Happy Reading*****"Pemaksaan," jawab Ayumi, "Bapak itu bukan atasan saya. Jadi, tidak perlu menekan dan bertindak otoriter seperti ini. Sudah menjadi hak saya untuk mendapatkan uang tersebut sebagai kompensasi karena saya telah menyelesaikan pesanan yang Bapak minta."Bukannya marah, Zakaria malah tersenyum mendengar semua perkataan Ayumi. Namun, dia sengaja menyembunyikan senyum itu. Dia tetap memasang wajah sadis khas seorang diktator. "Apa aku peduli dengan semua itu?" Berdiri mendekati sang putra. Lalu, menyentuh pipinya lembut. "Boy, pergilah dengan kakak cantikmu ini ke mall atau ke mana pun yang kalian suka. Papa sudah menyiapkan sopir untuk mengantar.""Kakak mau kan pergi denganku?" tanya Oza pada Ayumi. Tangan menggoyang-goyangkan lengan si gadis dengan sorot mata penuh permohonan. Ayumi menghela napas panjang. Mana mungkin bisa menolak permintaan bocah lucu nan menggemaskan di depannya. "Baiklah, kamu boleh ikut kakak. Tapi, kita tidak akan ke mall untuk bermain."Zakar
Happy Reading*****"Om Yoyo kok tahu rumahnya Kakak?" tanya Oza dengan wajah lucu.Menoleh pada Ayumi, lelaki yang dipanggil Om Yoyo oleh Oza mengerutkan keningnya. "Sejak kapan Oza jadi adikmu?" tanya Yovie pada mantan karyawannya.Lelaki yang membuat Ayumi terkejut tadi memang mantan bosnya yang tiba-tiba saja muncul."Apa, sih, Pak." Ayumi berjongkok di samping Oza. "Sayang, kakak mau nerusin pesenan kue tadi, ya. Kamu main di sini sama Pak Yovie dulu. Tidak lama, kok."Oza mengangguk patuh. Tangan Ayumi menyentuh kepala si kecil dan mengacak rambutnya penuh kasih sayang. Tak lupa, gadis itu juga memberikan satu kecupan di pipi.Yovie menatap pada Ayumi penuh misteri. "Masak Oza aja yang dapat ciuman. Aku gimana?""Pak!" protes si gadis sambil melirik si kecil. Seolah mengatakan bahwa Yovie tidak boleh bicara seperti itu di hadapan anak-anak."Lho, memangnya kenapa? Aku kan juga berhak dapat hadiah seperti dia. Aku sudah setuju untuk mengajaknya main.""Terserah Bapak, tapi saya t
Happy Reading*****"Aku pergi dulu, Zak," kata Yovie, lalu melirik gadis yang sudah berdiri tak jauh darinya. "Nanti, aku datang lagi, Yum.""Terserah," jawab si gadis acuh. Tatapannya kembali pada lelaki yang telah melukainya dengan perkataan. "Ayo, Boy. Kita harus pulang, pekerjaan Papa sudah selesai." Mencoba mengalihkan topik, Zakaria terpaksa mengajak buah hatinya pulang.Padahal niat lelaki itu datang ke rumah Ayumi adalah untuk menitipkan si bocah sampai nanti malam sekitar jam tujuh. Namun, semua rencana buyar karena mulutnya sendiri."Kakak, aku pulang dulu, ya. Besok, pulang sekolah kalau main ke sini lagi, boleh?""Besok kakak sibuk, Sayang. Ada kelas memasak yang harus kakak ikuti," alibi Ayumi. Tatapannya masih tajam dan penuh tanda tanya pada sang mantan atasan.Zakaria segera membawa putranya pergi sebelum si gadis meminta jawaban dari pertanyaannya tadi. "Saya harap, Anda tidak memanfaatkan Oza untuk tujuan tertentu, Pak," peringat si gadis. Berbalik arah dan mening
Happy Reading*****Sepanjang perjalanan pulang, Zakaria memikirkan perkataan Fathin tentang Ayumi. Sungguh, semua di luar prediksinya. "Kenapa aku mendadak bodoh seperti ini? Apa penilaianku tetang Yovie salah? Apa aku terlalu berpihak kepada Inara, sedangkan dia selama ini sudah menjalin hubungan tersembunyi dengan Wibisana," gumamnya lirih. "Papa ngomong apa?" tanya Oza. Si kecil sampai menghentikan aktivitasnya menonton video di ponsel."Hah? Apa?" Zakaria menatap heran pada putranya. "Tadi, Papa ngomong.""Tidak ngomong apa-apa, Boy.""Papa, ih. Makanya, kalau sudah capek kerja langsung tidur. Jangan telponan sampai malam. Kayak tidak punya waktu besok saja," oceh si kecil seprti seorang ibu yang memarahi anaknya. "Heh?!" kaget lelaki yang setengah fokusnya terbagi untuk menyetir. "Kamu mata-matai Papa, Boy?""Tidak, tapi suara Papa saat menelepon sangat keras. Lagian kayak anak kecil aja. Merengek tidak jelas."Zakaria makin membulatkan mata mendengar kalimat terakhir sang
Happy Reading *****Mematikan sambungan sepihak, seorang perawat dan dokter memasuki ruangan Ramlan."Selamat malam, Pak," ucap sang suster."Malam.""Bagaimana kondisi Bapak? Adakah keluhan lain?" Kali ini, seorang dokter laki-laki yang bertanya."Keluhannya masih sama, Dok. Bagian ulu hati, terasa nyeri. Walau terkadang hilang, terkadang datang." Ramlan meringis. Mencoba menahan rasa sakit yang tiba-tiba datang."Apa sakitnya, menyerang?" Dokter mulai menempelkan stetoskop pada dada lelaki paruh baya di hadapannya."Betul, Dok. Tidak tahu kenapa.""Besok, kita akan melakukan CT scan.""Apakah serius, Dok?""Saya belum bisa memastikan. Besok, kita bisa melihat apa yang menyebabkan rasa sakit itu timbul."Lalu, sang dokter berkata pada perawat. Entah apa, tetapi Ramlan merasakan ada sesuatu yang tidak beres dengan keadaanya."Semoga tidak ada penyakit serius," harap Ramlan di hati."Baiklah, Pak. Kami permisi dulu," ucap sang dokter setelah melakukan pemeriksaan.*****Ketika terikn
Happy Reading*****"Dengar dulu, Nduk," pinta Ramlan, "Ayah punya alasan kenapa memilihnya menjadi calon suami adikmu.""Ayah sudah gila? Ayumi itu masih gadis. Tidakkah Ayah berpikir bagaimana pandangan masyarakat tentangnya? Apakah Ayah sengaja melakukannya?" Kemarahan Fathin tergambar jelas di wajah dan perkataannya yang keras. Lelaki paruh baya itu diam sejenak. Seketika membayangkan si bungsu dan lelaki yang dipilihnya. Namun, melihat kesedihan keduanya, tekad Ramlan untuk menikahkan keduanya begitu mantap. Bukankah dua orang yang tersakiti jika disatukan, maka mereka akan saling melengkapi dan menyembuhkan. Maka, prinsip itulah yang dipakai oleh Ramlan. "Keputusan Ayah adalah yang paling tepat, Nduk. Sebagai lelaki, dia sangat penyayang dan sabar. Sosok seperti itulah yang bisa menemani adikmu.""Ayah bercanda? Usia mereka terpaut jauh. Aku tidak setuju dengan keinginan Ayah, apa pun alasannya." Merasa sangat jengkel, Fathin meninggalkan ruang perawatan Ramlan tanpa, pamit.
Happy Reading*****"Kenapa saya harus menerima ini? Om, saya itu lebih pantas menjadi anak daripada istri. Ayah keterlaluan!" bentak Ayumi tanpa sadar pada Ramlan. Ashwin mencekal pergelangan kanan Ayumi dan membulatkan mata dengan sempurna. "Kamu tidak boleh berkata sekasar itu pada Ramlan. Dia Ayahmu! Adanya kamu di dunia ini adalah karenanya. Mengerti?"Tak takut dengan tatapan Ashwin, Ayumi menepis cekalan lelaki sahabat ayahnya. "Saya tidak kasar pada Ayah. Cuma menyadarkan bahwa keputusan yang beliau ucapkan sangat tidak masuk akal. Kenapa saya harus menikah dengan Om Ashwin jika masih banyak lelaki seumuran yang bisa menikahi saya?" Sangat berani, Ayumi menatap mata lawan bicaranya. Cukup sudah semua penderitaan yang dia alami selama ini dan semua berawal dari sang ayah. Kini, ketika hidupnya mulai tenang, Ayumi harus dihadapkan kembali dengan masalah yang lebih pelik."Apa masalahnya jika kamu menikah dengan Om?" ulang Ashwin dengan pertanyaan yang sama seperti tadi.Ayumi
Happy Reading*****"Mana mungkin aku suka sama cewek seperti itu, Om. Ayumi itu tidak ada menarik-menariknya sama sekali," ucap sang lelaki. "Lalu, ada urusan apa kamu sampai mengikuti dia ke rumah sakit? Sejak kecil kamu sudah Om asuh, tidak pernah sekalipun ada dalam kamus hidupmu kepo sama urusan orang lain. Apalagi Ayumi itu cuma mant karyawanmu," ucap Ashwin. Dia makin tertarik mengorek isi hati keponakannya yang sudah lama menjomblo sejak sang istri meninggal ketika melahirkan putranya.Si lelaki menelan ludah susah payah. Dia memang tidak pandai berbohong apalagi di depan seseorang yang sangat disayangi dan dihormati."Semua karena Oza, Om." Menggaruk kepala yang tak gatal. Dia adalah Zakaria.Selesai meeting jam tujuh tadi, lelaki itu sengaja mengikuti Ayumi yang pergi sendirian dengan motor matic. Entah setan apa yang merasuki seorang Zakaria hingga dia bisa berbuat demikian. Ada rasa yang tidak dia pahami pada sosok gadis berjilbab itu. Antara penasaran dengan kehidupannya
Happy Reading *****"Lho, Om? Kok, bisa ada di sini?" tanya Zakaria heran. Pasalnya, lelaki itu mengatakan akan keluar kota selama seminggu, tetapi baru dua hari sudah terlihat lagi."Om terpaksa pulang lebih cepat. Niat semula akan menemui Hana, tapi ternyata tantemu itu sibuk dengan berondongnya.""Kenapa mencariku?" tanya Hana sinis."Baca chat-ku. Pabrik yang aku berikan padamu akan dijual oleh lelaki ini. Dia benar-benar bajingan tengik yang akan menghisap seluruh harta dan uangmu," ucap Ashwin.Wibisana tertawa. "Sayangnya, bukan aku yang menjual pabrik itu. Tapi, Hana sendirilah yang menginginkan.""Tapi, kamu tidak harus membodohinya, kan? Pembeli itu bukan orang lain melainkan dirimu sendiri yang menggunakan nama salah satu perempuan yang sedang menjadi targetmu selanjutnya. Kamu kira aku bodoh? Tidak semudah itu membohongi orang tua sepertiku, anak muda," kata Ashwin lantang. Hana menatap Wibisana tak percaya. "Tega kamu melakukan semua ini, Bi. Selama ini, aku benar-benar
Happy Reading*****Seorang perempuan cantik, berumur di atas ketiga perempuan yang sejak tadi berdebat, terlihat menggandeng tangan Wibisana dengan mesra. Tak canggung sama sekali walau usianya terpaut jauh dari si lelaki bahkan mereka berdua terlihat seperti ibu dan anak. Inara mulai tak tahan melihat pemandangan di depannya. Dia pun melangkah mendekati Wibisana dengan wajah marah penuh kecemburuan. "Siapa dia, Bi?" tanya Inara mengagetkan lelaki parlente di depannya.Kelopak mata terbuka sempurna dengan mulut sedikit menganga, Wibisana melirik perempuan paruh baya di sebelahnya yang tak lain adalah Hana. "Siapa, Sayang?" tanya Hana.Wibisana memutar bola mata malas. "Dia calon istriku," jawabnya."Kalau dia calon istrimu, lalu aku siapa?" Inara dan Hana berkata berbarengan.Diam sejenak, menetralkan detak jantungnya yang berlompatan. Wibisana tersenyum kecut. "Tenang, Sayang. Aku bisa menjelaskan semuanya."Tangan merangkul pundak Hana, Wibisana menatap Inara marah. "Bisa tidak
Happy Reading*****"Tidak perlu menyebar fitnah," ucap Rika, "memangnya kamu kenal sama Wibisana?""Aku memang tidak kenal sama Wibisana, tapi aku kenal siapa wanita yang sedang dekat dengannya saat ini.""Apa ... apa maksudmu?" tanya Inara dengan wajah pucat dan bibir bergetar."Coba tanya pada wanita di sebelahmu. Apa maksud perkataanku tadi. Bukankah dia juga begitu dekat dengan Wibisana."Seperti bom waktu, perkataan Ayumi membuat ledakan begitu hebat di hati Inara. Tak berbeda jauh dengan mantan istri Yovie, Rika juga kaget ketika rivalnya demikian. Tak menyangka jika akan ada yang mengetahui hubungan gelapnya denga Wibisana."Mulutmu terlalu berbisa, berani menuduh sembarangan," bantah Rika. Setelahnya, dia menatap kedua sahabatnya bergantian. "Bukankah kita bertiga sudah dekat dengan Wibisana sejak dulu?"Ayumi tersenyum mendengar kebohongan Rika. "Harusnya, kamu tahu. Kedekatan apa yang aku maksudkan tadi," katanya, "sudahlah. Kenapa aku harus capek-capek ngurusi kalian bert
Happy Reading*****"Iya, aku," ucap seorang perempuan yang tak lain adalah Inara. "Lancang sekali kamu memutuskan untuk memecat karyawanku. Mentang-mentang sudah menikah dengan Zakaria." Wajah sombong Inara terlihat mendominasi seolah tak ingin ada seseorang yang mengalahkannya. Ayumi memegang pipinya yang terkena tamparan tadi. Bukan rasa sakit yang membuatnya ingin menangis, tetapi penghinaan Inara."Bukankah sudah menjadi peraturan perusahaan. Kenapa kamu malah melindungi karyawan yang bersalah dan tidak produktif sepertinya," jawab Ayumi. Dia menunjuk Prima dengan jari telunjuk sebelah kiri sangking jengkelnya pada lelaki tersebut."Berani kamu tidak menghormatiku?" ucap Inara. Merasa kalimat yang dikeluarkan lawan bicaranya kurang sopan apalagi panggilan yang tersemat tadi.Ayumi mengangkat bibirnya. Lalu, merotasi bola mata. "Untuk apa aku harus menghormati orang yang selalu menginjak-injak harga diri manusia lainnya. Dulu, aku masih bisa mentolelir karena Anda adalah atasan,
Happy Reading*****Oza berdiri dan mendekati Andini. "Coba sini lihat, Ma. Pasti ada kutu atau hewan yang menggigit Mama pas tidur tadi. Ini banyak sekali, lho, Ma," ucap si kecil."Teruskan PR-nya sama Mama biar. Papa mau nyariin obat supaya luka Mama tidak terlalu merah seperti ini." Zakaria berdiri dan meninggalkan keduanya."Aku tinggal dulu, Yang," bisik Zakaria, "selesai ngerjain PR Oza, segeralah kembali ke kamar. Aku lapar.""Lapar, ya, makan, Mas. Kenapa malah ke kamar?" tanya Ayumi dengan kening berkerut."Makannya bukan nasi, Sayang. Tapi, itu." Zakaria menunjuk sesuatu yang menggelantung pada tubuh sang istri. Bahkan lelaki itu sampai mengerlingkan mata."Dasar mesum. Sana pergi." Ayumi mendorong tubuh suaminya."Papa kenapa, Ma?" tanya Oza. Menggaruk kepala yang tak gatal. Ayumi tersenyum canggung. "Lanjutin saja PR-nya."*****Membuka mata, Zakaria tersenyum puas ketika melihat Ayumi masih berada dalam pelukannya. Semalam, lelaki itu sama sekali tak membiarkan istrinya
Happy Reading*****Ayumi benar-benar mendorong tubuh sang suami keluar kamar mandi. Lalu, menutup pintu dengan keras. Zakaria tentu saja sangat marah, dia pun merebahkan diri secara kasar pada ranjang dengan beberapa umpatan kekasalan."Kalau cuma untuk dibohongi seperti ini, harusnya tidak perlu menerima ciumanku tadi," kata Zakaria.Tubuh yang cuma terlilit handuk tanpa memakai dalaman sama sekali, tentunya cukup menyulitkan memadamkan gairah yang terlanjur membara. Suara pintu terbuka, terdengar. Zakaria menoleh.Jantungnya kini mulai berlompatan ketika menatap insan terindah di depannya. Sosok Ayumi berubah menjelma bak artis-artis korea. Rambut lurus dan panjang tergerai indah. Baju berbahan sutra potongan minim menempel erat membungkus setiap lekukan tubuhnya. Susah payah Zakaria menelan ludahnya sendiri. Sang lelaki terlalu terpesona dengan tampilan istrinya. Berjalan sangat pelan, Ayumi seperti mempermainkan pandangan dan hasrat suaminya. Bagaimana mungkin lelaki itu tidak t
Happy Reading *****"Jaga mulutmu!" bentak Zakaria, "Ayumi adalah istriku sekarang. Jangan sampai kamu dipecat gara-gara mulut rombengmu itu."Bukannya takut, Prima malah tersenyum miring. Mencemooh sikap Zakaria. "Ternyata, Bapak suka sekali barang bekas," ucapnya tanpa rasa takut.Bug ....Zakaria meninju wajah Prima dengan keras. "Siapa yang kamu maksud barang bekas? Apakah kamu tidak berkaca pada diri sendiri?""Mas sudah," pinta Ayumi. Dia bahkan menarik lengan Zakaria supaya tidak memukuli mantannya lagi.Kerumunan karyawan makin banyak. Bisik-bisik makin menggaung di telinga.Menatap semua orang yang ada di sana, Zakaria berkata, "Siapa pun yang berani mengatakan hal-hal buruk tentang Ayumi. Maka, kalian adalah musuh. Saya tegaskan sekali lagi bahwa Ayumi tidak memiliki hubungan apa pun dengan Pak Yovie. Dia tidak pernah menggoda bahkan merusak rumah tangga Pak Yovie dan Ibu Inara.""Seyakin itukah dirimu, Za?" ucap seseorang di belakang Prima."Tentu aku sangat yakin. Ayumi
Happy Reading*****Ayumi berusaha menghindar dari bisikan sang suami. Sungguh, ketika Zakaria membisikkan kata tersebut, dia merasa jijik. Teringat apa yang dikatakan si perempuan tadi jika semalam lelaki yang sudah menghalalkannya itu berbagi peluh dengan Selina."Yakinkan hatimu dulu, Pak. Benarkah Anda menginginkan saya?" tanya Ayumi kembali ke mode formal saat berbicara dengan Zakaria."Aku yakin dan sangat menginginkanmu, Sayang," bisik Zakaria."Jika benar begitu. Mari lakukan sesuai dengan tuntunan syariah. Kita lakukan semua sunah sebelum melakukan hubungan intim. Saya juga minta. Jika kita sudah melakukannya, maka jangan pernah ada kata bercerai. Berhenti bermain-main dengan banyak wanita. Saya tidak mau, melakukan hubungan intim dengan bekas banyak wanita."Tawa Zakaria menguar membuat Ayumi mengerutkan kening. "Kenapa malah tertawa?""Kamu menyebutku bekas. Memangnya aku barang?" Semakin mengeraskan suara. Zakaria sampai mengerlingkan mata sebelah kanan demi menggoda sang
Happy Reading*****Ashwin berhenti, menoleh pada sang keponakan. "Selesaikan masalahmu!" bentaknya. Tatapan Ashwin mengarah pada perempuan yang tadi duduk tak senonoh di pangkuan Zakaria."Om, jangan salah paham. Aku bisa jelaskan kenapa dia ada di sini," kata Zakaria."Terserah. Om, cuma mau kamu menghormati Ayumi sebagai istrimu. Almarhum ayahnya sudah mewasiatkan untuk menjaga dengan baik. Jangan kecewakan kami," bisik Ashwin. Mengangguk patuh, Zakaria menoleh pada perempuan yang berada di pangkuannya tadi. Ashwin pun pergi dari ruangan sang keponakan.Sejujurnya, ada hal penting yang akan dia bicarakan dengan Zakaria. Namun, melihat kelakuan sang keponakan, lelaki paruh baya itu terpaksa harus menunda semuanya. Dia akan mendiskusikan dengan Ayumi. Bagaimana pernikahan keduanya berlangsung."Kamu dengar? Jadi, sekarang pulanglah. Aku akan menyelesaikan urusan kita nanti." Zakaria melirik jam dinding. Hampir waktunya makan siang. Berpikir jangan sampai Ayumi mengetahui keberadaa