangan menuduh." Nada suaranya dibuat santai. "Dari obrolan kamu sepertinya kamu tidak suka saya mendekati Naura." Ini adalah tujuan kedatangan Satria. "Jangan salah paham. Itu urusan kamu, kenapa saya harus tidak suka? Tapi sorry kalau kamu tidak suka cara bicara saya. Saya cuma mengingatkan kamu tentang status kamu yang sudah beristri." Devan masih harus menyembunyikan maksudnya karena saat ini dia belum bisa mengaku jika Naura adalah keluarganya. "Intinya, walaupun kita teman satu geng tapi kita tidak bisa mencampuri privasi masing-masing!" uca
Pukul lima sore Mia mengingatkan Satria untuk segera bersiap-siap. "Kenapa masih main gitar ..., sopir sudah menunggu di halaman." Suara lembutnya saat menghampiri Satria di balkon. "Janjiannya jam enam kan? Pergi setengah enam juga masih bisa kok." Pun, Satria bersuara lembut. "Lebih baik pergi sekarang loh, takut macet. Abel bilang tidak boleh telat karena dokternya sibuk." Lagi, Mia mengingatkan. Saat ini Satria merasa bersalah jika menentang perintah ibunya, maka dia beringsut dari duduknya walaupun tidak ada niat pergi ke rumah sakit. "Satria mau mandi dulu." Suaranya masih lembut dan santun hingga akhirnya menggerutu di dalam kamar mandi. "Ck, saya tidak suka diatur sama kamu!" Dia menghardik bayangan Isabella. Mau tidak mau, Satria tetap pergi diiringi doa terbaik dari ibunya, tetapi untuk membuat Isabella menunggu dengan sengaja dia meminta pada sopir untuk berhenti di restoran dan makan dia. Dia juga mengajak pria itu makan bersama dengan menu paling enak agar tidak memer
Beberapa minggu berlalu, kini Satria sudah bisa berjalan sebagaimana mestinya karena dia rutin melakukan pengobatan luar dan dalam sesuai dengan anjuran dokter. Selama beberapa minggu ini dia kembali mengambil cuti dari kampus karena Naura tidak menghargai usahanya yang telah bersusah payah mendatangi kampus hanya untuk mendekatinya. Jadi sementara Satria mundur, dia memberikan waktu beristirahat untuk dirinya sendiri dan juga untuk Naura. Berharap akhirnya keputusan gadis itu berubah. Pagi ini Satria sedang bermain basket di lapangan kampus, ini pertama kalinya dia bermain setelah beberapa lama tinggal di kampus favorit ini. Permainannya tidak buruk, tetapi Satria tidak merasa puas karena tidak ada Naura di bangku penonton.Satria menepi ke sisi lapangan, menghampiri Devan yang menepi lebih dulu. "Kamu lihat Naura?" "Di kelas." Datar Devan karena hingga hari ini Satria masih mengincar Naura dan hingga hari ini juga dia membenci hal itu. "Saya perhatikan, sekarang Naura lebih aktif
Malam ini terjadi pertengkaran antara Satria dan Isabella. "Siang tadi kalian bertemu, kan!" Sikap lelaki ini sangat dingin dengan tatapan penuh curiga sekalian meremehkan istrinya. "Kalian? Siapa yang kamu maksud?" Isabella bisa membaca isi hati Satria dari raut wajahnya jika suaminya sedang mencari-cari kesalahannya untuk memojokannya. "Sudahlah, jangan pura-pura. Saya tahu semua! Tapi intinya kalian tenang saja, saya akan segera mengurus curat cerai!" Satria tidak menunjukan rasa keberatan atau penyesalan."Jangan sembarangan. Kamu seorang suami, kamu tidak bisa seenaknya mengatakan perceraian ...." Kali ini Isabella menegur Satria karena dianggap terlalu memperlihatkan jika pernikahan ini tidak berarti untuknya dan mungkin bisa dipermainkan. "Itu kan yang kalian mau. Tidak usah munafik!" Satria mendengus berang. "Kalian siapa maksud kamu? Apa kamu menuduh saya selingkuh? Kamu jangan keterlaluan, saya tidak serendah itu walaupun berulang kali kamu menyodorkan saya pada Dika dan
Naura mengurungkan niatnya ke toilet, dia segera meninggalkan tempat itu sebelum Satria melihatnya. Gadis ini melangkah tergesa-gesa hingga tanpa sengaja dirinya hampir menaberak Devan karena Devan segera menghentikan kedua bahu Naura sebelum tubuh mereka saling bertaberakan. "Nay, pelan-pelan kalau jalan ...." Suara lembut laki-laki ini. "Devan, saya harus bicara!" Wajah Naura menegang. Jadi laki-laki ini segera membaca keadaan genting yang dialami Naura. Kini, keduanya duduk di dalam mobil milik Devan. "Saya melihat Satria dan temannya bertengkar. Sepertinya mereka membahas tentang pernikahan Satria dan Isabella yang sedang kacau. Temannya mengatakan kalau Satria menyakiti Abel. Apa saya yang jadi alasannya? Saya tidak mau terlibat dalam rumah tangga mereka walau sebenarnya saya seperti diundang, tapi kan sekarang saya menjauhi Satria!" Naura menunjukan rasa paniknya. "Tenang dulu ...." Devan mencerna semua ucapan Naura sekalian berusaha menjaga emosi Naura yang hampir tidak terk