Happy Reading*****"Bagaimana keadaan ayah saya, Dok?" tanya Ayumi setelah sang dokter selesai memeriksa."Untuk sementara, masa kritisnya belum lewat. Kita lihat perkembangannya sampai besok. Jika tidak ada keluhan, berarti masa kritis Bapak Ramlan lewat. Tolong jaga pikiran dan juga emosinya. Saya permisi, masih ada beberapa pasien yang harus diperiksa."Menganggukkan kepala, Ayumi menggeser posisi berdirinya. Memberi jalan pada sang dokter untuk melangkah, meninggalkan ruang perawatan Ramlan."Terima kasih, Dok. Saya akan berusaha sebaik mungkin untuk kesembuhan Ayah.""Sama-sama. Semoga Pak Ramlan segera membaik."Sepeninggal sang dokter, ponsel si gadis berdering nyaring. Ayumi menatap layar dengan malas karena melihat nama yang tertera di kontak. "Untuk apa lagi, dia nelpon aku," gumamnya dan hal tersebut di dengar oleh Ramlan."Siapa, Nduk?""Bukan siapa-siapa, Yah.""Kenapa tidak kamu angkat? Orang menelpon pasti karena hal penting.""Pengecualian untuknya, Yah.""Maksudnya?"
Happy Reading*****"Apa yang kamu miliki hingga berani melamar Ayumi?" Ramlan menekan tombol di sebelah kiri tempatnya tidur. Sedikit menegakkan posisinya supaya bisa berbicara dan menatap Yovie dengan serius."Jika yang Ayah tanyakan adalah masalah harta, maka saya tidak memilikinya. Tapi, jika pertanyaan tadi berkaitan dengan tanggung jawab. Maka, dengan segenap jiwa raga saya akan menjaga Ayumi sebaik mungkin. Jadi, yang mana maksud pertanyaan Ayah tadi?" Sangat berani Yovie menatap lawan bicaranya meskipun tatapan mata Ayumi begitu tajam."Kenapa Anda begitu percaya diri bahwa Ayah akan setuju dengan semua ini? Kenapa pula Bapak memanggil ayah saya dengan sebutan ayah juga?" tanya Ayumi."Mengapa aku harus ragu? Statusku single dan kamu juga single. Jadi, apa yang mesti aku khawatirkan?" Si lelaki mulai menampakkan dereten giginya yang rapi dan putih. "Masalh panggilan? Sekarang ataupun kelak, panggilan itu pasti akan aku ucapkan. Lalu, apa bedanya?"Tawa Ramlan bergema, tak dapa
Happy Reading*****Dua lelaki yang baru datang tersebut saling pandang. Mereka tak lain adalah Ashwin dan Zakaria. Sementara itu, Ramlan mengerutkan kening dan Ayumi terpaksa menyeret lengan Yovie untuk segera pergi. Sang mnatan atsan menipis tangan Ayumi. Dia berbalik dan menatap lelaki yang kini tengah terbaring di ranjang. "Tahukah, jika lelaki yang ayah katakan sebagai calon suami Ayumi adalah seseorang yang selalu meremehkan dan merendahkan. Dia bahkan terang-terangan mengatakan mendekati Yumi, hanya untuk memanfaatkan. Apakah orang seperti itu masih pantas dikatakan sebagai lelaki bertanggung jawab dan bisa mengayomi?" Tatapan mata Yovie semakin tajam menatap pada semua orang di sekelingnya, termasuk gadis yang sudah bertahta di hatinya. "Jangan tertipu oleh penam[ilan luar seseorang, Yah. Padahal, hatinya sungguh busuk.""Apa yang kamu katakan Pak Yovie?" tanya Ramlan, merasa kalimat demi kalimat yang dikeluarkan mantan atasan si bungsu melantur sangat jauh. "Saya berkata
Happy Reading*****"Om bisa jelaskan, tapi tidak sekarang. Nanti, di rumah kita akan membahas semuanya," jawab Ashwin. Dia menatap sahabatnya dan mengedipkan mata. Memberikan kode agar Ramlan tidak melanjutkan apa yang dikatakan tadi."Banyak hal yang tidak bisa saya jelaskan Nak Yovie." Panggilan Ramlan pada lelaki yang sejak tadi masih betah berdiri dan memaksa untuk meminang putri mulai melunak. Sebagai orang tua dari seorang anak perempuan, Ramlan tidak mau Ayumi menjadi gunjingan lagi seperti dulu. "Tapi, Yah. Kenapa harus omnya Zakaria yang menjadi calon suami Ayumi?""Tolong, Pak," pinta Ayumi menghentikan kalimat yang akan dilontarkan sang mantan atasan. Gadis itu bahkan sampai menangkupkan kedua tangannya, benar-benar memohon pada Yovie."Kamu berhak bahagia, Yum. Setahuku, Om Ashwin memiliki seorang istri. Dulu, kamu sempat menolakku karena alasan tidak ingin menjadi pelakor dan duri di kehisupan rumah tangga orang lain. Sekarang, kenapa kamu diam ketika Ayah menjodohkanm
Happy Reading*****"Bunda kenapa bisa di sini?" tanya Ayumi. Dia berdiri, menyalami perempuan yang sudah melahirkannya.Kedua perempuan itu saling memeluk dan berciuman pipi kanan kiri. Ramlan diam untuk beberapa saat, tak dapat dipungkiri bahwa sosok perempuan berjilbab di hadapannya sangat dia rindukan. Beribu kata maaf dan kalimat untuk membujuk supaya bundanya Ayumi tidak meneruskan perceraian mereka, nyatanya tak dianggap sama sekali.Mengurai pelukannya, Juhairiyah menatap tajam pada Ashwin, lalu Ramlan secara bergantian. "Persahabatan macam apa yang telah kalian jalani sekarang?""Kamu salah paham padanya, Bun," sahut Ramlan tak mau Ashwin disalahkan."Salah paham bagaimana? Kamu tidak ingat kehancuran keluarga kita dimulai karena siapa? Bukannya sekali atau dua kali, perempuan yang menjadi istrinya berusaha menghancurkan keluarga kita." Suara Juhairiyah mulai naik satu oktaf.Tidak ada lagi penghormatan dan tutur kata lembut pada Ramlan. Selama menikah dengan lelaki tersebut
Happy Reading*****"Aku akan pergi setelah kamu memberikan tanda tangan," ucap seseorang yang ternyata adalah Hasna.Ashwin tak menggubris perkataan sang mantan istri. Dia terus melangkah menuju kamar tamu untuk menidurkan Ayumi. Ingin mengetahui siapa wanita yang dibawa sang mantan suami, Hasna mengikuti langkah Ashwin. Perlahan Ashwin menurunkan Ayumi di ranjang. Membelai puncak kepala gadis tersebut penuh kasih sayang. Lalu, lelaki itu berbisik, "Tidurlah dengan tenang. Jangan pikirkan apa pun. Om yang akan menyelesaikan semuanya.""Kenapa kamu memperlakukan Ayumi seperti itu?" Hasna sudah berdiri di belakang sang mantan suami."Kenapa? Apa aku tidak boleh memperlakukannya sebaik mungkin. Dia putri sahabatku, apa salahnya jika aku berbuat demikian." Ashwin memutar kepala menghadap sang mantan."Tapi, perlakuanmu padanya sedikit aneh. Biasanya, kamu tidak akan mau bersentuhan dengan perempuan mana pun, meskipun dia kerabat dekat apalagi pada anak-anaknya Ramlan." Hasna mengerutkan
Happy Reading*****Ashwin menggerakkan kedua bahunya. "Coba kamu tanya Zakaria. Siapa sebenarnya Wibisana dan bagaimana sepak terjang orang yang kamu cintai itu? Jangan sampai kamu menyesal karena sudah menyerahkan segalanya pada lelaki seperti dia," ucap sang pemilik rumah.Dari tempatnya berdiri, Zakaria menatap aneh tante yang sudah dianggapnya ibu. Sejak kemaatian kedua orang tuanya, papanya Oza itu sudah menganggap Ashwin dan Hasna sebagai orang tua. Ashwin adalah satu-satunya saudara dari mendiang sang ayah. Dia juga satu-satunya keluarga yang dimiliki. Tidak ada kerabat lainnya."Kenapa dengan WIbisana, Om?" Zakaria makin penasaran, pasalnya beberapa hari lalu dia sempat melihat sekilas Hasna berbocengan dengan sang sahabat. Saat itu, Oza juga melihat dan bertanya. Namun, bapak satu anak itu tak menyangka jika hubungan keduanya sampai sejauh ini. "Coba tanya pada tantemu," kata Ashwin enteng. Dia melangkah meninggalkan keduanya menuju kamar tamu. Melihat Ayumi masih terlelap
Happy Reading*****"Om Ashwin?" tanya Ayumi. Sang gadis berada cukup dekat dengan lelaki tersebut, jika Ayumi menggerakkan kepala sedikit saja, maka dipastikan bibir sahabat ayahnya akan menempel di pipi."Apa kamu juga dekat dengan Wibisana?" ulang Ashwin dengan pertanyaan yang lebih tegas serta tertuju pada nama lelaki bajingan itu."Saya tidak mengerti dengan pertanyaan itu," jawab Ayumi tanpa menoleh pada lawan bicaranya. "Jika kamu tidak mengerti, mengapa kalimat yang kamu ucapkan tadi seolah mengenal Wibisana." Pertanyaan itu begitu menuntut. Terus terang, Ashwin jengkel dengan sikap sang Don Juan yang sok kecakapan. Merasa banyak wanita bisa ditaklukkan."Saya berkata demikian bukan berarti mengenal dia, kan?" Ayumi maju dua langkah, lalu berbalik supaya bis menatap lawan bicaranya. "Kalimat sebelumnya yang saya keluarkan, terucap karena saya merasa pernah bertemu dengan lelaki itu.""Di mana?" Pertanyaan Ashwin makin menuntut."Apa penting saya mengungkapnya?" Ayumi sengaja
Happy Reading *****"Lho, Om? Kok, bisa ada di sini?" tanya Zakaria heran. Pasalnya, lelaki itu mengatakan akan keluar kota selama seminggu, tetapi baru dua hari sudah terlihat lagi."Om terpaksa pulang lebih cepat. Niat semula akan menemui Hana, tapi ternyata tantemu itu sibuk dengan berondongnya.""Kenapa mencariku?" tanya Hana sinis."Baca chat-ku. Pabrik yang aku berikan padamu akan dijual oleh lelaki ini. Dia benar-benar bajingan tengik yang akan menghisap seluruh harta dan uangmu," ucap Ashwin.Wibisana tertawa. "Sayangnya, bukan aku yang menjual pabrik itu. Tapi, Hana sendirilah yang menginginkan.""Tapi, kamu tidak harus membodohinya, kan? Pembeli itu bukan orang lain melainkan dirimu sendiri yang menggunakan nama salah satu perempuan yang sedang menjadi targetmu selanjutnya. Kamu kira aku bodoh? Tidak semudah itu membohongi orang tua sepertiku, anak muda," kata Ashwin lantang. Hana menatap Wibisana tak percaya. "Tega kamu melakukan semua ini, Bi. Selama ini, aku benar-benar
Happy Reading*****Seorang perempuan cantik, berumur di atas ketiga perempuan yang sejak tadi berdebat, terlihat menggandeng tangan Wibisana dengan mesra. Tak canggung sama sekali walau usianya terpaut jauh dari si lelaki bahkan mereka berdua terlihat seperti ibu dan anak. Inara mulai tak tahan melihat pemandangan di depannya. Dia pun melangkah mendekati Wibisana dengan wajah marah penuh kecemburuan. "Siapa dia, Bi?" tanya Inara mengagetkan lelaki parlente di depannya.Kelopak mata terbuka sempurna dengan mulut sedikit menganga, Wibisana melirik perempuan paruh baya di sebelahnya yang tak lain adalah Hana. "Siapa, Sayang?" tanya Hana.Wibisana memutar bola mata malas. "Dia calon istriku," jawabnya."Kalau dia calon istrimu, lalu aku siapa?" Inara dan Hana berkata berbarengan.Diam sejenak, menetralkan detak jantungnya yang berlompatan. Wibisana tersenyum kecut. "Tenang, Sayang. Aku bisa menjelaskan semuanya."Tangan merangkul pundak Hana, Wibisana menatap Inara marah. "Bisa tidak
Happy Reading*****"Tidak perlu menyebar fitnah," ucap Rika, "memangnya kamu kenal sama Wibisana?""Aku memang tidak kenal sama Wibisana, tapi aku kenal siapa wanita yang sedang dekat dengannya saat ini.""Apa ... apa maksudmu?" tanya Inara dengan wajah pucat dan bibir bergetar."Coba tanya pada wanita di sebelahmu. Apa maksud perkataanku tadi. Bukankah dia juga begitu dekat dengan Wibisana."Seperti bom waktu, perkataan Ayumi membuat ledakan begitu hebat di hati Inara. Tak berbeda jauh dengan mantan istri Yovie, Rika juga kaget ketika rivalnya demikian. Tak menyangka jika akan ada yang mengetahui hubungan gelapnya denga Wibisana."Mulutmu terlalu berbisa, berani menuduh sembarangan," bantah Rika. Setelahnya, dia menatap kedua sahabatnya bergantian. "Bukankah kita bertiga sudah dekat dengan Wibisana sejak dulu?"Ayumi tersenyum mendengar kebohongan Rika. "Harusnya, kamu tahu. Kedekatan apa yang aku maksudkan tadi," katanya, "sudahlah. Kenapa aku harus capek-capek ngurusi kalian bert
Happy Reading*****"Iya, aku," ucap seorang perempuan yang tak lain adalah Inara. "Lancang sekali kamu memutuskan untuk memecat karyawanku. Mentang-mentang sudah menikah dengan Zakaria." Wajah sombong Inara terlihat mendominasi seolah tak ingin ada seseorang yang mengalahkannya. Ayumi memegang pipinya yang terkena tamparan tadi. Bukan rasa sakit yang membuatnya ingin menangis, tetapi penghinaan Inara."Bukankah sudah menjadi peraturan perusahaan. Kenapa kamu malah melindungi karyawan yang bersalah dan tidak produktif sepertinya," jawab Ayumi. Dia menunjuk Prima dengan jari telunjuk sebelah kiri sangking jengkelnya pada lelaki tersebut."Berani kamu tidak menghormatiku?" ucap Inara. Merasa kalimat yang dikeluarkan lawan bicaranya kurang sopan apalagi panggilan yang tersemat tadi.Ayumi mengangkat bibirnya. Lalu, merotasi bola mata. "Untuk apa aku harus menghormati orang yang selalu menginjak-injak harga diri manusia lainnya. Dulu, aku masih bisa mentolelir karena Anda adalah atasan,
Happy Reading*****Oza berdiri dan mendekati Andini. "Coba sini lihat, Ma. Pasti ada kutu atau hewan yang menggigit Mama pas tidur tadi. Ini banyak sekali, lho, Ma," ucap si kecil."Teruskan PR-nya sama Mama biar. Papa mau nyariin obat supaya luka Mama tidak terlalu merah seperti ini." Zakaria berdiri dan meninggalkan keduanya."Aku tinggal dulu, Yang," bisik Zakaria, "selesai ngerjain PR Oza, segeralah kembali ke kamar. Aku lapar.""Lapar, ya, makan, Mas. Kenapa malah ke kamar?" tanya Ayumi dengan kening berkerut."Makannya bukan nasi, Sayang. Tapi, itu." Zakaria menunjuk sesuatu yang menggelantung pada tubuh sang istri. Bahkan lelaki itu sampai mengerlingkan mata."Dasar mesum. Sana pergi." Ayumi mendorong tubuh suaminya."Papa kenapa, Ma?" tanya Oza. Menggaruk kepala yang tak gatal. Ayumi tersenyum canggung. "Lanjutin saja PR-nya."*****Membuka mata, Zakaria tersenyum puas ketika melihat Ayumi masih berada dalam pelukannya. Semalam, lelaki itu sama sekali tak membiarkan istrinya
Happy Reading*****Ayumi benar-benar mendorong tubuh sang suami keluar kamar mandi. Lalu, menutup pintu dengan keras. Zakaria tentu saja sangat marah, dia pun merebahkan diri secara kasar pada ranjang dengan beberapa umpatan kekasalan."Kalau cuma untuk dibohongi seperti ini, harusnya tidak perlu menerima ciumanku tadi," kata Zakaria.Tubuh yang cuma terlilit handuk tanpa memakai dalaman sama sekali, tentunya cukup menyulitkan memadamkan gairah yang terlanjur membara. Suara pintu terbuka, terdengar. Zakaria menoleh.Jantungnya kini mulai berlompatan ketika menatap insan terindah di depannya. Sosok Ayumi berubah menjelma bak artis-artis korea. Rambut lurus dan panjang tergerai indah. Baju berbahan sutra potongan minim menempel erat membungkus setiap lekukan tubuhnya. Susah payah Zakaria menelan ludahnya sendiri. Sang lelaki terlalu terpesona dengan tampilan istrinya. Berjalan sangat pelan, Ayumi seperti mempermainkan pandangan dan hasrat suaminya. Bagaimana mungkin lelaki itu tidak t
Happy Reading *****"Jaga mulutmu!" bentak Zakaria, "Ayumi adalah istriku sekarang. Jangan sampai kamu dipecat gara-gara mulut rombengmu itu."Bukannya takut, Prima malah tersenyum miring. Mencemooh sikap Zakaria. "Ternyata, Bapak suka sekali barang bekas," ucapnya tanpa rasa takut.Bug ....Zakaria meninju wajah Prima dengan keras. "Siapa yang kamu maksud barang bekas? Apakah kamu tidak berkaca pada diri sendiri?""Mas sudah," pinta Ayumi. Dia bahkan menarik lengan Zakaria supaya tidak memukuli mantannya lagi.Kerumunan karyawan makin banyak. Bisik-bisik makin menggaung di telinga.Menatap semua orang yang ada di sana, Zakaria berkata, "Siapa pun yang berani mengatakan hal-hal buruk tentang Ayumi. Maka, kalian adalah musuh. Saya tegaskan sekali lagi bahwa Ayumi tidak memiliki hubungan apa pun dengan Pak Yovie. Dia tidak pernah menggoda bahkan merusak rumah tangga Pak Yovie dan Ibu Inara.""Seyakin itukah dirimu, Za?" ucap seseorang di belakang Prima."Tentu aku sangat yakin. Ayumi
Happy Reading*****Ayumi berusaha menghindar dari bisikan sang suami. Sungguh, ketika Zakaria membisikkan kata tersebut, dia merasa jijik. Teringat apa yang dikatakan si perempuan tadi jika semalam lelaki yang sudah menghalalkannya itu berbagi peluh dengan Selina."Yakinkan hatimu dulu, Pak. Benarkah Anda menginginkan saya?" tanya Ayumi kembali ke mode formal saat berbicara dengan Zakaria."Aku yakin dan sangat menginginkanmu, Sayang," bisik Zakaria."Jika benar begitu. Mari lakukan sesuai dengan tuntunan syariah. Kita lakukan semua sunah sebelum melakukan hubungan intim. Saya juga minta. Jika kita sudah melakukannya, maka jangan pernah ada kata bercerai. Berhenti bermain-main dengan banyak wanita. Saya tidak mau, melakukan hubungan intim dengan bekas banyak wanita."Tawa Zakaria menguar membuat Ayumi mengerutkan kening. "Kenapa malah tertawa?""Kamu menyebutku bekas. Memangnya aku barang?" Semakin mengeraskan suara. Zakaria sampai mengerlingkan mata sebelah kanan demi menggoda sang
Happy Reading*****Ashwin berhenti, menoleh pada sang keponakan. "Selesaikan masalahmu!" bentaknya. Tatapan Ashwin mengarah pada perempuan yang tadi duduk tak senonoh di pangkuan Zakaria."Om, jangan salah paham. Aku bisa jelaskan kenapa dia ada di sini," kata Zakaria."Terserah. Om, cuma mau kamu menghormati Ayumi sebagai istrimu. Almarhum ayahnya sudah mewasiatkan untuk menjaga dengan baik. Jangan kecewakan kami," bisik Ashwin. Mengangguk patuh, Zakaria menoleh pada perempuan yang berada di pangkuannya tadi. Ashwin pun pergi dari ruangan sang keponakan.Sejujurnya, ada hal penting yang akan dia bicarakan dengan Zakaria. Namun, melihat kelakuan sang keponakan, lelaki paruh baya itu terpaksa harus menunda semuanya. Dia akan mendiskusikan dengan Ayumi. Bagaimana pernikahan keduanya berlangsung."Kamu dengar? Jadi, sekarang pulanglah. Aku akan menyelesaikan urusan kita nanti." Zakaria melirik jam dinding. Hampir waktunya makan siang. Berpikir jangan sampai Ayumi mengetahui keberadaa