Happy Reading *****Hari-hari Ayumi kini diwarnai dengan dengan kesibukan mencari lowongan pekerjaan. Sudah hampir seminggu dia memasukkan lamaran di berbagai perusahaan, tetap belum ada satu yang menghubungi untuk melakukan interview. Duduk di depan mini market, Ayumi membuka botol kemasan air mineral yang dibelinya tadi. Panas matahari begitu terik hari ini. Tengah asyik membasahi kerongkongannya yang kering, lengan si gadis di tepuk pelan oleh seseorang. Kening Ayumi berkerut, seorang bocah laki-laki dengan mata merah dan wajah ketakutan tampak. "Ada yang bisa kakak bantu, Sayang?" tanya si gadis setelah menyelesaikan minumnya. Si kecil mengerjapkan mata, lucu sekaligus menampilkan raut ketakutan. "Aku kehilangan Papa," ucapnya. "Eh," jawab Ayumi, "siapa nama papamu. Kakak akan bantu untuk mencarinya."Bocah itu menengok tak tentu arah. Menggaruk-garuk bagian leher, lalu memutar bola mata. "Kenapa kamu bingung seperti itu, Sayang?""Emm .... Aku tidak tahu nama papaku, Kak."
Happy Reading*****Walau banyak keraguan di hati Ayumi, tetapi gadis itu tetap memenuhi panggilan perusahaan yang menelponnya kemarin. Segala hajat dan kebutuhan hidup harus segera dia penuhi apalagi sekarang si gadis tinggal sendiri. Benar-benar sendiri tanpa mau menerima bantuan dari siapa pun termasuk dua saudara kandungnya. "Permisi, bisakah saya bertemu dengan Bapak Wibisana," ucap Ayumi di depan meja resepsionis. "Sudah ada janji sebelumnya, Bu?""Sudah. Kemarin, saya ditelpon untuk tanda tangan kontrak kerja," tambah Ayumi. "Tunggu sebentar, Bu. Saya akan menghubungi asisten beliau." Perempuan dengan rambut disanggul khas pramugari tersebut menyentuh gagang telepon. Tak berapa lama suaranya terdengar, mengabarkan pada lawan bicara bahwa ada yang mau bertemu. "Apakah Ibu bernama Ayumi?" tanya sang resepsionis."Iya," jawab Ayumi disertai anggukan. Setelah sang resepsionis menutup teleponnya, dia meminta Ayumi segara naik ke lantai tiga. "Ibu langsung saja ke atas, sudah d
Happy Reading*****"Hai, Ra. Kenapa tidak menelpon dulu kalau mau datang," ucap lelaki di depan Ayumi."Sengaja." Perempuan yang tak lain adalah Inara, menatap sinis Ayumi. "Kalau kamu ingin hubungan kita berjalan baik. Jangan jadikan dia karyawan di perusahaan ini.""Ra, apa-apaan ini?" Suara lelaki itu meninggi. "Hubungan kita tidak ada kaitannya dengan pekerjaan. Jangan dicampur aduk. Kamu memang calon istriku, tapi bukan berarti semua hal yang menyangkut hidupku kamu urusi."Inara melirik tajam pada Ayumi. Kedua tangannya dilipat dengan bibir sedikit terangkat, mencibir semua yang terjadi sekarang. "Apa karena dia kamu berubah? Apa hebatnya cewek ini? Semua laki-laki sama saja," ucap Inara, "apa kamu tahu siapa perempuan ini, Bi?""Kami baru bertemu hari ini dan itupun karena urusan pekerjaan. Memangnya, kamu mengenal dia?"Ayumi diam, menunduk dalam karena berbicara dan menjelaskan semua pun percuma. Inara pasti mengungkit masalah yang tidak pernah dia lakukan dengan atasannya
Happy Reading*****Merintis usaha baru di bidang kuliner telah menjadi tujuan hidup Ayumi saat ini. Gadis itu mulai memposting hasil masakan di media sosial miliknya. Hal yang paling mudah untuk memasarkan produknya. Jangka waktu dua hari memang belum ada yang memesan, tetapi hari ini Ayumi mendapat pesanan dari tetangga. Kemarin sore, tanpa sengaja sang pemesan bertemu dengan gadis itu di mini market bahan kue. Basa-basi sebentar, ternyata menghasilkan orderan Snack box. Bahagia, tentu saja Ayumi alami. Walau nilai orderan tersebut tidak sampai lima ratus ribu, tetapi hal tersebut cukup melambungkan harapannya untuk tetap semangat membangun usaha barunya.Sekitar pukul sepuluh pagi, sang pemesan sudah berada di depan pintu rumah gadis tersebut."Gimana, Mbak Yumi. Apakah pesanan snack box-nya sudah selesai?""Alhamdulillah, sudah, Bu. Mari masuk," pinta Ayumi. Melihat beberapa tas plastik yang sudah tertata rapi di ruang tamu, sang pemesan tersenyum. Ekor matanya menyapu seluruh
Happy Reading*****Sambil menunggu renovasi rumah untuk dijadikan kafe sederhana, tetapi nyaman sebagai tempat tongkrongan. Ayumi meningkatkan skill memasaknya. Seperti hari ini, setelah kursus memasaknya selesai, gadis itu pergi ke pusat perbelanjaan. Membawa troli untuk menaruh barang-barang belanjanya sebelum di berikan ke kasir. Ayumi melihat daftar bahan kue kering yang tadi dicatat dan dipraktekkan di tempat kursus. Tak sadar, tangan mungil tengah menarik-narik gamisnya. "Hai, Kakak," sapa si kecil.Ayumi tersenyum ketika melihat bocah laki-laki yang beberapa kali sudah bertemu dengannya tanpa sengaja. Mereka pertama kali bertemu ketika si bocah kehilangan jejak sang papa dan makin sering ketemu jika guru tempat si kecil menimba ilmu memesan snack box atau nasi kotak."Kok, bisa di sini? Kamu tidak kehilangan papamu lagi, kan?" tanya Ayumi. Berjongkok dan mencubit pipi gembul si bocah yang belakangan diketahui bernama Oza. "No." Sambil menggelengkan kepala. "So?""Aku janji
Happy Reading ***** "Tidak boleh," jawab Ayumi lantang. Saking kerasnya jawaban yang dia berikan, beberapa pekerja bangunan menoleh pada mereka berdua. "Kenapa?" "Saya tidak mau menjadi duri pada pernikahan Pak Yovie dengan Bu Inara. Jadi, tolong jangan mengganggu saya lagi." Ayumi berbalik setelah menangkupkan kedua tangannya sebagai permohonan. "Aku dan Inara sudah bercerai, Yum. Apakah aku tidak boleh mengejar kebahagiaanku sendiri? Inara saja saat ini sudah akan menikah lagi." "Apakah, hanya karena Ibu Inara akan menikah lagi, jadi mengajak saya berkenalan dengan orang tuanya bapak?" Ayumi menggelengkan kepalanya. Tak habis pikir jika benar tujuan Yovie seperti itu. "Bukan begitu, Yum." Yovie sudah akan memegang tangan si gadis, tetapi tatapan tajam yang diberikan mengurungkan niatnya. "Lalu, apa tujuan Bapak sebenarnya?" "Jika aku mengatakan bahwa aku mencintaimu?" "Omong kosong. Bapak pasti bercanda." Ayumi mempercepat gerakan kakinya menjauhi sang mantan ata
Happy Reading*****"Pemaksaan," jawab Ayumi, "Bapak itu bukan atasan saya. Jadi, tidak perlu menekan dan bertindak otoriter seperti ini. Sudah menjadi hak saya untuk mendapatkan uang tersebut sebagai kompensasi karena saya telah menyelesaikan pesanan yang Bapak minta."Bukannya marah, Zakaria malah tersenyum mendengar semua perkataan Ayumi. Namun, dia sengaja menyembunyikan senyum itu. Dia tetap memasang wajah sadis khas seorang diktator. "Apa aku peduli dengan semua itu?" Berdiri mendekati sang putra. Lalu, menyentuh pipinya lembut. "Boy, pergilah dengan kakak cantikmu ini ke mall atau ke mana pun yang kalian suka. Papa sudah menyiapkan sopir untuk mengantar.""Kakak mau kan pergi denganku?" tanya Oza pada Ayumi. Tangan menggoyang-goyangkan lengan si gadis dengan sorot mata penuh permohonan. Ayumi menghela napas panjang. Mana mungkin bisa menolak permintaan bocah lucu nan menggemaskan di depannya. "Baiklah, kamu boleh ikut kakak. Tapi, kita tidak akan ke mall untuk bermain."Zakar
Happy Reading*****"Om Yoyo kok tahu rumahnya Kakak?" tanya Oza dengan wajah lucu.Menoleh pada Ayumi, lelaki yang dipanggil Om Yoyo oleh Oza mengerutkan keningnya. "Sejak kapan Oza jadi adikmu?" tanya Yovie pada mantan karyawannya.Lelaki yang membuat Ayumi terkejut tadi memang mantan bosnya yang tiba-tiba saja muncul."Apa, sih, Pak." Ayumi berjongkok di samping Oza. "Sayang, kakak mau nerusin pesenan kue tadi, ya. Kamu main di sini sama Pak Yovie dulu. Tidak lama, kok."Oza mengangguk patuh. Tangan Ayumi menyentuh kepala si kecil dan mengacak rambutnya penuh kasih sayang. Tak lupa, gadis itu juga memberikan satu kecupan di pipi.Yovie menatap pada Ayumi penuh misteri. "Masak Oza aja yang dapat ciuman. Aku gimana?""Pak!" protes si gadis sambil melirik si kecil. Seolah mengatakan bahwa Yovie tidak boleh bicara seperti itu di hadapan anak-anak."Lho, memangnya kenapa? Aku kan juga berhak dapat hadiah seperti dia. Aku sudah setuju untuk mengajaknya main.""Terserah Bapak, tapi saya t