Happy Reading ***** "Tidak boleh," jawab Ayumi lantang. Saking kerasnya jawaban yang dia berikan, beberapa pekerja bangunan menoleh pada mereka berdua. "Kenapa?" "Saya tidak mau menjadi duri pada pernikahan Pak Yovie dengan Bu Inara. Jadi, tolong jangan mengganggu saya lagi." Ayumi berbalik setelah menangkupkan kedua tangannya sebagai permohonan. "Aku dan Inara sudah bercerai, Yum. Apakah aku tidak boleh mengejar kebahagiaanku sendiri? Inara saja saat ini sudah akan menikah lagi." "Apakah, hanya karena Ibu Inara akan menikah lagi, jadi mengajak saya berkenalan dengan orang tuanya bapak?" Ayumi menggelengkan kepalanya. Tak habis pikir jika benar tujuan Yovie seperti itu. "Bukan begitu, Yum." Yovie sudah akan memegang tangan si gadis, tetapi tatapan tajam yang diberikan mengurungkan niatnya. "Lalu, apa tujuan Bapak sebenarnya?" "Jika aku mengatakan bahwa aku mencintaimu?" "Omong kosong. Bapak pasti bercanda." Ayumi mempercepat gerakan kakinya menjauhi sang mantan ata
Happy Reading*****"Pemaksaan," jawab Ayumi, "Bapak itu bukan atasan saya. Jadi, tidak perlu menekan dan bertindak otoriter seperti ini. Sudah menjadi hak saya untuk mendapatkan uang tersebut sebagai kompensasi karena saya telah menyelesaikan pesanan yang Bapak minta."Bukannya marah, Zakaria malah tersenyum mendengar semua perkataan Ayumi. Namun, dia sengaja menyembunyikan senyum itu. Dia tetap memasang wajah sadis khas seorang diktator. "Apa aku peduli dengan semua itu?" Berdiri mendekati sang putra. Lalu, menyentuh pipinya lembut. "Boy, pergilah dengan kakak cantikmu ini ke mall atau ke mana pun yang kalian suka. Papa sudah menyiapkan sopir untuk mengantar.""Kakak mau kan pergi denganku?" tanya Oza pada Ayumi. Tangan menggoyang-goyangkan lengan si gadis dengan sorot mata penuh permohonan. Ayumi menghela napas panjang. Mana mungkin bisa menolak permintaan bocah lucu nan menggemaskan di depannya. "Baiklah, kamu boleh ikut kakak. Tapi, kita tidak akan ke mall untuk bermain."Zakar
Happy Reading*****"Om Yoyo kok tahu rumahnya Kakak?" tanya Oza dengan wajah lucu.Menoleh pada Ayumi, lelaki yang dipanggil Om Yoyo oleh Oza mengerutkan keningnya. "Sejak kapan Oza jadi adikmu?" tanya Yovie pada mantan karyawannya.Lelaki yang membuat Ayumi terkejut tadi memang mantan bosnya yang tiba-tiba saja muncul."Apa, sih, Pak." Ayumi berjongkok di samping Oza. "Sayang, kakak mau nerusin pesenan kue tadi, ya. Kamu main di sini sama Pak Yovie dulu. Tidak lama, kok."Oza mengangguk patuh. Tangan Ayumi menyentuh kepala si kecil dan mengacak rambutnya penuh kasih sayang. Tak lupa, gadis itu juga memberikan satu kecupan di pipi.Yovie menatap pada Ayumi penuh misteri. "Masak Oza aja yang dapat ciuman. Aku gimana?""Pak!" protes si gadis sambil melirik si kecil. Seolah mengatakan bahwa Yovie tidak boleh bicara seperti itu di hadapan anak-anak."Lho, memangnya kenapa? Aku kan juga berhak dapat hadiah seperti dia. Aku sudah setuju untuk mengajaknya main.""Terserah Bapak, tapi saya t
Happy Reading*****"Aku pergi dulu, Zak," kata Yovie, lalu melirik gadis yang sudah berdiri tak jauh darinya. "Nanti, aku datang lagi, Yum.""Terserah," jawab si gadis acuh. Tatapannya kembali pada lelaki yang telah melukainya dengan perkataan. "Ayo, Boy. Kita harus pulang, pekerjaan Papa sudah selesai." Mencoba mengalihkan topik, Zakaria terpaksa mengajak buah hatinya pulang.Padahal niat lelaki itu datang ke rumah Ayumi adalah untuk menitipkan si bocah sampai nanti malam sekitar jam tujuh. Namun, semua rencana buyar karena mulutnya sendiri."Kakak, aku pulang dulu, ya. Besok, pulang sekolah kalau main ke sini lagi, boleh?""Besok kakak sibuk, Sayang. Ada kelas memasak yang harus kakak ikuti," alibi Ayumi. Tatapannya masih tajam dan penuh tanda tanya pada sang mantan atasan.Zakaria segera membawa putranya pergi sebelum si gadis meminta jawaban dari pertanyaannya tadi. "Saya harap, Anda tidak memanfaatkan Oza untuk tujuan tertentu, Pak," peringat si gadis. Berbalik arah dan mening
Happy Reading*****Sepanjang perjalanan pulang, Zakaria memikirkan perkataan Fathin tentang Ayumi. Sungguh, semua di luar prediksinya. "Kenapa aku mendadak bodoh seperti ini? Apa penilaianku tetang Yovie salah? Apa aku terlalu berpihak kepada Inara, sedangkan dia selama ini sudah menjalin hubungan tersembunyi dengan Wibisana," gumamnya lirih. "Papa ngomong apa?" tanya Oza. Si kecil sampai menghentikan aktivitasnya menonton video di ponsel."Hah? Apa?" Zakaria menatap heran pada putranya. "Tadi, Papa ngomong.""Tidak ngomong apa-apa, Boy.""Papa, ih. Makanya, kalau sudah capek kerja langsung tidur. Jangan telponan sampai malam. Kayak tidak punya waktu besok saja," oceh si kecil seprti seorang ibu yang memarahi anaknya. "Heh?!" kaget lelaki yang setengah fokusnya terbagi untuk menyetir. "Kamu mata-matai Papa, Boy?""Tidak, tapi suara Papa saat menelepon sangat keras. Lagian kayak anak kecil aja. Merengek tidak jelas."Zakaria makin membulatkan mata mendengar kalimat terakhir sang
Happy Reading *****Mematikan sambungan sepihak, seorang perawat dan dokter memasuki ruangan Ramlan."Selamat malam, Pak," ucap sang suster."Malam.""Bagaimana kondisi Bapak? Adakah keluhan lain?" Kali ini, seorang dokter laki-laki yang bertanya."Keluhannya masih sama, Dok. Bagian ulu hati, terasa nyeri. Walau terkadang hilang, terkadang datang." Ramlan meringis. Mencoba menahan rasa sakit yang tiba-tiba datang."Apa sakitnya, menyerang?" Dokter mulai menempelkan stetoskop pada dada lelaki paruh baya di hadapannya."Betul, Dok. Tidak tahu kenapa.""Besok, kita akan melakukan CT scan.""Apakah serius, Dok?""Saya belum bisa memastikan. Besok, kita bisa melihat apa yang menyebabkan rasa sakit itu timbul."Lalu, sang dokter berkata pada perawat. Entah apa, tetapi Ramlan merasakan ada sesuatu yang tidak beres dengan keadaanya."Semoga tidak ada penyakit serius," harap Ramlan di hati."Baiklah, Pak. Kami permisi dulu," ucap sang dokter setelah melakukan pemeriksaan.*****Ketika terikn
Happy Reading*****"Dengar dulu, Nduk," pinta Ramlan, "Ayah punya alasan kenapa memilihnya menjadi calon suami adikmu.""Ayah sudah gila? Ayumi itu masih gadis. Tidakkah Ayah berpikir bagaimana pandangan masyarakat tentangnya? Apakah Ayah sengaja melakukannya?" Kemarahan Fathin tergambar jelas di wajah dan perkataannya yang keras. Lelaki paruh baya itu diam sejenak. Seketika membayangkan si bungsu dan lelaki yang dipilihnya. Namun, melihat kesedihan keduanya, tekad Ramlan untuk menikahkan keduanya begitu mantap. Bukankah dua orang yang tersakiti jika disatukan, maka mereka akan saling melengkapi dan menyembuhkan. Maka, prinsip itulah yang dipakai oleh Ramlan. "Keputusan Ayah adalah yang paling tepat, Nduk. Sebagai lelaki, dia sangat penyayang dan sabar. Sosok seperti itulah yang bisa menemani adikmu.""Ayah bercanda? Usia mereka terpaut jauh. Aku tidak setuju dengan keinginan Ayah, apa pun alasannya." Merasa sangat jengkel, Fathin meninggalkan ruang perawatan Ramlan tanpa, pamit.
Happy Reading*****"Kenapa saya harus menerima ini? Om, saya itu lebih pantas menjadi anak daripada istri. Ayah keterlaluan!" bentak Ayumi tanpa sadar pada Ramlan. Ashwin mencekal pergelangan kanan Ayumi dan membulatkan mata dengan sempurna. "Kamu tidak boleh berkata sekasar itu pada Ramlan. Dia Ayahmu! Adanya kamu di dunia ini adalah karenanya. Mengerti?"Tak takut dengan tatapan Ashwin, Ayumi menepis cekalan lelaki sahabat ayahnya. "Saya tidak kasar pada Ayah. Cuma menyadarkan bahwa keputusan yang beliau ucapkan sangat tidak masuk akal. Kenapa saya harus menikah dengan Om Ashwin jika masih banyak lelaki seumuran yang bisa menikahi saya?" Sangat berani, Ayumi menatap mata lawan bicaranya. Cukup sudah semua penderitaan yang dia alami selama ini dan semua berawal dari sang ayah. Kini, ketika hidupnya mulai tenang, Ayumi harus dihadapkan kembali dengan masalah yang lebih pelik."Apa masalahnya jika kamu menikah dengan Om?" ulang Ashwin dengan pertanyaan yang sama seperti tadi.Ayumi