“Aku tidak tahu, kamu memiliki hubungan apa dengan Caena di masa lalu. Tapi di masa ini dan di masa depan nanti. Caena adalah milik ku. Bagaimana pun masa lalunya,” desis Sema sarkastik namun tetap berusaha bersikap tenang.
Setelah mengucapkan apa yang ingin ia katakan, Sema pun melangkah pergi ke dalam mobilnya dan membawa Caena pergi dari tempat tersebut.
“Brengsek!!!”Chromolaena teriak sembari marah-marah. Meja-meja dan juga kursi yang ada di kafe tersebut tidak lepas dari amukannya. Baru kali ini Chromolaena merasa di tantang oleh pria yang dekat dengan Caena.Selama ini, setiap pria yang berusaha untuk datang mendekat pada Caena pasti akan selalu terkena masalah. Dan pria-pria lemah itu akan dengan liciknya mundur begitu saja. Hingga pada akhirnya, yang terkena sasaran pembatalan lamaran adalah Caena.
Caena selalu menutupi semua itu dengan usahanya merendahkan dirinya sendiri. Semua itu Caena lakukan agar kisah silamnya tidak terbongkar di hadapan pria yang datang padanya.
“Sialan. Beraninya lelaki itu!”“Tunggu saja pembalasan ku. Kamu tidak akan pernah bisa bebas dari kemarahan seorang Chromolaena Odorata,” desis Chrom sembari mengeluarkan smirknya.Setelah puas membuat kekacauan di kafe tersebut, membuat orang-orang yang sedang menikmati makan siang mereka lari terbirit-birit karena ketakutan.Chrom melangkahkan kakinya untuk beranjak pergi dari tempat tersebut. Sepertinya ia butuh pelepasan sekarang.
Kemarahannya pada Caena yang di bawa pergi oleh seorang pria yang mengalahkan ketampanannya membuat nafsu Chrom meledak.
Tap tap tap“Tunggu Tuan,” ujar salah seorang pria yang sepertinya seorang manajer di kafe tersebut. Chrom hanya memicingkan mata dan berteriak memanggil Digo.Chrom tidak punya waktu untuk mengurus urusan remeh temeh seperti kehancuran kafe tersebut. Digo yang melihat semua kekacauan dari jauh dan mendengar namanya di panggil oleh Chrom seketika mendekat kepada manajer kafe.
“Berapa semua biayanya?” tanya Digo santai. Sebab Digo tahu, Chromolaena Odorata adalah salah satu lelaki bangsawan terkaya yang ada di negara ini. Untuk membereskan masalah seperti ini, bukanlah soal yang sulit.“Apa benar anda mampu membayarnya?” delik sang manajer tidak percaya. Mendengar pria itu meremehkannya, Chromolaena pun angkat bicara. Padahal dia sudah sangat kesal dengan Caena, dan manajer ini menambah kekesalannya. “Siapa namamu?” tanya Chrom seperti sedang menyimpan energi buruk di hatinya.“Abrus Precatorius. Manajer di kafe ini,” ujar pria itu dengan bangga memperkenalkan namanya beserta jabatannya di kafe tersebut.“Ohh. Besok kamu tidak usah datang lagi. Kafe ini akan saya beli.” Setelah mengatakan itu, Chrom segera meninggalkan kafe tersebut tanpa menoleh sedikitpun.“Apa?” Abrus sangat kaget dengan apa yang di katakan oleh Chrom.“Siapa pria itu?” tanya Abrus dengan badan yang sudah gemetaran ketakutan.“Chromolaena Odorata.” Mendengar nama tersebut, Abrus sudah tahu bahwa takdirnya untuk keluar dari kafe tersebut akhirnya datang. Siapa yang bisa menantang pria yang bernama Chromolaena Odorata itu? Sungguh, Abrus telah salah dalam melangkah.***CupCupCupChromolaena mencium seluruh tubuh wanita penghibur yang ada di hadapannya saat ini.Setelah kejadian yang menegangkan tadi, Chrom lebih memilih menyalurkan kekesalannya melalui minuman dan wanita.
Seperti biasa, Chrom akan bersama dengan wanita penghibur ketika ia kesal dengan Caena. Dan itu, seakan sudah menjadi kebiasannya.
“Caena, kenapa sekarang kamu berani padaku,” racau Chrom sembari menikmati kepuasanya dengan wanita penghibur itu. Dan wanita-wanita yang di bayar oleh Chrom tidak pernah mempermasalahkan apapun tentang kehidupan pribadi pelanggannya.Mereka hanya melayani, karena dengan maksud untuk mendapatkan uang. Tidak ada cinta di antara mereka.
Namun sepertinya, wanita yang saat ini sedang berada di bawah kungkungan Chrom berbeda. Ia adalah wanita yang seringkali di pakai oleh Chrom.
“Apa kamu sangat mencintainya, Chrom?” pertanyaan wanita di bawahnya ini seketika membuat Chrom menghentikan aktifitasnya. Lalu duduk memandangi wanita itu yang saat ini sedang dalam keadaan tidak memakai sehelai benang pun. Dan Chrom sudah terbiasa dengan pemandangan yang seperti itu.“Bukan urusanmu,” ujar Chrom dingin tanpa sedikitpun memandang ke arah wanita itu. Tapi sepertinya wanita itu tidak ingin mengalah. “Memang bukan urusanku. Tapi, kau tahu! Aku...” Wanita itu berbicara sembari mendekati Chrom lalu memeluknya dari belakang. Chrom dapat merasakan bagian tubuh perempuan itu dengan sangat nyata.Namun, masih belum ada reaksi sedikitpun. Wanita itupun tersenyum.
“Aku sudah terlanjur nyaman denganmu, Chrom,” lanjut wanita itu dengan mengeratkan pelukannya.Seakan tidak ingin melepaskan pria itu pergi dari hadapannya. Karena ketika Chrom pergi, maka tidak akan ada alasan lagi untuk Chrom kembali.
Dengan cepat, Chrom menepis wanita itu dan dengan cepat ia kembali menggunakan seluruh pakaiannya dan berlalu meninggalkan wanita itu tanpa mengatakan sepatah kata pun.
***
Di sisi lain, Sema membawa pergi Caena menggunakan mobilnya. Kejadian tadi benar-benar membuat Caena terlihat ketakutan. Tidak sanggup dengan rasa takut yang di alami Caena. Sema menghentikan sementara laju mobilnya dan memeluk Caena dengan erat. Memberikan kehangatan dan menyalurkan rasa aman untuk Caena.Sungguh, Sema merasa bersalah karena tidak langsung bertindak cepat ketika Caena mulai menampakkan ketakutannya saat pria tadi datang menemui mereka dan duduk di samping Caena.
“Maafkan aku, Na. Aku yang salah,” ujar Sema meminta maaf. Sedang Caena hanya bisa menangis di pelukan Sema dengan seluruh tubuhnya yang masih gemetaran.
Entah apa yang sebenarnya terjadi antara Caena dengan pria tadi, hal itu benar-benar membuat Sema penasaran. Tapi, Sema tidak bisa bertanya pada Caena saat ini. Maka ia memutuskan untuk mencari tahunya sendiri.Setelah lama berpelukan, Caena pun melepaskan dekapan hangat dari Sema. Sejujurnya Caena sangat senang, karena Sema tidak bertanya sedikitpun tentang hubungannya dengan Chrom. Kalau tidak, Caena tidak tahu harus menjawabnya seperti apa.“Sudah tenang?” tanya Sema lembut usai beberapa saat Caena melepaskan pelukannya. Caena hanya mengangguk.“Apa kamu ingin pulang sekarang atau kembali ke kantor mu?”“Bawa aku ke pantai Sem. Aku ingin menenangkan diri,” pinta Caena dengan lemah. Setiap Caena merasa sedih dengan masalahnya, ia pasti akan selalu menghibur dirinya dengan datang ke pantai. Menikmati angin yang sejuk, gelombang laut yang berisik, seakan memberikan ketenangan tersendiri dalam hati Caena.“Baiklah.” Tanpa bertanya apapun lagi, Sema segera melajukan mobilnya menuju pantai. Pantai Mutiara menjadi akhir dari persinggahan Caena dan Sema. Keduanya pun duduk memandangi laut yang bebas. Tanpa ada seorang pun yang memulai untuk membuka pembicaraan. ZrashhhWuushhhh“Sem, kamu tahu...” Caena mulai membuka obrolan. Sema dengan cepat memandang ke arah Caena. Ini kesempatan langka, untuk Sema mendengarkan isi hati Caena.“Aku ingin seperti laut, mereka bebas melakukan apapun saja. Tanpa harus khawatir tidak ada yang memandangnya hina. Karena mereka tercipta dengan keindahan yang luar biasa.”“Sepertinya kamu menyukai laut yah. Aku sudah mengetahui beberapa hal yang kamu sukai. Lalu, apakah ada hal yang paling kamu benci?” Sema menatap penuh harap pada Caena, berharap agar Caena mengungkapkan hal yang paling ia benci.Kriiiing. “Halo Sayang, kok kamu tumben telpon Papah pada saat masih jam kantor seperti ini?” sapa Arachis sembari bertanya pada istrinya, Setaria. “Pah, kamu sudah di hubungi oleh Caena apa belum?” tanya Setaria dengan suara yang terdengar khawatir dan gelisah. “Belum Mah. Memangnya Caena kenapa?” Arachis mulai ikutan khawatir. “Tadi Cidia telpon Mama, Pah. Katanya, ada seorang pria yang datang marah-marah ke kafe samping kantornya Caena. Dan di sana, terlihat pria itu sedang bertengkar dengan Caena dan juga Sema. Cidia bilang, Caena terlihat sangat ketakutan. Dan sekarang, handphone Caena tidak Aktif, Pah. Duh Pah, Mama khawatir banget sama anak kita, Caena. Mama takut Caena kenapa-napa Pah, hiks,” cerita Setaria sembari meneteskan air mata karena khawatir kepada anak tercinta. “Siapa laki-laki yang di maksud itu? Apa mungkin... “ batin Arachis, tapi terpotong dengan suara khawatir Setaria di seberang telpon. “Pah, jadi gimana
"Ada apa sebenarnya dengan mu Leucaena Leucocephala ? Kenapa kamu tidak mau menerima lamaran dari pria baik seperti Calliandra callothyrsus! Pria seperti apalagi yang kamu inginkan!" ujar Arachis Pintoi ayah dari Caena.Sejujurnya, sebagai orang tua Arachis sangat lelah dengan sikap dingin anaknya terhadap pria manapun. Padahal, Caena adalah wanita yang terlihat sangat ceria dan terbuka pada siapapun dan dalam hal apapun, namun ketika membicarakan tentang pernikahan, Caena seperti mati rasa dan tidak ingin membahasnya."Maafkan Caena Papa. Caena hanya belum siap untuk menikah." Jawaban yang sama seperti beberapa minggu yang lalu. Bukan hanya sekali, tapi sudah berkali-kali Caena di lamar oleh banyak pria. Para pria yang melamarnya bukanlah berasal dari keluarga yang biasa-biasa saja. Melainkan dari keluarga terhormat, orang kaya dan pebisnis-pebisnis sukses. Namun, tidak ada satupun yang dapat meyakinkan hatinya untuk menerima salah satu dari mereka.
“Rupanya kalian sudah saling kenal. Baguslah kalau seperti itu. Sepertinya perjodohan ini akan menjadi lebih mudah,” ujar Arachis dengan perasaan senang.“Iya. Syukurlah kalau seperti itu.” Seorang pria yang sepertinya ayah Sema menyambut senang perkataan Arachis.Ke empat orang itu saling ngobrol dengan gembira. Bertukar kabar dan membanggakan anaknya masing-masing. Sedangkan kedua insan itu hanya terdiam membisu tanpa mengatakan apapun. Caena membuang wajahnya, hatinya takut sekaligus senang bertemu kembali dengan Sema. Pria yang sebenarnya pernah ada di hati Caena, namun karena dirinya tidak siap maka lagi-lagi itu menjadi penghalangnya untuk maju dan bersikap dingin kepada pria itu.Sedangkan Sema sendiri, Sema terus menatap Caena, sungguh Sema rindu dengan wanita di hadapannya ini. Dua tahun berpisah membuat Sema tidak mampu untuk menahan dirinya lagi, apalagi sekarang ia tahu bahwa Caena adalah wanita yang akan di jodohkan dengannya
ZrasshhCaena melepas pelukannya dari Sema, dengan wajah memerah karena malu. Sudah terlalu lama keduanya berpelukan. Dan pertanyaan Sema tentang apakah Caena membencinya membuat Caena langsung melepas pelukan itu. Caena tidak ingin Sema mengetahui perasaannya terlalu dini. Apalagi, Caena sudah berusaha menutupi perasaan itu sejak lama.“Ayo turun, mereka pasti sudah menunggu kita,” ajak Caena dengan suara yang datar. Berjalan membelakangi Sema yang berdiri dengan perasaan yang campur aduk, antara bahagia, senang dan juga sedih. Sema masih berharap pelukan itu tidak segera di lepaskan oleh Caena. Tapi ini juga salahnya, kenapa juga ia harus bertanya hal yang aneh pada Caena.Huff, baiklah. Sema pun melangkah mengikuti Caena yang berjalan di depannya. Suasana begitu canggung tanpa seorang pun di antara mereka yang berusaha mencairkannya. Sampai mereka tiba di ruang makan.“Hei, calon pengantin. Kenapa lama sekali di atas?” god
“Kalau kamu belum yakin. Maka tolong beri aku kesempatan untuk mengenal mu lebih jauh lagi Caena. Jangan tutupi hatimu terhadap datangnya cinta. Aku tidak mau kamu tersiksa dan kesusahan.”Caena melepas pelukannya dari Sema, wajah Caena memerah karena malu. Caena langsung membuang wajahnya dan bangkit dari duduknya lalu berdiri menghadap ke arah luar jendela.“Kamu terlalu baik untuk orang sepertiku, Sem. Masih banyak wanita baik-baik yang menginginkanmu di luar sana. Biarkan aku dengan kesendirian ku.” Caena tetap kekeuh dengan keputusannya untuk mendorong Sema pergi.“Jika menurutmu aku terlalu baik, maka aku akan menjadi orang jahat untuk bisa bersamamu,” tekad Sema tidak pernah padam. Caena tertawa mendengar pernyataan Sema.“Hahahah. Kamu tidak akan pernah bisa menjadi orang jahat Sem. Aku tahu kamu,” ucap Caena yang langsung membuka peluang untuk Sema.“Berarti kamu mengaku kan, kalau sela
“Caena, kamu mau pesan menu apa?”Saat ini, Caena dan Sema telah berada di salah satu kafe yang ada di bawah samping kantor Caena. Setelah perbincangan yang sangat manis tadi, Caena memutuskan untuk mulai membuka hatinya. Jikapun suatu saat Sema ingin mundur, setidaknya Caena telah berusaha untuk menghindar terlebih dahulu agar ia memiliki alasan bahwa bukan diri Caena yang mengejar-ngejar Sema.“Ada nasi goreng mawut, enggak?” tanya Caena. Nasi goreng mawut spesial yang menjadi andalan Caena. Ia sangat suka menu ini. Tidak terhitung sudah berapa kali dalam seminggu ia terus memesan menu yang sama. Dan Sema pun ingat tentang kebiasaan Caena yang selalu memesan menu itu setiap Caena di kampus dulu. Namun kini Sema ragu, mungkin saja selera Caena telah berubah namun nyatanya tidak.“Kamu enggak berubah yah!” tutur Sema sembari tersenyum manis. Pria di hadapan Caena ini tampan sekali.“Berubah kok,&